Home / Romansa / Pesona Panas Sang CEO / BAB 1 : JANJI YANG BERUBAH

Share

Pesona Panas Sang CEO
Pesona Panas Sang CEO
Author: NightEve

BAB 1 : JANJI YANG BERUBAH

Author: NightEve
last update Last Updated: 2025-03-13 13:00:28

[Andrean: "Maaf Anessa, kita bicarakan hal ini lain waktu."]

Anessa menghela napas. Entah mengapa, Andrean menghindarinya.

Padahal, Anessa ingin mengonfirmasi sesuatu pada sang kekasih.

Akhir-akhir ini, Anessa mendengar kabar bahwa Andrean sering terlihat bersama seorang perempuan yang tak lain adalah sahabatnya sendiri.

Shera, sahabat yang selama ini selalu ada di sisinya. Shera yang tahu segala keluh kesahnya tentang hubungan ini. Shera yang bahkan pernah berkata, "Aku ikut bahagia untukmu, Nes."

Rasanya tidak mungkin sekali jika orang seperti Shera mengkhianatinya. Tapi, orang-orang di lingkungan kerjanya mulai berbisik di belakangnya.

Karena semua orang di tempat kerjanya, sudah tahu kalau Anessa sudah bertunangan dan akan menikah.

"Aku lihat Andrean tadi malam di kafe. Tapi dia bukan sama Anessa."

"Bukannya itu Shera? Kok bisa? Aku kira dia sahabat Anessa!"

Desas-desus itu semakin lama di dengar, semakin menyelinap ke dalam pikirannya seperti racun. Anessa mencoba menyangkal. Ini hanya kebetulan saja. Mereka hanya berteman dan partner kerja. Tidak mungkin sahabatnya sendiri melakukan ini.

Namun, kegelisahan di hatinya semakin tumbuh.

Sampai akhirnya, hari itu tiba. Pukul 21.50, di sebuah restoran kecil dekat perusahaannya, ia melihatnya dengan mata kepalanya sendiri.

Andrean, duduk di sudut ruangan bersama Shera. Tertawa. Mengobrol. Begitu nyaman hingga dunia seakan hanya milik mereka berdua.

Saat Andrean menyentuh tangan Shera di atas meja, sesuatu di dalam diri Anessa hancur berantakan. Tangannya bergetar. Matanya panas. Ia ingin melangkah maju, ingin menanyakan semuanya saat itu juga. Tapi kakinya terasa berat.

Shera yang lebih dulu menyadari kehadirannya. Matanya melebar, tangannya buru-buru ditarik dari genggaman Andrean.

Menyadari itu, Andrean menoleh dan mendapati Anessa yang mematung.

"Anessa ... ini nggak seperti yang kamu pikirkan."

Kalimat klise yang semakin menyulut api di dadanya. Dengan suara yang hampir berbisik, Anessa hanya berkata, "Selesaikan makan malammu. Kita akan bicara nanti."

Lalu ia pun berbalik, berjalan menjauh dari restoran dengan hati yang terasa lebih berat dari sebelumnya.

Taksi online yang ia pesan telah menunggu di ujung jalan.

Dimatikan ponselnya dan berjalan mendekati mobil. Berharap segera sampai di rumah secepatnya.

Namun, Anessa merasakan jantungnya terus berdetak lebih cepat sehabis melihat kejadian itu.

Haruskah ia percaya begitu saja? Atau ... haruskah ia berhenti dalam hubungan ini? Atau ... mereka sedang membahas masalah kerja?

Rasanya tidak mungkin jika hubungan mereka sekedar partner kerja. Belum sempat ia membuka pintu mobil, Andrean menarik tangannya.

"Aku bisa jelaskan," katanya lirih.

"Baiklah," Anessa menarik paksa tangannya lalu melipat tangan di depan dada. "Jelaskan, Andrean."

Andrean menatapnya lama sebelum akhirnya menunduk. "Anessa, aku ... aku nggak tahu harus bilang apa. Aku memang sering bertemu dengan Shera akhir-akhir ini."

Jantung Anessa seperti diremas. Ia ingin rasanya menampar wajah pria ini. Dari jauh terlihat Shera datang dengan berlari kecil ke arah mereka. Shera buru-buru menyela, "Tapi itu bukan karena kami berselingkuh! Aku hanya ... "

"Tidak usah kamu yang jelaskan," potong Anessa. "Kita harus bicara nanti, Andrean." Andrean terdiam, ekspresi bersalah terpampang jelas di wajahnya. Anessa membuka pintu mobil taksi online lalu melesat pergi.

Matanya mulai berkaca-kaca, ditambah lagi dengan turun deras hujan. "Dimana letak kekuranganku di matamu, Andrean?" tanya Anessa dalam hatinya.

===

Sudah seminggu sejak kejadian itu. Anessa berusaha menjalani hari-harinya seperti biasa, tetapi bayangan Andrean dan Shera terus menghantuinya. Setiap kali melihat notifikasi di ponselnya, ada harapan kecil kalau itu dari Andrean. Meskipun ia tahu, harapan itu sia-sia.

Di kantor, ia bekerja lebih keras dari sebelumnya. Ia tenggelam dalam angka-angka laporan dan presentasi proyek, seolah ingin membuktikan bahwa ia baik-baik saja. Setiap pagi ia tiba lebih awal dan pulang lebih larut, berharap kesibukannya bisa menutupi perasaan yang belum selesai.

Namun, tetap saja, ada saat-saat di mana pikirannya mengkhianati dirinya sendiri. Seperti malam itu, ketika ia duduk di ranjang, menatap kosong ke layar ponsel. Ia menggigit bibirnya saat melihat foto-foto lama di galeri, momen saat ia dan Andrean masih baik-baik saja.

Tangannya hampir saja menggeser kontak Andrean untuk mengirim pesan, tapi ia menarik napas panjang, menghapus pikiran itu dan melempar ponsel ke samping. "Aku nggak boleh terus-terusan kayak gini," batinnya

Jadi, Anessa pun memutuskan untuk keluar dari rutinitasnya sejenak.

Ia butuh udara segar, tempat yang tidak mengingatkannya pada kantor atau hubungan masa lalunya. Itu sebabnya ia memilih bekerja di kafe favoritnya.

Suara barista yang ramah, aroma kopi yang menyegarkan, dan suara keyboard yang mengetik dari pelanggan lain sedikit banyak membantunya merasa lebih ringan. Setidaknya, untuk sementara.

Namun, ketenangannya terusik ketika seorang pria masuk ke dalam kafe. Anessa yang awalnya fokus pada laptopnya, tanpa sadar menoleh.

Pakaian pria itu rapi dan berkelas, dengan stelan jas mahal yang membingkai tubuhnya dengan sempurna. Tatapan matanya tajam, penuh percaya diri. Ia membawa aura yang sulit diabaikan.

Dan ketika mata mereka bertemu, Anessa terkejut.

Edward.

CEO baru di perusahaan tempatnya bekerja.

Ia tak pernah berbicara langsung dengan pria itu sebelumnya. Edward terkenal sebagai bos yang tegas, perfeksionis, dan dingin. Tapi hari ini, entah bagaimana, ia duduk tepat di meja sebelahnya.

"Anessa, bukan?" Suara bariton itu mengaggetkannya!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 2 : AWAL YANG TIDAK TERDUGA

    "Iya, Pak," jawabnya buru-buru. Edward menyandarkan tubuhnya di kursi. "Aku melihat proposal yang kau ajukan minggu lalu. Kerjamu bagus." Anessa terdiam, tidak menyangka akan mendapat pujian langsung dari bos besarnya. "Terima kasih, Pak," jawab Anessa malu. Edward menatapnya lama sebelum berkata, "Tapi aku juga mendengar sesuatu tentangmu." Jantung Anessa mencelos, "Mendengar apa?" "Bahwa kau baru saja mengalami masa sulit." Anessa mengernyit. "Dari mana Bapak tahu?" Edward mengangkat bahu. "Aku punya banyak sumber." Anessa menghela napas. "Saya tidak ingin kehidupan pribadi saya mengganggu pekerjaan." Edward tersenyum tipis. "Bagus. Karena aku tidak mencari karyawan yang larut dalam kesedihannya." Anessa menatap pria itu dengan bingung. "Tapi ... " Edward melanjutkan, "Aku juga percaya bahwa seseorang bisa berkembang setelah melewati luka yang mendalam." Kata-kata itu membuat Anessa terdiam. Ia tidak tahu apa maksud Edward. Tapi satu hal yang pasti, ada se

    Last Updated : 2025-03-13
  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 3 : PERPISAHAN YANG SEBENARNYA

    Hari itu berjalan seperti biasa. Anessa sibuk di depan laptopnya, mengetik laporan yang harus diserahkan kepada Pak CEO. Tangannya bergerak cepat di atas keyboard, berusaha kembali menenggelamkan diri dalam pekerjaan.Namun, sekeras apa pun ia mencoba, pikirannya tetap berantakan. Bayangan Andrean masih menghantuinya.Suara notifikasi pesan masuk dari ponsel membuatnya berhenti sejenak.["Kita bisa bicara?"]Anessa menatap nama pengirimnya.Andrean.Ia mengembuskan napas kasar. Satu minggu lebih berlalu sejak kejadian di depan taksi itu dan kini pria itu tiba-tiba menghubunginya, senang rasanya tapi juga kesal.Anessa menarik nafasnya dalam-dalam, mencoba menenangkan diri sejenak sebelum membalas.Namun disisi lain, Anessa ingin mengabaikannya, tapi di dalam hatinya, ada pertanyaan yang belum menemukan jawaban. Dengan berat hati, ia mengetik balasan.["Di mana?"][Di restoran, tempat biasa kita bertemu dulu."]Anessa hanya membacanya sekilas dan buru-buru menyelesaikan pekerjaannya ya

    Last Updated : 2025-03-14
  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 4 : INGIN MELUPAKAN

    Malam itu Anessa tidak langsung pulang. Ia butuh sesuatu yang bisa mengalihkan pikirannya. Kakinya membawanya ke sebuah bar kecil di sudut kota. Tempat itu tidak terlalu ramai, hanya beberapa orang yang tenggelam dalam minuman dan percakapan masing-masing. Ia duduk di bangku tinggi dekat bar, lalu memesan segelas wine. Satu tegukan. Dua tegukan. Hangatnya alkohol mulai mengalir dalam tubuhnya. Ia menatap pantaulan dirinya di cermin yang tergantung di belakang bartender. Matanya tampak lelah. Tapi setidaknya, kali ini dia tidak menangis. Di tatapnya lekat-lekat pantulan dirinya sambil tersenyum sendiri. "Apa kurangnya aku hah ... aku cantik dan pekerja keras juga gak beban, masih juga diselingkuhi," gumannya yang terdengar berbisik. "Apa aku bodoh?" gumamnya lagi. "Kalau kamu nanya pertanyaan itu setelah minum, kemungkinan jawabannya iya." Suara berat itu membuatnya menoleh. Edward. Pria itu berdiri di sampingnya, mengenakan kemeja hitam dengan lengan tergulung. Tidak ada jas

    Last Updated : 2025-03-17
  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 5 : TIDAK DIPEDULIKAN

    Sinar matahari perlahan merayap masuk melalui celah tirai, menghangatkan pipi Anessa yang masih terlelap. Matanya bergerak di balik kelopak, seolah tubuhnya enggan terbangun sepenuhnya dari mimpi.Namun, kesadaran perlahan merayap masuk, membawa serta rasa pusing yang berdenyut di kepalanya.Perlahan ia membuka kedua matanya lalu mengerjapkan beberapa kali sebelum terbuka sempurna. Kepalanya terasa sedikit pusing, efek dari wine yang ia minum semalam.Nafasnya tercekat saat melihat sosok pria yang tertidur di sampingnya.Edward.Jantungnya berdebar kencang, ia langsung terduduk dan menepuk kedua pipinya lalu melihat kearah Edward yang tertidur. "Tidak! Ini bukan mimpi!" gumamnya panik.Anessa kemudian mengintip ke dalam selimut dan terkejut melihat dirinya tanpa sehelai benang pun. "Astaga! Apa yang sudah kulakukan!" gumamnya lagi semakin panik.Kepalanya mulai memutar ulang ingatan yang terjadi semalam. Anessa ingat dirinya mabuk, ingat menarik kerah kemeja Edward, ingat ciuman itu .

    Last Updated : 2025-03-17
  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 6 : GUGUP

    Di perusahaan, Anessa sedang duduk di mejanya dengan pandangan kosong. Otaknya masih berusaha mencerna kejadian semalam. Tidak mungkin atasannya dengan begitu mudah mau melakukan hal seperti itu pada karyawannya sendiri. Tapi, apa boleh buat jika sudah sama-sama nafsu? Ditambah lagi dengan wajah Anessa yang begitu pucat dan sangat kelelahan. Anessa akui untuk pengalaman pertama melakukan hal seperti itu, Edward cukup perkasa sampai membuatnya kewalahan. Sampai ia sendiri tidak ingat, mereka selesai jam berapa. Ciuman itu, sentuhan itu, tatapan Edward pagi tadi. Membuat napasnya tercekat setiap kali pikirannya berputar kembali ke momen yang seharusnya tidak pernah terjadi. Kepalanya berdenyut pelan, entah karena kelelahan atau karena emosinya yang masih berantakan. "Anessa!" Suara kepala divisi menyadarkannya. Anessa tersentak dan buru-buru menoleh. "Eh? Iya Pak?" "Kalau sakit, jangan masuk kerja!" bentak sang kepala divisi sambil membanting dokumen ke meja Anessa. "Bai

    Last Updated : 2025-03-18
  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 7 : KETAKUTAN DAN RASA PENASARAN

    Siang itu, kantin perusahaan tampak ramai karena banyak karyawan menikmati waktu istirahat mereka. Anessa dan Rena duduk di sudut ruangan, tempat favorit mereka.Tetapi, entah mengapa pikirannya melayang entah kemana. Sampai nasi yang ada di piringnya dibiarkan dingin dan tangannya sibuk menganduk minuman tanpa berniat meminumnya.Rena meliriknya sekilas penuh keheranan melihat sikap Anessa yang terlihat murung dari pagi. "Kamu gak apa-apa kan, Nes? Dari tadi diam aja. Kayak orang lagi nelen masalah besar aja."Anessa menghela napas, lalu tersenyum. "Aku tidak apa-apa, Ren. Cuma kurang tidur aja.""Apa ini ada hubungannya dengan Pak Edward?" tebak Rena tajam."Enggak, ini gak ada hubungannya dengan Pak Edward, Ren," jawab Anessa. "Masa sih?" tanya Rena penuh kecurigaan. "Aku tadi lihat kamu keluar dari ruangannya lho."Mata Anessa membelalak kaget, ternyata ada orang yang melihatnya. Tapi, bukankah wajar jika seorang karyawan masuk ke ruangan atasannya. Mungkin saja masalah pekerjaan

    Last Updated : 2025-03-19
  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 8 : PEMBOHONG DAN PENIPU

    Suasana di dalam toko perhiasan begitu tenang. Cahaya lampu kristal memantulkan kilau emas dan berlian yang tertata rapi di balik kaca bening. Seorang pegawai toko, pria paruh baya dengan kacamata tipis, meneliti cincin yang baru saja Shera berikan kepadanya.Shera menyilangkan tangan, menunggu dengan penuh percaya diri. Matanya berbinar membayangkan berapa banyak uang yang akan ia dapatkan. Cincin berlian pasti bernilai tinggi.Namun, ekspresi pegawai itu berubah. Dahinya berkerut, lalu menatap Shera dengan ragu."Maaf Nona, … anda yakin cincin ini asli?"Shera mengerutkan kening. "Apa maksud Anda?"Pria itu menimbang cincin itu sekali lagi di antara jari-jarinya sebelum menyerahkannya kembali pada Shera. "Saya sudah memeriksanya. Ini hanya lapisan emas biasa. Berlian ini pun bukan asli, melainkan zirkon berkualitas tinggi."Jantung Shera seakan berhenti berdetak sejenak. "Apa? Anda bercanda, kan?"Pegawai itu tersenyum

    Last Updated : 2025-03-20
  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 9 : MENGENAL LEBIH JAUH

    Tidak terasa hari sudah gelap ketika Anessa baru saja keluar dari ruang kantor sehabis lembur. Tubuhnya terasa lelah, tapi otak penuh dengan berbagai laporan yang baru saja ia selesaikan.Dengan lelah ia melangkah menuju halte bus dan ponselnya tiba-tiba bergetar.[Halo Nessa, kamu sudah selesai kerjanya?"]Anessa mengernyitkan dahinya. Kenapa Edward tiba-tiba menghubunginya? Hubungan mereka hanya sebatas atasan dan bawahan saja, dan sebelumnya Edward tidak pernah menghubunginya.Tapi ... memang iya kalau menyangkut kejadian malam itu, mereka jadi punya hubungan spesial. Tapi kan tetap saja itu terjadi di luar kendali Anessa."Tidak, itu tidak bisa dijadikan patokan aku punya hubungan lebih dari sekedar itu," kata Anessa dalam hati.[Iya, halo Pak. Ini saya baru selesai lembur. Ada apa ya?"][Tidak usah terlalu formal. Ini sudah di luar jam kerja."]["Baiklah ... ada apa?"["Aku ingin pergi ke supermarket, kebetulan aku butuh seseorang untuk nemenin belanja. Kamu di mana sekarang?"]A

    Last Updated : 2025-03-20

Latest chapter

  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 22 : PANTASKAH

    Suasana di ruang rapat utama terasa tegang. Karyawan-karyawan yang berada di dalamnya bertanya ada apa dan tiba-tiba sekali. Semua karyawan sudah duduk dengan rapi di kursi, tetapi suara bisikan semakin menjadi ketika Edward dan Anessa ke dalamnya.Mereka semakin penasaran dengan apa yang akan disampaikan oleh Edward dan mengapa ada Anessa yang berdiri di sampingnya?Ada di mana Pak Harto?Pria itu berdiri tegap dengan tatapan mata serius, matanya terus menyapu seluruh ruangan ampai semuanya sunyi tidak bersuara."Selamat pagi menjelang siang, hari ini saya akan mengumumkan sesuatu yang penting bagi perusahaan ini," kata Edward suara menggema ke seluruh penjuru ruangan."Mulai hari ini Pak Harto sudah tidak bekerja di sini dan beliau meminta agar tidak melakukan salam perpisahan dikarenakan ia hari ini berangkat menemui anaknya dan yang akan menggantikan Pak Harto adalah Anessa. Mulai sekarang, dia adalah sekretaris pribadi saya," lanjut Edward yang membuat beberapa orang melongo kage

  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 21 : JARAK YANG TERLALU DEKAT

    Fajar baru menyingsing ketika Anessa terbangun dari tidurnya. Perlahan ia mengusap kedua matanya yang masih berat, sisa kantuk masih menggantung di pelupuk matanya.Dengan semangat, ia berjalan ke dapur dan mulai mengeluarkan bahan-bahan makanan dari dalam kulkasnya. Anessa mengambil ayam yang sudah dimarinasi semalam, aroma bumbu rempah langsung menyeruak saat ia mengeluarkannya dari kulkas.Hari ini, ia menyiapkan ayam panggang, lengkap dengan nasi hangat, sayuran, dan buah-buah segar.Hampir saja ia lupa mempersiapkan kotak bekal khusus untuk Edward. Mungkin ini adalah bentuk kebiasaan baru, sebagai bentuk tanda terima kasih atas semua yang Edward lakukan untuknya. Dengan cekatan, ia menyelesaikan semuanya tepat waktu. Tidak lupa memasukkan bekal dalam tas, lalu Anessa bergegas mandi dan mengenakan pakaian yang sudah ia siapkan semalam.Anessa menatap pantulan dirinya di cermin, yang mengenakan rok hitam dengan atasan merah muda. Rambutnya dibiarkan terurai dengan sentuhan gelomba

  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 20 : HAMPIR FRUSTASI

    Malam itu di dalam kontrakan yang terasa semakin sempit oleh tekanan yang menghimpit pikirannya, Shera terduduk di pojokan kamar. Menatap kosong layar ponselnya yang tergeletak di lantai, kembali menampilkan pesan Andrean kali ini dengan nomor lain.["Aku nggak main-main, Sher. Kalau kamu nggak mau gantikan lima puluh juta itu. Aku tidak akan segan membuat hidupmu seperti di neraka. Jangan coba-coba ngilang dariku."]Kepalanya terasa berat, air matanya sudah habis, yang tersisa hanya jejak air mata di wajah yang lelah. Shera meraih ponselnya dan tangannya kembali gemetar menekan tombol blokir kontak tersebut. Ia benar-benar merasa sendirian. Kedua orangtuanya sudah tiada dan satu-satunya orang yang membantunya dulu, kini berubah menjadi seorang yang asing tidak saling mengenal.Tapi, mengingat sikap kasar dan dingin Anessa tadi sore. Membuatnya sangat kesal dan merutuki Anessa sebagai orang yang membuatnya menderita."Kenapa dia berubah?" gumamnya lirih.Shera mengusap kasar wajahnya

  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 19 : SEKRETARIS PRIBADI

    Saat Edward sudah lebih dulu pergi ke parkiran, Anessa sedikit ragu untuk menyusulnya. Ia memantapkan langkah kakinya, mencoba agar tidak kelihatan terburu-buru. Begitu sampai di mobil Edward, ia membuka pintunya, tapi belum sempat berkata apa-apa, Edward sudah lebih dulu menyambutnya dengan senyuman tipis."Hari ini aku mau ajak kamu makan lagi. Mau kan?" tanya Edward santai.Anessa sempat terdiam, karena sudah sering Edward mengajaknya makan. Tempat yang mereka kunjungi juga bukan sembarang tempat makan, tapi restoran mahal.Anessa kemudian mengangguk pelan, "Eh? Makan lagi?"Edward terkekeh, "Anggap saja ini ucapan terima kasih karena kamu sudah menemukan flashdiskku, membuatkanku bekal nasi goreng, dan mengobati lukaku."Anessa mengernyitkan keningnya, "Jadi, kemarin itu ... bukan kode ya? Aku pikir kamu benar-benar ingin aku buatkan."Edward hanya tersenyum, lalu tanpa menunggu lagi, ia menyalakan mobil dan melaju. Selama perjalanan, Anessa mencoba merilekskan pikirannya dan meng

  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 18 : ITU MASALAHMU

    Sudah setengah hari Shera menundukkan kepala terus, demi menghindari tatapan-tatapan penuh selidik dari rekan kerjanya. Sejak insiden Andrean mengamuk tadi, namanya seketika langsung menjadi bahan perbincangan banyak orang. Beberapa orang bahkan berbisik ketika ia berjalan dan sementara beberapa temannya yang biasanya akrab kini tampak menjauh. Ia menghela napas perlahan, berusaha bersikap biasa saja. Namun, semua itu berubah saat seorang staf atasannya mendekatinya. "Shera, tolong ikut saya sebentar ke ruang atasan," pintanya staf itu bernada datar. Shera sedikit terkejut, tetapi ia tidak punya pilihan selain mengikuti langkah kaki staf itu menuju ruang atasan. Langkahnya semakin lama semakin berat, rasa ketakutan itu kian menjalar, membuatnya terasa mual. Ketika ia sampai di depan pintu atasannya, ia menarik napas dalam-dalam dan menyakinkan dirinya bahwa semua akan berjalan baik-baik saja. Ia mengetuk pintu itu dengan pelan dan dipersilahkan masuk oleh atasannya. Keti

  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 17 : MASALAH KECIL

    Setelah Andrean pergi, ruangan terasa hening. Anessa berdiri menatap Edward dengan tatapan penuh pertanyaan. Sudut bibir pria itu masih mengeluarkan darah dan ia tampak tenang, seperti tidak merasakan sakit. Anessa menghela napas, lalu berkata, "Ayo ke ruanganmu, aku tidak mau ada orang-orang berpikir yang aneh-aneh." Edward menatap Anessa sejenak sebelum mengangguk dan melangkah lebih dulu. Anessa mengikuti dari belakang, sesekali melirik pria itu yang berjalan dengan wibawa khasnya, meskipun baru saja berkelahi. Begitu saja di ruangan Edward, Anessa segera mencari kotak P3K. Ia membukanya dan mengambil kapas serta antiseptik untuk membersihkan luka di bibir Edward. Edward sendiri merasa tidak enak dengan Anessa karena sudah membuatnya khawatir. "Duduk," perintah Anessa lembut. Edward menurut, membiarkan Anessa mendekat dan mulai merawat lukanya. Saat kapas menyentuh lukanya, Edward sedikit meringis. Refleks, tangan Anessa menyentuh dagunya, menahannya agar tidak bergerak

  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 16 : MELAPORKAN FAKTA

    Anessa yang baru tiba langsung berjalan menuju ruang Edward lalu mengetuk pintu besar itu. Terdengarlah suara sahutan Edward dari dalam ruangan itu. Ia pun masuk dan meletakkan tas bekal yang ia bawa di atas meja kerja Edward. "Kamu sedang cari apa?" tanya Anessa heran. "Aku sedang mencari flashdiskku. Perasaan tadi pagi sudah aku masukan ke dalam saku jasku," jawab Edward masih sibuk mengobrak-abrik. Anessa pun mengeluarkan flashdisk yang ia temukan dari dalam tasnya. "Edward, apa ini flashdisknya?" Edward langsung berbalik badan, pria itu menatap benda kecil itu sejenak sebelum mengambilnya dengan ekspresi penuh kelegaan. "Di mana kamu menemukannya?" "Di depan pintu apartemenmu," jawab Anessa jujur. Edward menghela napas lega. "Aku baru sadar flashdisk ini saat sampai di perusahaan. Di dalam flashdisk ini berisikan file penting untuk rapat hari ini." Anessa tersenyum kecil. "Untung ketemu kan?" Edward mengangguk, lalu berbalik untuk kembali ke meja kerjanya. Namun, sa

  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 15 : EDWARD

    Di malam harinya, ponsel Anessa kembali bergetar di atas meja samping tempat tidur. Layar ponselnya menampilkan nomor yang tidak dikenal terus berusaha menghubunginya. Ia sudah tahu siapa pemilik nomor itu, tidak lain dan tidak bukan adalah Andrean. Namun, ia tetap membiarkannya sampai ponselnya berhenti berdering dengan sendirinya. Beberapa pesan singkat masuk setelah panggilan itu berakhir. Anessa menatapnya sebentar, lalu membalikkan ponsel dan menarik selimut hingga setinggi dadanya. Ia lelah dengan semua masalah yang terjadi belakangan ini, sudah cukup membuat hari-harinya berjalan tidak maksimal. Sementara itu, di kamarnya, Andrean termenung di dalam kamar kontrakannya. Ia menatap layar ponselnya dengan gelisah. Ia masih mengingat jelas bagaimana satpam apartemen elite itu menyebutkan satu nama yang membuatnya curiga. "Edward." Nama itu bukan nama yang asing baginya. Dulu, saat ia masih kuliah, Edward adalah mahasiswa paling populer dan terkenal sebagai orang terpintar dalam

  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 14 : PENDEKATAN

    Edward menghela napas setelah menutup laptopnya. Hari ini ia cukup sibuk, untungnya ia bisa menyelesaikan pekerjaan tepat waktu dan mungkin waktu sudah lewat setengah jam dari jam operasional.Matanya melirik meja di sebelah, di mana tempat bekal makan siang yang tadi diberikan Anessa sudah kosong. Teringat akan kejadian pagi tadi, ia tersenyum kecil. "Kayaknya aku harus balas budi," gumamnya langsung membereskan barang-barangnya ke dalam tas kerja.Dengan cepat ia meraih ponselnya dan memesan makanan untuk dibawah pulang ke apartemennya. Tidak butuh waktu lama, hanya beberapa menit makanan yang ia pesan sudah selesai.Ia berjalan meninggalkan ruangannya dan berjalan menuju ruangan Anessa bekerja. Edward sedikit heran karena tidak seperti biasanya ruangan itu kosong. Biasanya selalu ada Anessa yang masih sibuk di depan komputer. "Mungkin saja dia selesai lebih awal," gumamnya lanjut berjalan keluar perusahaan.Edward melaju dengan mobilnya dan berhenti di depan restoran untuk mengambi

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status