Home / Romansa / Pesona Panas Sang CEO / BAB 1 : JANJI YANG BERUBAH

Share

Pesona Panas Sang CEO
Pesona Panas Sang CEO
Author: NightEve

BAB 1 : JANJI YANG BERUBAH

Author: NightEve
last update Last Updated: 2025-03-13 13:00:28

[Andrean: "Maaf Anessa, kita bicarakan hal ini lain waktu."]

Anessa menghela napas. Entah mengapa, Andrean menghindarinya.

Padahal, Anessa ingin mengonfirmasi sesuatu pada sang kekasih.

Akhir-akhir ini, Anessa mendengar kabar bahwa Andrean sering terlihat bersama seorang perempuan yang tak lain adalah sahabatnya sendiri.

Shera, sahabat yang selama ini selalu ada di sisinya. Shera yang tahu segala keluh kesahnya tentang hubungan ini. Shera yang bahkan pernah berkata, "Aku ikut bahagia untukmu, Nes."

Rasanya tidak mungkin sekali jika orang seperti Shera mengkhianatinya. Tapi, orang-orang di lingkungan kerjanya mulai berbisik di belakangnya.

Karena semua orang di tempat kerjanya, sudah tahu kalau Anessa sudah bertunangan dan akan menikah.

"Aku lihat Andrean tadi malam di kafe. Tapi dia bukan sama Anessa."

"Bukannya itu Shera? Kok bisa? Aku kira dia sahabat Anessa!"

Desas-desus itu semakin lama di dengar, semakin menyelinap ke dalam pikirannya seperti racun. Anessa mencoba menyangkal. Ini hanya kebetulan saja. Mereka hanya berteman dan partner kerja. Tidak mungkin sahabatnya sendiri melakukan ini.

Namun, kegelisahan di hatinya semakin tumbuh.

Sampai akhirnya, hari itu tiba. Pukul 21.50, di sebuah restoran kecil dekat perusahaannya, ia melihatnya dengan mata kepalanya sendiri.

Andrean, duduk di sudut ruangan bersama Shera. Tertawa. Mengobrol. Begitu nyaman hingga dunia seakan hanya milik mereka berdua.

Saat Andrean menyentuh tangan Shera di atas meja, sesuatu di dalam diri Anessa hancur berantakan. Tangannya bergetar. Matanya panas. Ia ingin melangkah maju, ingin menanyakan semuanya saat itu juga. Tapi kakinya terasa berat.

Shera yang lebih dulu menyadari kehadirannya. Matanya melebar, tangannya buru-buru ditarik dari genggaman Andrean.

Menyadari itu, Andrean menoleh dan mendapati Anessa yang mematung.

"Anessa ... ini nggak seperti yang kamu pikirkan."

Kalimat klise yang semakin menyulut api di dadanya. Dengan suara yang hampir berbisik, Anessa hanya berkata, "Selesaikan makan malammu. Kita akan bicara nanti."

Lalu ia pun berbalik, berjalan menjauh dari restoran dengan hati yang terasa lebih berat dari sebelumnya.

Taksi online yang ia pesan telah menunggu di ujung jalan.

Dimatikan ponselnya dan berjalan mendekati mobil. Berharap segera sampai di rumah secepatnya.

Namun, Anessa merasakan jantungnya terus berdetak lebih cepat sehabis melihat kejadian itu.

Haruskah ia percaya begitu saja? Atau ... haruskah ia berhenti dalam hubungan ini? Atau ... mereka sedang membahas masalah kerja?

Rasanya tidak mungkin jika hubungan mereka sekedar partner kerja. Belum sempat ia membuka pintu mobil, Andrean menarik tangannya.

"Aku bisa jelaskan," katanya lirih.

"Baiklah," Anessa menarik paksa tangannya lalu melipat tangan di depan dada. "Jelaskan, Andrean."

Andrean menatapnya lama sebelum akhirnya menunduk. "Anessa, aku ... aku nggak tahu harus bilang apa. Aku memang sering bertemu dengan Shera akhir-akhir ini."

Jantung Anessa seperti diremas. Ia ingin rasanya menampar wajah pria ini. Dari jauh terlihat Shera datang dengan berlari kecil ke arah mereka. Shera buru-buru menyela, "Tapi itu bukan karena kami berselingkuh! Aku hanya ... "

"Tidak usah kamu yang jelaskan," potong Anessa. "Kita harus bicara nanti, Andrean." Andrean terdiam, ekspresi bersalah terpampang jelas di wajahnya. Anessa membuka pintu mobil taksi online lalu melesat pergi.

Matanya mulai berkaca-kaca, ditambah lagi dengan turun deras hujan. "Dimana letak kekuranganku di matamu, Andrean?" tanya Anessa dalam hatinya.

===

Sudah seminggu sejak kejadian itu. Anessa berusaha menjalani hari-harinya seperti biasa, tetapi bayangan Andrean dan Shera terus menghantuinya. Setiap kali melihat notifikasi di ponselnya, ada harapan kecil kalau itu dari Andrean. Meskipun ia tahu, harapan itu sia-sia.

Di kantor, ia bekerja lebih keras dari sebelumnya. Ia tenggelam dalam angka-angka laporan dan presentasi proyek, seolah ingin membuktikan bahwa ia baik-baik saja. Setiap pagi ia tiba lebih awal dan pulang lebih larut, berharap kesibukannya bisa menutupi perasaan yang belum selesai.

Namun, tetap saja, ada saat-saat di mana pikirannya mengkhianati dirinya sendiri. Seperti malam itu, ketika ia duduk di ranjang, menatap kosong ke layar ponsel. Ia menggigit bibirnya saat melihat foto-foto lama di galeri, momen saat ia dan Andrean masih baik-baik saja.

Tangannya hampir saja menggeser kontak Andrean untuk mengirim pesan, tapi ia menarik napas panjang, menghapus pikiran itu dan melempar ponsel ke samping. "Aku nggak boleh terus-terusan kayak gini," batinnya

Jadi, Anessa pun memutuskan untuk keluar dari rutinitasnya sejenak.

Ia butuh udara segar, tempat yang tidak mengingatkannya pada kantor atau hubungan masa lalunya. Itu sebabnya ia memilih bekerja di kafe favoritnya.

Suara barista yang ramah, aroma kopi yang menyegarkan, dan suara keyboard yang mengetik dari pelanggan lain sedikit banyak membantunya merasa lebih ringan. Setidaknya, untuk sementara.

Namun, ketenangannya terusik ketika seorang pria masuk ke dalam kafe. Anessa yang awalnya fokus pada laptopnya, tanpa sadar menoleh.

Pakaian pria itu rapi dan berkelas, dengan stelan jas mahal yang membingkai tubuhnya dengan sempurna. Tatapan matanya tajam, penuh percaya diri. Ia membawa aura yang sulit diabaikan.

Dan ketika mata mereka bertemu, Anessa terkejut.

Edward.

CEO baru di perusahaan tempatnya bekerja.

Ia tak pernah berbicara langsung dengan pria itu sebelumnya. Edward terkenal sebagai bos yang tegas, perfeksionis, dan dingin. Tapi hari ini, entah bagaimana, ia duduk tepat di meja sebelahnya.

"Anessa, bukan?" Suara bariton itu mengaggetkannya!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 2 : AWAL YANG TIDAK TERDUGA

    "Iya, Pak," jawabnya buru-buru. Edward menyandarkan tubuhnya di kursi. "Aku melihat proposal yang kau ajukan minggu lalu. Kerjamu bagus." Anessa terdiam, tidak menyangka akan mendapat pujian langsung dari bos besarnya. "Terima kasih, Pak," jawab Anessa malu. Edward menatapnya lama sebelum berkata, "Tapi aku juga mendengar sesuatu tentangmu." Jantung Anessa mencelos, "Mendengar apa?" "Bahwa kau baru saja mengalami masa sulit." Anessa mengernyit. "Dari mana Bapak tahu?" Edward mengangkat bahu. "Aku punya banyak sumber." Anessa menghela napas. "Saya tidak ingin kehidupan pribadi saya mengganggu pekerjaan." Edward tersenyum tipis. "Bagus. Karena aku tidak mencari karyawan yang larut dalam kesedihannya." Anessa menatap pria itu dengan bingung. "Tapi ... " Edward melanjutkan, "Aku juga percaya bahwa seseorang bisa berkembang setelah melewati luka yang mendalam." Kata-kata itu membuat Anessa terdiam. Ia tidak tahu apa maksud Edward. Tapi satu hal yang pasti, ada se

    Last Updated : 2025-03-13
  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 3 : PERPISAHAN YANG SEBENARNYA

    Hari itu berjalan seperti biasa. Anessa sibuk di depan laptopnya, mengetik laporan yang harus diserahkan kepada Pak CEO. Tangannya bergerak cepat di atas keyboard, berusaha kembali menenggelamkan diri dalam pekerjaan.Namun, sekeras apa pun ia mencoba, pikirannya tetap berantakan. Bayangan Andrean masih menghantuinya.Suara notifikasi pesan masuk dari ponsel membuatnya berhenti sejenak.["Kita bisa bicara?"]Anessa menatap nama pengirimnya.Andrean.Ia mengembuskan napas kasar. Satu minggu lebih berlalu sejak kejadian di depan taksi itu dan kini pria itu tiba-tiba menghubunginya, senang rasanya tapi juga kesal.Anessa menarik nafasnya dalam-dalam, mencoba menenangkan diri sejenak sebelum membalas.Namun disisi lain, Anessa ingin mengabaikannya, tapi di dalam hatinya, ada pertanyaan yang belum menemukan jawaban. Dengan berat hati, ia mengetik balasan.["Di mana?"][Di restoran, tempat biasa kita bertemu dulu."]Anessa hanya membacanya sekilas dan buru-buru menyelesaikan pekerjaannya ya

    Last Updated : 2025-03-14
  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 4 : INGIN MELUPAKAN

    Malam itu Anessa tidak langsung pulang. Ia butuh sesuatu yang bisa mengalihkan pikirannya. Kakinya membawanya ke sebuah bar kecil di sudut kota. Tempat itu tidak terlalu ramai, hanya beberapa orang yang tenggelam dalam minuman dan percakapan masing-masing. Ia duduk di bangku tinggi dekat bar, lalu memesan segelas wine. Satu tegukan. Dua tegukan. Hangatnya alkohol mulai mengalir dalam tubuhnya. Ia menatap pantaulan dirinya di cermin yang tergantung di belakang bartender. Matanya tampak lelah. Tapi setidaknya, kali ini dia tidak menangis. Di tatapnya lekat-lekat pantulan dirinya sambil tersenyum sendiri. "Apa kurangnya aku hah ... aku cantik dan pekerja keras juga gak beban, masih juga diselingkuhi," gumannya yang terdengar berbisik. "Apa aku bodoh?" gumamnya lagi. "Kalau kamu nanya pertanyaan itu setelah minum, kemungkinan jawabannya iya." Suara berat itu membuatnya menoleh. Edward. Pria itu berdiri di sampingnya, mengenakan kemeja hitam dengan lengan tergulung. Tidak ada jas

    Last Updated : 2025-03-17
  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 5 : TIDAK DIPEDULIKAN

    Sinar matahari perlahan merayap masuk melalui celah tirai, menghangatkan pipi Anessa yang masih terlelap. Matanya bergerak di balik kelopak, seolah tubuhnya enggan terbangun sepenuhnya dari mimpi.Namun, kesadaran perlahan merayap masuk, membawa serta rasa pusing yang berdenyut di kepalanya.Perlahan ia membuka kedua matanya lalu mengerjapkan beberapa kali sebelum terbuka sempurna. Kepalanya terasa sedikit pusing, efek dari wine yang ia minum semalam.Nafasnya tercekat saat melihat sosok pria yang tertidur di sampingnya.Edward.Jantungnya berdebar kencang, ia langsung terduduk dan menepuk kedua pipinya lalu melihat kearah Edward yang tertidur. "Tidak! Ini bukan mimpi!" gumamnya panik.Anessa kemudian mengintip ke dalam selimut dan terkejut melihat dirinya tanpa sehelai benang pun. "Astaga! Apa yang sudah kulakukan!" gumamnya lagi semakin panik.Kepalanya mulai memutar ulang ingatan yang terjadi semalam. Anessa ingat dirinya mabuk, ingat menarik kerah kemeja Edward, ingat ciuman itu .

    Last Updated : 2025-03-17
  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 6 : GUGUP

    Di perusahaan, Anessa sedang duduk di mejanya dengan pandangan kosong. Otaknya masih berusaha mencerna kejadian semalam. Tidak mungkin atasannya dengan begitu mudah mau melakukan hal seperti itu pada karyawannya sendiri. Tapi, apa boleh buat jika sudah sama-sama nafsu? Ditambah lagi dengan wajah Anessa yang begitu pucat dan sangat kelelahan. Anessa akui untuk pengalaman pertama melakukan hal seperti itu, Edward cukup perkasa sampai membuatnya kewalahan. Sampai ia sendiri tidak ingat, mereka selesai jam berapa. Ciuman itu, sentuhan itu, tatapan Edward pagi tadi. Membuat napasnya tercekat setiap kali pikirannya berputar kembali ke momen yang seharusnya tidak pernah terjadi. Kepalanya berdenyut pelan, entah karena kelelahan atau karena emosinya yang masih berantakan. "Anessa!" Suara kepala divisi menyadarkannya. Anessa tersentak dan buru-buru menoleh. "Eh? Iya Pak?" "Kalau sakit, jangan masuk kerja!" bentak sang kepala divisi sambil membanting dokumen ke meja Anessa. "Bai

    Last Updated : 2025-03-18
  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 7 : KETAKUTAN DAN RASA PENASARAN

    Siang itu, kantin perusahaan tampak ramai karena banyak karyawan menikmati waktu istirahat mereka. Anessa dan Rena duduk di sudut ruangan, tempat favorit mereka.Tetapi, entah mengapa pikirannya melayang entah kemana. Sampai nasi yang ada di piringnya dibiarkan dingin dan tangannya sibuk menganduk minuman tanpa berniat meminumnya.Rena meliriknya sekilas penuh keheranan melihat sikap Anessa yang terlihat murung dari pagi. "Kamu gak apa-apa kan, Nes? Dari tadi diam aja. Kayak orang lagi nelen masalah besar aja."Anessa menghela napas, lalu tersenyum. "Aku tidak apa-apa, Ren. Cuma kurang tidur aja.""Apa ini ada hubungannya dengan Pak Edward?" tebak Rena tajam."Enggak, ini gak ada hubungannya dengan Pak Edward, Ren," jawab Anessa. "Masa sih?" tanya Rena penuh kecurigaan. "Aku tadi lihat kamu keluar dari ruangannya lho."Mata Anessa membelalak kaget, ternyata ada orang yang melihatnya. Tapi, bukankah wajar jika seorang karyawan masuk ke ruangan atasannya. Mungkin saja masalah pekerjaan

    Last Updated : 2025-03-19
  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 8 : PEMBOHONG DAN PENIPU

    Suasana di dalam toko perhiasan begitu tenang. Cahaya lampu kristal memantulkan kilau emas dan berlian yang tertata rapi di balik kaca bening. Seorang pegawai toko, pria paruh baya dengan kacamata tipis, meneliti cincin yang baru saja Shera berikan kepadanya.Shera menyilangkan tangan, menunggu dengan penuh percaya diri. Matanya berbinar membayangkan berapa banyak uang yang akan ia dapatkan. Cincin berlian pasti bernilai tinggi.Namun, ekspresi pegawai itu berubah. Dahinya berkerut, lalu menatap Shera dengan ragu."Maaf Nona, … anda yakin cincin ini asli?"Shera mengerutkan kening. "Apa maksud Anda?"Pria itu menimbang cincin itu sekali lagi di antara jari-jarinya sebelum menyerahkannya kembali pada Shera. "Saya sudah memeriksanya. Ini hanya lapisan emas biasa. Berlian ini pun bukan asli, melainkan zirkon berkualitas tinggi."Jantung Shera seakan berhenti berdetak sejenak. "Apa? Anda bercanda, kan?"Pegawai itu tersenyum

    Last Updated : 2025-03-20
  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 9 : MENGENAL LEBIH JAUH

    Tidak terasa hari sudah gelap ketika Anessa baru saja keluar dari ruang kantor sehabis lembur. Tubuhnya terasa lelah, tapi otak penuh dengan berbagai laporan yang baru saja ia selesaikan.Dengan lelah ia melangkah menuju halte bus dan ponselnya tiba-tiba bergetar.[Halo Nessa, kamu sudah selesai kerjanya?"]Anessa mengernyitkan dahinya. Kenapa Edward tiba-tiba menghubunginya? Hubungan mereka hanya sebatas atasan dan bawahan saja, dan sebelumnya Edward tidak pernah menghubunginya.Tapi ... memang iya kalau menyangkut kejadian malam itu, mereka jadi punya hubungan spesial. Tapi kan tetap saja itu terjadi di luar kendali Anessa."Tidak, itu tidak bisa dijadikan patokan aku punya hubungan lebih dari sekedar itu," kata Anessa dalam hati.[Iya, halo Pak. Ini saya baru selesai lembur. Ada apa ya?"][Tidak usah terlalu formal. Ini sudah di luar jam kerja."]["Baiklah ... ada apa?"["Aku ingin pergi ke supermarket, kebetulan aku butuh seseorang untuk nemenin belanja. Kamu di mana sekarang?"]A

    Last Updated : 2025-03-20

Latest chapter

  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 34 : TIDAK SUKA AKU

    Edward memijat pelipisnya yang terasa berdenyut. Perdebatan dengan Ayahnya sangat menguras energi dan pikirannya. Edward tidak pernah memahami, mengapa Ayahnya begitu keras kepala dalam urusan ini. Padahal Edward hanya ingin menjalankan perusahaan dengan profesional. "Ayah, Pak Harto itu sudah tidak bisa bekerja seperti dulu. Beliau sendiri pernah bilang ingin menghabiskan waktu dengan cucunya," kata Edward menjelaskan ulang. Namun, Samuel tidak peduli. Pria paruh baya itu tetap bersikeras agar Edward memperkerjakan Pak Harto kembali dan menggantikan Anessa dari posisi sebagai sekretaris pribadi.Menurut Samuel, wanita muda seperti Anessa tidak cukup pantas berada di posisi strategis perusahaan."Menurut Ayah, dia terlalu muda ... terlalu kaku, bukan orang yang bisa dipercaya di lingkungan bisnis," kata Samuel dingin. Perkataan itu menusuk hati Edward. Ia tahu maksud Ayahnya, bahwa dia tidak menyukai Anessa, tapi juga menilainya tanpa memberi kesempatan dalam kapasitas diri. Berka

  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 33 : DESAS-DESUS BARU

    Pagi ini Edward selesai merapikan penampilannya di depan cermin. Kemeja putih yang disetrika rapi dipadukan dengan jas hitam klasik dan menyemprotkan sedikit parfum, membuat aura profesionalnya semakin memancar keluar. Ia mengambil kunci mobil, lalu melangkah keluar dari apartemennya, berjalan menuju unit Anessa. Anessa yang sudah siap menunggunya di depan pintu dengan senyum hangat dan sebuah tas bekal di tangannya. "Sarapan dan bekal spesial, untuk orang yang spesial," kata Anessa menyodorkan tas bekal itu kepada Edward. "Salad, buah, terus nasi ayam tim, dan telur dadar spesial," jelas Anessa. Edward tersenyum kecil, menerima tas bekal itu, lalu menggenggam tangan Anessa dengan lembut, "Terima kasih. Kamu tahu aja cara membuat hariku terasa sempurna," kata Edward. "Tentu saja, bisa," jawab Anessa semakin mengeratkan genggaman tangannya. Tanpa memperdulikan orang yang berlalu-lalang, mereka lewati lorong apartemen, mereka berjalan bergandengan tangan menuju parkiran. N

  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 32 : TERLALU BERKESAN

    Hujan turun pelan membasahi trotoar kota yang mulai lenggang. Di bangku panjang yang berdiri di bawah lampu jalan, Andren duduk membisu. Jaket hitam yang dipakainya, basah kuyup menempel di tubuhnya. Ia menunduk, membiarkan setetes air hujan menelusuri wajahnya, menyatu dengan emosi yang menbanjiri dadanya.Di tangannya tergenggam botol minuman keras yang hampir habis. Rasanya pahit, namun tidak sepahit kenyataan yang harus ia teguk malam ini.Edward.Nama itu terus terngiang dalam benaknya. Nama orang yang seharusnya tidak muncul dalam hidupnya. "Anessa ... semua ini terjadi karena dia," bisik Andrean nyaris tidak terdengar.Perlahan, potongan-potongan kejadian mulai terangkai dari banyaknya informasi yang ia ketahui. Anessa meninggalkan rumah, tinggal di tempat yang kini jauh lebih mewah, jabatan barunya yang begitu cepat, semuanya masuk akal. Dan semua itu mengarah pada satu orang.Edward. Rasa iri menyelinap seperti duri di bawah kulit, dengan rasa pedih yang begitu menyiksa. Ed

  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 31 : CUMA TAKUT

    Anessa duduk di sebrang Edward dalam sebuah restoran kecil yang suasananya tenang, namun hatinya tidak seiring suasana sekitar.Wajahnya terlihat lesu, matanya redup, seolah pikirannya masih terjebak pada masalah yang seakan punya kejutan di hari esok.Tatapan kosongnya menatap meja makan, bahkan sudah lima belas menit berlalu, daging steak di depannya masih terlihat sepenuhnya utuh. Sejak ia terbangun dari tidur siang tadi, pikirannya tidak berhenti memikirkan Shera. Ia yakin, masalah itu sudah menyebar di perusahaan. Bukan cuma ia dan Edward saja yang tahu, ada seseorang bahkan lebih yang ikut memperkeruh suasana. Edward menatap Anessa dengan khawatir. Ia tidak pernah melihatnya setenang itu dalam artian yang negatif. Diam-diam ia mengulurkan tangan dan menyentuh jari Anessa, mencoba mengalihkan pikirannya. "Nggak nafsu makan, ya? Mau aku pesankan yang lain?" tanya Edward pelan. Anessa hanya menggeleng kecil tanpa suara, Edward yang tidak mengerti hanya tersenyum kecil. Edward me

  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 30 : DIBLOKIR

    Dulu, Shera adalah gadis biasa yang duduk di samping Anessa sewaktu duduk di bangku SMP. Mereka bersahabat, tapi dalam hatinya, Shera tahu bahwa dunia lebih condong pada Anessa.Anessa dikenal sebagai siswi yang cerdas, cekatan, dan selalu punya jawaban untuk semua pertanyaan guru. Sementara Shera, meskipun ia mencoba, seringkali terlambat dalam memahami pelajaran dan sering gugup saat bicara di depan kelas.Dalam hening pikirannya, Shera menyadari bahwa ia bukan pemeran utama dari kisah hidup setiap peristiwa yang terjadi di sekolah. Bahkan gurunya sendiri lebih mengapresiasi tugas yang diselesaikan oleh Anessa, ketimbang dirinya."Anessa, kamu luar biasa!""Anessa, Ibu nanti mau daftarin kamu ikut lomba cerdas cermat buat mewakili sekolah kita, ya.""Anessa, tolong bantu Shera. Mungkin ada bagian yang tidak dimengerti olehnya."Kalimat itu terekam jelas dalam ingatannya dan semakin sering terdengar, semakin samar keberadaan dirinya di dalam kelas. Tapi ada di saat-saat di mana She

  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 29 : MELEWATINYA BERSAMA-SAMA

    Anessa menggigit bibirnya keras saat tubuh Edward terus menghantamnya dari belakang, satu tangannya menahan kepala ranjang, dan tangan satunya lagi mencengkeram pinggang Anessa erat."Lihat aku, Anessa ... " suara Edward terdengar berat, penuh hasrat. "Aku mau lihat wajahmu pas ngerasain semua ini."Edward menarik rambut Anessa lembut hingga wajah mereka berhadapan lewat pantulan cermin besar di sisi ranjang. "Kamu lihat itu" bisiknya dengan senyum setan. "Kalung itu ... jadi saksi gimana kamu jadi milikku malam ini."Anessa hanya bisa mengangguk lemah, napasnya putus-putus. Tubuhnya sudah tidak mampu lagi menolak tiap gerakan Edward yang semakin dalam dan cepat. Rintihannya tumpah tanpa bisa dikontrol."Ahh Edward ... cukup ... " Desah Anessa sambil memejamkan matanya, kenikmatan.Di balik rintihannya, Anessa tahu bahwa ia tidak lagi bisa menyangkal perasaannya pada Edward. Ini lebih dari sekadar kenikmatan fisik.Tidak lama, Edward membalik tubuhnya, menarik Anessa dalam pelukannya

  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 28 : PELAN-PELAN

    Sisa makanan berserakan di atas meja makan rumah itu. Hendra menyandarkan tubuh di kursi reyot sambil menyeruput sebotol minuman keras yang baru saja ia beli, sementara Mila duduk di seberangnya dengan wajah puas, mengunyah ayam goreng yang didapatkan dari dalam kantong merah besar, kantong yang dibawa Anessa tadi. "Anak itu cuman membuat masalah," gumam Hendra dengan suara serak. "Melihatnya saja aku sudah muak." Mila mendengus, menyeka tangan berminyak ke kain lap kotor di pangkuannya. "Harusnya dia nggak usah balik kalau cuma bawa uang sedikit dan aib, dibelain sama orang luar lagi." "Amplop isiannya gede juga, ya," kata Hendra menyeringai dan mengayunkan amplop putih ke udara. "Lumayan buat stok rokok sama minum minggu ini." Tanpa ada rasa bersalah di hati mereka, mereka hanya kenikmatan sesaat yang mereka reguk tanpa mengingat luka yang baru saja mereka ciptakan. "Aku curiga, deh," suara Mila mulai merendah, alisnya bertaut. "Pria tadi ... yang bawa dia pergi. Wajahnya ngg

  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 27 : TEMPAT UNTUK PULANG

    Edward melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, membiarkan kesunyian menyelimuti kabin mobil. Lampu jalan menyinari wajah Anessa yang pucat dan setiap kali ia melirik, hati Edward seperti diremas. Tatapan kosong pada mata Anessa bukan hanya karena lelah. Ada luka yang tak kasat mata yang begitu menghunus begitu dalam. "Aku antar kamu ke rumah sakit, ya?" tanyanya dengan nada pelan. Edward bermaksud tidak mau menambah beban pikiran Anessa, tapi kondisinya jelas mengkhawatirkan.Anessa menggeleng lemah, "Nggak usah ... aku cuma ingin pulang dan istirahat."Edward menatapnya sejenak, enggan menyerah, "Tapi Anessa ... ""Aku nggak apa-apa, Edward," jawab Anessa lebih tegas yang terdengar lirih. Ia tidak ingin diperiksa dokter, ia hanya ingin merasa aman dan sekarang satu-satunya tempat yang terasa demikian bukan rumahnya, tapi Edward. Edward dengan berat hati menuruti keinginannya. Begitu sampai di apartemen, ia turun dulu, lalu membuka pintu untuk Anessa.Namun, sebelum Anessa sem

  • Pesona Panas Sang CEO   BAB 26 : KURANG AJAR

    Anessa menghentikan langkah kakinya saat seorang karyawan wanita yang tak dikenalinya memanggil namanya. Suaranya terdengar ramah, namun sorot matanya yang membuat Anessa merasa sedikit waspada. "Selamat atas kenaikan jabatanmu, Anessa," ujarnya sambil tersenyum tipis dan mengulurkan tangan.Anessa menjabat tangan karyawan wanita itu sebelum akhirnya membalas dengan anggukan kecil, "Iya, terima kasih. Maaf, aku belum mengenalmu, kamu siapa?"Wanita itu menarik tangan dan menyilangkannya di depan dada. "Aku bekerja di divisi A. Namaku Karin."Anessa mengangguk perlahan, Karin kemudian memiringkan kepalanya sedikit. Matanya terus menelisik wajah Anessa. "Aku hanya penasaran ... sudah berapa lama kamu dan Pak Edward berhubungan? Kalian sangat dekat sekali," katanya yang berubah nada sinis.Seketika Anessa terasa sedikit kesal. Sejak awal, ia sudah tahu bahwa kedekatannya dengan Edward bisa menimbulkan pembicaraan. Anessa menghela napas sebelum akhirnya menjawab, "Aku dan Pak Edward hany

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status