Beranda / Romansa / Pesona Mantan Suami / bab 2: paket Misterius

Share

bab 2: paket Misterius

Penulis: Fatmayyah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-16 14:47:11

Pagi itu, Lia sudah sibuk mengatur meja kerjanya yang sederhana di ruang tamu. Ia mempersiapkan diri untuk bekerja dari rumah, berharap bisa menikmati suasana tenang yang sudah lama diidamkannya. Namun, sebelum sempat duduk dengan nyaman, terdengar ketukan pintu.

"Ah, pagi-pagi sudah ada yang datang," gumamnya sambil melangkah menuju pintu.

Saat pintu terbuka, ia mendapati seorang kurir berdiri dengan senyuman ramah sambil mengulurkan sebuah paket. "Selamat pagi, Mbak Lia, ini ada paket untuk Anda."

Lia mengerutkan kening. Ia tidak ingat memesan apa-apa. Tapi karena namanya tertulis jelas di kotak itu, ia menerimanya dan mengucapkan terima kasih.

Setelah menutup pintu, ia meletakkan paket itu di meja makan, menatapnya dengan sedikit penasaran. "Apa ini?" gumamnya sambil merobek bungkusnya.

Begitu paket terbuka, Lia terpana. Di dalamnya, ada sebuah alat musik yang aneh—sebuah ukulele kecil dengan hiasan warna-warni yang mencolok. Lia menatap ukulele itu dengan bingung.

"Siapa yang mengirim ini?" pikirnya, semakin heran.

Sementara itu, di rumah sebelah, Budi baru saja bangun dengan wajah mengantuk. Ia membuka pintu depan sambil menguap lebar, dan di sana, tepat di depan pintu, ada sebuah paket berukuran sedang.

"Ah, paket! Akhirnya datang juga!" katanya sambil mengangkat paket itu ke dalam rumah. Tanpa basa-basi, ia langsung membuka bungkusnya, berharap isinya adalah alat rekaman yang sudah lama ia inginkan.

Namun, begitu paket terbuka, senyumnya lenyap. Di dalam kotak itu, ada setumpuk buku tentang desain interior, lengkap dengan gambar-gambar dan panduan untuk menata rumah dengan rapi.

Budi menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Apa-apaan ini? Siapa juga yang ngirim buku-buku kayak gini?" keluhnya sambil menatap buku-buku tersebut dengan bingung.

Tak lama kemudian, suara ketukan pintu terdengar dari rumah Budi. Dengan malas, ia berjalan ke arah pintu, dan ketika dibuka, bukan Lia yang ia temui, tapi sahabatnya, Doni.

“Bro! Apa kabar? Lama nggak nongkrong bareng nih!” sapa Doni dengan nada ceria dan tanpa basa-basi langsung melangkah masuk ke rumah Budi.

Budi menghela napas, mencoba menyingkirkan rasa kesal soal paket tadi. “Yah, biasa aja, Don. Pagi-pagi udah bikin heboh aja. Lihat nih, ada paket yang nyasar.”

Doni menatap buku-buku desain interior yang berserakan di meja Budi, kemudian mengangkat alis sambil terkekeh. “Wah, ini paket spesial! Lo mau jadi desainer interior, Bud?”

“Apaan sih, Don. Ini bukan gue yang pesen,” ujar Budi sambil membolak-balik buku itu dengan cemberut.

Doni memandang Budi dengan tatapan penuh arti. “Eh, siapa tahu ini tanda, Bud. Mungkin lo disuruh memperbaiki interior rumah lo biar ada cewek yang betah main ke sini.”

Budi melotot, lalu tertawa kecil. “Doni, lo kebanyakan nonton sinetron, nih.”

Doni menepuk pundak Budi sambil tertawa lebar. “Santai aja, Bud. Lo tinggal ngaku aja ke cewek sebelah kalau lo lagi coba memperbaiki estetika rumah. Cewek suka cowok yang punya selera, bro.”

Budi menggelengkan kepala. “Lo tuh, kalau ngasih saran, selalu aneh-aneh.”

Namun, sebelum mereka sempat lanjut berbincang, terdengar ketukan pintu lagi. Kali ini, begitu Budi membuka pintu, Lia berdiri di sana dengan wajah kesal sambil membawa ukulele di tangannya.

“Mas Budi, ini ada paket yang kayaknya bukan buat saya,” kata Lia langsung. “Mas nggak salah kirim, kan?”

Doni, yang mendengar percakapan itu dari ruang tamu, langsung mendekat. Dengan wajah usil, dia menatap ukulele yang dibawa Lia. “Eh lia? Kamu tinggal disini juga? Wah, Kayaknya bakalan ada yau mau balikan nih. Eh Mas Budi ternyata punya selera musik yang unik, ya! Hahaha, cocok banget buat ngerayu mantan!”

Lia menatap Doni, agak kaget karena ada orang lain di rumah Budi. Sementara itu, Budi melipat tangan di depan dada, menatap ukulele itu dengan ekspresi bingung. “Kamu pikir saya yang ngirim itu ke kamu? Ngapain juga saya ngirim alat musik?”

Lia mendengus, jelas merasa kesal. “Mas, jangan pura-pura nggak tahu. Alat musik aneh ini nggak mungkin saya pesan. Dan coba tebak, tadi saya juga lihat ada paket di depan rumah Mas.”

Doni menyenggol Budi dengan senyum lebar. “Bud, gue nggak tahu lo seunik ini. Pengen balikan pake tuker paket segala. keren juga, Bro!”

Budi hanya bisa memutar bola matanya dan menghela napas panjang. “Doni, tolong jangan bikin tambah ribet. Lia, ini cuma salah paham. Aku juga dapet paket yang bukan punyaku. Isinya malah buku desain interior, sesuatu yang nggak bakal aku baca.”

Lia menatapnya dengan alis terangkat. “Oh, jadi Mas dapat buku desain interior? Kenapa nggak langsung bilang aja kalau ada kesalahan?”

Budi mengangkat bahu, wajahnya santai. “Ya mana saya tahu kalau itu ada hubungannya sama kamu. Kirain ini cuma kesalahan dari kurir.”

Mendengar itu, Lia merasa sedikit tersinggung. “Mas, kita cuma tinggal bersebelahan. Kalau ada yang aneh, ya kemungkinan besar ada hubungannya.”

Doni menyenggol Budi lagi sambil terkikik. “Eh, lo beruntung banget sang mantan langsung peduli kalau ada yang aneh. Ini sih pertanda bakal jodoh kembali, Bud!”

Lia memutar matanya, merasa omongan Doni makin memperkeruh suasana. “Doni, aku dan Budi udah selesai. Udahlah jangan bahas jodoh lagi.”

Doni hanya terkekeh lagi, tampak menikmati suasana. "Lia, saya kan cuma pengamat dari jauh. Tapi kalau saya lihat-lihat, kalian ini kayaknya… ada potensi, nih!”

Suara perdebatan mereka mulai menarik perhatian tetangga. Ibu Siti, yang kebetulan lewat, berhenti sejenak di depan rumah mereka sambil menatap penasaran.

“Wah, ada apa ini? Kok ribut-ribut pagi-pagi?” tanya Ibu Siti dengan nada penuh ingin tahu.

Doni langsung menyambutnya dengan gaya bercanda. “Ibu, ini cuma cinta-cintaan di balik paket yang nyasar, Bu!”

Budi langsung memukul lengan Doni pelan. “Udahlah, Don. Lo cuma bikin tambah runyam.”

Lia mencoba menjelaskan dengan suara yang lebih tenang. “Maaf, Bu Siti. Ini cuma kesalahpahaman paket saja.”

Budi mengangguk setuju, sambil mencoba menahan senyum geli. “Iya, Bu. Paket aneh aja ini, bukan masalah serius.”

Ibu Siti mengangguk, namun tidak bisa menyembunyikan senyum kecil di wajahnya. “Yah, kalian memang unik. Setiap hari ada saja yang diributkan.”

Namun, perdebatan mereka belum sepenuhnya selesai. Justru, komentar Ibu Siti dan gurauan Doni malah membuat keduanya semakin merasa kesal satu sama lain. Lia merasa Budi terlalu santai, sementara Budi merasa Lia terlalu serius.

Baru saja Budi hendak membalas ucapan Lia, seorang kurir tiba-tiba datang tergesa-gesa dengan wajah panik.

“Maaf, maaf, saya salah kirim paket!” kata kurir itu dengan nada menyesal. “Tadi paketnya ketukar di gudang. Mbak Lia harusnya dapat buku desain interior, dan Mas Budi dapat ukulele ini. Maaf sekali lagi.”

Lia dan Budi terdiam sejenak, menatap kurir tersebut dengan wajah terkejut. Rasa malu mulai terasa, namun mereka sama-sama enggan menunjukkan perasaan itu satu sama lain.

“Oh... jadi gitu,” ujar Lia pelan, sambil meletakkan ukulele itu ke tangan kurir.

Kurir itu tersenyum kikuk. “Maaf banget ya, Mbak, Mas. Ini memang kesalahan dari pihak kami.”

Doni langsung memanfaatkan situasi, menepuk pundak Budi sambil tertawa. “Nah, Bud, paket salah aja bisa di perbaiki, apalagi dengan hubungan. Tuh, yang kayak gini berarti cocok jadi partner lo.”

Bab terkait

  • Pesona Mantan Suami   Bab 3 : Kucing Hilang

    Pagi itu, Lia mondar-mandir di ruang tamu dengan gelisah. Milo, kucing kesayangannya yang selalu kembali ke rumah setiap pagi, belum juga pulang setelah bermain di taman kecil kompleks.“Milo? Milo!” panggil Lia sambil menelusuri seluruh sudut rumah. Tak ada jejak Milo.Panik, Lia segera keluar rumah dan mulai berkeliling kompleks perumahan, memanggil-manggil Milo. Ia sudah memeriksa taman, jalan setapak, bahkan lorong-lorong sempit di dekat rumahnya. Tapi tetap saja, tidak ada Milo di mana pun.“Ya ampun, Milo. Kamu ke mana, sih?” gumam Lia sambil berusaha menahan rasa cemas yang semakin menjadi.Setelah beberapa saat berkeliling, Lia berhenti sejenak, mencoba mengumpulkan napas. Namun, di tengah-tengah kekhawatirannya, sebuah pikiran aneh melintas di benaknya. Ia ingat bahwa belakangan ini ia sering bertengkar dengan mantan suaminya Budi, tetangganya yang menyebalkan itu. Apakah mungkin… Budi yang mengambil Milo sebagai balas dendam?Lia segera menggelengkan kepalanya, merasa pikira

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-16
  • Pesona Mantan Suami   bab 4 : Acara tetangga

    Malam itu, langit cerah di atas kompleks perumahan, di mana suara musik mengalun lembut dan lampu-lampu gantung menghiasi lapangan kecil. Lia berdiri di depan cermin, ragu apakah ia harus datang ke pesta penyambutan tetangga baru. Anaknya, yang sudah siap dengan senyum lebar, menarik-narik tangannya, penuh antusiasme.“Mama, ayolah! Teman-temanku pasti ada di sana. Mama juga harus ikut, dong,” bujuk anaknya dengan wajah penuh harap.Lia menarik napas panjang, mengalah pada tatapan anaknya. “Baiklah, tapi nggak lama-lama, ya?”Begitu mereka tiba di lapangan, suara ramai langsung menyambut. Orang-orang bertegur sapa, dan anak-anak berlarian riang. Lia tersenyum tipis kepada beberapa tetangga yang dikenalnya sambil mencari tempat duduk. Di tengah pencariannya, matanya terhenti pada satu-satunya kursi kosong yang ada — di sebelah Budi, mantan suaminya.Budi menoleh dan melihatnya. Untuk sesaat, mata mereka bertemu, dan Lia merasakan debaran halus di dadanya. Satu sisi dirinya ingin menghi

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-16
  • Pesona Mantan Suami   bab 5 : kenangan di balik hujan

    Langit mendung telah menggantung sejak pagi, tapi Lia tak menyangka hujan bakal turun sederas ini. Di halte bus tempat ia menunggu, ia berdiri dengan tubuh merapat ke dinding, menghindari cipratan air yang tak berhenti turun dari tepi atap halte. Ia menghela napas, melirik jam di pergelangan tangan. Anak mereka masih menunggu di sekolah, dan hujan ini membuatnya harus berpikir ulang bagaimana akan menjemputnya.Baru saja ia mengangkat ponsel, berharap bisa menghubungi ojek online, suara langkah berat di belakangnya membuat Lia menoleh. Dan di sanalah dia—Budi, mantan suaminya, berdiri di pinggiran halte dengan jaket kulitnya yang sedikit basah. Ia tampak sedikit terkejut saat menyadari Lia ada di sana, tapi ia segera melempar senyum tipis.Rasanya baru kemarin mereka terjebak di hujan. Menciptakan rasa yang aneh.“Hujan deras, ya?” kata Budi, membuka pembicaraan.Lia hanya mengangguk, merasa canggung. Mereka hanya berdiri beberapa langkah terpisah, tapi rasanya ada jarak yang tak terl

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-16
  • Pesona Mantan Suami   bab 6 Salah paham

    Pagi itu, Lia sedang menyiapkan sarapan dengan pikiran yang berputar tentang pertemuannya dengan Budi kemarin.Masih terbayang bagaimana ia merasakan kehangatan lama yang entah kenapa muncul kembali. Namun, Lia segera menepis perasaan itu, meyakinkan dirinya bahwa semua sudah berlalu.Setelah menyelesaikan pekerjaan rumah, ia menuju jendela ruang tamu dan melihat Budi sedang berjalan di sekitar rumahnya.Namun, kali ini, ada seorang wanita yang tampak berjalan di sampingnya. Wanita itu tampak cantik dan anggun, rambutnya terurai dan langkahnya penuh percaya diri. Mereka tampak akrab, sesekali tertawa, membuat Budi terlihat lebih ceria dari biasanya.Melihat pemandangan itu, hati Lia terasa sedikit aneh, seolah ada sesuatu yang menghimpit.“Sudahlah, mungkin memang sebaiknya begitu,” gumamnya, mencoba meyakinkan diri sendiri bahwa tidak ada lagi yang perlu ia pikirkan tentang Budi.Namun, perasaan tak nyaman itu tetap ada. Sembari mengamati dari balik jendela, Lia merasa lega sekaligus

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • Pesona Mantan Suami   proyek bersama

    Suasana kompleks pagi itu dipenuhi antusiasme warga. Di balai pertemuan, rapat berlangsung dengan semangat.Ketua RT, Pak Burhan, tengah menyampaikan rencana besar mereka: bazar amal untuk menggalang dana pembangunan taman bermain anak-anak. Warga mendengarkan dengan antusias, terutama ketika giliran pembagian tugas dibahas.Di antara kerumunan, Lia duduk dengan tenang di kursi depan, berpura-pura fokus pada layar ponselnya.Sebisa mungkin, ia ingin menghindari keterlibatan aktif dalam proyek ini. Namun, tak jauh darinya, Budi terlihat santai, menyandarkan tubuh di kursi dengan senyum kecil di wajahnya, seolah menikmati acara ini.“Baik, untuk ketua panitia, kami sepakat menunjuk dua orang yang sangat kompeten: Lia dan Budi,” ujar Pak Burhan tiba-tiba.Ruangan langsung dipenuhi tepuk tangan warga. Lia tersentak. Ia menoleh ke arah Budi dengan ekspresi terkejut, hanya untuk mendapati pria itu juga menatapnya dengan tatapan bingung.“Pak RT, apakah ini keputusan final?” Lia mencoba meng

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Pesona Mantan Suami   Pengakuan Teman

    Pagi itu, Lia merasa udara kompleks lebih segar dari biasanya, meskipun pikirannya tidak secerah langit pagi. Ia menatap secangkir teh hijau di meja, tetapi pikirannya melayang jauh ke malam sebelumnya. Suara Budi yang pelan tapi tegas terus bergema di kepalanya."Kalau kita diberi kesempatan kedua, apa kamu mau mencobanya?"Lia mendesah panjang. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Hatinya bimbang, pikirannya kalut. Sebelum ia sempat melanjutkan lamunannya, suara bel pintu memecah keheningan. Dengan sedikit ragu, Lia melangkah menuju pintu.“Liaaa! Aku bawain sarapan!”seru Maya begitu pintu terbuka. Wanita itu membawa kantong plastik besar berisi kotak makanan dan jus jeruk.Maya adalah teman Lia di tempat kerjanya yang baru.Lia memaksakan senyum. “Tumben pagi-pagi datang. Ada apa?”Maya masuk tanpa menunggu undangan, melangkah santai ke ruang tamu.“Aku pengen cerita! Tapi makan dulu, ya. Ini aku bawain roti isi, kesukaanmu.”Mereka duduk di sofa, menikmati sarapan sederhana itu. Lia

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Pesona Mantan Suami   Bab 9: Perpisahan

    Pagi itu, udara terasa hangat, tetapi hati Lia dipenuhi kabut tebal yang sulit dijelaskan. Ia duduk di ruang tamu, mencoba menikmati secangkir kopi yang sejak tadi hanya disentuh ujung bibirnya. Di ruang tengah, suara tawa anaknya, Dika, memenuhi rumah. Anak itu sedang asyik bermain dengan robot kecilnya. Namun, tawa itu terhenti ketika suara ketukan pelan terdengar dari pintu depan. Lia mendongak, menghela napas dalam-dalam, dan melangkah menuju pintu. Ia membuka pintu dan menemukan Budi berdiri di sana, dengan ekspresi yang sulit dibaca. "Masuk," ajak Lia, mencoba terdengar tenang. Budi melangkah masuk, membawa sebuah map cokelat di tangannya. Tatapannya bertemu dengan Lia, namun ia segera mengalihkan pandangannya ke Dika yang kini berlari kecil ke arahnya. "Papa! Lihat robotku bisa muter-muter sekarang!" seru Raka sambil memamerkan mainannya. Budi tersenyum tipis, berjongkok untuk menyamakan tinggi dengan Dika. "Wah, keren banget. Kamu hebat, Nak," katanya sambil mengacak

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • Pesona Mantan Suami   Bab 10: Akhir yang Manis

    Udara di bandara terasa dingin dan sibuk. Suara pengumuman yang bersahut-sahutan menggema, bercampur dengan langkah kaki para penumpang yang tergesa-gesa. Lia berdiri di tengah keramaian, menggenggam erat tangan Dika yang terlihat kebingungan. Matanya menyapu setiap sudut ruangan, mencari sosok yang kini memenuhi pikirannya.Namun, tak ada tanda-tanda Budi. Hanya orang-orang asing berlalu-lalang dengan tujuan mereka masing-masing. Lia menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. Dadanya terasa sesak, seperti ada yang mendesaknya untuk berteriak. “Mama, Papa di mana?” tanya Dika dengan suara kecil, suaranya bercampur rasa takut dan sedih.Lia berjongkok, menyamakan tinggi dengannya. Ia mengusap pipi Dika dengan lembut. “Mama juga nggak tahu, Nak. Tapi kita tunggu di sini dulu, ya. Mungkin Papa masih di sekitar sini.”Dika mengangguk, meski matanya mulai berkaca-kaca. Lia menariknya ke pelukan, membisikkan kata-kata lembut untuk menguatkan hati anaknya. Namun, di dalam dirinya sen

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09

Bab terbaru

  • Pesona Mantan Suami   Bab 15: Kedatangan mantan

    Pagi itu, udara di kompleks perumahan terasa segar setelah hujan semalam. Lia sedang menyapu halaman depan rumahnya sambil sesekali melirik Dika yang sibuk mengutak-atik sepeda barunya di teras.Budi, yang biasanya bersantai dengan gitarnya di rumah sebelah, tampak tak terlihat sejak pagi. Lia mengira mungkin ia sedang sibuk dengan pekerjaannya.Namun, rutinitas pagi yang damai itu berubah saat sebuah sedan hitam berhenti di depan rumah Lia. Seorang pria bertubuh tinggi dengan kemeja rapi keluar dari mobil, membawa buket bunga mawar merah. Lia memicingkan mata, mencoba mengenali siapa tamu tak diundang itu.“Andi?” gumam Lia dengan nada tak percaya.Andi tersenyum lebar. “Lia! Lama nggak ketemu,” sapanya penuh antusias.Lia mendekat, menyisihkan sapu di tangannya. Ia merasa campuran rasa canggung dan bingung. “Andi, apa yang kamu lakukan di sini?”“Aku kebetulan ada urusan kerja di dekat sini, dan aku pikir, kenapa nggak mampir untuk bertemu teman lama?” jawab Andi, menyerahkan buket

  • Pesona Mantan Suami   kecelakaan kecil

    Hari itu, sinar matahari menyorot lembut ke rumah kecil di sudut kompleks. Setelah semalaman hujan deras, Budi bangun lebih awal dari biasanya.Ia pergi ke rumah Lia, menatap ke arah atap rumahnya Lia yang bocor, merasa harus segera memperbaikinya sebelum hujan kembali turun. Sambil membawa peralatan seadanya, ia melangkah ke halaman. Lia, yang sedang menyiapkan sarapan di dapur, mengintip dari jendela dan memicingkan mata ke arah Budi.“Budi, kamu yakin mau naik ke atas sendirian?” teriaknya sambil membuka pintu.Budi menoleh, memamerkan senyum santainya. “Tenang, Lia. Ini cuma bocoran kecil. Aku pasti bisa tangani sendiri.”Lia menggeleng, merasa ragu. “Bukannya kamu takut ketinggian?”Budi tertawa kecil. “Itu dulu. Sekarang, aku siap jadi Spider-Man lokal.”Lia hanya mendesah. “Hati-hati, ya. Jangan sampai malah jatuh.”Namun, kekhawatirannya tetap membayangi. Budi memang selalu bersikap santai, tapi terkadang santainya terlalu berlebihan.*Di atas atap, Budi mulai bekerja. Ia me

  • Pesona Mantan Suami   rahasia terungkap

    Matahari sore merambat pelan ke dalam ruang tamu rumah Rina, sahabat Lia, yang penuh dengan dekorasi ceria khas keluarga muda.Tawa anak-anak terdengar dari halaman belakang, termasuk suara Dika yang asyik bermain dengan teman-temannya. Lia duduk di sofa, menyeruput teh hangat sambil menikmati obrolan santai dengan Rina. “Aku masih nggak percaya, akhirnya kamu dan Budi bakalan bertemu di perumahan yang baru.”Ujar Rina, meletakkan mangkuk berisi keripik singkong di meja. “Masih ingat nggak waktu pertama kamu cerita soal dia? Kamu kayaknya mau perang dunia ketiga sama dia.”Lia tertawa kecil, meski matanya tak lepas dari Dika di luar.“Waktu itu Budi memang nyebelin, Rin. Segala hal kecil diurusin. Tapi ya… ternyata dia juga punya sisi manis.”“Manisnya Budi atau karena kamu udah jatuh cinta duluan?” goda Rina sambil menyipitkan mata penuh arti.Lia memutar bola matanya. “Rina, plis. Nggak semua hal harus tentang cinta.”Rina mengangkat bahu, tersenyum iseng. “Tapi kan bener, toh? Lih

  • Pesona Mantan Suami   kompetisi masak

    Sabtu pagi itu, kompleks perumahan seperti berubah menjadi arena festival. Suasana yang biasanya tenang mendadak ramai dengan orang-orang berlalu lalang membawa bahan masakan, wajan, hingga panci berukuran raksasa.Dari sudut lapangan, aroma bawang tumis dan rempah mulai menyelinap di udara, menggoda siapa saja yang lewat.Lia berdiri di depan meja dapur portabel miliknya, menatap daftar bahan yang sudah ia siapkan semalam.Di sampingnya, ada tas penuh alat masak yang tertata rapi, persis seperti sifat perfeksionisnya. Namun, wajahnya terlihat sedikit tegang.“Mama, kenapa lama banget? Papa udah mulai dari tadi, lho!” Dika mengeluh sambil menarik ujung baju Lia.Lia mendongak dan melihat Budi yang sedang sibuk di meja masak sebelah. Pria itu terlihat santai, bahkan sesekali mengobrol dengan tetangga lain yang lewat. Bahan-bahan di mejanya tampak seadanya, tapi ekspresinya penuh percaya diri.“Dika, masak itu nggak bisa buru-buru. Mama mau bikin yang terbaik buat kamu,” ujar Lia sambil

  • Pesona Mantan Suami   Bab 11 Surat tak terduga

    Matahari pagi menyapa kompleks perumahan kecil tempat Lia tinggal. Udara segar terasa berbeda setelah kejadian di bandara beberapa hari yang lalu.Lia dan Budi tampak lebih harmonis, meski rutinitas mereka mulai kembali seperti biasa. Pagi itu, Lia sedang sibuk menyapu halaman depan rumah, sementara Budi di dalam bermain dengan Dika yang riang setelah akhirnya kembali berkumpul bersama ayahnya.“Ma, lihat nih! Robotku bisa ngomong sekarang!” Dika berlari keluar rumah dengan senyum lebar, menunjukkan mainannya.Lia berhenti menyapu dan membungkuk, menatap mainan itu dengan antusias palsu.“Wah, keren sekali, Nak! Coba Mama dengar apa dia bisa bilang, ‘Mama cantik’?”Dika mengerutkan dahi. “Kayaknya robotnya cuma bisa bilang, ‘Halo, Dika.’ Mama aja yang ngomong ‘Mama cantik’ sendiri.”Lia tertawa, mencubit pipi anaknya pelan. “Kamu ini pintar sekali, ya.”Tawa mereka terhenti ketika Lia melihat sesuatu di lantai dekat pintu pagar. Sebuah amplop putih sederhana tergeletak di sana. Alamat

  • Pesona Mantan Suami   Bab 10: Akhir yang Manis

    Udara di bandara terasa dingin dan sibuk. Suara pengumuman yang bersahut-sahutan menggema, bercampur dengan langkah kaki para penumpang yang tergesa-gesa. Lia berdiri di tengah keramaian, menggenggam erat tangan Dika yang terlihat kebingungan. Matanya menyapu setiap sudut ruangan, mencari sosok yang kini memenuhi pikirannya.Namun, tak ada tanda-tanda Budi. Hanya orang-orang asing berlalu-lalang dengan tujuan mereka masing-masing. Lia menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. Dadanya terasa sesak, seperti ada yang mendesaknya untuk berteriak. “Mama, Papa di mana?” tanya Dika dengan suara kecil, suaranya bercampur rasa takut dan sedih.Lia berjongkok, menyamakan tinggi dengannya. Ia mengusap pipi Dika dengan lembut. “Mama juga nggak tahu, Nak. Tapi kita tunggu di sini dulu, ya. Mungkin Papa masih di sekitar sini.”Dika mengangguk, meski matanya mulai berkaca-kaca. Lia menariknya ke pelukan, membisikkan kata-kata lembut untuk menguatkan hati anaknya. Namun, di dalam dirinya sen

  • Pesona Mantan Suami   Bab 9: Perpisahan

    Pagi itu, udara terasa hangat, tetapi hati Lia dipenuhi kabut tebal yang sulit dijelaskan. Ia duduk di ruang tamu, mencoba menikmati secangkir kopi yang sejak tadi hanya disentuh ujung bibirnya. Di ruang tengah, suara tawa anaknya, Dika, memenuhi rumah. Anak itu sedang asyik bermain dengan robot kecilnya. Namun, tawa itu terhenti ketika suara ketukan pelan terdengar dari pintu depan. Lia mendongak, menghela napas dalam-dalam, dan melangkah menuju pintu. Ia membuka pintu dan menemukan Budi berdiri di sana, dengan ekspresi yang sulit dibaca. "Masuk," ajak Lia, mencoba terdengar tenang. Budi melangkah masuk, membawa sebuah map cokelat di tangannya. Tatapannya bertemu dengan Lia, namun ia segera mengalihkan pandangannya ke Dika yang kini berlari kecil ke arahnya. "Papa! Lihat robotku bisa muter-muter sekarang!" seru Raka sambil memamerkan mainannya. Budi tersenyum tipis, berjongkok untuk menyamakan tinggi dengan Dika. "Wah, keren banget. Kamu hebat, Nak," katanya sambil mengacak

  • Pesona Mantan Suami   Pengakuan Teman

    Pagi itu, Lia merasa udara kompleks lebih segar dari biasanya, meskipun pikirannya tidak secerah langit pagi. Ia menatap secangkir teh hijau di meja, tetapi pikirannya melayang jauh ke malam sebelumnya. Suara Budi yang pelan tapi tegas terus bergema di kepalanya."Kalau kita diberi kesempatan kedua, apa kamu mau mencobanya?"Lia mendesah panjang. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Hatinya bimbang, pikirannya kalut. Sebelum ia sempat melanjutkan lamunannya, suara bel pintu memecah keheningan. Dengan sedikit ragu, Lia melangkah menuju pintu.“Liaaa! Aku bawain sarapan!”seru Maya begitu pintu terbuka. Wanita itu membawa kantong plastik besar berisi kotak makanan dan jus jeruk.Maya adalah teman Lia di tempat kerjanya yang baru.Lia memaksakan senyum. “Tumben pagi-pagi datang. Ada apa?”Maya masuk tanpa menunggu undangan, melangkah santai ke ruang tamu.“Aku pengen cerita! Tapi makan dulu, ya. Ini aku bawain roti isi, kesukaanmu.”Mereka duduk di sofa, menikmati sarapan sederhana itu. Lia

  • Pesona Mantan Suami   proyek bersama

    Suasana kompleks pagi itu dipenuhi antusiasme warga. Di balai pertemuan, rapat berlangsung dengan semangat.Ketua RT, Pak Burhan, tengah menyampaikan rencana besar mereka: bazar amal untuk menggalang dana pembangunan taman bermain anak-anak. Warga mendengarkan dengan antusias, terutama ketika giliran pembagian tugas dibahas.Di antara kerumunan, Lia duduk dengan tenang di kursi depan, berpura-pura fokus pada layar ponselnya.Sebisa mungkin, ia ingin menghindari keterlibatan aktif dalam proyek ini. Namun, tak jauh darinya, Budi terlihat santai, menyandarkan tubuh di kursi dengan senyum kecil di wajahnya, seolah menikmati acara ini.“Baik, untuk ketua panitia, kami sepakat menunjuk dua orang yang sangat kompeten: Lia dan Budi,” ujar Pak Burhan tiba-tiba.Ruangan langsung dipenuhi tepuk tangan warga. Lia tersentak. Ia menoleh ke arah Budi dengan ekspresi terkejut, hanya untuk mendapati pria itu juga menatapnya dengan tatapan bingung.“Pak RT, apakah ini keputusan final?” Lia mencoba meng

DMCA.com Protection Status