Setelah semua yang terjadi Talita dan keluarganya pulang ke kampung untuk menenangkan diri.Beberapa hari kemudian Emir datang ke kampung untuk menjenguk Talita dan kedua anaknya. Ia sudah bolak balik kesana untuk menjenguk Talita. Wajar ia khawatir sebab dirinya adalah suami Talita. Namun, karena ia terlalu sering datang dan menginap di rumah Talita membuat keluarga Talita jadi omongan tetangga.âPutrinya sudah janda, kenapa tidak dinikahkan saja sama pria itu,â ucap seorang ibu-ibu yang kebetulan melihat Emir saat itu.Mendengar itu Talita sampai gak mau keluar dari rumah, Ayah Talita hanya bisa menutup telinga.* Beberapa hari kemudian Emir datang lagi, kedatangan kali ini ia membawa psikolog. Mental Talita drop setelah ia dituduh selingkuh olah keluarga Dimas. Talita bahkan sampai menutup akun media sosial miliknya karena mendapat serangan dari banyak orang.âNak Diego , Bapak tidak tahu lagi harus bagaimana, saya kasihan melihat Talita seperti itu,â ujar Ayah Talita saat Emi
Pernikahan antara Emir dan Talita dipersiapkan dengan sangat hati-hati oleh keluarga besar Talita dan Brata. Setelah semua yang terjadi, pernikahan ini bukan hanya tentang menyatukan kembali dua hati, tetapi juga menyelamatkan nama baik Talita dan mengembalikan nama baik orang tuanya.Emir punya permintaan yang khusus ia ingin pernikahan adat yang lengkap. Talita tadinya tidak mau . ia meminta pernikahan yang sederhana. Namun pada akhirnya ia mau setelah dibujuk kedua orang tuanya.âApa kamu yang melakukan tradisi adat yang lengkap?â tanya Brata.âIya, Bapak tahu kalau si kembar bukan anak Talita,â ujar Emir.Sejak pagi buta, rumah keluarga Talita sudah dipenuhi oleh saudara dan tetangga yang membantu persiapan pernikahan. Emir, yang masih dikenal sebagai Diego oleh banyak orang, mengenakan beskap hitam khas pengantin pria Jawa, lengkap dengan blangkon dan kain batik bermotif klasik. Sementara itu, Talita tampil anggun dalam kebaya putih gading dengan sulaman emas yang elegan, serta
Setelah pernikahan, Emir dan Talita masih menghabiskan waktu di rumah orang tua Talita . Suasana rumah terasa lebih hangat, terutama karena sikap Emir yang semakin menunjukkan perhatian kepada keluarga Talita.Suatu pagi, Emir bangun lebih awal dan langsung menuju dapur. Ia melihat Juminten sedang menjerang air untuk teh. Dengan cekatan, Emir mengambil beberapa bahan di meja dan mulai membantu menyiapkan sarapan."Nak Emir, tidak usah repot-repot. Biar Ibu saja," ujar Juminten, tersenyum melihat menantunya begitu sigap."Tidak apa-apa, Bu. Aku sudah biasa masak di asrama," sahut Emir sambil mengaduk adonan telur dadar. "Lagipula, aku ingin Talita dan anak-anak sarapan dengan makanan yang kubuat sendiri."Juminten menatap Emir dengan haru. Menantunya ini benar-benar berbeda dari bayangannya. Ia ingat bagaimana Talita dulu begitu terluka saat harus berpisah dengan Emir, namun kini, pria itu kembali dengan segala ketulusan yang membuat hati ibu mertua ini semakin yakin bahwa anaknya bera
Setelah mengurus cuti menikah ia membawa Talita ke apartemennya yang di Singapura untuk Bulan Madu.Talita begitu sangat canggung padanya, bahkan menatap wajah Emir ia tidak berani, wanita cantik itu merasa kehilangan harga diri, ia berpikir kalau Emir menganggap dirinya wanita tukang kawin, karena sudah tiga kali menikah.âApa yang kamu pikirkan ?â tanya Emir saat Talita duduk di balkon apartemen.âTidak ada Pak.ââBisakah kamu jangan memanggilku dengan sebutan bapak seperti itu. Kamu memperlakukan suami seperti orang asing,â ujar Emir dengan suara datar.âMaaf berikan aku waktu.ââBaiklah âĶ begini saja, mari kita duduk mengobrol santai.ââApa Bapak eh âĶ maksudku Apa Mas ingin kopi?â tanya Talita gugup.Melihat sikap canggung Talita ingin rasanya ia melepaskan topengnya dan ingin memeluk Talita.âTidak nanti saja, baru juga makan,â ujar Emir.âAku akan menelepon anak-anak,â ujar Talita.âAku meminta anak buahku membawa mereka jalan-jalan sampai puas. Jangan khawatir mereka akan baik-
Setelah Talita pingsan lagi, Emir panik. Wajahnya berubah pucat, jantungnya berdegup keras, dan tangan yang pernah begitu kuat itu kini gemetar saat dia mengangkat tubuh Talita ke pelukannya. Segala perasaan kacau dalam dirinya kembali menghantam tanpa ampun. Dia tahu, apa yang dia lakukanâsemua kebohongan iniâtelah menghancurkan segalanya. Tapi dia juga tahu, dia harus melakukan sesuatu untuk memperbaiki semuanya.Dengan hati yang bergejolak, Emir membawa Talita ke tempat tidur, menatapnya dengan penuh penyesalan. Wajah cantik itu masih pucat, namun bibirnya yang sempat tersenyum cerah kini tampak tertutup rapat, seolah-olah menahan segala perasaan yang selama ini ia simpan."Aku tidak akan menyerah," bisik Emir pelan pada dirinya sendiri. "Aku akan membuatmu mengerti, Talita. Aku akan membuatmu kembali mencintaiku."Dia duduk di sampingnya, menggenggam tangan Talita yang lembut, merasakan degup jantungnya yang mulai tenang. Setelah beberapa menit, Talita akhirnya membuka matanya per
âBagaimana kamu sudah percaya?â tanya Emir mengusap bibir Talita yang belepotan lipstik.âYa, aku sudah percaya,â ujar Talita mencium pipi Emir untuk kesekian kalinya.âKarena itu jangan sedih lagi dan bersikaplah biasa saja di depan semua orang agar penyamaranku berhasil. Aku ingin membuat Irfan dan keluarganya tidak berkutik, aku akan membalas mereka semua,â ujar Emir.âBaiklah sayangku , sekarang aku mengerti kenapa kamu begitu peduli sama ayah, ibu dan si kembar. Ternyata kamu menantu mereka, pantas saja Aminah begitu nyaman saat bersamamu ternyata kamu ayah mereka,â ujar Talita ia kembali menangis karena bahagia.âJadi kamu menikah dua kali dengan suamimu,â ujar Emir.âAku sangat bahagia Masâ ujar Talita.Emir kembali memakai topeng karet tersebut, tetapi ada yang berbeda dengan Talita, ia terus saja mengikuti Emir kemanapun dia melangkah dan menatap pria itu penuh cinta, seolah-olah ia belum percaya kalau lelaki yang bersamanya saat itu abang ipar yang ia nikahi beberapa tahun
Pagi pertama di bulan madu mereka, Talita menggeliat pelan di tempat tidur. Matahari pagi mengintip dari celah tirai, menyinari ruangan dengan cahaya keemasan yang lembut. Tangannya meraba sisi ranjang, mencari sosok Emir, tetapi tempat di sebelahnya kosong.Talita membuka matanya perlahan. Aroma harum sesuatu yang lezat menyeruak ke dalam kamar. Ia mengerutkan kening, lalu tersenyum kecil.âEmir memasak?âDengan rasa penasaran, Talita bangkit, mengenakan jubah tidurnya, lalu berjalan ke arah dapur tempat mereka menghabiskan bulan madu. Di sana, ia menemukan pemandangan yang membuat hatinya berdebar.Emir, dengan celemek yang melingkar di tubuhnya, sibuk di dapur. Ia mengaduk sesuatu di wajan, sesekali mencicipi saus dengan ujung sendok, lalu mengangguk puas.Talita menyandarkan tubuhnya di ambang pintu, menatap suaminya dengan senyum penuh cinta. "Aku juga tidak tahu kapan Emir bisa memasak."Emir menoleh, matanya berbinar melihat Talita yang berdiri di sana dengan rambut yang masih
Pagi itu, Talita terbangun dengan aroma kopi yang harum. Ia menggeliat pelan, lalu membuka matanya. Yang pertama kali ia lihat adalah Emir, berdiri di samping tempat tidur dengan nampan sarapan di tangannya."Selamat pagi, istriku," sapa Emir lembut.Talita tersenyum, masih setengah mengantuk. "Mas, apa ini?""Sarapan di tempat tidur, spesial untuk istri tercinta," jawab Emir sambil meletakkan nampan di atas selimutnya.Di atas nampan, ada roti panggang dengan telur mata sapi berbentuk hati, buah segar yang sudah dipotong rapi, dan secangkir kopi dengan foam berbentuk hati di atasnya.Talita menatap suaminya dengan penuh cinta. "Mas Emir, kamu terlalu manis," katanya sambil tersenyum lebar.Emir duduk di sampingnya. "Aku hanya ingin memastikan kamu selalu merasa dicintai."Talita meraih tangan Emir dan menciumnya lembut. "Aku selalu merasa begitu, Mas. Karena kamu."Emir mengusap pipinya dengan lembut, lalu menyuapkan sepotong roti ke mulutnya. Mereka tertawa bersama, menikmati pagi y
Pernikahan Dila dan DimasPersiapan pernikahan Dila dan Dimas dimulai dengan adat Minang yang kaya tradisi. Tahapan awal, yang disebut Meresek, dilakukan oleh keluarga besar kedua mempelai untuk membicarakan rencana pernikahan. Pada tahap ini, pihak keluarga saling berdiskusi mengenai tanggal, adat yang akan dijalankan, dan persiapan lainnya.Setelah itu, dilanjutkan dengan Menimang dan Batimbang, di mana orang tua memberikan nasihat dan doa restu kepada kedua mempelai. Suasana haru menyelimuti prosesi ini, karena kedua orang tua menyampaikan pesan penuh makna kepada anak-anak mereka yang akan memulai hidup baru.Tahapan berikutnya adalah Mananta Sirih, yaitu prosesi di mana keluarga calon pengantin pria datang menemui ninik mamak (tetua adat) dan keluarga besar calon pengantin wanita untuk menyampaikan maksud baik mereka. Pada prosesi ini, sirih menjadi simbol penghormatan dan persetujuan dari kedua belah pihak.Kemudian, Babako-Babaki menjadi tahap penting dalam adat pernikahan Mina
Beberapa minggu setelah pertemuan keluarga itu, hubungan Dila dan Dimas semakin dekat. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, entah sekadar berjalan-jalan di taman atau menikmati kopi di kafe kecil favorit Dila. Seiring berjalannya waktu, keduanya mulai menemukan kenyamanan satu sama lain.Suatu sore, Dimas dan Dila duduk di tepi danau, menikmati semilir angin yang menyejukkan. Dila menatap Dimas dengan lembut, lalu berkata, " Bang Dimas, aku tahu perjodohan ini mungkin terasa mendadak untukmu. Aku ingin kamu tahu bahwa aku tidak ingin memaksakan apa pun. Aku hanya ingin kita jujur dengan perasaan masing-masing."Dimas tersenyum dan menggenggam tangan Dila dengan hangat. "Dila, awalnya aku memang ragu, tapi semakin lama aku mengenalmu, aku merasa lebih nyaman dan percaya bahwa mungkin ini memang jalan yang terbaik. Aku ingin kita menjalaninya dengan hati yang lapang."âDulu kamu tidak pernah melihatku sebagai wanita, dimatamu hanya ada Talita. Apa kamu yakin bisa melupakannya?ââSe
Talita dan Emir duduk berhadapan dengan Pak Brata di ruang tamu rumahnya yang luas dan elegan. Pria paruh baya itu menatap mereka dengan ekspresi penuh tanya, sementara secangkir teh hangat tersaji di hadapannya."Jadi, ada hal penting yang ingin kalian bicarakan, datang ke rumah saya Emir" tanya Pak Brata sambil menyilangkan tangan di dadanya.Talita tersenyum lembut, sedikit ragu sebelum akhirnya berkata, "Pak Brata, kami datang dengan niat baik. Kami ingin membicarakan tentang Dila dan Dimas. Kami merasa mereka berdua bisa menjadi pasangan yang cocok, dan kami ingin tahu pendapat Bapak tentang ini."Pak Brata mengangkat alisnya, tampak terkejut. "Dila dan Dimas?" Ia menghela napas pelan lalu tersenyum kecil. "Dila memang sudah lama mengagumi Dimas, dan laki-laki itu sudah menolak menikah dengan Dila. Saya tidak ingin memaksakannya lagi. Dimas sangat tergila-gila padamu Talita.âEmir menimpali dengan suara tenang, "Dimas sudah mulai menerima kenyataan. Kami yakin, jika diberi kesem
Pak Anto baru saja pulang dari perjalanannya ke luar kota ketika ia mendengar suara Dimas yang meninggi dari dalam rumah. Langkahnya terhenti di ambang pintu ruang keluarga, matanya yang tajam menangkap ekspresi penuh emosi dari anak sulungnya."Apa yang sedang terjadi di sini?" suaranya dalam dan berwibawa, memecah ketegangan di ruangan itu.Bu Yani terlonjak, sementara Farida menggigit bibir, gelisah. Dimas menoleh ke arah ayahnya, wajahnya masih dipenuhi kemarahan dan kekecewaan."Ayah, lebih baik Ayah duduk. Aku punya sesuatu yang harus Ayah dengar," kata Dimas dengan suara bergetar.Pak Anto mengerutkan dahi tetapi tetap berjalan menuju kursi dan duduk. Dimas menghela napas panjang sebelum menekan tombol di ponselnya, memutar rekaman suara yang baru saja membuat ibunya pucat pasi.Suara Ibu Irfan dan Bu Yani memenuhi ruangan. Kata-kata itu begitu jelas, begitu nyata, hingga tak ada ruang bagi penyangkalan. Rekaman itu berisi percakapan yang membuktikan bahwa Bu Yani berkomplot u
Dimas duduk termenung di kamar apartemennya. Kata-kata Emir terus terngiang di kepalanya. Ia tidak bisa percaya bahwa ibunya, wanita yang selalu ia hormati dan kasihi, tega melakukan hal-hal keji pada Talita. Namun, sebagai seorang tentara, ia tahu bahwa kebenaran harus diungkap. Ia tidak bisa hanya bergantung pada kata-kata Emir. Ia harus mencari bukti.âAku tidak yakin kalau Bunda melakukan seperti yang dituduhkan Emir,â ucap Dimas sembari bergumam. Tanganya sibuk mencari nama aku media sosial Ibunya dan Farida. Ia beberapa kali memasukkan kata kunci di pencarian banyak orang yang memiliki nama yang sama seperti Ibunya.âYang mana akun Bunda,â ucapnya sesekali mengaruk kepalanya dengan kasar. Beberapa kali mencoba tidak menemukannya, ia memilih menghentikannya ia berniat bertanya pada kerabat yang berteman di media sosial dengan ibundanya. *Besok harinya ia pura-pura berkunjung ke tempat kerjaan adik sepupunya dan ia pura-pura meminjam ponsel ingin mencari teman di media
Setelah pertemuan yang tegang itu, Talita dan Emir mencoba kembali menata hidup mereka, meskipun ada beban yang masih menggantung. Namun, jauh di dalam hati mereka, baik Talita maupun Emir tahu bahwa Dimas belum selesai. Amarah yang membara di dalam diri Dimas belum surut.âMas, Aku tidak melakukan kesalahan kan?â tanya Talita di saat mereka berdua menjelang tidur.âTidak, kamu tidak salah Talita. Dimas hanya merasa kecewa, karena kita menikah tanpa memberitahunya.ââIbu Yani yang tidak ingin melihatku Mas, dia sangat membenciku,â keluh Talita sambil mengusap-usap pipi Emir yang berbaring disampingnya.âLupakan masala lalu dan mari kita menata masa depan. Kemarahan Dimas mungkin akan hilang seiring berjalannya waktu,â ujar Emir mengecup kening Talita dan meminta wanita itu untuk tidur.âBagaimana kalau dia marah dan balas dendam Mas?â tanya Talita menghela nafas panjang.âKita akan hadapi sayang, istirahatlah. Besok kita sudah mulai bekerja, liburan madu kita sudah habis.â Emir mem
Beberapa bulan kemudian Dimas akhirnya pulih, orang yang pertama yang ingin ia lihat Talita dan si kembar.âJangan mencarinya lagi, dia meninggalkanmu setelah kamu tidak berdaya di rumah sakit,â ucap sang Ibunda.âItu tidak mungkin Bu. Dia wanita yang baik.âWanita itu berdiri dengan wajah geram, â Bunda sudah katakan padamu Dimas, dia hanya mempermainkanmu. Kamu tahu sekarang dia sudah menikah dengan polisi yang selama ini membantunya, dia menikah dengan Diego!âDimas sudah bisa menebak siapa sosok yang disebutkan sang ibunda. Diego adalah Emir. Laki-laki itu selama ini memakai topeng karet dan menyamar sebagai Diego. Ia melakukan itu setelah Arjuna dan dr. Irfan menembaknya dan ia berhasil memalsukan kematiannya.âEmir âĶ?âMelihat Dimas tidak bereaksi keluarganya keheranan, âUda tidak marah?â tanya Farida.âApa kamu sudah tahu kalau wanita selama ini selingkuh dengansi polisi itu?â sambung Ibu Yani lagi.Dimas menarik nafas dalam, ia merasa rongga dadanya terasa sesak setelah ta
Pagi itu, Talita terbangun dengan aroma kopi yang harum. Ia menggeliat pelan, lalu membuka matanya. Yang pertama kali ia lihat adalah Emir, berdiri di samping tempat tidur dengan nampan sarapan di tangannya."Selamat pagi, istriku," sapa Emir lembut.Talita tersenyum, masih setengah mengantuk. "Mas, apa ini?""Sarapan di tempat tidur, spesial untuk istri tercinta," jawab Emir sambil meletakkan nampan di atas selimutnya.Di atas nampan, ada roti panggang dengan telur mata sapi berbentuk hati, buah segar yang sudah dipotong rapi, dan secangkir kopi dengan foam berbentuk hati di atasnya.Talita menatap suaminya dengan penuh cinta. "Mas Emir, kamu terlalu manis," katanya sambil tersenyum lebar.Emir duduk di sampingnya. "Aku hanya ingin memastikan kamu selalu merasa dicintai."Talita meraih tangan Emir dan menciumnya lembut. "Aku selalu merasa begitu, Mas. Karena kamu."Emir mengusap pipinya dengan lembut, lalu menyuapkan sepotong roti ke mulutnya. Mereka tertawa bersama, menikmati pagi y
Pagi pertama di bulan madu mereka, Talita menggeliat pelan di tempat tidur. Matahari pagi mengintip dari celah tirai, menyinari ruangan dengan cahaya keemasan yang lembut. Tangannya meraba sisi ranjang, mencari sosok Emir, tetapi tempat di sebelahnya kosong.Talita membuka matanya perlahan. Aroma harum sesuatu yang lezat menyeruak ke dalam kamar. Ia mengerutkan kening, lalu tersenyum kecil.âEmir memasak?âDengan rasa penasaran, Talita bangkit, mengenakan jubah tidurnya, lalu berjalan ke arah dapur tempat mereka menghabiskan bulan madu. Di sana, ia menemukan pemandangan yang membuat hatinya berdebar.Emir, dengan celemek yang melingkar di tubuhnya, sibuk di dapur. Ia mengaduk sesuatu di wajan, sesekali mencicipi saus dengan ujung sendok, lalu mengangguk puas.Talita menyandarkan tubuhnya di ambang pintu, menatap suaminya dengan senyum penuh cinta. "Aku juga tidak tahu kapan Emir bisa memasak."Emir menoleh, matanya berbinar melihat Talita yang berdiri di sana dengan rambut yang masih