Share

Menahan diri

Author: Queen Mikayla
last update Last Updated: 2024-09-13 13:53:32

Pukul 06:30

"Aluna! Bangun!"

Aluna pun terbangun, ia terkejut saat air dingin mengguyur tubuhnya, membuatnya langsung duduk terpaku, tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.

Tubuhnya masih lelah setelah semalaman belajar bisnis lewat onlie, ditambah lagi mengerjakan pekerjaan rumah. Di hadapannya berdiri dua sosok Nenek Lampir, siapa lagi kalau bukan Kania dan Veronica, yang kini menatapnya dengan tatapan sinis.

"Kau pikir ini hotel? Bangun!" hardik Kania, matanya menyipit tajam ke arah Aluna. "Kau lupa, hah? Kalau di rumah ini sudah tidak ada pembantu. Jadi kau harus membuat sarapan. Enak aja jam segini masih tidur."

Aluna meraih handuk kecil di tepi tempat tidurnya, mengusap wajah yang masih basah sambil berusaha mengendalikan amarahnya. Namun, sebelum dia bisa berdiri, Veronica sudah mendekat dan meraih rambutnya dengan kasar.

"Cepat, dasar pemalas! Suamiku harus segera sarapan sebelum berangkat kerja!" Veronica menarik rambut Aluna lebih kuat, membuatnya meringis.

"Apa tidak bisa kau bersikap sedikit manusiawi?" Aluna berusaha mengeluarkan kata-katanya setenang mungkin, meskipun rasa sakit terasa sampai ke kulit kepalanya. Dia mencoba untuk berdiri dengan rambutnya yang masih ditarik oleh Veronica, tetapi tetap menjaga senyumnya yang tipis.

Veronica tertawa kecil. “Manusiawi? Kamu itu enggak pantas diperlakukan manis. Suamiku sudah cukup sabar menahanmu selama ini. Jadi, jangan harap ada simpati. Mengerti?”

Kania yang melihat Aluna mulai bangkit, hanya menyilangkan tangan di dadanya. “Veronica benar. Jangan buat saya menyesal karena tidak langsung menendangmu keluar begitu Betran dan Vero menikah. Kau masih ada di sini karena kemurahan hati Betran dan Veronica. Jadi, lekas buatkan sarapan dan jangan buang waktu!”

Aluna menatap Kania, matanya tajam namun bibirnya tetap menyunggingkan senyum kecil. “Baik, Mom. Saya akan siapkan sarapan,” ucapnya pelan. Lalu, dengan susah payah, dia berdiri dan melangkah keluar kamar meskipun tubuhnya basah, Aluna tidak peduli.

Begitu Aluna sampai di dapur, ia langsung mengumpulkan bahan-bahan untuk membuat sarapan. Tangannya yang terasa kaku karena kelelahan.

"Kamu harus kuat ya, Nak," bisik Aluna, ia mulai merasakan perutnya mual dan sesekali terasa keram.

Sesekali, matanya melirik ke arah meja makan di mana Betran duduk dengan Veronica di sampingnya, tertawa ringan.

“Cepat sedikit! Lelet banget sih!” Kania berteriak dari ruang makan.

“Iya, Mom,” sahut Aluna dari dapur, berusaha tidak menunjukkan emosi.

Setelah selesai, ia membawa nampan berisi makanan yang sudah disiapkan, lalu menatanya dengan hati-hati di meja makan. Veronica melirik piring yang disajikan Aluna dengan ekspresi sinis.

“Makanan apa ini, hah??” tanyanya, mengangkat alis.

Aluna menatapnya sebentar. “Jika memang tidak suka, aku bisa membuat yang baru.”

Betran menatap Aluna sekilas. "Tidak perlu! Kelamaan!"

Aluna hanya menunduk tanpa menjawab, menahan perasaan yang bergejolak di hatinya. Ia tidak ingin terlihat lemah di depan mereka, meski tubuhnya masih terasa berat karena semalaman bekerja keras.

“Sudahlah, ayo makan,” kata Kania sambil mengambil sendok. Namun, sebelum memulai, dia memandang Aluna dengan dingin. “Dan kau, habis ini bersihkan seluruh rumah. Jangan pikir kau bisa santai.”

Aluna tersenyum kecil, menutupi segala emosi yang sudah menyatu. “Baik, Mom. Aluna akan lakukan semuanya.”

Namun, dalam hatinya, Aluna menahan semua amarah dan rasa sakit yang ia pendam.

***

Setelah menyelesaikan pekerjaan rumah, Aluna menghela napas panjang. Dia sudah membersihkan seluruh rumah dan merapikan segala sesuatu. Kebetulan, Kania dan Veronica keluar untuk berbelanja.

“Sebaiknya aku hubungi Kaisar,” bisiknya pada diri sendiri.

Lalu, Aluna segera menghubungi Kaisar, dan meminta lelaki itu untuk ke klinik.

Setelah itu, ia menuju taksi yang sudah ia pesan sebelumnya.

Setibanya di klinik, Aluna segera menemui Kaisar yang sudah menunggu di ruang tunggu.

“Nona Chandra!” Kaisar melambaikan tangan, senyumnya lebar.

“Kaisar, panggil nama saja. Tidak perlu terlalu formal," kata Aluna sambil berusaha menyembunyikan rasa capeknya.

Kaisar mengangguk, lalu mengantar Aluna masuk ke dalam ruang Dokter.

“Selamat datang, Nona Aluna.”

Aluna hanya balas tersenyum dan mengangguk.

Lalu, Dokter segera memeriksa kandungan Aluna, “Nona Aluna, kandungan kamu semakin lemah. Saya sudah menyarankan agar Nona tidak terlalu kecapean."

"Benarkah?" Aluna tampak khawatir.

"Nona Aluna jangan khawatir. Saya akan memberikan obat penguat kandungan. Semoga bisa membantu menjaga kehamilanmu. Pastikan untuk mengonsumsinya secara teratur."

"Baik, Dok, terima kasih."

Setelah itu, Aluna dan Kaisar melangkah keluar.

Namun, saat berada di parkiran, Aluna tiba-tiba merasa pusing. Kepalanya berputar, dan pandangannya mulai kabur.

“Aluna!” Kaisar segera mengulurkan tangan dan menahan tubuhnya sebelum dia terjatuh. Dalam hitungan detik, keduanya saling tatap, keduanya terdiam sejenak.

“Maaf, aku...,” suara Aluna serak.

"Aluna, wajah kamu pucat. Kamu yakin baik-baik saja?"

“Aku baik-baik saja. Sepertinya aku terlalu lelah.”

Kaisar menatapnya dalam-dalam, ia benar-benar khawatir. “Aluna, kamu jangan terlalu memaksakan diri.”

Aluna menarik napas dalam-dalam. “Aku tahu, tapi aku tidak punya pilihan. Mereka memperlakukanku seperti pembantu.”

Kaisar meraih kedua tangan Aluna, "Jadi, kamu akan mempertaruhkan kehamilan kamu demi rencanamu itu?"

Aluna menepis tangan Kaisar, "Mengapa kamu bicara seperti itu? Aku pasti bisa atasi. Kamu tidak perlu khawatir. Kandungan aku pasti akan baik-baik saja."

"Oke, semoga kandungan kamu baik-baik saja. Dan, aku masih menunggu jawaban kamu." Kaisar kembali meraih kedua tangan Aluna, menatap Aluna begitu dalam.

Kaisar masih memegang tangan Aluna, menatapnya dengan penuh perhatian. “Aluna, aku mengerti situasi yang kamu hadapi saat ini. Tapi aku perlu tahu, apakah kamu bersedia untuk mempertimbangkan permintaan aku? Aku ingin kamu menjadi istriku?”

Aluna mengalihkan pandangannya, berusaha menghindari tatapan Kaisar yang membuatnya jadi tidak nyaman. “Kaisar, aku masih terikat pernikahan dengan Betran. Meskipun pernikahan aku dan dia tidak bahagia, aku tidak bisa sembarangan menerima laki-laki lain,” jawabnya dengan ragu.

Kaisar menghela napas, jelas terlihat frustrasi di wajahnya. “Tapi aku ingin kamu bersamaku, Aluna.”

“Aku minta maaf, Kaisar, ini terlalu cepat. Kita baru saja bertemu kembali. Dan aku pun belum mengingat masa kecil aku, belum mengingat tentang kamu, teman masa kecilku,” jawab Aluna, berusaha menjaga ketenangan.

Kaisar mendekat, ia kembali menatap Aluna dengan lembut. “Baik. Aku akan bersabar, Aluna. Jika aku akan menunggu sampai kamu bersedia menjadi istriku.”

“Terima kasih, Kaisar. Kamu begitu pengertian,” jawab Aluna, terharu dengan perhatian yang diberikan Kaisar. “Tapi aku tidak ingin mengikatmu pada harapan yang belum tentu bisa aku penuhi.”

“Aku paham, Aluna,” kata Kaisar, dengan senyuman lembut.

Aluna mengangguk pelan, merasakan ketulusan dalam setiap kata yang diucapkan Kaisar. Namun, rasa takut dan keraguan masih mengganggu pikirannya.

Related chapters

  • Pesona Istri yang Dikhianati   Aku juga istrimu, Mas!

    Setelah selesai di klinik, Aluna kembali ke rumah. Setibanya di dalam, dia langsung mengunci pintu dan melangkah ke kamar. Dengan penuh semangat, dia mulai memeriksa berkas-berkas yang diberikan Kaisar. "Ini dia," gumamnya, membuka map berisi dokumen tentang bisnis dan proyek-proyek yang sedang berjalan. Aluna membolak-balik kertas tersebut, berusaha memahami setiap detailnya. Namun, pemikirannya terpecah saat teleponnya bergetar di meja.“Siapa ini?” tanyanya sambil mengambil ponsel dan melihat nama yang tertera. “Kaiser Amartha?” Segera, ia mengangkat telepon, “Ada apa, Kaisar. Kamu mau bahas lagi soal tadi?”"Tidak, Aluna. Aku ingin memberi tahu bahwa perusahaan Martin telah mendapatkan kontrak kerja sama dengan Tuan Louis dari Amerika. Ini berkat bantuan Betran."Aluna terdiam. Kontrak itu bisa menjadi langkah besar bagi Betran dan Veronica. “Berapa besar nilainya?” tanya Aluna, berusaha tetap tenang.“Kontrak ini bisa menguntungkan kedua perusahaan. Nilai totalnya mencapai juta

    Last Updated : 2024-11-01
  • Pesona Istri yang Dikhianati   Menuruti saran dari Kaisar

    Dini hari, saat suasana rumah mulai sepi, Aluna mengeluarkan setumpuk berkas yang sempat ia sembunyikan. Ia duduk di atas ranjang, lalu membuka berkas-berkas tersebut. Aluna menatap lembar demi lembar dokumen tersebut dengan hati-hati, mencoba menyerap setiap informasi.Aluna menyambungkan video call dengan Kaisar, berharap bisa mendapatkan penjelasan dari pria itu terkait beberapa detail yang tidak ia pahami.“Halo, Aluna,” sapa Kaisar. “Halo, Kaisar. Maaf ganggu malammu, tapi ada beberapa hal yang ingin kutanyakan,” jawab Aluna sambil tersenyum.“Tidak apa-apa, Aluna. Katakan saja.” Kaisar membalas senyum Aluna, merasa kagum akan semangatnya yang tak kenal waktu. “Bagian mana yang kamu tidak mengerti?”Aluna membuka lembar laporan keuangan yang ada di tangannya. “Aku lihat di sini, pendapatan perusahaan Chandra meningkat signifikan dalam dua tahun terakhir, tapi ada catatan tentang hutang jangka panjang yang belum diselesaikan. Menurutmu, kenapa perusahaan sebesar Chandra masih mem

    Last Updated : 2024-11-01
  • Pesona Istri yang Dikhianati   Ini baru permulaan

    Veronica melangkah masuk ke kamar Aluna tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, “Aluna, cepat siapkan pakaian kerja untuk Betran. Mumpung dia lagi di kamar mandi, dan aku malas melakukannya. Cepat!” perintah Veronica. Aluna menatap Veronica sejenak, merasa jengah, namun tanpa banyak bicara ia bangkit dari kursinya dan mengikuti perintah itu. "Baiklah," jawabnya singkat, berjalan menuju kamar utama tanpa menunjukkan reaksi apapun.Veronica mengikutinya sambil tersenyum sinis, tiba-tiba menyingkap rambutnya, memperlihatkan tanda merah di lehernya. "Oh, lihat ini," katanya, suaranya sengaja dibuat genit, "Setiap malam Betran selalu minta jatah. Bahkan pagi butapun, dia masih meminta aku melayaninya. Katanya aku sangat nikmat, dibandingkan mantan istri pertamanya." Veronica tertawa pelan, menunggu reaksi Aluna.Aluna tetap tenang, tak sekalipun menoleh ke arah Veronica. Ia hanya fokus membuka lemari, mencari pakaian yang biasa dikenakan Betran untuk bekerja.“Ingat, , Veronica. Kamu lagi h

    Last Updated : 2024-11-01
  • Pesona Istri yang Dikhianati   Semakin mengagumi

    Aluna menatap Veronica dengan pandangan tenang, menarik perlahan tangannya yang dicengkeram. "Kenapa aku senang? Siapa juga yang senang kalau ada masalah di perusahaan? Aku cuma merasa sesuatu berbeda saja," jawab Aluna sambil menaruh tangan di perutnya. Ia terlihat santai agar sang madu tidak curiga. Veronica menyipitkan mata, tidak percaya begitu saja. "Berbeda bagaimana? Jangan bohong! Aku tahu kamu pasti merencanakan sesuatu!"Aluna menghela napas. "Veronica, kamu terlalu berlebihan. Aku baru saja merasakan ada gerakan kecil di perutku. Itu mungkin karena bayiku. Bukan urusanku soal perusahaan Mas Betran. Aku sudah tidak peduli lagi dengan hal-hal seperti itu."Perkataan Aluna membuat Veronica terdiam sejenak. "Gerakan bayi? Kamu serius?" Nada Veronica terdengar skeptis, tetapi matanya sedikit melunak.Aluna mengangguk pelan, mengambil napas dalam-dalam untuk menenangkan diri. "Ya, aku merasakan itu tadi. Itu perasaan yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Jadi, kalau kamu

    Last Updated : 2024-11-22
  • Pesona Istri yang Dikhianati   Nikmati saja dulu perannya

    "Tidak sama sekali, Kaisar," jawab Aluna apa adanya. "Aku sama sekali tidak mengingat masa kecilku.""Oh baiklah. Mari, aku antar kamu sampai ke depan," ucap Kaisar, dia sangat ingin sekali Aluna segera mengingat masa kecilya. Aluna mengangguk dan segera melangkahkan kakinya ke luar, ditemani oleh Kaisar. Saat Aluna hendak melangkah ke taksi, kakinya tiba-tiba terpeleset. Tubuhnya hilang keseimbangan, membuatnya hampir jatuh ke depan. Namun, Kaisar yang berdiri tak jauh darinya dengan sigap menangkap tubuh Aluna sebelum ia terjatuh. “Aluna, hati-hati!” ucap Kaisar cemas, tangannya erat memegang pinggang wanita itu, menahannya agar tidak terjatuh. Aluna terkejut, kedua tangannya secara refleks bertumpu pada dada Kaisar untuk menjaga keseimbangan. Aluna merasa malu sekaligus kikuk dengan posisi mereka. Namun, saat ia hendak meluruskan tubuhnya, mata mereka bertemu. Kaisar yang tadinya tampak khawatir kini terpaku. Tatapannya yang hangat berubah menjadi dalam, seolah menyelami se

    Last Updated : 2024-11-22
  • Pesona Istri yang Dikhianati   Ibu Mertua yang menyebalkan

    Setelah menyelesaikan pijatan dengan tangan yang hampir mati rasa, Aluna berdiri. Ia mengira tugasnya selesai."Eh mau ke mana?" tanya Veronica. "Mau ke kamar, mau istirahat," jawab Aluna malas. “Enak saja mau istirahat. Eh Aluna, aku lapar. Buatkan aku nasi goreng ala Jepang. Jangan yang biasa-biasa saja. Aku ingin yang mirip seperti di restoran.” Veronica berkata dengan ketus.Aluna menoleh dengan alis terangkat. "Nasi goreng ala Jepang?" tanyanya memastikan, meskipun ia tahu itu hanya alasan Veronica untuk menyulitkannya. Veronica menatapnya dengan sinis. “Iya, pakai bahan-bahan yang segar dan pastikan rasanya enak. Jangan sampai aku kecewa.” Aluna ingin sekali menolak. Tubuhnya sudah terasa lelah, dan sekarang dia harus memasak makanan yang bahkan belum pernah dia buat sebelumnya. Namun, ia tahu, jika ia menolak, Veronica dan Kania pasti akan memperlakukannya dengan lebih buruk. “Baiklah, aku akan buatk

    Last Updated : 2024-11-22
  • Pesona Istri yang Dikhianati   Pelan namun pasti

    Pukul lima sore, pintu utama rumah terbuka. Betran masuk dengan jas yang masih rapi, membawa tas kerjanya. Langkahnya disambut Veronica yang sudah menunggunya dengan senyuman lebar. “Sayang, kamu pulang cepat hari ini!” seru Veronica dengan nada manja, langsung melingkarkan tangannya ke leher Betran. “Iya, aku ingin menghabiskan waktu lebih banyak dengan kamu, Sayang,” jawab Betran sambil tersenyum lebar. Sejenak ia melupakan masalahnya di perusahaan. Tanpa basa-basi, Veronica mendekatkan wajahnya ke Betran dan mencium bibirnya dengan penuh gairah. Ciuman itu berlangsung lama, disengaja agar terlihat oleh Aluna yang sedang membersihkan meja. Aluna hanya melirik sekilas. Dalam hati, ia bergidik ngeri. “Astaga, tidak bisakah mereka menjaga kemesraan itu di tempat lain? Jijik sekali," gumamnya sambil terus menyibukkan diri. Setelah puas memamerkan kemesraan, Betran melepaskan ciuman dan menoleh ke arah Aluna. “Aluna!” panggilnya dengan nada tegas. Aluna menahan napas se

    Last Updated : 2024-11-23
  • Pesona Istri yang Dikhianati   Pamer saja terus

    Aluna duduk di tepi ranjang, memeluk lututnya. Rasa pusing yang mendera tadi masih terasa, membuat pikirannya berputar-putar. Ia mencoba mengatur napas, tetapi bayangan yang melintas di benaknya semakin jelas dan sulit diabaikan. Ia melihat seorang lelaki tua dengan wajah ramah, menggenggam tangannya erat. Suara lembutnya memanggil nama yang asing di telinga Aluna tetapi terasa akrab di hati. "Aurelie, jangan sampai tersesat di belakang, ya." "Aurelie?" Aluna bergumam pelan, mengulang nama itu. Matanya berkaca-kaca saat memori itu terus mengalir. Dia berlari kecil di antara pepohonan, mengikuti lelaki tua itu. Mereka sedang berburu, mengumpulkan kayu bakar dan menjerat hewan kecil di hutan. Kakek Chandra, itulah nama lelaki tua itu—dia bisa mengingatnya sekarang. Kakek Chandra adalah sosok yang selalu menjaganya saat kecil, pria dengan tawa renyah dan tangan kokoh yang selalu membantunya mendirikan tenda di hutan. “Kakek...” bisi

    Last Updated : 2024-11-23

Latest chapter

  • Pesona Istri yang Dikhianati   Bab 114

    Aluna turun dari mobil dengan wajah lelah. Hari ini benar-benar panjang, ditambah pikirannya masih kacau setelah berbicara dengan Kaisar. Begitu melangkah masuk ke dalam mansion, ia langsung disambut oleh babysitter yang terlihat panik. "Nyonya Aluna, Baby Alva rewel sejak tadi. Susah makan, susah minum susu juga," ujar babysitter itu cemas. Aluna mengerutkan kening. "Kenapa? Apa dia demam?" Babysitter menggeleng. "Tidak demam, tapi terus menangis. Saya sudah mencoba berbagai cara, tapi tetap saja dia menolak makan." Tanpa menunggu lebih lama, Aluna segera menuju kamar Baby Alva. Sesampainya di sana, ia melihat putranya yang masih terisak di tempat tidur. Wajahnya tampak lelah, matanya sembab karena menangis. "Sayang, Mama di sini," ujar Aluna lembut, segera mengangkat tubuh kecil itu ke dalam pelukannya. Baby Alva mengusap matanya dengan tangan mungilnya, kemudian menyandarkan kepalanya ke bahu Aluna. "Ada apa, hm?" Aluna membelai rambutnya pelan. "Kenapa tidak mau maka

  • Pesona Istri yang Dikhianati   Bab 113

    Aluna mengambil napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sebelum membuka topik yang sejak tadi mengganggu pikirannya. “Kaisar, sebenarnya ada hal lain yang ingin aku bicarakan,” ujar Aluna dengan nada serius. Kaisar mengangkat alis, memusatkan perhatiannya pada Aluna. “Apa itu, Aluna?” “Perusahaanku, Chandra Grup, sedang dalam masalah.” Aluna menyerahkan laporan yang sudah ia siapkan di dalam tasnya. “Ada penurunan signifikan dalam pasar penjualan kita. Setelah diselidiki, ada kejanggalan. Tampaknya seseorang mencoba merusak reputasi perusahaan dari dalam.” Kaisar membuka laporan itu, membaca dengan seksama. Wajahnya berubah serius. “Ini bukan sekadar kejatuhan pasar biasa. Tampaknya ada sabotase.” “Itulah yang aku khawatirkan,” Aluna mengangguk. “Aku sudah meminta tim investigasi internal, tapi hasilnya nihil. Sepertinya mereka yang terlibat sangat pandai menutupi jejak.” Kaisar menatapnya dalam. “Aku akan mencoba membantu menyelidiki. Mungkin dari sisi lain, kita bisa me

  • Pesona Istri yang Dikhianati   Bab 112

    Aluna duduk di kursi kerjanya dengan wajah tegang. Sudah seminggu berlalu sejak terakhir kali ia mencoba menemui Kaisar di rumah sakit, namun selalu gagal. Ia berusaha mengalihkan pikirannya dengan pekerjaan, tapi tetap saja bayangan Kaisar terus muncul di kepalanya. "Asisten," panggil Aluna dengan suara tegas. Seorang wanita muda bernama Siska segera masuk ke dalam ruangannya, membawa setumpuk dokumen.Ya, sudah tiga hari ini Aluna mengganti asistennya. Asisten sebelumnya sedang cuti beberapa bulan, tugasnya ia serahkan pada Siska, sepupunya. "Ada perkembangan dari laporan yang aku minta?" tanya Aluna, menyandarkan punggungnya ke kursi. Siska mengangguk, meletakkan beberapa lembar kertas di meja. "Setelah saya dan tim melakukan penyelidikan, kami menemukan adanya kejanggalan dalam pasar." Aluna mengambil laporan itu dan mulai membacanya dengan seksama. Dahinya mengernyit. "Penjualan turun drastis di beberapa wilayah utama, terutama yang sebelumnya menjadi pasar terbesar kita

  • Pesona Istri yang Dikhianati   Bab 111

    Aluna melangkah dengan cepat memasuki lobi rumah sakit, dadanya berdebar kencang. Setelah mendengar kabar bahwa Kaisar—atau sekarang dikenal sebagai Raja—sudah dipindahkan dari ICU ke ruang rawat biasa, ia tak bisa lagi menahan diri untuk menemuinya. Namun, baru saja ia hendak menuju lift, langkahnya terhenti ketika seseorang berdiri menghadangnya. “Jangan harap kau bisa menemuinya,” suara dingin Ratu menyentak telinga Aluna. Aluna menatap wanita itu dengan tajam. Ia tahu sejak awal Ratu bukan wanita sembarangan, tapi tak disangka, Ratu bisa sekejam ini. “Aku datang bukan untuk bertengkar, aku hanya ingin melihatnya,” ucap Aluna, mencoba menahan emosinya. Ratu menyilangkan tangan di dadanya. “Tidak perlu. Dia sudah punya aku. Dia tidak butuh kau lagi.” Aluna tersenyum miring. “Raja adalah Kaisar, bukan?” tanyanya tegas. Ratu mendengus. “Lalu?” “Kaisar adalah tunanganku,” lanjut Aluna, tatapannya semakin tajam. Ratu terkekeh sinis. “Benar, dia memang Kaisar. Tapi kau

  • Pesona Istri yang Dikhianati   Bab 110

    Beberapa hari berlalu. Raja terbaring tak berdaya di ruang ICU rumah sakit. Meski matanya terpejam dan tubuhnya lemah, ada perasaan yang menggelora dalam dirinya. Ingatannya yang hilang perlahan kembali, seperti sepotong puzzle yang mulai tersusun. Ketika perlahan matanya terbuka, rasa sakit di kepalanya terasa amat perih. Ia mengerjapkan mata, mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya yang begitu terang. Sensasi itu seolah mengingatkan dirinya pada kejadian beberapa hari lalu, kecelakaan yang menyebabkan semuanya menjadi kacau. Raja menatap langit-langit rumah sakit, mencoba mengingat dengan jelas apa yang sebenarnya terjadi. Perlahan, bayangan-bayangan dalam memorinya yang hilang kini mulai muncul kembali. Sosok dirinya—Kaisar Amartha—muncul dalam pikirannya, begitu jelas dan begitu nyata. "Aku... Kaisar Amartha," gumamnya pelan, kebingungan dan kebahagiaan bercampur dalam hatinya. Namun, perasaan itu tak bisa bertahan lama. Di tengah kebingungannya, ia mendengar suara langkah kak

  • Pesona Istri yang Dikhianati   Bab 109

    Raja menyetir mobilnya dengan kecepatan sedang setelah keluar dari rumah Raini. Pikirannya dipenuhi berbagai hal—tentang Aluna, Baby Alva, dan perasaannya yang semakin jelas. Ia tak menyadari sebuah truk besar di depannya tiba-tiba berhenti mendadak. “BRAK!” Benturan keras terdengar ketika mobil Raja menabrak bagian belakang truk. Kepalanya membentur setir dengan keras meskipun airbag terbuka. Darah segar mengalir di pelipisnya, tubuhnya lemas, dan kesadarannya mulai menghilang. Orang-orang di sekitar tempat kejadian segera berlari mendekat. “Panggil ambulans!” teriak seseorang. Tak lama kemudian, ambulans datang dan membawa Raja ke rumah sakit. Wajahnya penuh darah, dan kondisinya terlihat mengkhawatirkan. Saat tiba di rumah sakit, dokter langsung membawanya ke ruang operasi karena benturan di kepalanya cukup parah. *** Di ruang tunggu rumah sakit, Ratu mondar-mandir dengan wajah panik. Air matanya terus mengalir, tak bisa disembunyikan lagi. Ia menggenggam ponselnya erat

  • Pesona Istri yang Dikhianati   Bab 108

    Pukul 00:30Sussana terasa sangat sunyi, dan hanya suara detak jam yang terdengar di kamar Aluna. Dia terbangun karena suara tangisan Baby Alva. Dengan cepat, Aluna bangkit dari tempat tidur dan mendekati ranjang bayi yang ada di sudut kamarnya.“Alva sayang, kenapa?” Aluna menyentuh kening bayi itu, lalu ia terkejut mendapati kening Alva terasa sangat panas. “Astaga, panas sekali…” gumamnya panik.Ia langsung mengambil termometer dari laci samping tempat tidur. Tangannya sedikit gemetar saat memasukkan ujung termometer ke bawah ketiak Baby Alva yang masih menangis.“37,9°… Ini terlalu tinggi!” Suaranya mulai bergetar. Aluna segera mengambil ponselnya, menelepon babysitter yang tidur di kamar sebelah.“ Lina, tolong ke kamar saya sekarang juga! Alva demam tinggi,” katanya cepat.Tak sampai satu menit, babysitter yang bernama Lina muncul dengan wajah cemas. “Ya ampun, Nona. Panasnya tinggi sekali, ya? Kita harus membawanya ke rumah sakit.”“Saya setuju. Tolong siapkan tas bayi dan perl

  • Pesona Istri yang Dikhianati   Bab 107

    Malam itu, Mansion Aluna diterangi lampu-lampu taman yang temaram, memberikan suasana hangat meski hati Aluna terasa kacau. Ia tengah duduk di ruang keluarga, memangku Baby Alva yang tertidur lelap di pelukannya. Pandangannya terus tertuju pada wajah mungil itu, meskipun pikirannya melayang jauh. Tiba-tiba, suara bel pintu mengalihkan perhatian Aluna. Seorang pelayan datang dan membisikkan sesuatu. “Nona, Tuan Raja datang.”Jantung Aluna berdetak lebih cepat. Ia mencoba menenangkan dirinya, lalu menyerahkan Baby Alva kepada babysitter yang sudah menunggu. “Bawa Alva ke kamar, dan pastikan dia nyaman,” ucapnya.Setelah memastikan Baby Alva aman, Aluna berjalan ke ruang tamu. Di sana, Raja sudah berdiri, mengenakan setelan kasual namun tetap memancarkan wibawa. Sorot matanya langsung tertuju pada Aluna, seolah tidak ada yang lain di ruangan itu.“Tuan Raja,” sapa Aluna pelan, mencoba menjaga formalitas meskipun hatinya bergemuruh.“Aluna,” balas Raja, suaranya terdengar lebih lembut da

  • Pesona Istri yang Dikhianati   Bab 106

    Pukul empat subuh, suasana di kamar terasa begitu sunyi hingga suara langkah kecil Ratu yang tergesa menuju kamar mandi terdengar jelas. Raja, yang biasanya tidur cukup lelap, langsung terbangun mendengar suara muntah dari dalam kamar mandi.“Ratu?” panggil Raja dengan nada penuh kekhawatiran. Ia bergegas menuju kamar mandi, membuka pintunya dan melihat istrinya yang terduduk lemas di lantai. Wajah Ratu pucat, keringat dingin membasahi dahinya.“Aku… mual,” gumam Ratu lemah, tangannya gemetar memegang wastafel untuk mencoba berdiri.Tanpa pikir panjang, Raja segera mengangkat tubuh Ratu dan membawanya kembali ke tempat tidur. “Tunggu di sini, aku akan panggil dokter,” kata Raja sambil meletakkan Ratu dengan hati-hati.“Tidak… tidak usah,” cegah Ratu, memegang lengan Raja dengan sisa tenaganya. “Aku tahu ini kenapa.”“Kamu tahu?” Raja mengernyit, bingung. “Maksudmu apa?”Ratu menghela napas panjang, mencoba mengumpulkan kekuatannya. “Aku… aku terlambat haid. Coba kamu ambil tes kehamil

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status