Lihat saja nanti!

“Ma–maaf,” ucap Aluna mencoba menepis kecanggungan.

Terlebih, wajah tampan Kaisar terlihat begitu dekat, dan dia bisa melihat dengan jelas sorot khawatir di matanya.

"Anda tidak apa-apa?" tanya Kaisar masih menahan tubuh Aluna agar tidak terjatuh.

Aluna mencoba tersenyum, meskipun dia tahu senyumnya terlihat lemah. "Aku baik-baik saja. Mungkin hanya terlalu lelah.”

Kaisar segera membantu Aluna duduk kembali. "Saya akan siapkan air minum dan obat penenang untuk Anda," katanya dengan nada formal, mencoba menghilangkan suasana canggung.

Aluna meskipun masih merasa pusing, mengangguk pelan. "Terima kasih, Kaisar."

Kaisar lantas berjalan ke dapur kecil di dekat ruang belajar.

Saat kembali dengan segelas air dan obat, dia menahan diri untuk tidak memikirkan apa yang baru saja terjadi. Dia tahu bahwa Aluna adalah wanita milik Betran.

Meskipun hubungan mereka tidak harmonis, Kaisar tidak boleh melibatkan perasaan pribadi dalam situasi ini.

"Minumlah ini, dan pastikan Nona Chandra harus banyak istirahat," ucap Kaisar sambil menyerahkan gelas itu kepada Aluna.

Aluna menerima gelas itu dengan tangan yang sedikit gemetar. "Terima kasih. Aku akan istirahat setelah ini," katanya sambil tersenyum lembut.

Setelah minum obat dan merasa sedikit lebih baik, Aluna berdiri lagi, "Aku harus pulang. Terima kasih banyak, Kaisar karena kamu sudah mengajariku dengan sabar," ucap Aluna.

Kaisar tampak mengangguk. Melihat itu, Aluna pun keluar dari mansion. Hanya saja yang wanita itu tak ketahui adalah Kaisar berdiri di dekat jendela, memperhatikannya punggung Aluna. "Pria bodoh itu bisa-bisanya melepaskan Aluna."

***

Dan, tak terasa, dua minggu telah berlalu.

Aluna kini duduk di ruang tamu dengan televisi yang menyala di depan matanya. Tangannya menggenggam erat remote, sementara tatapannya terpaku pada layar yang kini menampilkan Betran dan Veronica.

"Aku sangat bahagia akhirnya aku dan Veronica resmi menikah." Suara suami Aluna itu terdengar di televisi. "Veronica adalah wanita yang saya cintai, dan akhirnya aku dan dia bisa bersama tanpa hambatan. Saya juga ingin mengumumkan bahwa saya dan Aluna sudah resmi bercerai sejak seminggu yang lalu. Kami sudah memutuskan kesepakatan yang baik, dan saya hanya bisa berharap yang terbaik untuknya."

Brak!

Aluna menaruh remote ke meja. Ia berusaha menahan amarah yang mulai menguasai dirinya. Bisa-bisanya, Betran tanpa ragu mengumumkan hubungannya dengan Veronica kepada media, bahkan tanpa memberitahunya terlebih dahulu. Padahal, keduanya belum resmi bercerai.

Hanya saja, langkah kaki terdengar mendekat, dan tak lama kemudian, ibu mertua Aluna, muncul dengan senyum sinis di wajahnya.

"Nah, akhirnya Betran mengumumkan hubungannya dengan Veronica ke publik." Kania mulai mengejek. "Aku sudah bilang dari awal, kamu itu tidak pantas untuk Kaisar. Lihat sekarang, dia memilih wanita yang lebih baik yaitu Veronica. Wanita dengan status dan kedudukan yang jauh lebih tinggi daripada kamu."

Aluna mengangkat pandangannya, menatap ibu mertuanya dengan tatapan yang tenang, meskipun dalam hatinya ia ingin berteriak.

Namun, ia menahan diri dan membiarkan Kania terus mencemooh dan merendahkannya–seperti biasa.

"Lihat saja Veronica, begitu anggun dan cantik di samping Betran. Mereka adalah pasangan sempurna, cocok untuk dunia bisnis, cocok untuk dipamerkan. Dan kamu? Kamu hanya beban, Aluna. Aku tidak tahu bagaimana bisa Betran bertahan denganmu selama tiga tahun ini."

Aluna mengepalkan tangannya lebih erat, tetapi ia tetap tidak merespons. Ia hanya menghela napas panjang dan mencoba menenangkan dirinya. Kata-kata Kania bukanlah hal baru. Setiap hari, wanita itu selalu berusaha menekannya dengan hinaan dan ejekan.

"Kau benar, Mom!" Aluna akhirnya berkata. "Aku memang bukan Veronica. Aku tidak pernah menjadi Veronica. Tapi aku tidak akan selamanya diam."

Kania tertawa kecil, merendahkan Aluna. "Oh, mau melakukan apa kamu, Aluna? Kamu tidak punya apa-apa sekarang. Kaisar sudah meninggalkanmu, dan semua orang sudah tahu itu. Jadi, berhenti bermimpi."

Aluna hanya tersenyum tipis, meskipun matanya menyimpan api yang sedang menyala-nyala. "Waktu akan berbicara. Kita lihat saja nanti, siapa yang akan menang di akhir."

Kania tertawa lagi, kali ini lebih keras. "Kamu? Menang? Itu lelucon terbaik yang pernah kudengar."

Aluna tidak membalas lagi. Dia tahu bahwa melawan dengan kata-kata hanya akan membuat dirinya tampak lemah. Dia punya rencana yang lebih besar. Dalam hatinya, ia sudah menyusun langkah-langkah yang akan dia ambil untuk membalas semua penghinaan yang diterimanya. Saat ini, dia hanya perlu tetap tenang dan sabar meski Betran dan Veronica semakin sering muncul di media.

Mulai dari mengumumkan hubungan, hingga proyek bisnis besar bersama, seakan-akan mereka adalah pasangan sempurna yang sedang membangun kerajaan.

Setiap kali Aluna melihat pemberitaan itu, amarahnya semakin menggelora, tetapi ia menahannya.

Saat Betran pulang ke rumah, Veronica di sisinya. Mereka tampak begitu mesra. Kania juga ikut bergabung, tampak puas dengan suasana bahagia yang dibuat oleh pasangan pengantin ini.

Aluna berdiri di sudut ruangan, dan Betran melihat Aluna sejenak, lalu mengabaikannya seolah dia tak ada.

Lalu, mereka duduk di meja makan mewah, menikmati hidangan yang telah disiapkan oleh Aluna tadi. Veronica tertawa, sementara Kania memuji-muji menantunya yang baru.

"Kamu tidak lapar, Aluna?" tanya Betran tersenyum mengejek, "Tapi mungkin nanti setelah kami selesai, kamu bisa makan sisa-sisanya."

Aluna tersenyum, menyembunyikan amarah yang meluap di dalam hatinya. "Iya, Mas," sahutnya.

Mereka sama sekali tidak menyadari bahwa di balik senyum tenang Aluna, ada badai yang sedang disiapkan. Aluna bukan lagi wanita yang lemah seperti yang mereka pikirkan. Dia sudah menyusun rencana, dan waktunya akan segera tiba!

"Lihat saja nanti," bisik Aluna dalam hati. "Aku akan membalikkan keadaan."