Bab 19"Maksud Kakak apa? Kalau memang Kakak tidak mampu mengembalikan uang kami itu sekaligus, bilang dong baik-baik, tidak usah pakai bilang kalau Bang Tigor dulu membantu bayar kuliahku. Kapan suamimu bayar uang kuliahku? Terus uang Aku yang kalian pinjam waktu masih lajang apa kabarnya? Kapan Kakak kembalikan? Gak usah Kak berlagak sok, kalau memang tidak mampu. Kalau Kakak baik-baik mintanya, Aku tidak akan kecewa begini, dan ingat! Sampai kapanpun kalau Kakak minta tolong, Aku dan Istriku tidak akan mau lagi membantu kalian." ucap Bang Linggom dengan wajah yang memerah saking marahnya."Baru uang segitu sudah kayak kehilangan uang miliaran saja marahnya, Tenang saja Kau Gom! Sampai kapanpun, ku pastikan aku tidak bakal minta tolong lagi kepadamu dan kepada istrimu yang Preman itu." Kak Desi langsung memutuskan telepon sepihak dari seberang.Bang Linggom geleng-geleng kepala, menerima perlakuan Kakak iparnya tersebut. Sudahlah salah tapi seakan tidak merasa bersalah. Aku tarik n
Bab 20Aku dan suamiku saling pandang, masing-masing kami mengerutkan kening, mungkin pikiran kami sama, berarti kak Desi lah yang telah menahan uang 15 juta tanpa sepengetahuan Bang TigorKalau sudah begini, bakal perang dunia nih, ups salah, perang dalam rumah tangga maksudnya. Hehehe."Iya Bang, 10 juta saja yang dikirimkan Kak Desi, kalau Abang tidak percaya, aku bisa kirim foto bukti resi nya ke Abang,," ucap suamiku datar."Bukan Abang tidak percaya Gom, tapi, Kakakmu itu loh, bilang padaku sudah di transfer semua. Bodoh aku juga sih, gak minta resi transfer ke dia, pantesan dia selalu beli barang-barang baru." ucap Bang Tigor kesal."Bang, bijaklah sebagai suami, peka terhadap perubahan istri, Abang lihat gak, gaya Kak Desi waktu pesta Mitha, mulai dari atas sampai bawah semua serba baru. Harusnya Abang tanya dapat uang darimana belanja sebanyak itu." usul Bang Linggom masih dalam suara datar."Abang sudah tanya Dek, tapi katanya Kak Susi yang beli sebagian, karena hasil cabain
Bab 21 Aku pura-pura tidak mendengar apa yang diucapkan Kak Susi. Lagi pula badanku rasanya capek banget, aku tidak ada tenaga buat berdebat. Biarlah disitu mau berbusa mulut mereka menceritakan aku, masa bodoh lah, lebih baik aku lanjut tidur, entar kalau sudah capek mulutnya paling diam, pikirku. "Gak usah deh Kau pura-pura tidur. Bagi-bagilah resep pelet mu biar aku bisa tidur nyenyak sepertimu walaupun punya anak bayi." sindirnya lagi sambil menggoncang badanku pakai kakinya.Kami bertiga para menantu memang tidur di ruang tengah, sedangkan para suami-suami kami tidur di ruang depan. Sementara Bapak dan Ibu Mertua tidur di kamar."Tolong ya Kak, kalau mau berantem besok pagi saja deh. Sumpah! Aku capek bangat tadi yang jalan kaki itu. Selain itu aku sudah ngantuk. Udah ya Kak, aku duluan tidur," pamit ku dengan penuh penguasaan diri agar tidak terpancing akan sindirannya.Anak Kak Susi semakin menangis keras, mungkin saja karena kecapekan. "Tuh, dengar tuh putri kita. Urus dulu
Bab 22Mataku menohok ke wajah pias kak Desi, kesabaranku sudah hilang selalu dia bilang aku tukang pelet. Dia sendiri yang tidak bisa ngambil hati Mertua, kok aku yang dimusuhi."Entah salah dimana aku mendidik mu, sehingga kau jadi manusia yang tidak punya kasih, Aku malu atas semua sikap dan sifat mu pada Eriska, sekarang minta maaf kalau pernikahan ini masih mau berlanjut." Bang Tigor menatap tajam kak Desi, dengan amarah yang tak terbendung."Puas Kau kan, gara-gara kau suamiku mengancam Aku? Mau kamu apa? Kau mau merayu suamiku dengan pelet mu itu hah?" Kak Desi kalap dan mengangkat tangan ingin menamparku.Tapi aku langsung menangkis tangannya, lalu kupegang pergelangannya dan ku putar tangannya hingga berbunyi. Dia pikir Aku tidak bisa melawan dia, singa kok dibangunkan."Aku tidak menginginkan ini terjadi, tapi karna kakak selalu bilang Aku tukang pelet lah, mau merayu mertua lah, apa pantas seorang Kakak bicara seperti itu kepada adiknya? Kakak pikir Aku takut untuk berontak
Bab 23"Tenangkan hatimu Pak, duduklah dulu." bujuk Ibu mertua kepada kekasih hatinya itu.Ibu mertua memberi kode agar jangan terpancing emosi, dengan menggelengkan kepala dan wajah yang memelas sambil mengusap dada Bapak mertua lembut.'Maaf Amang, Riska minta maaf karena tidak bisa mengontrol emosi,' batinku menoleh ke arah Bapak mertua."Sekarang, puas Kau kan Riska, gara-gara Kau rumah ini jadi ajang keributan, kalau Kau ngak datang ke rumah ini, rumah ini aman dan tentram." ucap kak Susi lantang serta bertolak pinggang sok jago.Ingin rasanya merobek mulut Kak Susi, tapi melihat, wajah Bapak yang tidak seperti biasa, aku hanya mengelus dada dan tidak mau lagi menjawab omongan pedas Kak Susi."Makanya jadi orang tua, Amang dan Inang harus adil dong, jangan memihak ke satu orang menantu saja. Begini jadinya, jangan menasehati orang saja Amang dan Inang bisa, tapi bersikap adil buat anak-anak kalian tidak bisa." Mata kak Susi seperti mau menelan Amang dan Inang saja. "Sekarang kat
Bab 24"Maaf buat semuanya, kalau keberadaan Aku di keluarga ini sering membuat ketidaknyamanan, Kak Susi benar, jujur Amang, Inang, tidak ada keluhan ku tentang Amang dan Inang. Karena semenjak Aku jadi menantu di rumah ini, Aku selalu disayang oleh Amang dan Inang layaknya anak sendiri. Begitu juga sebaliknya, Aku selalu menganggap Amang dan Inang sebagai orang tuaku kandung. Tapi, yang menjadi keluhan ku adalah kakak-kakak yang dua, yaitu Kak Susi dan Kak Desi, aku tidak tau kesalahanku dimana sehingga Kak Susi dan Kak Desi seakan menganggap aku musuh di keluarga ini. Kalau salah, tolong dikasih tahu, agar aku bisa instrospeksi diri ke depan, dan komunikasi kita tetap terjaga baik, itu saja terimakasih." suaraku tenang, aku berusaha tidak gugup agar kedua istri Abang ipar ku ini jangan sampai mengira aku ini takut kepada mereka."Baiklah, sekarang kalau kalian bertiga anak lelakiku, adakah yang mau kalian sampaikan sebelum Bapak dan Mamak menjawab keluhan para menantuku disini?" Ib
Bab 25Semua kami mendekat ke arah Bapak, kecuali kak Desi yang tetap duduk di tempatnya.Bapak tiba-tiba pucat, wajahnya berubah-ubah, sebentar pucat sebentar gelap. "Sakit Mak!" ucapnya lemas menoleh pada Ibu mertua."Linggom pegangin bapakmu, biar Mamak ambil dulu obat bapak di kamar." Bang Linggom mengambil alih kepala bapak di letakkan di pahanya, ibu segera bangkit mengambil obat."Ti-tidak usaah Mak, mungkin sekarang sudah ajal ku, duduklah dulu, Bapak mau bicara." bapak meraih tangan ibu agar duduk kembali."Iya, tapi biar kuambil dulu obatmu." ucap ibu dengan mata berkaca-kaca menahan tangis."Sepertinya hidupku tidak lama lagi, sabar lah sebentar, du-duduklah dulu di dekatku." Bapak seperti memohon kepada ibu.Ya Tuhan, tolong jangan ambil nyawa mertuaku. Sembuhkan beliau dari segala penyakitnya Tuhan. Ampuni hamba atas semua kesalahan hamba, tolong sembuhkan bapak mertuaku ini Tuhan, doaku dalam hati.Air mataku mengalir tanpa bisa dibendung lagi, aku tak sanggup melihat ke
Bab 26"Kumpulkan bajumu, Aku akan mengantarmu pulang ke rumah orang tuamu, tunggu surat cerai dariku di sana" jelas Bang Tigor mengulangi ucapannya. "Akh kamu Bang Tigor, dikit-dikit cerai! Aku perhatikan bela kali Kau sama adik iparmu itu ya? Sudah masuk juga peletnya sama Kau?" tantang Kak Desi tidak mau diam."Aku masih bicara baik-baik ini ya Desi! Kalau Kau tidak mau ku permalukan di kampung ini lekas kumpulin pakaianmu agar ku antar Kau pulang kepada orangtuamu." Wajah Bang Tigor sudah merah padam tandanya marah telah menguasai dirinya."Sudah deh Bang, jangan diperpanjang lagi. Lebih baik nanti Abang dan Kak Desi bicara setelah berdua saja." pinta Bang Linggom memohon."Kau pilih, Kau ku antar atau Kau pulang sendiri kepada orang tuamu?" Bang Tigor tidak menggubris ucapan Bang Linggom.Aduh, bakal perang lagi ini kayaknya, kak Desi kenapa ya tidak ada capek-capek nya nyari masalah terus."Aku heran sama Kau Bang! Harusnya, kak Susi lah yang di usir dari rumah ini, bukan malah