Bab 07"Pak, Mak, kami berangkat ya! Jaga selalu kesehatan, jangan terlalu capek-capek kerjanya." Bang Linggom pamitan kepada Bapak dan Ibunya sembari merangkul mereka satu persatu dengan haru."Iya Nak, baik-baik kalian disana ya Nak! Ingat kalau sedikit saja kalian berbuat buruk di perantauan, maka akan dengan cepat tersiar kabar sampai ke kampung ini. Dan itu akan membuat Bapak dan Ibu malu. Jaga kalianlah kehormatan serta harga diri keluarga kita dengan baik, karena seperti yang kau tahu, Bapak dan ibumu ini hanyalah orang miskin yang hanya punya sedikit ladang buat menyambung hidup. Jadi kalau sampai lagi kalian berbuat buruk di perantauan, itu sama saja mencoreng muka Bapak dan Ibu di kampung ini," ucap Bapak menasehati kami."Baik Pak." Aku dan Bang Linggom kompak menganggukkan kepala."Ini ada sedikit uang, sekedar buat beli gula dan kopi Inang, diterima ya!" Aku memberikan amplop berisi sedikit uang buat Ibu Mertua."Simpanlah Nak, terus darimana kalian punya uang, sementara
Bab 08"Dek, Bang Tigor tadi telpon, katanya mau pinjam uang buat tambahan modal usaha mereka. Nanti setelah dua bulan baru dikembalikan." Bang Linggom cerita saat kami nyantai nonton TV, film laga kesukaanku. Bang Tigor adalah anak kedua Mertuaku yang tinggalnya di Medan."Terus, Bang Linggom, kasih?" tanyaku masih tetap melihat TV."Belum, tadi aku bilang ke Bang Tigor, aku tanya kamu dulu dek." Iyah syukur deh, aku suka dengan cara Bang Linggom, dia itu tidak pernah mau ngambil keputusan sepihak sebelum diskusi padaku. Komitmen kami dari awal berumah tangga memang itu, apapun keadaannya urusan rumah tangga harus melibatkan suami dan isteri. Jangan mentang-mentang suami berpenghasilan lebih, atau suami yang kerja, sehingga tidak menghargai istri, begitupun sebaliknya. "Maunya Bang Linggom sekarang gimana? kita kasih? berapa rupanya mereka minta Bang?" aku menoleh sesaat suamiku lalu kembali fokus ke layar TV melihat aksi pemain laga idolaku. "Kalau ada 50 juta katanya, tap
Bab 09Mendengar perkataan kak Desi, terasa perih di ulu hati ini. Bagaimana mungkin aku mau memisah suamiku yang bersaudara. Mataku panas menahan air yang mendesak keluar. Tidak, aku tidak boleh lemah. Akan ku tunjukkan pada mereka bahwa aku tidak bisa ditindas. Papaku selalu bilang, kalau tidak salah tidak boleh takut."Ya jelas Kak, tidak mungkin sama lagi dong ya, seorang lelaki lajang dengan seorang lelaki yang sudah beristri. Harusnya Kakak tau dan sadar akan hal itu," ucapku dengan tegas."Oh, jadi kamu mau menolak permintaan Bang Tigor tentang pinjaman uang itu hah?" suaranya lantang. Aku menjauhkan ponsel dari telingaku karena suaranya yang melengking itu membuat gendang telingaku rasanya sakit."Kalau iya, kenapa rupanya? Yang punya uang kan aku bukan Kakak?" Sengaja aku berkata demikian, aku mau lihat seperti apa istri ipar ku ini kalau sedang marah."Dasar manusia tidak ada hati, sama kakaknya tidak sopan, besok kalau tidak kamu kirimkan uang yang 50 juta itu, akan ku lapor
Bab 10Dua bulan setelah uang 25 juta itu ku kirim ke rekening Bang Tigor, Mitha adek perempuan bang Linggom datang ke rumah. Tumben tidak ada kabar tiba-tiba sudah nongol. Mitha ini kerja masih satu provinsi dengan kami, tapi beda kecamatan, rencana tahun ini akan menikah dengan seorang lelaki yang bekerja sebagai karyawan di PT perkebunan swasta daerah ujung batu. Sedangkan kami tinggal di Bagan Batu Riau.Sebulan lalu, aku sudah melahirkan Putri pertama ku. Dan sudah satu bulan ini juga ibu mertua menemaniku di rumah. Aku merasa beruntung punya mertua yang baik dan perhatian. Dan dari ibu Mertua lah aku tau bahwa Mitha mau menikah di tahun ini."Wih ... Ternyata Mama belum pulang toh?" Mita langsung masuk dan duduk di sofa, tanpa memberi salam kepada kami yang ada di rumah."Iya, kasihan kakakmu sendirian di rumah, sementara abangmu, setiap hari pulang malam," ucap Ibu Mertua meminum susunya yang barusan aku suguhkan sesaat sebelum Mita datang."Mak, minggu depan keluarga Bang Ald
Bab 11"Tunduk aturan ...? Hello ... emang loe siapa gua? sehingga gue harus tunduk? mimpi jangan ketinggian Kak, apa karna Kakak menantu tertua, lantas aku harus tunduk? Kalian salah, kalau mengharap aku akan tunduk pada kalian, demi apapun aku tidak bakal tunduk pada kalian, ingat itu!" ucapku penuh dengan penekanan."Kita lihat saja nanti, apakah kesombongan mu ini akan berlanjut, kalau kamu tidak turut pada aturan ku!" Tutt ...Kak Susi mematikan telpon sepihak. Ya syukurlah, daripada hanya menambah pikiran, bila perlu tidak usah komunikasi, kalau ketemuan baru bertegur sapa. Aku rasa itu lebih baik untuk menjaga silaturahmi tetap baik."Riska, maafkan Susi dan Desi, tidak usah diambil hati omongan mereka, mereka berdua memang seperti itu, selalu kompak kalau mau menindas seseorang. Kadang Mama iri dengan orang lain, punya menantu bisa akur semua, sedangkan menantuku entahlah, Susi dan Desi seperti orang lain jika berhadapan dengan aku, tidak seperti Riska yang sudah seperti anak
Bab 12"Keluar sekarang dari rumah ini!"Wajah bang Linggom merah, capek dari kerjaan disuguhi adik model gini jelas mengundang emosi. Aku gemetaran, seumur-umur sejak kenal suamiku, belum pernah aku melihatnya se marah ini. Mau mendekati dia saja rasanya aku takut."Memang sejak tadi aku sudah mau pulang kok, benar kata kak Desi, istrimu yang preman ini telah mengguna-gunai Abang dan Mamak sehingga Mamak tidak lagi sayang padaku dan Abang juga tidak lagi peduli pada saudara," sahut Mita dengan suara lantang.Mitha menunjuk aku seakan aku biang kerok pertengkaran mereka. Aduh ... Kok gak nyambung gini ya perdebatan nya. Mertua betah bersamaku di kata sudah aku pelet. Suami akur denganku di bilang juga ku pelet. Dasar manusia-manusia aneh."Plak..."Kali ini satu tamparan ibu mendarat di pipi mulus adik ipar, membuat aku semakin melongo melihatnya, kenapa jadi main tangan ya? Ngeri deh yah. Iya juga sih, mulut adik ipar ini terlalu berbisa, kalau tidak ada ibu sekarang disini, mungkin
Bab 13Aku mendekati Mitha, jiwa barbar ku sudah meronta-ronta minta pelampiasan. Ku mulai dari menarik rambut coklat miliknya, kutarik setengah kuat, lalu ku hempaskan membuat dia hampir saja terjatuh."Dengar! sebelum Kamu datang ke rumah ini tidak pernah ada keributan disini. Sekarang kamu datang membawa keributan dan memfitnah aku. Itu pintu keluar, silahkan keluar dari rumah ini sekarang juga, karena aku tidak sudi menerima tamu seperti mu. Makananku kau makan, barangku mau kau pinjam tapi kau terang-terangan fitnah aku. Maksudmu apa?" Aku semakin mendekatkan diri kepada Mitha, aku lihat dia mulai menjauhkan diri bergeser memberi jarak dariku."Maksudku, karena kau Istri dari Abangku, tentu yang Kau punya adalah hasil keringat saudaraku, jadi Aku berhak atas itu, masih mending Aku pinjam, kalau Aku mau barang-barang mu ini pun, bisa aku ambil untukku, bila perlu aku rampas darimu, karena aku lebih dulu saudaranya sejak kecil, daripada kau dikenal setelah Abangku dewasa." jawabnya
Bab 14Mitha diam menunduk dan mulai terisak. Sesekali dia batuk dan mengusap air mata di pipinya dengan tisu yang ada di meja. "Kalau Kau tidak mau meminta maaf, sekarang pergi Kau dari rumah ini! Terserah mau kemana. Tapi, jangan harap Mamak akan menerima baik lamaran calon suamimu. Biarlah Bapak dan Abangmu serta Kakak iparmu yang di kampung menerima kedatangan mereka. Karena aku masih lebih baik disini untuk menghindari acara lamaranmu itu, daripada pulang mengurusi manusia yang tidak punya akhlak seperti mu. Carilah Mamak yang pantas buatmu, yang bisa memberikan apa yang kau inginkan. Kalau memang selama ini, sebagai Mamak, Aku tidak bisa memenuhi keinginanmu, maafkan Aku, karena hanya begitulah kemampuan yang bisa kulakukan untuk memperjuangkan kalian, hingga Kau tamat Diploma."Ibu semakin terisak, Bang Linggom juga kembali memeluk Ibu Mertua, aku duduk dekat Ibu dengan air mata mengalir, sedangkan Mitha masih terus terisak, dan kali ini tangisannya semakin pecah. Mitha terdu