Bab 12"Keluar sekarang dari rumah ini!"Wajah bang Linggom merah, capek dari kerjaan disuguhi adik model gini jelas mengundang emosi. Aku gemetaran, seumur-umur sejak kenal suamiku, belum pernah aku melihatnya se marah ini. Mau mendekati dia saja rasanya aku takut."Memang sejak tadi aku sudah mau pulang kok, benar kata kak Desi, istrimu yang preman ini telah mengguna-gunai Abang dan Mamak sehingga Mamak tidak lagi sayang padaku dan Abang juga tidak lagi peduli pada saudara," sahut Mita dengan suara lantang.Mitha menunjuk aku seakan aku biang kerok pertengkaran mereka. Aduh ... Kok gak nyambung gini ya perdebatan nya. Mertua betah bersamaku di kata sudah aku pelet. Suami akur denganku di bilang juga ku pelet. Dasar manusia-manusia aneh."Plak..."Kali ini satu tamparan ibu mendarat di pipi mulus adik ipar, membuat aku semakin melongo melihatnya, kenapa jadi main tangan ya? Ngeri deh yah. Iya juga sih, mulut adik ipar ini terlalu berbisa, kalau tidak ada ibu sekarang disini, mungkin
Bab 13Aku mendekati Mitha, jiwa barbar ku sudah meronta-ronta minta pelampiasan. Ku mulai dari menarik rambut coklat miliknya, kutarik setengah kuat, lalu ku hempaskan membuat dia hampir saja terjatuh."Dengar! sebelum Kamu datang ke rumah ini tidak pernah ada keributan disini. Sekarang kamu datang membawa keributan dan memfitnah aku. Itu pintu keluar, silahkan keluar dari rumah ini sekarang juga, karena aku tidak sudi menerima tamu seperti mu. Makananku kau makan, barangku mau kau pinjam tapi kau terang-terangan fitnah aku. Maksudmu apa?" Aku semakin mendekatkan diri kepada Mitha, aku lihat dia mulai menjauhkan diri bergeser memberi jarak dariku."Maksudku, karena kau Istri dari Abangku, tentu yang Kau punya adalah hasil keringat saudaraku, jadi Aku berhak atas itu, masih mending Aku pinjam, kalau Aku mau barang-barang mu ini pun, bisa aku ambil untukku, bila perlu aku rampas darimu, karena aku lebih dulu saudaranya sejak kecil, daripada kau dikenal setelah Abangku dewasa." jawabnya
Bab 14Mitha diam menunduk dan mulai terisak. Sesekali dia batuk dan mengusap air mata di pipinya dengan tisu yang ada di meja. "Kalau Kau tidak mau meminta maaf, sekarang pergi Kau dari rumah ini! Terserah mau kemana. Tapi, jangan harap Mamak akan menerima baik lamaran calon suamimu. Biarlah Bapak dan Abangmu serta Kakak iparmu yang di kampung menerima kedatangan mereka. Karena aku masih lebih baik disini untuk menghindari acara lamaranmu itu, daripada pulang mengurusi manusia yang tidak punya akhlak seperti mu. Carilah Mamak yang pantas buatmu, yang bisa memberikan apa yang kau inginkan. Kalau memang selama ini, sebagai Mamak, Aku tidak bisa memenuhi keinginanmu, maafkan Aku, karena hanya begitulah kemampuan yang bisa kulakukan untuk memperjuangkan kalian, hingga Kau tamat Diploma."Ibu semakin terisak, Bang Linggom juga kembali memeluk Ibu Mertua, aku duduk dekat Ibu dengan air mata mengalir, sedangkan Mitha masih terus terisak, dan kali ini tangisannya semakin pecah. Mitha terdu
Bab 15"Seperti kata Abangmu tadinya Mit, berucap itu mah gampang, tapi kami mau lihat bagaimana sikapmu kedepan itu yang utama. sebagai saudara, sebelum kamu minta maaf juga tentu kami sudah lebih dulu memaafkan mu, tapi kalau tetap sikapmu masih begitu-begitu saja, maka kata maafmu ini tidak ada artinya. Silahkan merenung malam ini, pikirkan, seandainya Aku ada diposisi mu bagaimana kamu akan bersikap.Sudahlah Mit, abangmu belum makan sepulang kerja, Aku mau melayani suamiku dulu, kalaupun kalian bilang aku tukang pelet terserah kalianlah, bagiku kedua mertua sudah aku anggap sebagai orang tuaku kandung, begitupun hubunganku dengan suamiku semoga baik selalu. Itu sudah lebih dari cukup buatku, kalau masalah saudara, kalian peduli pada kami yah kami peduli pada kalian, kalau kalian bisanya memfitnah, cukup tahu sajalah bahwa sampai begitulah kelas kalian." ucapku setelah menepis halus tangan Mitha."Tapi kak ..."Belum selesai Mitha bicara, Bang Linggom langsung memotong pembicaraan
Bab 16Aku beranjak ke kamar, sementara Bang Linggom masih di ruang depan bersama Ibu Mertua. Sengaja kuberikan waktu untuk mereka berdua siapa tahu ada yang mau mereka bicarakan, bisa saja ibu sungkan karena ada aku di sana.10 menit berikutnya, Bang Linggom sudah masuk ke kamar kami, aku yang melipat popok bayi kaget melihat reaksi Bang Linggom yang tiba-tiba memeluk ku dari belakang."Terimakasih ya Dek, karena sudah menjadi bagian keluarga ini. Terimakasih sudah menjadi istri yang baik untukku dan menantu yang peduli kepada Bapak dan Mamak Ku. Maafkan kalau Aku masih banyak kekurangan, belum mampu membahagiakan kamu seperti yang kamu inginkan." lirihnya dekat telingaku."Abang ngomong apa sih. Abang itu adalah suami terbaik buatku. Saat saudara yang lain berusaha memfitnahku, Abang selalu ada untuk membelaku. Itu sudah lebih dari cukup buatku Bang, tetaplah seperti itu, mari saling percaya dan saling menghargai di antara kita berdua, agar rumah tangga kita ini tetap damai." Aku b
Bab 17Pagi ini, aku lebih dulu bangun, aku lihat Ibu Mertua masih tidur di dekat cucunya. Aku membenarkan selimut yang sudah tidak lagi menutup badan Ibu tua tersebut. Sepintas aku teringat akan chating Kak Susi dan Kak Desi tadi malam, rasanya tidak mungkin Ibu ini akan bersekongkol dengan Mitha hanya untuk mendapatkan uang dariku. Sementara selama ini aku tidak pernah pelit kepada kedua Mertuaku.Daripada pusing mikirin yang tidak jelas, akh mending masak saja dulu, nanti bisa dibicarakan kalau sudah pada ngumpul dan suasana hati sudah pada senang.Dengan sukacita bernyanyi kecil, aku ke dapur memasak kesukaan Ibu, yaitu ikan mas arsik, masakan khas suku Batak, lengkap dengan andaliman yang kebetulan dibawa oleh beliau dari kampung. Sengaja ikannya aku lebihkan, biar bisa dibawa sebagian ke kampung. Jadi nanti setiba di kampung ibu mertua tidak perlu lagi masak, biar tidak capek. Soalnya Ikan Arsik ini kalau sampai kering kita masak, bisa tahan hingga 3 hari tidak akan basi.Semua
Bab 18"Nanti, biar Abang saja yang mengambil tiket Mamak ya Dek, sekalian aku nanti mau keluar beli oleh-oleh itu buat Mak bawa ke kampung." ucap Bang Linggom setelah rapi hendak berangkat kerja."Iya Bang, kalau bisa pagi inilah , takutnya nanti kehabisan tiket busnya. Karena dari sini ke kampung kita kan hanya satu bus aja, kasian nanti Inang klo harus nyambung bus lagi." sahutku memberi tanggapan akan ucapan suamiku itu."Ya Dek""Nanti Abang ijin setengah hari aja kerja, biar kita bisa bareng-bareng antar Mak ke loket.""Oh ya Dek, masalah uang yang pakai Bang Tigor dan Kak Desi, tolong kamu ingatin ya. Tadi malam sudah Abang telpon, katanya pagi ini dibayar, Klo sampai siang tidak ada kabar, telpon saja mereka, biar tidak terlalu lalai." lanjutnya lagi."Iya Bang, nanti Aku telfon." sahutku masih dalam hati kesal kepada istri-istrinya Abang ipar tapi karena ini masih pagi, aku menahan diri dalam diam, agar suasana hati tetap damai, dan suami berangkat kerja tidak kepikiran.Sele
Bab 19"Maksud Kakak apa? Kalau memang Kakak tidak mampu mengembalikan uang kami itu sekaligus, bilang dong baik-baik, tidak usah pakai bilang kalau Bang Tigor dulu membantu bayar kuliahku. Kapan suamimu bayar uang kuliahku? Terus uang Aku yang kalian pinjam waktu masih lajang apa kabarnya? Kapan Kakak kembalikan? Gak usah Kak berlagak sok, kalau memang tidak mampu. Kalau Kakak baik-baik mintanya, Aku tidak akan kecewa begini, dan ingat! Sampai kapanpun kalau Kakak minta tolong, Aku dan Istriku tidak akan mau lagi membantu kalian." ucap Bang Linggom dengan wajah yang memerah saking marahnya."Baru uang segitu sudah kayak kehilangan uang miliaran saja marahnya, Tenang saja Kau Gom! Sampai kapanpun, ku pastikan aku tidak bakal minta tolong lagi kepadamu dan kepada istrimu yang Preman itu." Kak Desi langsung memutuskan telepon sepihak dari seberang.Bang Linggom geleng-geleng kepala, menerima perlakuan Kakak iparnya tersebut. Sudahlah salah tapi seakan tidak merasa bersalah. Aku tarik n