Bab 15"Seperti kata Abangmu tadinya Mit, berucap itu mah gampang, tapi kami mau lihat bagaimana sikapmu kedepan itu yang utama. sebagai saudara, sebelum kamu minta maaf juga tentu kami sudah lebih dulu memaafkan mu, tapi kalau tetap sikapmu masih begitu-begitu saja, maka kata maafmu ini tidak ada artinya. Silahkan merenung malam ini, pikirkan, seandainya Aku ada diposisi mu bagaimana kamu akan bersikap.Sudahlah Mit, abangmu belum makan sepulang kerja, Aku mau melayani suamiku dulu, kalaupun kalian bilang aku tukang pelet terserah kalianlah, bagiku kedua mertua sudah aku anggap sebagai orang tuaku kandung, begitupun hubunganku dengan suamiku semoga baik selalu. Itu sudah lebih dari cukup buatku, kalau masalah saudara, kalian peduli pada kami yah kami peduli pada kalian, kalau kalian bisanya memfitnah, cukup tahu sajalah bahwa sampai begitulah kelas kalian." ucapku setelah menepis halus tangan Mitha."Tapi kak ..."Belum selesai Mitha bicara, Bang Linggom langsung memotong pembicaraan
Bab 16Aku beranjak ke kamar, sementara Bang Linggom masih di ruang depan bersama Ibu Mertua. Sengaja kuberikan waktu untuk mereka berdua siapa tahu ada yang mau mereka bicarakan, bisa saja ibu sungkan karena ada aku di sana.10 menit berikutnya, Bang Linggom sudah masuk ke kamar kami, aku yang melipat popok bayi kaget melihat reaksi Bang Linggom yang tiba-tiba memeluk ku dari belakang."Terimakasih ya Dek, karena sudah menjadi bagian keluarga ini. Terimakasih sudah menjadi istri yang baik untukku dan menantu yang peduli kepada Bapak dan Mamak Ku. Maafkan kalau Aku masih banyak kekurangan, belum mampu membahagiakan kamu seperti yang kamu inginkan." lirihnya dekat telingaku."Abang ngomong apa sih. Abang itu adalah suami terbaik buatku. Saat saudara yang lain berusaha memfitnahku, Abang selalu ada untuk membelaku. Itu sudah lebih dari cukup buatku Bang, tetaplah seperti itu, mari saling percaya dan saling menghargai di antara kita berdua, agar rumah tangga kita ini tetap damai." Aku b
Bab 17Pagi ini, aku lebih dulu bangun, aku lihat Ibu Mertua masih tidur di dekat cucunya. Aku membenarkan selimut yang sudah tidak lagi menutup badan Ibu tua tersebut. Sepintas aku teringat akan chating Kak Susi dan Kak Desi tadi malam, rasanya tidak mungkin Ibu ini akan bersekongkol dengan Mitha hanya untuk mendapatkan uang dariku. Sementara selama ini aku tidak pernah pelit kepada kedua Mertuaku.Daripada pusing mikirin yang tidak jelas, akh mending masak saja dulu, nanti bisa dibicarakan kalau sudah pada ngumpul dan suasana hati sudah pada senang.Dengan sukacita bernyanyi kecil, aku ke dapur memasak kesukaan Ibu, yaitu ikan mas arsik, masakan khas suku Batak, lengkap dengan andaliman yang kebetulan dibawa oleh beliau dari kampung. Sengaja ikannya aku lebihkan, biar bisa dibawa sebagian ke kampung. Jadi nanti setiba di kampung ibu mertua tidak perlu lagi masak, biar tidak capek. Soalnya Ikan Arsik ini kalau sampai kering kita masak, bisa tahan hingga 3 hari tidak akan basi.Semua
Bab 18"Nanti, biar Abang saja yang mengambil tiket Mamak ya Dek, sekalian aku nanti mau keluar beli oleh-oleh itu buat Mak bawa ke kampung." ucap Bang Linggom setelah rapi hendak berangkat kerja."Iya Bang, kalau bisa pagi inilah , takutnya nanti kehabisan tiket busnya. Karena dari sini ke kampung kita kan hanya satu bus aja, kasian nanti Inang klo harus nyambung bus lagi." sahutku memberi tanggapan akan ucapan suamiku itu."Ya Dek""Nanti Abang ijin setengah hari aja kerja, biar kita bisa bareng-bareng antar Mak ke loket.""Oh ya Dek, masalah uang yang pakai Bang Tigor dan Kak Desi, tolong kamu ingatin ya. Tadi malam sudah Abang telpon, katanya pagi ini dibayar, Klo sampai siang tidak ada kabar, telpon saja mereka, biar tidak terlalu lalai." lanjutnya lagi."Iya Bang, nanti Aku telfon." sahutku masih dalam hati kesal kepada istri-istrinya Abang ipar tapi karena ini masih pagi, aku menahan diri dalam diam, agar suasana hati tetap damai, dan suami berangkat kerja tidak kepikiran.Sele
Bab 19"Maksud Kakak apa? Kalau memang Kakak tidak mampu mengembalikan uang kami itu sekaligus, bilang dong baik-baik, tidak usah pakai bilang kalau Bang Tigor dulu membantu bayar kuliahku. Kapan suamimu bayar uang kuliahku? Terus uang Aku yang kalian pinjam waktu masih lajang apa kabarnya? Kapan Kakak kembalikan? Gak usah Kak berlagak sok, kalau memang tidak mampu. Kalau Kakak baik-baik mintanya, Aku tidak akan kecewa begini, dan ingat! Sampai kapanpun kalau Kakak minta tolong, Aku dan Istriku tidak akan mau lagi membantu kalian." ucap Bang Linggom dengan wajah yang memerah saking marahnya."Baru uang segitu sudah kayak kehilangan uang miliaran saja marahnya, Tenang saja Kau Gom! Sampai kapanpun, ku pastikan aku tidak bakal minta tolong lagi kepadamu dan kepada istrimu yang Preman itu." Kak Desi langsung memutuskan telepon sepihak dari seberang.Bang Linggom geleng-geleng kepala, menerima perlakuan Kakak iparnya tersebut. Sudahlah salah tapi seakan tidak merasa bersalah. Aku tarik n
Bab 20Aku dan suamiku saling pandang, masing-masing kami mengerutkan kening, mungkin pikiran kami sama, berarti kak Desi lah yang telah menahan uang 15 juta tanpa sepengetahuan Bang TigorKalau sudah begini, bakal perang dunia nih, ups salah, perang dalam rumah tangga maksudnya. Hehehe."Iya Bang, 10 juta saja yang dikirimkan Kak Desi, kalau Abang tidak percaya, aku bisa kirim foto bukti resi nya ke Abang,," ucap suamiku datar."Bukan Abang tidak percaya Gom, tapi, Kakakmu itu loh, bilang padaku sudah di transfer semua. Bodoh aku juga sih, gak minta resi transfer ke dia, pantesan dia selalu beli barang-barang baru." ucap Bang Tigor kesal."Bang, bijaklah sebagai suami, peka terhadap perubahan istri, Abang lihat gak, gaya Kak Desi waktu pesta Mitha, mulai dari atas sampai bawah semua serba baru. Harusnya Abang tanya dapat uang darimana belanja sebanyak itu." usul Bang Linggom masih dalam suara datar."Abang sudah tanya Dek, tapi katanya Kak Susi yang beli sebagian, karena hasil cabain
Bab 21 Aku pura-pura tidak mendengar apa yang diucapkan Kak Susi. Lagi pula badanku rasanya capek banget, aku tidak ada tenaga buat berdebat. Biarlah disitu mau berbusa mulut mereka menceritakan aku, masa bodoh lah, lebih baik aku lanjut tidur, entar kalau sudah capek mulutnya paling diam, pikirku. "Gak usah deh Kau pura-pura tidur. Bagi-bagilah resep pelet mu biar aku bisa tidur nyenyak sepertimu walaupun punya anak bayi." sindirnya lagi sambil menggoncang badanku pakai kakinya.Kami bertiga para menantu memang tidur di ruang tengah, sedangkan para suami-suami kami tidur di ruang depan. Sementara Bapak dan Ibu Mertua tidur di kamar."Tolong ya Kak, kalau mau berantem besok pagi saja deh. Sumpah! Aku capek bangat tadi yang jalan kaki itu. Selain itu aku sudah ngantuk. Udah ya Kak, aku duluan tidur," pamit ku dengan penuh penguasaan diri agar tidak terpancing akan sindirannya.Anak Kak Susi semakin menangis keras, mungkin saja karena kecapekan. "Tuh, dengar tuh putri kita. Urus dulu
Bab 22Mataku menohok ke wajah pias kak Desi, kesabaranku sudah hilang selalu dia bilang aku tukang pelet. Dia sendiri yang tidak bisa ngambil hati Mertua, kok aku yang dimusuhi."Entah salah dimana aku mendidik mu, sehingga kau jadi manusia yang tidak punya kasih, Aku malu atas semua sikap dan sifat mu pada Eriska, sekarang minta maaf kalau pernikahan ini masih mau berlanjut." Bang Tigor menatap tajam kak Desi, dengan amarah yang tak terbendung."Puas Kau kan, gara-gara kau suamiku mengancam Aku? Mau kamu apa? Kau mau merayu suamiku dengan pelet mu itu hah?" Kak Desi kalap dan mengangkat tangan ingin menamparku.Tapi aku langsung menangkis tangannya, lalu kupegang pergelangannya dan ku putar tangannya hingga berbunyi. Dia pikir Aku tidak bisa melawan dia, singa kok dibangunkan."Aku tidak menginginkan ini terjadi, tapi karna kakak selalu bilang Aku tukang pelet lah, mau merayu mertua lah, apa pantas seorang Kakak bicara seperti itu kepada adiknya? Kakak pikir Aku takut untuk berontak