"Sampai kapan kamu akan menjadi benalu bagi Mas Hanan?" Tanya Mbak Lita sore itu saat Mas Hanan belum pulang dari luar kota.Beberapa minggu belakang ini, pria itu memang rajin pulang terlambat dengan alasan lembur dan juga dinas keluar kota."Apa maksudnya, Mbak?" Aku bertanya tidak mengerti."Jangan pura-pura bego. Aku tahu, sebenarnya kamu itu hanya istri dalam buku nikah. Kamu tidak ada di hati Mas Hanan. Di hatinya hanya ada diriku. Untuk apa kamu tetap bertahan di rumah ini kalau bukan jadi benalu buat calon suamiku."Gara-gara keberadaan kamu, hingga kini kami belum bisa menikah. Kau tahu berapa usianya sekarang? hampir tiga puluh enam tahun. Jika kami terus menunda pernikahan, bisa-bisa di atas usia empat puluh tahun tahun Mas Hanan baru memiliki buah hati lalu saat dia sudah masanya pensiun anaknya baru masuk usia SD. "Kamu mau anak Mas Hanan dikira cucunya oleh orang lain. Belum lagi dia sudah tidak produktif dan akan kesulitan untuk memenuhi biaya pendidikan dan kehidupan
POV Hanan Rumahku yang tadinya sepi makin tampak sepi tanpa keberadaan Husniah. Bayangan dirinya yang selalu berkelebat dengan menggunakan rok panjang dan kerudung itu tak lagi bisa kunikmati. Sudah hampir enam bulan perempuan itu menghilang dari kehidupanku, tak bisa kutemukan jejaknya di manapun. Dulu, dia adalah gadis kecil yang saat kutinggalkan dan kuabaikan, dia menungguku dengan tangisan di sebuah masjid. Namun sekarang, dia menjelma menjadi wanita dewasa yang tak kutemukan di mana-mana.Seminggu setelah kepergiannya aku mencarinya ke kampus. Sengaja menunggu seharian di tempatnya menuntut ilmu itu, namun tak kutemukan sosoknya keluar ataupun masuk dari tempat itu. Aku malah bertemu dengan laki-laki yang pernah aku lihat bersamanya dulu, Wisnu.Dari pria itu pun aku tak dapat menemukan jejak husnia selain ejekan darinya."Kamu suami macam apa yang tidak tahu apa saja yang terjadi dengan istrinya. Husniah tak lagi kuliah di sini," ucapnya dengan nada sinis.Secara usia, aku pa
Mataku bersitatap dengan mata bening itu, jika bukan ingat di kantor, ingin rasanya aku berlari ke arahnya dan memeluknya. Tak akan kubiarkan dia pergi lagi dan akan kuungkapkan semua perasaan yang ada di dalam hatiku. Perasaan yang selama ini kupendam karena rasa gengsi. Bagaimana tidak gengsi, dulu aku menghinanya lalu tiba-tiba mengaguminya. Bahkan saat aku ingin memulai kehidupan rumah tangga yang baru dengannya, kukatakan demi Ibu bukan karena perasaanku padanya.Husniah tampak anggun dengan balutan pakaian kerja yang menutup seluruh tubuhnya. Rok berwarna abu-abu dengan atasan berwarna putih yang dimasukkan kedalam bawahan, serta kardigan dan jilbab yang memiliki warna senada dengan roknya. Membuat tampilannya tampak elegan. Dia istri yang dulu tak pernah kuinginkan."Selamat datang Bidadari Surga, mari sini tempat dudukmu di sini," ucap Abbas sambil menarik kursi di bagian meja yang memang diperuntukkan untuk karyawan baru. Dua hari yang lalu karyawan lama sudah resign karena
"Maaf kakiku tiba-tiba, kram." Aku berujar seraya menyembunyikan tanganku yang masih mengengam tangan Husniah ke belakang tubuhku. "Maklum udah tua," sambungku sambil tertawa. Untung saja mereka lebih fokus ke bagian atas tubuh kami daripada melihat ke bagian bawah sehingga mereka tidak sadar jika aku masih menganggap erat tangan husniah. Semua orang tertawa mendengar ucapanku, demi kamu aku rela mempermalukan diriku sendiri, Nia. Ah, anggap saja ini balasan dari Yang Kuasa karena dulu aku menyakiti kamu dengan mengatakan pada orang lain kalau kamu pembantuku. Aku berharap dengan semua yang aku lakukan, Allah akan melunakkan hatimu untuk kembali padaku. "Ya ampun, Han, baru juga berdiri sebentar di dalam lift dah kram aja. Bagaimana kalau berdiri sambil meluk istri, lalu mengendongnya ke kamar kemudian ...."Buggh !! pukulan dari Lita menghentikan ucapan Abbas, yang makin ke sini makin ke sana. Omongannya selalu melantur kehal-hal yang vul-gar, dasar penganut one night stand."Kon
Kutepikan mobil dan kuhentikan lajunya mendengar ancaman Husniah. Tak akan kubiarkan ancaman itu menjadi kenyataan bagaimanapun caranya, jika Husniah benar-benar melakukannya, kupastikan aku akan dengan mudah kehilangan dirinya."Nia, kenapa kamu jadi seperti ini. Kupikir beberapa bulan sebelum kau pergi, hubungan kita sudah membaik. Lalu kenapa tiba-tiba saja kamu pergi begitu saja?" Aku masih penasaran dengan alasan kepergiannya."Bukankah kita sepakat untuk memulai semuanya dari awal," imbuhku lagi. "Kamu pendusta, Mas. Apa yang kamu katakan padaku berbeda dengan yang kamu katakan padanya," ucap Husniah dengan nada sengit. "Padanya siapa? Lita maksudmu? Aku sudah menyelesaikan masalahku dengannya, Nia.""Bohong!" "Aku tidak bohong padamu, Nia." Kuraih tangan yang sejak tadi berada di atas pangkuannya. Mengengamnya dengan erat meskipun dia ingin menolaknya. Kupikir cara ini akan efektif supaya dia mau mendengar semua ucapkanku."Maafkan aku tidak menemanimu saat wisuda, aku lupa
Tawa Abbas bergema saat mendengar jawaban dari Husniah. Semua orang tahu dengan sifat Abbas, jadi mereka abai jika pria itu melakukan apapun. Dia hanya sering bercanda dan berbicara sesuka hati, tapi bukan sok-sokan atau menghina karyawan lain.Apa yang lucu dari perkataan Husniah, kenapa dia tertawa sekeras itu. Apa dia tidak percaya Husniah sudah menikah? Bagaimana reaksinya saat tahu kalau aku suaminya."Kamu masih terlalu muda untuk menjadi seorang istri. Bukankah usiamu baru menjelang dua puluh empat tahun. Rata-rata wanita karir belum menikah di usia itu, lihat saja itu si Lita udah dua puluh sembilan tahun masih belum menikah juga.Kenapa Abbas malah membanding-bandingkan Lita dengan Husniah, sih."Saya menikah saat masih unyu-unyu dan bulukan, Pak," jawab Husniah."Unyu-unyu dan bulukan." Abbas membeo ucapan Husniah. "Iya saya menikah saat berusia sembilan belas tahun, baru menjelang dua puluh tahun jawab Husni Yang sejujurnya."Lalu dimana suamimu, kok aku tidak pernah melih
"Diam-diam kamu menghanyutkan juga, ya Han. Apa kalian ...." "Berpikirlah sesukamu," potongku cepat. Fokusku pada Abbas langsung teralihkan saat merasakan getaran di ponselku. Segera kuambil benda itu dan melihat siapa yang menghubungi. Pesan dari Husniah, gadis itu ke kamar mandi membawa telepon genggam. ~Kira-kira apa yang dipikirkan Pak Abbas ya, saat melihat kita berpegang tangan tadi. Pasti dia menganggapku wanita murahan ~~Tak akan kubiarkan itu terjadi, dia bukan tipe pria yang gampang melabeli orang lain~ Kuketik cepat pesan balasan dan kukirm padanya. ~Memangnya, apa yang akan kau lakukan, Mas?~~Akan aku katakan yang sebenarnya padanya, dia akan mengerti dan membantu kita tetap menyembunyikan hal ini. Abbas itu baik, hanya tampilannya saja yang seperti itu, tapi hatinya baik.~Kukirim pesan panjang lebar pada Husniah. ~Sejak kapan kamu bisa menilai hati orang, bukannya kamu biasa melihat orang dari tampilan luarnya~Jlebb! Kata-katanya selalu menusuk jantungku. ~Sej
"Hai gadis pintar, gimana kejutanku," tanya Wisnu.Sengaja kupelankan langkah agar tidak segera keluar dari ruangan ini. Kami baru saja berkumpul di ruang meeting dalam rangka wakil direktur memperkenalkan diri. "Jadi semua ini kerjaan Kak Wisnu, perusahaan di luar kota yang katanya sedang cari pegawai itu akal-akalan Kakak juga?" Tanya Husniah. Jadi Wisnu juga yang merekomendasikan pekerjaan ini pada Husniah tanpa sepengetahuan gadis itu. "Iya, keren kan aku," jawab Wisnu. "Kok Kakak gak bilang-bilang.""Kamu gak nanya, lagipula apa kamu mau kalau tahu akan hal itu. Padahal waktu itu kamu perlu segera pekerjaan bukan?" Ck terdengar Husniah berdecak. "Pak Hanan, apa masih ada yang mau dibicarakan? Kalau tidak ada tolong segera tutup pintunya," seru Wisnu padaku. Aku memang sudah di depan pintu, sudah membukanya tapi dengan begonya masih berdiri di sini mencoba mencuri dengar obrolan Husniah dan Wisnu. Ada rasa tak rela saat meninggalkan istriku berdua saja dengannya. Jika diba