"Tapi aku cuma di rumah saja lho, Mas paling keluar kamarnya," ungkap Latifa. "Iya, Sayang aku tahu. Pakai blazer paling tidak, ya sama jilbab instan. Antisipasi ada tamu dadakan berkunjung ke rumah ortu, kamu juga." Harsa dengan sabar mengingatkan Latifa. Pria itu merasa memiliki hak akan Latifa yang masih sah menjadi istrinya itu."Iya! Nanti pakai blazer dan jilbab instan pas keluar kamar," ungkap Latifa.Wanita itu menjawab dengan nad ketusnya. Meski demikian Latifa bahagia sebab Harsa masih perduli padanya.'Ulang tahun nanti mau kado, apa?"tanya Harsa pada Latifa."Bertanya? Memang punya uang?"Latifa menjawab dengan nada setengah mengejek. Ia tahu keadaan keuangan suaminya masih belum pulih sehingga dirinya tak pernah membahas perihal yang terbilang sensitif itu."Siapa tahu rejeki istri Sholehah ku bagus?" Harsa terkekeh. Ia tahu pertanyaan Latifa tadi bukan bermaksud mengejek keadaanya meski sangat jelas terdengar seperti sindiran untuknya."Aku nggak ada permintaan, Mas sa
Fadil mengirimkan notifikasi pesan pada Latifa selang beberapa menit Latifa membuka bingkisan darinya."Gimana, Kamu suka?"tanya Fadil pada notifikasi pesan untuk Latifa.Latifa yang sedang mencoba jam tangan pemberian Fadil itu langsung melepaskannya. Kemudian wanita itu merapikan bingkisan itu kembali.Latifa keluar dari ruang pribadi menuju ruangan Fadil berada.Ceklek ....Pintu ruangan Fadil Latifa buka setelah terlebih dahulu ia ketuk. "Kamu suka?"sambut Fadil.Pria itu tersenyum bahagia mendapati wanita yang dicintai sampai datang ke ruangannya untuk menyampaikan jawaban."Kemarin aku bersama Dimas saat perjalanan bisnis mampir ke toko kerajinan tangan terbesar di kota itu. Banyak banget pernak pernik unik dan estetik, aku sampai bingung mau pilihkan apa untuk, Kamu, hehe."Fadil tertawa garing. Memperhatikan Latifa dengan ekspresi wajah yang sulit ia artikan."Pak terima kasih."Latifa meletakan kembali bingkisan itu di meja kerjaFadil."Tapi maaf, saya tidak bisa menerimanya
Viktor mengangguk berkali-kali mengiyakan pertanyaan Neta."Ini menu yang biasa aku pesan."Viktor mengambil salah satu menu dengan sumpit di tangannya menyuapkan pada Neta."Hemm, enak banget, Kak,"beo Neta. Gadis itu sampai membolakan mata saking antusias dengan rasa yang dinikmatinya."Sekarang, coba yang ini,"tutur Viktor.Tanganya kembali menyuapkan makanan dengan menu yang berbeda pada Neta. Lucunya gadis itu sama sekali tidak menolak. Ia kembali membuka mulut ketika sumpit berisikan makanan Viktor mengarah padanya."Makanan di sini mengapa bisa semua enak, sih!"seru Neta. Tanpa sengaja gadis itu telah mengakui jika masakan restaurant keluarga Viktor memang tidak bisa disepelekan soal kualitas rasa.Viktor mengulum senyum,'kemarin terang-terangan bilang tidak enak,' celotehnya dalam hati."Mau aku suapi atau makan sendiri?"tanya Viktor. Pria itu melihat Neta masih belum menggunakan alat makannya untuk menyantap makanan yang tersaji."Aku makan sendiri aja, Kak. Biar Kakak bisa m
Seminggu kemudian"Selamat pagi,"sapa Fadil pada notifikasi pesan untuk Latifa."Jangan lupa hari ini kita ada rapat pagi dengan tender baru, ya,"sambung Fadil, pada notifikasi pesannya.Latifa yang baru bangun dari tidur mengumpulkan kesadaran kembali usai membaca sekilas pesan dari Fadil.'Harusnya gue yang bilang seperti itu ke dia.' Latifa bermonolog seorang diri. Kemudian membalas notifikasi pesan untuk Fadil.Seminggu terakhir usai Fadil mengungkapkan apa yang pria itu tahu tentang kehidupan pribadi Latifa pria itu memang semakin gencar memberikan perhatian pada wanita yang di cintainya itu."Harusnya saya yang mengingatkan anda, Pak,"balas Latifa.Fadil mengirim emoticon tertawa kemudian meminta Latifa bergegas berangkat ke kantor."Baik," balas Latifa, lagi.Wanita itu bergegas ke kamar mandi dan berkemas. Ketika sudah siap emak Rodiah seperti biasa telah selesai menyiapkan sarapan di meja makan."Mak, Ifa ijin tidak ikut sarapan di rumah,ya. Ada rapat dengan tender baru soaln
Latifa mendapati notifikasi masuk dari mobile banking yang ia miliki. Harsa suaminya untuk pertama kali setelah tiga bulan lamanya ia yang menghandle sendiri kebutuhannya juga kedua anaknya."Kamu sudah dapat pekerjaan di sana, Mas?" tanya Latifa, pada panggilan suara nya.Di sela kesibukan menjadi sekretaris Fadil, Latifa menyempatkan diri untuk mengkonfirmasi kebenaran nominal uang yang masuk ke rekeningnya adalah benar adanya dari sang suami."Iya, Yank. Dua Minggu terakhir ini aku terus bekerja. Maaf baru bisa transfer, ya,"jawab Harsa."Tidak perlu minta maaf terus, Mas! Kamu inget kami. Inget tanggung jawab Kamu pada kami saja sudah sangat bersyukur rasanya, aku."Tidak dipungkiri Latifa memang bersyukur sebab Harsa sebagai suaminya masih ingat padanya dan kedua anaknya mengingat belakangan ini dirinya cukup sudah diajak berbicara karena kesal juga waktu yang Latifa miliki sangat terbatas."Aku bukan laki-laki pengecut. Yang lari dari tanggung jawab. Kalian tanggung jawabku samp
Jam break pertama terdengar suara ketukan di pintu ruang kerja Latifa.Viktor masuk dengan segelas minuman ditangannya."Seperti biasa, kan?" tanya Latifa.Viktor menggeleng."Fadil memintaku menggantinya dengan coklat hangat."Pria itu kemudian meletakan minuman di tangannya di meja kerja Latifa."Fadil benar. Kopi tidak baik untuk kesehatan kamu, Ifa. Mulai hari ini ada baiknya kamu mulai menggantinya dengan yang lebih baik seperti coklat ini atau teh melati. Minuman itu juga sama bisa kembali bantu naikan mood kita."Latifa terlihat tidak mengeluarkan sepatah katapun. Pandangan mata wanita itu fokus pada minuman yang baru Viktor bawakan untuknya.Viktor sendiri setelah mengatakan itu, memilih pergi meninggalkan ruangan kerja Latifa kembali.Konsumsi kopi sudah menjadi kebiasaan Latifa setiap hari di kantor. Jika sedang tidak sempat keluar di jam istirahat yang hanya sebentar, Latifa sering meminta tolong Viktor untuk mengantarkannya kopi ke ruangan."Padahal sekarang gue lagi butuh
'Gimana bisa dia suka sama gue? Kalo alasannya CLTK (cinta lama tumbuh kembali) harusnya dia bisa melawan perasaan terlarangnya itu. Dia tahu gue sudah bersuami, bahkan memiliki dua orang anak,' cicit latifa .Wanita itu terlihat frustasi dengan monolognya sendiri, usai mendapati ungkapan perasaan Fadil, teman sekelasnya dahulu yang ternyata telah menyimpan perasaan kepadanya saat sedari menjadi teman sekelas."Latifa!" seru sebuah suara, yang terlihat menyusul duduk di hadapannya."Manggilnya santai aja, kali,"celetuk Latifa. Ia terperanjat ulah Hana salah satu sahabatnya yang duduk di hadapnnya."Dari tadi gue sudah manggil, Lo. Lagi mikirin apa sih keliatan serius banget!"Hana terlihat mulai menyantap makan siang dari trai makan siangnya. "Neta mana?""Yee bukannya jawab dulu. Malah nanyain Neta,"kilah Hana."Biar nggak cerita dua kali, Mba Han."Setelah mengutarakan itu Hana dan Latifa memecah pandangan mencari keberadaan satu personil mereka yang belum lengkap itu."Dari gue ma
"Nanang menolak menjalani kemo terakhir yang merupakan bagian dari iktiar kita bersama untuk kesembuhannya . Nanang terus mengigau nama Kamu," ungkap Harsa pada notifikasi pesan untuk Latifa.Latifa termenung lama menatap ponsel di tangannya. Wanita itu bimbang akan mengatakan apa pada Harsa sebagai balasannya mengingat obrolan terakhir mereka sedang tidak baik-baik saja."Makanan itu di makan, bukan dianggurin," sindir Hana.Ia duduk di bangku kosong seberang Latifa. Ikut mengambil beberapa potong kentang goreng untuk di masukan ke dalam mulutnya."Menurut Kamu, aku harus gimana, Mbak?" tanya Latifa , tiba-tiba."Gimana apanya? Kamu memang kenapa, Fa?" Hana menjawab pertanyaan latifa dengan bertanya kembali. Wanita itu sungguh tidak mengerti apa yang sedang terjadi pada sahabatnya satu ini."Aku sama mas Harsa berantem. Dia terus paksa aku balik ke Bali. Aku nggak mau mbak, aku belum siap." Hening sesaat."Ini barusan mas Harsa kasih kabar Nanang kritis lagi dan menolak di kemo kemba