Kesibukan Derrian mengurus perusahaan keluarga yang sedang berada di ambang kebangkrutan membuat Melissa harus mengurus sendiri kafe milik mereka. Untuk urusan anak-anak, Melissa bisa sedikit bernapas lega, karena dia mendapat pengasuh gratisan.Seperti yang pernah menjadi impiannya, mama dan mama mertuanya sering rebutan untuk mengurus Damian dan Danisha. Tetapi hal ini membuatnya tidak lagi menjadi idola bagi kedua anaknya tersebut.Malam itu, Melissa duduk di meja makan bersama Damian dan Danisha. Suara gelak tawa anak-anaknya memenuhi ruangan, namun di dalam hatinya, Melissa merasa ada kekosongan. Dia memandang mereka dengan penuh cinta, tetapi rasa khawatir mengganjal. Kedua anaknya begitu ceria, bercerita tanpa henti tentang hari-hari mereka di sekolah. Namun, topik pembicaraan mereka tak pernah jauh dari "oma.""Dan tadi siang, Oma bawa bekal spaghetti kesukaan aku ke sekolah, Ma!" kata Damian sambil tersenyum lebar. "Semua teman-teman di kelas aku iri!"Danisha tak mau kalah.
Derrian mendengar semua masukan dari sahabat-sahabatnya, terutama dari Ageng yang menyarankan ager melakukan audit menyeluruh terhadap perusahaan milik keluarganya. Derrian tahu sebelumnya Ageng telah melakukan hal tersebut ke perusahaan milik keluarga Queen yang waktu itu juga berada di ambang kehancuran.Ternyata benar kata seorang konten creator yang sedang naik daun, ‘Generasi pertama yang merintis, generasi kedua yang membesarkan dan generasi ketiga yang akan menghancurkan’ itulah yang terjadi pada perusahaan milik keluarganya jika Derrian tidak berhasil melakukan tindakan penyelamatan.Setelah dilakukan audit, banyak ditemukan transaksi janggal yang dilakukan oleh adik iparnya. Pembelian property besar-besaran dia lakukan di pinggiran bahkan sampai di luar propinsi. Derrian melacak semua asset tersebut dan akan dia kembalikan menjadi asset perusahaan.Namun tampaknya ganjalan terbesar justru datang dari Desta, adik kandungnya yang terlihat sangat cinta mati kepada suami yang tel
Derrian berdiri di depan gedung pengadilan, mengamati keramaian yang perlahan-lahan mulai memudar setelah persidangan berakhir. Dengan bantuan Cyrus sebagai penasihat hukumnya, Derrian berhasil untuk memenangakn semua gugatan terhadap adik iparnya.Baru saja selesai, sidang pembacaan vonis hakim, Reno baru saja dijatuhi hukuman penjara. Semua bukti yang dikumpulkan Derrian, mulai dari transaksi janggal hingga aliran dana yang mengalir ke rekening selingkuhan Reno, telah cukup untuk menjerat pria itu. Pengadilan tak punya pilihan selain menjatuhkan vonis tegas. Reno terbukti bersalah, dan tak ada lagi jalan keluar.Reno digiring oleh dua polisi menuju mobil tahanan, borgol di pergelangan tangannya menandakan akhir dari kebebasannya. Wajahnya tampak penuh penyesalan, meski matanya masih menyimpan kilatan manipulatif yang selama ini ia gunakan untuk membohongi Desta dan kedua orang tuanya.Saat mereka melewati Desta, Reno berhenti. "Maafkan aku," ucapnya dengan suara serak, seolah beban
Derrian menatap cangkir kopi di tangannya, yang kini sudah mulai dingin. Dia seharusnya merasa lega setelah kemenangan besar yang baru saja diraihnya di pengadilan. Reno, suami Desta yang telah mencuri uang perusahaan keluarganya dan berselingkuh, akhirnya dipenjara.Semua aset yang telah dialihkan atas nama Reno dan selingkuhannya berhasil dia ambil kembali, termasuk properti dan kendaraan yang mereka gunakan untuk memanjakan diri. Secara hukum, Derrian telah menang. Tapi jauh di dalam hatinya, masih ada perasaan yang belum tuntas, rasa cemas tentang adiknya, Desta.“Aku tidak pernah menduga jika Derrian bisa bertindak setegas ini,” ucap Ageng sambil mengangkat cangkirnya. Wajahnya penuh penghargaan kepada sahabatnya yang baru saja memenangkan perkara.“Ini bukan perkara yang mudah, tapi kau berhasil menyelesaikannya dengan sempurna,” lanjut Ageng, memuji Derrian.Derrian tersenyum kecil, mengangkat cangkirnya juga, tetapi matanya tampak sayu. Di tengah kegembiraan ini, ada perasaan
“Kita pasti menemukan mereka, Derrian,” kata Ageng, mencoba menenangkan sambil meletakkan tangan di bahu sahabatnya.Cyrus sudah sibuk menelepon kontak-kontaknya. "Aku akan coba hubungi beberapa orang yang bisa bantu."Bryan juga menawarkan bantuan. "Aku kenal seseorang di kepolisian. Kita bisa minta mereka menyebar informasi dengan cepat."Melissa, yang gemetar, mengangguk. "Tolong segera temukan mereka!" pintanya dengan suara lirih.Melissa tidak bisa menahan pikirannya yang berputar penuh dengan rasa khawatir saat sang mama mengatakan tidak menemukan kedua anaknya di sekolah. Pikiran buruk mulai merasuki benaknya, hingga membuat wajahnya terlihat pucat."Bagaimana kalau ini bukan kebetulan?" gumam Melissa, lirih hampir tak terdengar, namun Derrian menangkap kecemasan di matanya.“Apa maksudmu, Mel?” Derrian bertanya, meski dalam hati dia juga merasakan kecemasan yang sama."Reno," Melissa menjawab dengan suara teredam. "Bagaimana kalau ini balasan dari Reno? Setelah kamu memenjarak
Milan menarik napas panjang, mencoba menguasai emosinya yang sejak tadi meluap. Dia melepaskan diri perlahan dari pelukan Melissa, namun tetap menggenggam tangan adiknya erat. Tatapan matanya kosong, seolah berusaha menahan segala kepedihan yang telah lama ia pendam.Melihat kondisi Milan yang sangat memprihatinkan membuat Derrian dan Melissa mengarahkannya menuju ke ruang kerja mereka. Pasangan suami istri itu yakin jika ada banyak hal yang ingin disampaikan oleh Milan.Sebelum mengikuti langkah sang istri dan kakak iparnya, Derrian masih menyempatkan diri untuk menunjukkan dua ibu jarinya ke arah sahabat-sahabatnya. Ingin menyampaikan jika semua dalam baik-baik saja dan situasi dalam keadaan terkendali."Anak pertama, aku bisa terima ... aku masih bisa memaafkan, walau itu menghancurkanku." Milan mulai berbicara, suaranya bergetar, namun ia terus melanjutkan, seolah melepaskan beban yang selama ini menjerat hatinya.“Saat aku tahu bahwa dia bukan anak kandungku, aku merasa seperti d
Ageng melangkah menuju rumah dengan langkah yang ringan. Hati dan pikirannya dipenuhi rasa syukur. Seluruh perjuangan, kesulitan, dan pengorbanan yang ia dan sahabat-sahabatnya lewati akhirnya terbayar. Mereka semua telah menemukan cinta, mewujudkan impian-impian mereka, dan kehidupan kini memberikan kebahagiaan yang sejati.Ageng tersenyum kecil saat melihat Queen berdiri di depan pintu dengan senyum yang meneduhkan, menimang Baby Alma yang ceria di pelukannya. Dua perempuan yang sangat berarti dalam hidupnya telah berdiri di hadapannya.“Tuh, daddy sudah pulang,” ucap Queen lembut sambil menggerakkan tangan putrinya, suaranya begitu hangat, membuat hati Ageng terasa damai.Ageng mendekat dan mencium kening Queen dengan lembut. Kemudian, tatapannya beralih ke Baby Alma yang melihatnya dengan mata berbinar yang sangat menggemaskan. Tawa kecil bayi itu terdengar begitu polos, seolah menyambut sang ayah dengan kebahagiaan yang sama.“Bagaimana hari kalian?” tanya Ageng sambil mengelus l
Ageng duduk di ruang keluarga, memandangi Baby Alma yang terbaring di atas selimut lembut. Gadis kecil itu tampak lincah, mencoba tengkurap dan mengangkat kepalanya yang mungil dengan usaha keras. Setiap kali Alma berhasil menyeimbangkan tubuhnya, wajah Ageng berseri-seri."Lihat, dia semakin kuat," gumam Ageng, bangga. Meskipun tahu Alma belum bisa benar-benar mengerti, Ageng tetap senang berbicara padanya, seperti mengajak berdiskusi soal hal-hal besar dalam hidup.Queen datang dengan secangkir teh, duduk di samping Ageng sambil tersenyum melihat suaminya begitu terpesona pada perkembangan kecil Alma. "Dia sudah semakin besar, ya?" kata Queen sambil menatap putri kecil mereka yang terus bergerak aktif di atas selimut.Ageng mengangguk. "Iya, nggak terasa. Rasanya baru kemarin dia lahir, sekarang sudah bisa tengkurap sendiri. Nggak sabar lihat dia belajar berjalan nanti."Queen tertawa kecil. "Kamu pasti bakal kejar-kejar dia nanti di seluruh rumah. Semangat deh!" candanya sambil men