“Maaf, aku terlambat,” ucap Queen saat berada di hadapan Naya.Queen langsung mengambil posisi duduk di hadapan Naya, lalu mengatur napasnya yang terlihat ngos-ngosan. Meski hasil pemeriksaan mengatakan semua baik-baik saja, tetapi kehamilan pertamanya ini membuatnya mudah merasa lelah. Berjalan dari area parkir sampai ke dalam kafe rasanya seperti jogging mengelilingi lapangan sepak bola.Melihat Queen yang tampak kepayahan membuat Naya merasa sungkan untuk menyampaikan maksud pertemuan mereka kali ini. Ingin rasanya mengurungkan niat, tetapi sisi hati yang lain seolah memaksa Naya untuk tetap dengan tujuan awal.“Bagaimana kabarmu?” tanya Naya penuh basa basi, sungguh dia tidak bisa lepas seperti biasanya.“Kau sedang ada masalah?” todong Queen yang sudah mengenal Naya begitu lama, dia bisa merasakan jika sahabatnya sedang terbebani sesuatu.“Emmm ….” Naya merasa tidak bisa berkata-kata lagi. Tiba-tiba dia merasakan keraguan yang mendalam, ada rasa malu yang menyergap hatinya.“Nay!
Malam itu, setelah menikmati kebersamaan yang mendalam, Ageng dan Queen berbaring dengan napas yang masih tersengal-sengal. Mereka membiarkan keheningan sesaat mengisi ruangan, memberikan waktu bagi mereka untuk merenung dan merasakan kehangatan satu sama lain.Ageng mengusap perut Queen yang mulai membulat, merasakan kehidupan baru yang tumbuh di dalamnya. Pelukan eratnya dari belakang memberikan rasa aman dan nyaman bagi Queen.“Aku benar-benar takut kalau ngrepotin mama,” bisik Queen pelan, memecah kesunyian.Ageng tersenyum dan semakin mengeratkan pelukannya. “Nggak akan, Sayang. Mama pasti senang karena ada temannya. Apalagi dengan kondisi kamu sekarang, akan lebih baik kalau kita tinggal di sana.”Queen terdiam, mempertimbangkan kata-kata suaminya. Ia tahu Ageng benar, tetapi ada sesuatu yang membuatnya merasa tidak nyaman. Mungkin karena perasaan bahwa ia kehilangan kebebasannya, atau mungkin karena ia tidak ingin terlalu bergantung pada orang lain.“Jujur, akhir-akhir ini aku
Queen merasakan detak jantungnya berdentam keras ketika mendengar suara tangis adiknya, Victoria, dari sambungan telepon. Kepanikan segera menyelimuti pikirannya, membuat tubuhnya yang masih polos dan penuh peluh langsung bangkit dari posisinya."Apa yang terjadi?" tanya Queen dengan suara gemetar, mencoba menenangkan dirinya sendiri meskipun tahu hal itu hampir mustahil.Ageng, yang menyadari situasi ini, segera merespons dengan lembut mengusap punggung mulus Queen yang belum berpenutup.“Aku takut, Kak! Aku nggak bisa pulang,” tangis Victoria terdengar lebih putus asa di telinga Queen.“Kamu dimana sekarang?” tanya Queen dengan nada memburu, berharap mendapatkan jawaban yang jelas dari adiknya.Ageng mencoba menenangkan istrinya. “Kamu harus tenang! Aku akan mengurusnya,” ucap Ageng sambil melihat ke arah Queen dengan mata penuh ketegasan. “Tanya di mana dia sekarang, aku akan menjemputnya.”Queen segera bertanya lagi, suaranya terdengar panik namun tegas. “Vicky, kamu di mana sekar
Victoria terus meneteskan air mata. Ada perasaan takut yang tak mau sirna begitu saja. Keadaan terakhir Ageng sebelum akhirnya dimasukkan ke bagasi membuatnya dihantui rasa bersalah. Meskipun hanya sejenak, tetapi Victoria merasakan kepedulian yang diberikan oleh Ageng begitu tulus, dan dia membalasnya dengan begitu keji.“Kita mau kemana, Kak?” tanya Victoria tampak ragu dan takut kepada Zachary yang sedari tadi hanya diam sambil mengendarai mobilnya. Mobil terus melaju, ke arah yang terasa asing bagi Victoria.“Tidak usah banyak bicara, kau ikut saja!” Sikap dingin dan datar yang ditunjukkan oleh Zachary membuat Victoria semakin takut.Gadis belia itu merasa terjebak dalam situasi rumit yang tidak dia ketahui ujung pangkalnya. Dia hanya menjalankan perintah sang kakak, untuk menghubungi nomor Queen dan mengatakan jika dia sedang berada di sebuah klub malam. Zachary mengatakan itu adalah tes untuk mengetahui apakah Queen akan menolongnya atau membiarkannya sendiri di luar.Victoria y
Queen menangis di pelukan Laras. Sebagai seorang ibu, sebenarnya Laras juga merasa khawatir dengan keselamatan putranya, tetapi saat ini dia harus terlihat kuat dan tegar di hadapan Queen. Dia harus bisa menguatkan hati menantunya, meskipun dirinya sendiri rasanya ingin menjerit memanggil Ageng.Sementara itu, Arya Suta terlihat sedang sibuk menghubungi orang-orang kepercayaannya, memberi perintah dengan tegas agar segera menemukan keberadaan Ageng. Setelah pembicaraan berakhir, Arya Suta segera menemui istri dan menantunya.“Istirahatlah kalian!” perintah Arya Suta dengan suara dingin dan ekspresi datar. Pria paruh baya itu ingin tetap terlihat tenang di tengah kemelut yang ada.“Saya akan menunggu kedatangan Ageng, Pa!” Queen bersikeras.“Kamu sedang hamil, dan prioritasmu adalah menjaga dan memastikan kandunganmu aman dan sehat. Masalah Ageng sudah ada yang urus.”“Bagaimana saya bisa istirahat sedangkan saya belum tahu kabar suami saya?” Entah mendapat keberanian dari mana, Queen
Tubuh molek dibalut dengan lingerie warna merah menyala, terlihat begitu menggairahkan. Zachary dan Rey yang menyaksikannya pun sempat menelan ludah melihatnya. Seandainya ini bukan bagian dari rencana, mungkin mereka akan bersenang-senang sejenak.“Tugasmu sudah selesai,” ucap Davianna sambil mendorong Victoria yang sejak tadi belum bisa melepas celana Ageng. “Sekarang pergilah!”Melihat semua perlengkapan yang ada dan keberadaan Davianna di sana, Victoria membayangkan setelah ini akan beredar video mesum antara Ageng dengan Davianna. Video yang pasti akan sangat menyita perhatian publik, video yang pasti akan menghancurkan reputasi Ageng dan juga hati QueenVictoria merasa air mata mulai menggenang di matanya. Penyesalan menggumpal di dadanya saat dia menyadari sejauh mana dia terlibat dalam rencana jahat ini. Di satu sisi, dia pernah berharap melihat Queen hancur, tetapi dia tidak pernah membayangkan akan melakukannya dengan cara sekeji ini. Dia menatap Ageng yang masih terbaring t
Rasa bersalah menghantui Bryan. Dia sadar telah mematahkan hati seorang gadis yang masih belia. Atas dorongan rasa tanggung jawab dan kemanusiaan, Bryan masih mengawasi Victoria. Dia tidak ingin melepas gadis itu dalam keadaan yang masih labil, dan akan tetap menjaganya meski dari kejauhan.Seperti hari ini, Saat Bryan mendengar kabar jika Victoria kembali mengunjungi klub malam, dia bergegas menyusul. Dan akan memastikan jika Victoria akan kembali dalam keadaan baik-baik saja.Suasana remang-remang membuat Bryan dengan mudah menyembunyikan diri dari penglihatan Victoria. Sejak tadi Bryan hanya melihat Victoria memainkan ponselnya, sambil sesekali menatap ke arah pintu masuk. Hingga akhirnya Bryan dibuat mengerutkan keningnya saat menyaksikan Victoria yang tiba-tiba menangis. Dan yang lebih mengejutkan lagi saat dia melihat Ageng menghampirinya, lalu membawanya keluar.Bryan mengikuti keduanya, ada rasa curiga dan penasaran yang menuntut jawaban. Mungkinkah ada hubunga terlarang antar
Seperti mendapat mainan baru Bryan dan Selo Ardi secara bergantian memberi pukulan kepada Zachary yang sudah tidak bisa lari lagi. Setelah merasa puas, tatap mata Bryan memindai seisi ruangan, dia belum menemukan keberadaan Victoria. Bryan segera berlari keluar, mencoba mencari di kamar yang lain.Sementara itu, dengan amarah yang mengelegak Erick langsung menarik tubuh Davianna yang masih berada di atas Ageng. Rasa kecewa Erick terhadap Davianna semakin membumbung saat melihat jika ternyata Ageng dalam keadaan tidak sadar.“Aku benar-benar tidak percaya, perempuan secerdas dirimu bisa melakukan hal sekonyol dan sehina ini,” ucap Erick penuh amarah dan tatap mata jijik ke tubuh molek Davianna yang hanya dibalut dengan lingerie warna merah menyala.Saking marah dan jengkelnya Erick, dia juga ingin melampiaskan amarahnya. Hingga dia pun ingin mendaratkan tangannya kepada Davianna, tanpa menyadari jika yang dia lawan adalah seorang perempuan.“Erick! Jangan menambah masalah lagi,” seru C