"Kak, mereka ... mereka mencoba ..." isak Victoria, memeluk tubuh Bryan semakin erat."Ssh, Vicky. Kamu aman sekarang. Aku di sini," bisik Bryan, mengusap rambut Victoria dengan lembut berharap mampu memberi ketenangan. "Kita harus keluar dari sini."Tangis Victoria justru semakin menjadi, dan juga dia semakin menenggelamkan kepalanya dalam dada bidang Bryan. Gadis belia itu merasa nyaman di sana. Penuh harap, Victoria mendamba ini akan menjadi pelabuhan terakhir hatinya.“Kau baik-baik saja,” tanya Bryan yang terlihat semakin khawatir dengan keadaan Victoria, apalagi gadis itu baru saja menggelengkan kepala. “Kau bisa jalan?” tanya Ageng lagi untuk memastikan.Tidak ada jawaban. Merasa tidak nyaman dengan kondisi ruangan yang sangat kotor dan pengap, Bryan pun berinisiatif untuk mengangkat tubuh Victoria, menggendongnya ala bridal style. Victoria pun langsung mengalungkan kedua tangannya ke leher Bryan, sambil menikmati wajah tampan yang sudah membuatnya kasmaran dan patah hati secar
Meskipun sejak semalam sudah mendapat kabar tentang keadaan Ageng yang harus menjalani perawatan di rumah sakit, tetapi baru pagi harinya Queen boleh untuk mengunjungi Ageng.Dengan di antar Pak Sutar, Queen mendatangi rumah sakit yang letaknya di pinggiran kota, cukup jauh dari kediaman keluarga Wardana. Baru saja mobil berhenti di area parkir, Queen bergegas keluar dan berlari memasuki rumah sakit.“Mbak Queen!” teriak Pak Sutar yang merasa khawatir melihat Queen lari. Apa lagi perutnya sekarang sudah mulai menunjukkan kehamilannya. “Kalau sampai ada apa-apa sama Mbak Queen, aku yang disalahin.” Pak Sutar hanya bisa menggelengkan kepala, sambil berdoa semoga semua baik-baik saja.Seolah lupa jika saat ini dirinya sedang dalam keadaan hamil, Queen berlari menyusuri lorong rumah sakit agar bisa sesegera mungkin sampai di ruang perawatan Ageng. Queen sudah tidak sabar ingin mengetahui keadaan suaminya.Queen membuka pintu ruangan, dilihatnya Ageng yang masih dalam keadaan terlelap di a
Ageng mengerutkan alisnya, mencoba mengingat lebih jelas tentang kejadian yang membuatnya terkapar di rumah sakit. Tetapi, setiap kali dia berusaha mengingat, hanya rasa sakit dan teka teki yang tidak terjawab.“Siapa … yang telah melakukan ini, Queen?” tanya Ageng dengan suara terbata-bata. Ingatan Ageng tertuju saat dia merasakan ada orang yang memukulnya dari belakang.Queen menggeleng lemah. Sampai saat ini, dia belum mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada suaminya. Ayah mertuanya masih diam dan tidak ada lagi yang bisa dia tanyai. Bahkan Victoria pun langsung di amankan oleh Mike, tanpa memberi penjelasan apa pun kepadanya.“Nanti kita tanya sama papa,” jawab Queen, yang juga ingin mengetahui kejadian sebenarnya. Sesuatu yang sampai saat ini masih dirahasiakan oleh mertuanya.Arya Suta memasuki ruang perawatan Ageng bersama dokter dan beberapa tenaga medis yang menjadi asistennya. Dokter melakukan pemeriksaan kepada Ageng secara menyeluruh, memastikan bahwa Ageng dalam kondi
Setelah beberapa hari menjalani perawatan intensif di rumah sakit, akhirnya Ageng diizinkan untuk pulang. Selama ini dia menahan rasa ingin tahunya, dengan tetap fokus pada pemulihannya tubuhnya.Namun, kini dia sudah berada di rumah. Setelah menyelesaikan makan malam. Ageng pun langsung mengajak sang papa untuk membicarakan apa yang sebenarnya telah terjadi. Ageng sudah tidak bisa menahan rasa penasaran di hatinya.Arya Suta menatap Queen yang terlihat sedang asik berbincang dengan Laras. Hanya dengan kode tatap mata, Arya Suta bergegas berdiri dan diikuti oleh Ageng menuju ke ruang kerja.Ageng duduk dengan tegang di ruang kerja ayahnya, Arya Suta. Pikiran-pikiran berkecamuk di kepalanya, penuh tanda tanya dan prasangka. Ia menatap wajah ayahnya, berharap mendapatkan penjelasan yang lebih rinci."Apa yang sebenarnya terjadi, Pa?" tanya Ageng, dengan suara yang terdengar penuh dengan rasa penasaran yang tak tertahankan.Arya Suta menghela napas panjang sebelum memulai penjelasannya.
Kejahatan itu dilakukan secara bersama-sama, tetapi saat ini yang mendekam dalam tahanan hanya Rey seorang. Semantara yang lainnya bisa bebas dengan jaminan orang-orang terdekat.Davianna dijamin oleh kedua orang tuanya, Zachary pun dijamin oleh Mike, adiknya. Sementara Victoria, di sini justru dianggap sebagai korban. Bekas luka dan lebam di wajahnya membuatnya dianggap dalam tekanan saat menghubungi Queen. Dan kini adik tirinya itu justru dalam perlindungan dari pihak yang berwajib.Sedangkan Rey, dia harus menghadapi sendiri masalah ini. Istrinya benar-benar tidak berguna, satu keahliannya hanya berbelanja saja. Sebenarnya Rey masih memiliki orang yang bisa menjaminnya, Queen. Tetapi dia tidak bisa menghubungi Queen, semua akses tertutup untuknya. Dan kalau pun bisa menghubungi adiknya tersebut, belum tentu juga Queen akan bersedia menolongnya, setelah semua yang dia lakukan.Kini Rey merana sendiri, tidak ada bantuan, tidak ada dukungan. Rey duduk sendirian di dalam sel tahanannya
“Semudah itu mereka lepas?” Ageng tampak geram mendengar informasi dari Cyrus.Ageng menghela napas panjang, mencoba menenangkan amarah yang berkecamuk di dalam dirinya. Kabar bahwa para pelaku bisa bebas begitu saja benar-benar menghancurkan ketenangannya. Baginya, keselamatan Queen adalah segalanya, dan dia tidak akan membiarkan siapa pun menyakiti wanita yang sangat dia cintai itu. Namun, mendengar apa yang dikatakan Cyrus, Ageng merasa perlu berpikir lebih strategis daripada sekadar marah-marah.“Lu punya uang, lu punya kuasa. Tampaknya itu yang menjadi prinsip mereka,” sahut Cyrus mencoba memberi gambaran keadaan saat ini."Jadi, mereka pikir mereka bisa lolos begitu saja hanya karena uang?" tanya Ageng, matanya menyipit, mencoba menahan amarah.Cyrus mengangguk pelan. "Ya, itulah realitas yang kita hadapi. Saya tidak mengatakan Jika kamu tidak punya uang, tapi jika kita menggunakan cara yang sama, ambisi dan obsesi kita bisa dimanfaatkan oleh mereka yang memperjualbelikan hukum.
Di dalam kamar yang dipenuhi cahaya temaram dari lampu yang berada di nakas, suasana terasa tenang tapi penuh ketegangan. Tirai tebal menutup rapat jendela, memisahkan mereka dari hiruk-pikuk dunia luar. Hanya ada kehangatan dan kedekatan yang terasa di antara Ageng dan Queen. Namun juga ada sesuatu yang berat untuk diungkap, sebuah kebenaran yang penuh dengan kepahitan karena kebencian dan dendam.Ageng duduk di tepi ranjang, menatap Queen yang berbaring dengan nyaman di sampingnya. Perut Queen yang semakin membesar menandakan kehamilan yang semakin matang, namun raut wajahnya menyiratkan keresahan yang tak bisa disembunyikan. Ageng tahu, dia tidak bisa lagi menunda pembicaraan ini.“Habis ngomongin apa saja sama Cyrus?” Queen sebenarnya menaruh curiga yang sangat besar kepada semua orang, termasuk Ageng dan juga kedua mertuanya. Dia merasa ada sesuatu hal yang sangat penting yang mereka sembunyikan dari dirinya.“Sepertinya sangat serius,” sambung Queen yang terlihat sangat penasara
Sejak Queen mengatakan keinginannya untuk bertemu dengan Rey, suasana di rumah keluarga Wardana menjadi terasa mencekam. Queen sangat yakin jika istri dari sang kakak tidak akan bisa memberi bantuan apa pun. Kedua orang tua mereka sedang menjalani pengobatan di luar negeri, sehingga hanya tinggal Queen yang bisa diharapkan oleh Rey.Meskipun selurug anggota keluarga sudah berkumpul di ruang keluarga, tetapi ruangan yang megah itu terasa hening, suasana dipenuhi ketegangan yang tak terucapkan. Lampu-lampu besar yang tergantung di langit-langit memberikan cahaya hangat, namun tak cukup untuk mengusir dinginnya perasaan yang meliputi para penghuni ruangan itu.Queen duduk di sofa, menatap kosong ke arah lantai, mencoba mencerna segala sesuatu yang baru saja didengarnya. Ageng setia mendampinginya, menggenggam erat tanganya memberi dukungan. Sementara itu, Laras berdiri di dekat jendela, menyilangkan tangan di dadanya, wajahnya kaku dan serius. Ada amarah yang tertahan di wajah perempuan