Setelah pembicaraan yang panjang dan melelahkan itu berakhir, semua tamu pulang ke rumah masing-masing, termasuk Arum dan keluarganya. Ageng dan Queen tetap tinggal di rumah besar keluarga Wardana, setidaknya untuk sementara waktu.Ada banyak pertimbangan yang membuat Ageng dan Queen tidak lagi melawan kehendak Laras. Toh semua itu untuk kebaikan mereka juga.“Kau nyaman tinggal di sini?” tanya Ageng saat memasuki kamarnya bersama Queen.Kamar saat dia masih muda, kamar yang menyimpan segala kenakalannya saat masih remaja.Queen mengangguk lemah sambil menyunggingkan senyumnya. “Ya,” jawab singkat Queen.Tentu Queen merasa nyaman dengan segala kemewahan yang ada di kamar Ageng. Kamar itu begitu mewah dan nyaman, jauh berbeda dari kamar kos yang pernah ia tempati dahulu. Fasilitas lengkap dan luasnya ruangan memberikan rasa aman dan nyaman yang sangat ia butuhkan saat ini.Ageng menatap sekeliling kamar, mengingat masa mudanya. “Papa dan mama pernah bilang, suatu saat rumah ini akan me
Jika Queen dan Ageng kini sedang menikmati hangatnya kebersamaan, keadaan berbeda dengan Laras dan Arya Suta. Pasangan paruh baya itu berusaha memastikan bahwa apa yang sudah mereka rencanakan berjalan dengan lancar, dan semua masalah yang sedang mendera bisa selesai sesegera mungkin.“Mama harap konferensi pers besok bisa mengakhiri semua masalah ini,” ucap Laras dengan nada cemas.Laras masih belum bisa merasa tenang sebelum semua masalah benar-benar selesai. Kekhawatirannya terfokus pada kandungan Queen, terutama setelah membaca serangan dari netizen yang begitu massif ke akun media sosial Queen. Akun yang selama ini digunakan Queen untuk mempromosikan jasa desainnya kini dipenuhi dengan caci maki dan tuduhan keji.“Mama takut kalau Queen sampai mengalami pendarahan lagi,” lanjut Laras, suaranya dipenuhi kekhawatiran. Dia tahu bahwa stres bisa berdampak buruk pada kehamilan Queen, dan setiap hari dia berdoa agar cucunya lahir dengan selamat.Arya Suta yang masih duduk menghadap lap
Hari telah berganti. Pagi itu, sinar matahari menyelinap masuk melalui jendela besar kamar Ageng. Keduanya sudah bangun lebih awal, mencoba menenangkan diri sebelum menghadapi hari yang penuh tantangan.Queen duduk di depan meja rias, mengenakan gaun sederhana namun elegan, sementara Ageng mengenakan setelan jas yang rapi. Ketenangan yang ada di hari sebelumnya, seakan mulai terkikis saat semakin mendekati waktu konferensi pers.“Aku gugup, Geng,” ucap Queen, suaranya bergetar sedikit saat dia memandang cermin, menyisir rambutnya dengan lembut.Ageng mendekat dan memegang bahunya. “Kita akan melewati ini bersama,” katanya, suaranya penuh keyakinan. “Anggaplah ini ujian cinta kita, ujian atas rumah tangga kita, dan kita akan melewatinya untuk menuju kebahagiaan.”Queen mengangguk pelan, mencoba menyerap ketenangan dari suaminya. “Aku hanya ingin semua ini segera berakhir dan kita bisa hidup tenang,” jawabnya.“Kita pasti bisa,” balas Ageng, memberikan ciuman lembut di kening Queen. “Su
"Dapatkah Anda menjelaskan lebih lanjut mengenai perjanjian pra-nikah yang tersebar di media? Apakah benar ada kesepakatan finansial tertentu yang menjadi dasar pernikahan Anda berdua?""Terima kasih atas pertanyaannya.” Ageng menghela napas sejenak sebelum menjawab, mengambil inisiatif untuk memberi penjelasan.“Perjanjian pra-nikah yang tersebar di media telah disalahartikan dan diputarbalikkan oleh pihak-pihak tertentu. Perjanjian tersebut adalah bentuk kesepakatan yang biasa dilakukan dalam banyak pernikahan untuk melindungi hak dan kewajiban kedua belah pihak. Pernikahan kami didasarkan pada cinta dan komitmen yang kuat, bukan semata-mata alasan finansial. Kami berharap publik dapat memahami bahwa perjanjian tersebut tidak mencerminkan keseluruhan hubungan kami."Suasana ruangan sedikit mereda, namun ketegangan tetap terasa di udara. Pertanyaan selanjutnya datang dari seorang wartawan wanita di barisan depan."Queen, bagaimana Anda menanggapi bukti rekam medis yang tersebar luas
“Sial!”Zachary mengumpat sambil melempar remote televisi ke sembarang arah. Dia tampak sangat murka setelah menyaksikan konferensi pers Ageng dan Queen. Remote itu memantul sekali sebelum berhenti di sudut ruangan, sebuah benda kecil yang tak berdaya seperti rencana mereka yang hancur.Rey duduk diam di dekatnya, merasakan kekecewaan yang sama. Matanya menatap kosong ke layar televisi yang kini gelap, namun bayangan senyum Queen masih terbayang jelas. Senyum itu mengoyak perasaannya, membuatnya merasa kalah, lebih dari yang pernah dia rasakan sebelumnya.Zachary bangkit dari kursinya, berjalan mondar-mandir dengan tangan di pinggang. Dia menggelengkan kepala, seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja dia lihat. Pemandangan Ageng dan Queen yang berpegangan tangan, saling mendukung satu sama lain, membuat amarahnya mendidih.“Uang yang mereka miliki bisa untuk membeli media,” ucap Zachary dengan kesal. Amarah di wajahnya belum surut. Dia menahan diri untuk tidak menghancurkan lebi
Tampak suka cita sedang menyelimuti keluarga Wardana. Konferensi pers yang mereka lakukan cukup berhasil meyakinkan para klien untuk tidak menghentikan kerja sama dan juga menarik investasi mereka.Suasana di taman belakang rumah besar Wardana terasa hangat dan damai, di bawah naungan pohon-pohon besar yang memberikan kesejukan alami. Di salah satu sudut taman, para pria sedang menikmati kopi bersama, berbincang tentang keberhasilan konferensi pers, sementara di meja yang tidak jauh dari situ, para wanita sedang menyiapkan makanan dengan canda tawa yang riang.Tidak ada rasa menyesal di hati Arya Suta mengeluarkan banyak uang untuk membayar buzzer, semua itu dia lakukan demi masa depan anak-anaknya. Meski ternyata dia akhirnya dihadapkan pada kenyataan banyaknya bantuan yang datang dengan tidak terduga.Bersamaan para buzzer bayaran diperintahkan untuk menyebarkan beberapa potongan video dan juga foto yang dimiliki Danu, ternyata sudah beredar foto-foto yang diposting oleh Megan, istr
Queen tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Bukan hanya karena masalah yang mereka hadapi telah bisa diselesaikan, tetapi juga karena dia merasa mendapat dukungan dan kasih sayang yang tulus dari orang-orang terdekatnya.Setelah perpisahan kedua orang tuanya di masa lalu, Queen tidak pernah menduga akan bisa memiliki keluarga yang sehangat ini. Setiap kali memandang wajah Ageng, Queen merasa sangat beruntung, pria yang telah menikahinya itu memberinya keluarga yang utuh dan penuh cinta."Terima kasih," ucap Ageng saat mereka sudah tiba di dalam kamar. Queen tidak bisa menggambarkan lagi rasa bahagianya hari ini hingga dia meneteskan air mata. "Terima kasih untuk kebahagiaan yang telah kau berikan kepadaku."Mereka duduk di tepi ranjang, suasana kamar yang nyaman membuat mereka merasa damai. Dinding-dinding kamar itu berwarna lembut, dengan hiasan sederhana namun elegan. Tirai jendela berwarna putih berkibar perlahan terkena angin malam yang masuk dari jendela yang sedikit terbuka
Undangan untuk bertemu dari Fajri biasanya akan sangat membahagiakan bagi Davianna, tetapi tampaknya tidak untuk kali ini. Davianna sudah bisa menebak apa yang akan dibicarakan oleh Fajri dengannya kali ini.Berita viral yang beredar tidak lagi menyamarkan nama Fajri dengan inisial, semuanya terang benderang. Erick dan Megan benar-benar kejam menghukumnya, sampai melibatkan Fajri yang tidak mengetahui apa-apa dalam permasalahan dengan Ageng.Davianna menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. Jantungnya berdetak kencang, tetapi ia tidak bisa mundur sekarang. Apa pun yang terjadi, dia harus bertemu dengan pria yang menjadi tujuan utamanya sampai jauh-jauh menempuh pendidikan di London.Saat tangannya sudah memegang handle pintu, rasa ragu kembali menyeruak. Ingin rasanya berbalik dan lari dari masalah ini, tetapi tentu hal itu akan membuat Fajri semakin sulit untuk dia gapai.Davianna membuka pintu dan melangkah masuk dengan anggun dan elegan seperti biasanya. “Mas!” Daviann
Malam itu terasa lebih panjang dari biasanya. Suasana rumah sakit hening, hanya terdengar detak jantung yang dipantau oleh mesin di sebelah ranjang Queen. Ageng duduk di sampingnya, menggenggam tangan istrinya erat.Meskipun ini bukan kali pertama mereka menunggu momen kelahiran, ketegangan tetap terasa menyesakkan dada. Queen berusaha tetap tenang, namun sesekali wajahnya meringis menahan kontraksi yang semakin sering datang."Semua akan baik-baik saja."Dunia rasanya sudah terbalik, saat Queen yang sedang berjuang masih bisa bersikap tenang, bahkan menenangkan sang suami yang sejak tadi terlihat panik.Tatapan mereka bertemu, dan Queen tersenyum kecil, meski tampak jelas di wajahnya bahwa rasa sakit mulai semakin tak tertahankan. Dia mengerti kegelisahan suaminya, namun dia berusaha tegar. Ageng selalu menjadi penopangnya, dan kali ini, Queen ingin terlihat kuat untuknya.Kontraksi datang lebih cepat, napas Queen mulai tersengal. Para dokter dan perawat sudah siap di ruangan, namun
Beberapa hari setelah kejadian di kantor, Ageng dan Queen menerima tamu yang tak terduga. Orang tua Davianna datang, wajah mereka penuh kekhawatiran dan penyesalan. Suasana di ruang tamu terasa canggung saat mereka duduk berhadapan dengan Ageng dan Queen. Ibu Davianna, dengan mata berkaca-kaca, membuka pembicaraan."Kami minta maaf atas apa yang terjadi dengan Davianna. Dia ... dia tidak dalam kondisi yang baik," ucap wanita paruh baya itu dengan suara lirih dan bergetar dibarengi isak tangis.Ayah Davianna mengangguk setuju, ekspresinya berat. “Setelah dia pulang dari London, ada banyak masalah yang menimpa dirinya.”Ayah Davianna tidak melanjutkan kalimatnya. Ada rasa malu untuk mengungkap masalah yang sudah sama-sama mereka ketahui. Tetapi dia harus mengungkap semua agar Ageng dan Queen bisa memahami keadaan Davianna saat ini.“Masalah yang terjadi dengan Fajri, masalah yang terjadi denganmu, ditambah serangan netizen akibat postingan Megan, benar-benar menghancurkan hidupnya. Itu
Ageng merasa kesal dan risih saat Davianna memeluknya erat. Tangan Davianna menempel di punggungnya, tubuhnya seakan-akan tidak mau melepaskan."Mas Fajri! Mengapa kau menolak cintaku? Aku mencintaimu, Mas!" Davianna menangis tersedu-sedu, memanggil nama pria lain, Fajri.Ageng tersentak. Dia mencoba melepaskan dirinya dari pelukan Davianna, tetapi dia tidak ingin melakukan tindak kekerasan yang bisa saja menjadi celah munculnya kasus baru untuk menjatuhkan reputasinya.Rasa jijik dan amarah membuncah di dada Ageng. Dia melirik ke arah pintu, berharap Queen segera membantunya, tetapi yang ia lihat justru adalah ekspresi aneh di wajah istrinya.Queen, yang tadinya mendidih dengan amarah ketika melihat suaminya berpelukan dengan mantan kekasihnya, kini justru merasa kebingungan. Ada sesuatu yang ganjil. Davianna terus memanggil Ageng dengan nama lain, Fajri. Nama itu jelas bukan nama suaminya. Rasa marah yang semula menguasai dirinya kini berubah menjadi rasa penasaran bercampur khawati
“Davi.” Lirih Ageng menyebut nama mantan kekasihnyaPerempuan itu tak bergerak, hanya menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Ada kemarahan, ada kesedihan, dan sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang membuat udara di sekitar mereka terasa berat.Tanpa berkata sepatah kata pun, Davianna perlahan melangkah mendekat, dan Ageng berusaha tetap tenang meskipun dia tidak bisa mengabaikan ketegangan yang mendera. Tepat saat dia hendak membuka mulut untuk berbicara, Davianna berhenti tepat di depannya, menatapnya tajam.“Ada yang harus kita bicarakan, Geng,” bisiknya dengan nada dingin, membuat udara di sekeliling mereka terasa beku.Ageng masih terpaku di tempat, Davianna berdiri begitu dekat, terlalu dekat hingga jarak di antara mereka terasa mengikatnya seperti jerat yang tak terlihat. Kenangan tentang Davianna, yang lama terkubur dalam-dalam, tiba-tiba muncul di permukaan. Wajahnya, senyumnya, dan suara tawa yang dulu mengisi hari-harinya kini hadir kembali, membawa serta semua ras
Keduanya masih bayi, kalau sampai ada yang memukul yang salah ada orang tua dari kedua belah pihak yang lalai menjaga mereka. Itulah yang terjadi pada Danar dan Alma saat bersama.Ardan pun yang pernah berjanji akan menjaga adik-adiknya justru lebih sering terlihat asik bermain sendiri. Apa yang bisa diharapkan dari anak kelas dua sekolah dasar dalam menjaga dua batita.Alma dan Danar, dua batita keluarga Wardana, duduk berseberangan di lantai ruang keluarga yang luas. Suasana yang seharusnya damai sering kali berubah menjadi ajang perebutan mainan, perhatian, dan cinta dari kakek mereka, Arya Suta.Alma, dengan rambutnya yang masih lembut dan ikal, memandang boneka beruang yang sedang dipegang Danar dengan tatapan penuh tekad. Danar, meskipun belum pandai berbicara dengan jelas, bisa merasakan ancaman dari tatapan sepupunya yang sedang mengincar boneka itu.Dalam hitungan detik, Alma sudah menarik boneka tersebut dari tangan Danar, membuat si bocah laki-laki langsung merengut dan ber
Ageng duduk di sebuah restoran mewah di pusat kota. Hari itu, dia akan bertemu dengan salah satu klien penting perusahaannya, seorang pengusaha ternama yang selama ini menjadi mitra strategis dalam berbagai proyek. Ageng selalu mempersiapkan segala sesuatu dengan matang, termasuk pertemuan bisnis seperti ini. Restoran sudah dipilih dengan saksama, meja terbaik sudah dipesan, dan suasana yang tenang menjadi tempat yang sempurna untuk mendiskusikan kerja sama ke depan.Sambil menunggu, Ageng memeriksa ponselnya, melihat pesan dari Queen yang mengabarkan bahwa Alma sedang bermain dengan bonekanya di rumah. Senyum kecil terukir di wajahnya. Namun, sebelum sempat membalas, kliennya datang. Pria itu, yang bernama Sean Mahendra Wismoyojati, tampak santai dalam setelan jas hitam. Di belakangnya, sekretarisnya yang selalu setia, seorang perempuan bernama Bella, mengikuti dengan langkah cepat."Maaf membuat Anda menunggu," sapa Sean sambil mengulurkan tangan."Tidak masalah, Pak Sean," jawab Age
Rumah Queen dan Ageng dipenuhi dengan suasana kebahagiaan dan kehangatan, begitu berbeda dari masa-masa sulit yang pernah mereka lewati. Hari ini, semua kesedihan dan kekhawatiran seolah sirna, digantikan oleh keceriaan yang terpancar di setiap sudut ruangan. Ulang tahun pertama baby Alma menjadi momen penting yang ingin mereka rayakan dengan penuh suka cita, bersama orang-orang terdekat.Ruang tamu rumah mereka dihiasi dengan dekorasi cantik bernuansa pastel. Balon-balon berwarna lembut melayang di udara, menggantung dengan anggun di setiap sudut. Kue ulang tahun Alma yang besar, dihiasi dengan hiasan bunga-bunga kecil dan figur berbentuk peri, berdiri megah di tengah ruangan, siap menjadi pusat perhatian. Di atas meja, tertata rapi hidangan-hidangan manis dan camilan ringan untuk tamu-tamu kecil yang akan hadir.Queen, yang mengenakan gaun sederhana namun elegan berwarna krem, tampak begitu bahagia sambil menggendong Alma. Senyum tak pernah lepas dari wajahnya. Sesekali, dia mencium
Ageng duduk di ruang keluarga, memandangi Baby Alma yang terbaring di atas selimut lembut. Gadis kecil itu tampak lincah, mencoba tengkurap dan mengangkat kepalanya yang mungil dengan usaha keras. Setiap kali Alma berhasil menyeimbangkan tubuhnya, wajah Ageng berseri-seri."Lihat, dia semakin kuat," gumam Ageng, bangga. Meskipun tahu Alma belum bisa benar-benar mengerti, Ageng tetap senang berbicara padanya, seperti mengajak berdiskusi soal hal-hal besar dalam hidup.Queen datang dengan secangkir teh, duduk di samping Ageng sambil tersenyum melihat suaminya begitu terpesona pada perkembangan kecil Alma. "Dia sudah semakin besar, ya?" kata Queen sambil menatap putri kecil mereka yang terus bergerak aktif di atas selimut.Ageng mengangguk. "Iya, nggak terasa. Rasanya baru kemarin dia lahir, sekarang sudah bisa tengkurap sendiri. Nggak sabar lihat dia belajar berjalan nanti."Queen tertawa kecil. "Kamu pasti bakal kejar-kejar dia nanti di seluruh rumah. Semangat deh!" candanya sambil men
Ageng melangkah menuju rumah dengan langkah yang ringan. Hati dan pikirannya dipenuhi rasa syukur. Seluruh perjuangan, kesulitan, dan pengorbanan yang ia dan sahabat-sahabatnya lewati akhirnya terbayar. Mereka semua telah menemukan cinta, mewujudkan impian-impian mereka, dan kehidupan kini memberikan kebahagiaan yang sejati.Ageng tersenyum kecil saat melihat Queen berdiri di depan pintu dengan senyum yang meneduhkan, menimang Baby Alma yang ceria di pelukannya. Dua perempuan yang sangat berarti dalam hidupnya telah berdiri di hadapannya.“Tuh, daddy sudah pulang,” ucap Queen lembut sambil menggerakkan tangan putrinya, suaranya begitu hangat, membuat hati Ageng terasa damai.Ageng mendekat dan mencium kening Queen dengan lembut. Kemudian, tatapannya beralih ke Baby Alma yang melihatnya dengan mata berbinar yang sangat menggemaskan. Tawa kecil bayi itu terdengar begitu polos, seolah menyambut sang ayah dengan kebahagiaan yang sama.“Bagaimana hari kalian?” tanya Ageng sambil mengelus l