Kesehatan Queen sebenarnya sudah pulih, bahkan Dokter Amira mengatakan jika keadaan janinnya juga tumbuh dengan baik dan sehat. Tetapi Ageng dan Laras tetap tidak mengizinkan Queen kembali ke perusahaannya dalam waktu dekat.Selain masalah kesehatan, Ageng sangat mengkhawatirkan jika sampai Rey kembali meneror Queen. Tentu Ageng tidak ingin mengambil risiko yang bisa membahasakan Queen dan calon anak mereka.Atas arahan dan petunjuk dari Ageng, Queen pun segera menunjuk orang yang bisa dipercaya untuk menjalankan perusahaan yang baru saja kembali bangkit. Perusahaan itu harus tetap menghasilkan uang, agar Queen bisa membiayai pengobatan sang papa.Terasa suntuk dan menjenuhkan saat harus sendiri di apartemen menunggu Ageng pulang. Ingin mencari pekerjaan secara online lagi, tetapi Queen takut jika tidak bisa menyelesaikan tepat waktu. Tidak mungkin juga dia menghabiskan waktu dengan bermain game online bersama Bryan lagi, Queen tidak ingin ada masalah dengan Victoria.Queen duduk di s
Ageng terkejut saat melihat Miranti berada di apartemennya. Dari sorot matanya, terlihat jelas jika Ageng merasa tidak nyaman dengan keberadaan ibu mertuanya tersebut."Besok papa dan Tante Mira mau berangkat ke Singapura." Queen berinisiatif untuk segera memberitahukan tujuan kedatangan Miranti. Dia bisa merasakan jika suasana terasa begitu kaku setelah kedatangan Ageng."Lalu?" tanya singkat Ageng dengan nada ketus."Tante Mira cuma mau pamitan saja."Miranti hanya tersenyum sumir kala mengiyakan ucapan Queen. Dia bisa memahami sikap sinis dan ketus dari Ageng.Saat masih sehat dan mengurus perusahaan, Eddy sering mengajukan pinjaman untuk modal usaha. Berulang kali dan harus kembali merugi, hingga akhirnya Eddy tidak mampu membayar dan diambil alih oleh Ageng. Lalu sekarang perusahaan itu diserahkan kepada Queen."Uang pemberian Queen masih kurang?""Ti tidak," jawab Miranti dengan segera. Dia sudah menduga, Ageng pasti mengira kedatangannya kali ini untuk meminta uang pada Queen.
“Geng!” Queen merasa tidak nyaman Ageng terus mengikutinya saat akan memasuki kamar mandi.“Aku hanya ingin memastikan tidak ada hal buruk yang terjadi.”Dengan penampilan yang sama-sama masih berantakan karena baru bangun tidur, keduanya memasuki kamar mandi.“Aman, Geng!” ucap Queen setelah melihat celana dalamnya tidak ada bercak darah.“OK, lanjut mandi bareng ya?”Bahagia, bukan hanya merasa semua aman, tetapi mulai hari ini mereka bisa kembali melampiaskan hasrat bersama. Selama mereka tetap berhati-hati dan tidak berlebihan, anak mereka akan tetap aman.Ageng dan Queen berdiri di kamar mandi, air hangat mengalir dari shower, menciptakan uap yang memenuhi ruangan. Queen merasa nyaman dalam pelukan Ageng, kulit mereka bersentuhan dalam kehangatan yang menenangkan. Ageng memandang wajah Queen, matanya penuh kasih sayang dan ketulusan.“Terima kasih sudah sabar menemaniku, Geng,” bisik Queen, suaranya nyaris tenggelam oleh suara semburan air dari shower.Ageng tersenyum, mengecup l
“Aku bisa jelaskan ini semua, Pa!” ucap Ageng sambil melihat satu per satu foto yang ada di tangannya. Wajahnya memucat saat memandang gambar-gambar itu, kenangan lama yang seharusnya telah terkubur.Melihat Arya Suta marah adalah hal yang biasa bagi Ageng, tetapi tampaknya kemarahannya kali ini lebih menakutkan dari biasanya. Wajah Arya Suta memerah, rahangnya mengeras, matanya menyala dengan kemarahan yang siap meledak.Arya Suta meraih remote lalu menyalakan layar besar yang biasa digunakan saat presentasi dan rapat secara online. Setelah layar menyala, Arya Suta menunjukkan beberapa berita dari media online dan juga postingan dari media sosial yang memperlihatkan foto-foto kebersamaannya dengan Davianna.Dari foto saat Ageng masih menggunakan jas pengantin berjalan bergandengan tangan bersama Davianna memasuki unit apartemen mewah, hingga foto saat Ageng makan malam bersama saat di London. Setiap gambar adalah bukti nyata yang sulit untuk diabaikan, apalagi di zaman sekarang di ma
Setelah berpikir lama, akhirnya Davianna mengambil sebuah keputusan penting yang akan berpengaruh pada hidupnya ke depan. Davianna merasa rapuh dan terpuruk. Cinta Fajri tidak bisa diraih, dan kemewahan dari Ageng harus terlepas. Davianna tidak ingin menderita sendiri, Ageng dan Fajri harus merasakan penderitaan yang sama. Setelah memastikan semua bukti jika dia pernah memiliki hubungan istimewa dengan Ageng terkirim pada orang tepat, Davianna kembali melanjutkan usaha untuk mendapatkan cinta Fajri. Dengan langkah anggun nan elegan, Davianna menyusuri lorong rumah sakit, menuju ke ruang perawatan Aletha. Dia ingin melihat perkembangan terbaru istri Fajri. Davianna berhenti sejenak di depan pintu ruang perawatan Aletha, merasakan dinginnya gagang pintu yang dingin di tangannya. Dia menarik napas dalam-dalam, mengumpulkan keberanian sebelum mendorong pintu itu dan masuk ke dalam ruangan. Bau antiseptik segera menyambut indra penciumannya, sedangkan indra penglihatan langsung disug
“Kamu jangan mikir terlalu keras, biar semua ini diselesaikan sama Ageng. Dia yang sudah bemain api, jadi biarkan dia sendiri yang mematikannya,” ucap Arya Suta di hadapan Arum.“Saya hanya tidak menyangka kalau Ageng akan melakukan hal seperti ini. Sejak awal mereka terlihat begitu romantis dan … papa tahu sendirikan Ageng seperti apa.” Arum menggelengkan kepala, tidak percaya dengan foto-foto yang dilihatnya.“Ageng tidak seburuk itu,” sanggah Danu, dengan tatap mata sendu menatap Arum seolah berusaha untuk menyakinkan istrinya. “Saya yakin papa sama Arum lebih mengenal Ageng daripada saya.”Arya Suta dan Arum langsung mengalihkan pandangan ke arah Danu. Tatap mata Arum yang terlihat merendahkan mengingatkan Danu pada masalahnya dengan Rahma yang sampai saat ini belum selesai juga. Sementara itu Arya Suta menunggu penjelasan lebih detail dari Danu.“Pa, bisa saja ini adalah cara kotor para pesaing kita untuk merongrong perusahaan.” Danu mencoba untuk memberi penjelasan kepada Arya S
Ageng mengangkat tubuh Queen ke sofa terdekat. “Bangun Queen! Bangun!” ucap Ageng dengan suara yang penuh rasa panik. Tubuh Queen terkulai lemas di pelukannya. Ageng berusaha membangunkannya, mengguncang bahunya dengan hati-hati. "Queen, tolong bangun," bisiknya dengan cemas, napasnya pendek dan tergesa-gesa.Dia merasakan dingin keringat di dahinya, hatinya berdegup kencang. Bayangan tentang kemungkinan terburuk menghantui pikirannya. Dia tidak bisa membiarkan Queen mengalami pendarahan lagi. Tidak saat ini. Tidak ketika bayi mereka masih dalam kandungan. Dia harus melakukan sesuatu untuk menyelamatkan istri dan calon anaknya.Mendengar suara berisik Ageng yang memanggil Queen berulang kali, membuat Laras akhirnya kembali ke tempat semula."Ada apa ini?" tanya Laras dengan nada cemas yang mampu menghilangkan kemarahan. Matanya melebar ketika melihat Queen yang terbaring lemas di sofa, tidak sadarkan diri."Queen pingsan, Ma," kata Ageng dengan suara yang dipenuhi kegelisahan.Laras m
Sudah lebih dari cukup istirahat Queen hari ini. Tidak mungkin dia terus merebahkan tubuh pada saat anggota keluarga Wardana yang lain sedang memikirkan jalan keluar berita viral yang menyudutkan Ageng dan Wardana Group. Sedangkan Queen sendiri sadar jika dirinya turut andil di dalamnya.Dengan langkah perlahan dan hati-hati, Queen menuruni tangga. Suasana terasa sunyi dan sepi menyapa, padahal Queen tahu jika Arum dan Danu juga sedang berada di rumah itu. Hingga sayup-sayup dia mendengar suara Ardan yang sedang bermain dengan baby sisternya.Queen melangkah menuju ke tempat Ardan berada. Bocah kecil itu langsung menyambutnya dengan gembira.“Tante Queen!” Ardan berlari menghampiri Queen. “Kapan dedeknya keluar?” tanya Arda yang terlihat sudah tidak sabar.“Nanti dedek yang ada di dalam perut mama Ardan dulu yang keluar, baru dedek yang ini.” Queen tetap berusaha menjawab dengan lembut, meski tatap matanya sedang mencari anggota keluarga Wardana yang lain. “Lihat Om Ageng, ga?”Ardan