Queen dan Ageng kembali ke apartemen. Meskipun harus berdebat alot dengan Laras akhirnya mereka diberi kepercayaan untuk kembali berdua di apartemen. Apa lagi hasil pemeriksaan terakhir menunjukkan jika kandungan Queen baik-baik saja.Di apartemen, Queen dan Ageng duduk berdua di sofa sambil menyaksikan drama favorit mereka. Ageng memeluk Queen dengan lembut, memastikan bahwa istrinya merasa aman dan nyaman. Queen merebahkan kepalanya di dada Ageng, merasakan ketenangan dari kehadiran suaminya.“Terima kasih untuk semua yang kau berikan kepadaku,” bisik Queen, suaranya hampir tak terdengar.Mahar lima miliar yang membuat banyak temannya merasa iri, kemapanan finansial yang Queen dapat setelah menikah dengan Ageng, dan tentunya ditambah dengan cinta dan kasih sayang yang dia dapatkan dari keluarga Wardana adalah kebahagiaan yang tak terhingga.Ageng mengelus rambut Queen, memberikan senyuman hangat. “Tidak perlu berterima kasih, karena yang aku berikan sudah merupakan tanggung jawabku.
Kesehatan Queen sebenarnya sudah pulih, bahkan Dokter Amira mengatakan jika keadaan janinnya juga tumbuh dengan baik dan sehat. Tetapi Ageng dan Laras tetap tidak mengizinkan Queen kembali ke perusahaannya dalam waktu dekat.Selain masalah kesehatan, Ageng sangat mengkhawatirkan jika sampai Rey kembali meneror Queen. Tentu Ageng tidak ingin mengambil risiko yang bisa membahasakan Queen dan calon anak mereka.Atas arahan dan petunjuk dari Ageng, Queen pun segera menunjuk orang yang bisa dipercaya untuk menjalankan perusahaan yang baru saja kembali bangkit. Perusahaan itu harus tetap menghasilkan uang, agar Queen bisa membiayai pengobatan sang papa.Terasa suntuk dan menjenuhkan saat harus sendiri di apartemen menunggu Ageng pulang. Ingin mencari pekerjaan secara online lagi, tetapi Queen takut jika tidak bisa menyelesaikan tepat waktu. Tidak mungkin juga dia menghabiskan waktu dengan bermain game online bersama Bryan lagi, Queen tidak ingin ada masalah dengan Victoria.Queen duduk di s
Ageng terkejut saat melihat Miranti berada di apartemennya. Dari sorot matanya, terlihat jelas jika Ageng merasa tidak nyaman dengan keberadaan ibu mertuanya tersebut."Besok papa dan Tante Mira mau berangkat ke Singapura." Queen berinisiatif untuk segera memberitahukan tujuan kedatangan Miranti. Dia bisa merasakan jika suasana terasa begitu kaku setelah kedatangan Ageng."Lalu?" tanya singkat Ageng dengan nada ketus."Tante Mira cuma mau pamitan saja."Miranti hanya tersenyum sumir kala mengiyakan ucapan Queen. Dia bisa memahami sikap sinis dan ketus dari Ageng.Saat masih sehat dan mengurus perusahaan, Eddy sering mengajukan pinjaman untuk modal usaha. Berulang kali dan harus kembali merugi, hingga akhirnya Eddy tidak mampu membayar dan diambil alih oleh Ageng. Lalu sekarang perusahaan itu diserahkan kepada Queen."Uang pemberian Queen masih kurang?""Ti tidak," jawab Miranti dengan segera. Dia sudah menduga, Ageng pasti mengira kedatangannya kali ini untuk meminta uang pada Queen.
“Geng!” Queen merasa tidak nyaman Ageng terus mengikutinya saat akan memasuki kamar mandi.“Aku hanya ingin memastikan tidak ada hal buruk yang terjadi.”Dengan penampilan yang sama-sama masih berantakan karena baru bangun tidur, keduanya memasuki kamar mandi.“Aman, Geng!” ucap Queen setelah melihat celana dalamnya tidak ada bercak darah.“OK, lanjut mandi bareng ya?”Bahagia, bukan hanya merasa semua aman, tetapi mulai hari ini mereka bisa kembali melampiaskan hasrat bersama. Selama mereka tetap berhati-hati dan tidak berlebihan, anak mereka akan tetap aman.Ageng dan Queen berdiri di kamar mandi, air hangat mengalir dari shower, menciptakan uap yang memenuhi ruangan. Queen merasa nyaman dalam pelukan Ageng, kulit mereka bersentuhan dalam kehangatan yang menenangkan. Ageng memandang wajah Queen, matanya penuh kasih sayang dan ketulusan.“Terima kasih sudah sabar menemaniku, Geng,” bisik Queen, suaranya nyaris tenggelam oleh suara semburan air dari shower.Ageng tersenyum, mengecup l
“Aku bisa jelaskan ini semua, Pa!” ucap Ageng sambil melihat satu per satu foto yang ada di tangannya. Wajahnya memucat saat memandang gambar-gambar itu, kenangan lama yang seharusnya telah terkubur.Melihat Arya Suta marah adalah hal yang biasa bagi Ageng, tetapi tampaknya kemarahannya kali ini lebih menakutkan dari biasanya. Wajah Arya Suta memerah, rahangnya mengeras, matanya menyala dengan kemarahan yang siap meledak.Arya Suta meraih remote lalu menyalakan layar besar yang biasa digunakan saat presentasi dan rapat secara online. Setelah layar menyala, Arya Suta menunjukkan beberapa berita dari media online dan juga postingan dari media sosial yang memperlihatkan foto-foto kebersamaannya dengan Davianna.Dari foto saat Ageng masih menggunakan jas pengantin berjalan bergandengan tangan bersama Davianna memasuki unit apartemen mewah, hingga foto saat Ageng makan malam bersama saat di London. Setiap gambar adalah bukti nyata yang sulit untuk diabaikan, apalagi di zaman sekarang di ma
Setelah berpikir lama, akhirnya Davianna mengambil sebuah keputusan penting yang akan berpengaruh pada hidupnya ke depan. Davianna merasa rapuh dan terpuruk. Cinta Fajri tidak bisa diraih, dan kemewahan dari Ageng harus terlepas. Davianna tidak ingin menderita sendiri, Ageng dan Fajri harus merasakan penderitaan yang sama. Setelah memastikan semua bukti jika dia pernah memiliki hubungan istimewa dengan Ageng terkirim pada orang tepat, Davianna kembali melanjutkan usaha untuk mendapatkan cinta Fajri. Dengan langkah anggun nan elegan, Davianna menyusuri lorong rumah sakit, menuju ke ruang perawatan Aletha. Dia ingin melihat perkembangan terbaru istri Fajri. Davianna berhenti sejenak di depan pintu ruang perawatan Aletha, merasakan dinginnya gagang pintu yang dingin di tangannya. Dia menarik napas dalam-dalam, mengumpulkan keberanian sebelum mendorong pintu itu dan masuk ke dalam ruangan. Bau antiseptik segera menyambut indra penciumannya, sedangkan indra penglihatan langsung disug
“Kamu jangan mikir terlalu keras, biar semua ini diselesaikan sama Ageng. Dia yang sudah bemain api, jadi biarkan dia sendiri yang mematikannya,” ucap Arya Suta di hadapan Arum.“Saya hanya tidak menyangka kalau Ageng akan melakukan hal seperti ini. Sejak awal mereka terlihat begitu romantis dan … papa tahu sendirikan Ageng seperti apa.” Arum menggelengkan kepala, tidak percaya dengan foto-foto yang dilihatnya.“Ageng tidak seburuk itu,” sanggah Danu, dengan tatap mata sendu menatap Arum seolah berusaha untuk menyakinkan istrinya. “Saya yakin papa sama Arum lebih mengenal Ageng daripada saya.”Arya Suta dan Arum langsung mengalihkan pandangan ke arah Danu. Tatap mata Arum yang terlihat merendahkan mengingatkan Danu pada masalahnya dengan Rahma yang sampai saat ini belum selesai juga. Sementara itu Arya Suta menunggu penjelasan lebih detail dari Danu.“Pa, bisa saja ini adalah cara kotor para pesaing kita untuk merongrong perusahaan.” Danu mencoba untuk memberi penjelasan kepada Arya S
Ageng mengangkat tubuh Queen ke sofa terdekat. “Bangun Queen! Bangun!” ucap Ageng dengan suara yang penuh rasa panik. Tubuh Queen terkulai lemas di pelukannya. Ageng berusaha membangunkannya, mengguncang bahunya dengan hati-hati. "Queen, tolong bangun," bisiknya dengan cemas, napasnya pendek dan tergesa-gesa.Dia merasakan dingin keringat di dahinya, hatinya berdegup kencang. Bayangan tentang kemungkinan terburuk menghantui pikirannya. Dia tidak bisa membiarkan Queen mengalami pendarahan lagi. Tidak saat ini. Tidak ketika bayi mereka masih dalam kandungan. Dia harus melakukan sesuatu untuk menyelamatkan istri dan calon anaknya.Mendengar suara berisik Ageng yang memanggil Queen berulang kali, membuat Laras akhirnya kembali ke tempat semula."Ada apa ini?" tanya Laras dengan nada cemas yang mampu menghilangkan kemarahan. Matanya melebar ketika melihat Queen yang terbaring lemas di sofa, tidak sadarkan diri."Queen pingsan, Ma," kata Ageng dengan suara yang dipenuhi kegelisahan.Laras m
Malam itu terasa lebih panjang dari biasanya. Suasana rumah sakit hening, hanya terdengar detak jantung yang dipantau oleh mesin di sebelah ranjang Queen. Ageng duduk di sampingnya, menggenggam tangan istrinya erat.Meskipun ini bukan kali pertama mereka menunggu momen kelahiran, ketegangan tetap terasa menyesakkan dada. Queen berusaha tetap tenang, namun sesekali wajahnya meringis menahan kontraksi yang semakin sering datang."Semua akan baik-baik saja."Dunia rasanya sudah terbalik, saat Queen yang sedang berjuang masih bisa bersikap tenang, bahkan menenangkan sang suami yang sejak tadi terlihat panik.Tatapan mereka bertemu, dan Queen tersenyum kecil, meski tampak jelas di wajahnya bahwa rasa sakit mulai semakin tak tertahankan. Dia mengerti kegelisahan suaminya, namun dia berusaha tegar. Ageng selalu menjadi penopangnya, dan kali ini, Queen ingin terlihat kuat untuknya.Kontraksi datang lebih cepat, napas Queen mulai tersengal. Para dokter dan perawat sudah siap di ruangan, namun
Beberapa hari setelah kejadian di kantor, Ageng dan Queen menerima tamu yang tak terduga. Orang tua Davianna datang, wajah mereka penuh kekhawatiran dan penyesalan. Suasana di ruang tamu terasa canggung saat mereka duduk berhadapan dengan Ageng dan Queen. Ibu Davianna, dengan mata berkaca-kaca, membuka pembicaraan."Kami minta maaf atas apa yang terjadi dengan Davianna. Dia ... dia tidak dalam kondisi yang baik," ucap wanita paruh baya itu dengan suara lirih dan bergetar dibarengi isak tangis.Ayah Davianna mengangguk setuju, ekspresinya berat. “Setelah dia pulang dari London, ada banyak masalah yang menimpa dirinya.”Ayah Davianna tidak melanjutkan kalimatnya. Ada rasa malu untuk mengungkap masalah yang sudah sama-sama mereka ketahui. Tetapi dia harus mengungkap semua agar Ageng dan Queen bisa memahami keadaan Davianna saat ini.“Masalah yang terjadi dengan Fajri, masalah yang terjadi denganmu, ditambah serangan netizen akibat postingan Megan, benar-benar menghancurkan hidupnya. Itu
Ageng merasa kesal dan risih saat Davianna memeluknya erat. Tangan Davianna menempel di punggungnya, tubuhnya seakan-akan tidak mau melepaskan."Mas Fajri! Mengapa kau menolak cintaku? Aku mencintaimu, Mas!" Davianna menangis tersedu-sedu, memanggil nama pria lain, Fajri.Ageng tersentak. Dia mencoba melepaskan dirinya dari pelukan Davianna, tetapi dia tidak ingin melakukan tindak kekerasan yang bisa saja menjadi celah munculnya kasus baru untuk menjatuhkan reputasinya.Rasa jijik dan amarah membuncah di dada Ageng. Dia melirik ke arah pintu, berharap Queen segera membantunya, tetapi yang ia lihat justru adalah ekspresi aneh di wajah istrinya.Queen, yang tadinya mendidih dengan amarah ketika melihat suaminya berpelukan dengan mantan kekasihnya, kini justru merasa kebingungan. Ada sesuatu yang ganjil. Davianna terus memanggil Ageng dengan nama lain, Fajri. Nama itu jelas bukan nama suaminya. Rasa marah yang semula menguasai dirinya kini berubah menjadi rasa penasaran bercampur khawati
“Davi.” Lirih Ageng menyebut nama mantan kekasihnyaPerempuan itu tak bergerak, hanya menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Ada kemarahan, ada kesedihan, dan sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang membuat udara di sekitar mereka terasa berat.Tanpa berkata sepatah kata pun, Davianna perlahan melangkah mendekat, dan Ageng berusaha tetap tenang meskipun dia tidak bisa mengabaikan ketegangan yang mendera. Tepat saat dia hendak membuka mulut untuk berbicara, Davianna berhenti tepat di depannya, menatapnya tajam.“Ada yang harus kita bicarakan, Geng,” bisiknya dengan nada dingin, membuat udara di sekeliling mereka terasa beku.Ageng masih terpaku di tempat, Davianna berdiri begitu dekat, terlalu dekat hingga jarak di antara mereka terasa mengikatnya seperti jerat yang tak terlihat. Kenangan tentang Davianna, yang lama terkubur dalam-dalam, tiba-tiba muncul di permukaan. Wajahnya, senyumnya, dan suara tawa yang dulu mengisi hari-harinya kini hadir kembali, membawa serta semua ras
Keduanya masih bayi, kalau sampai ada yang memukul yang salah ada orang tua dari kedua belah pihak yang lalai menjaga mereka. Itulah yang terjadi pada Danar dan Alma saat bersama.Ardan pun yang pernah berjanji akan menjaga adik-adiknya justru lebih sering terlihat asik bermain sendiri. Apa yang bisa diharapkan dari anak kelas dua sekolah dasar dalam menjaga dua batita.Alma dan Danar, dua batita keluarga Wardana, duduk berseberangan di lantai ruang keluarga yang luas. Suasana yang seharusnya damai sering kali berubah menjadi ajang perebutan mainan, perhatian, dan cinta dari kakek mereka, Arya Suta.Alma, dengan rambutnya yang masih lembut dan ikal, memandang boneka beruang yang sedang dipegang Danar dengan tatapan penuh tekad. Danar, meskipun belum pandai berbicara dengan jelas, bisa merasakan ancaman dari tatapan sepupunya yang sedang mengincar boneka itu.Dalam hitungan detik, Alma sudah menarik boneka tersebut dari tangan Danar, membuat si bocah laki-laki langsung merengut dan ber
Ageng duduk di sebuah restoran mewah di pusat kota. Hari itu, dia akan bertemu dengan salah satu klien penting perusahaannya, seorang pengusaha ternama yang selama ini menjadi mitra strategis dalam berbagai proyek. Ageng selalu mempersiapkan segala sesuatu dengan matang, termasuk pertemuan bisnis seperti ini. Restoran sudah dipilih dengan saksama, meja terbaik sudah dipesan, dan suasana yang tenang menjadi tempat yang sempurna untuk mendiskusikan kerja sama ke depan.Sambil menunggu, Ageng memeriksa ponselnya, melihat pesan dari Queen yang mengabarkan bahwa Alma sedang bermain dengan bonekanya di rumah. Senyum kecil terukir di wajahnya. Namun, sebelum sempat membalas, kliennya datang. Pria itu, yang bernama Sean Mahendra Wismoyojati, tampak santai dalam setelan jas hitam. Di belakangnya, sekretarisnya yang selalu setia, seorang perempuan bernama Bella, mengikuti dengan langkah cepat."Maaf membuat Anda menunggu," sapa Sean sambil mengulurkan tangan."Tidak masalah, Pak Sean," jawab Age
Rumah Queen dan Ageng dipenuhi dengan suasana kebahagiaan dan kehangatan, begitu berbeda dari masa-masa sulit yang pernah mereka lewati. Hari ini, semua kesedihan dan kekhawatiran seolah sirna, digantikan oleh keceriaan yang terpancar di setiap sudut ruangan. Ulang tahun pertama baby Alma menjadi momen penting yang ingin mereka rayakan dengan penuh suka cita, bersama orang-orang terdekat.Ruang tamu rumah mereka dihiasi dengan dekorasi cantik bernuansa pastel. Balon-balon berwarna lembut melayang di udara, menggantung dengan anggun di setiap sudut. Kue ulang tahun Alma yang besar, dihiasi dengan hiasan bunga-bunga kecil dan figur berbentuk peri, berdiri megah di tengah ruangan, siap menjadi pusat perhatian. Di atas meja, tertata rapi hidangan-hidangan manis dan camilan ringan untuk tamu-tamu kecil yang akan hadir.Queen, yang mengenakan gaun sederhana namun elegan berwarna krem, tampak begitu bahagia sambil menggendong Alma. Senyum tak pernah lepas dari wajahnya. Sesekali, dia mencium
Ageng duduk di ruang keluarga, memandangi Baby Alma yang terbaring di atas selimut lembut. Gadis kecil itu tampak lincah, mencoba tengkurap dan mengangkat kepalanya yang mungil dengan usaha keras. Setiap kali Alma berhasil menyeimbangkan tubuhnya, wajah Ageng berseri-seri."Lihat, dia semakin kuat," gumam Ageng, bangga. Meskipun tahu Alma belum bisa benar-benar mengerti, Ageng tetap senang berbicara padanya, seperti mengajak berdiskusi soal hal-hal besar dalam hidup.Queen datang dengan secangkir teh, duduk di samping Ageng sambil tersenyum melihat suaminya begitu terpesona pada perkembangan kecil Alma. "Dia sudah semakin besar, ya?" kata Queen sambil menatap putri kecil mereka yang terus bergerak aktif di atas selimut.Ageng mengangguk. "Iya, nggak terasa. Rasanya baru kemarin dia lahir, sekarang sudah bisa tengkurap sendiri. Nggak sabar lihat dia belajar berjalan nanti."Queen tertawa kecil. "Kamu pasti bakal kejar-kejar dia nanti di seluruh rumah. Semangat deh!" candanya sambil men
Ageng melangkah menuju rumah dengan langkah yang ringan. Hati dan pikirannya dipenuhi rasa syukur. Seluruh perjuangan, kesulitan, dan pengorbanan yang ia dan sahabat-sahabatnya lewati akhirnya terbayar. Mereka semua telah menemukan cinta, mewujudkan impian-impian mereka, dan kehidupan kini memberikan kebahagiaan yang sejati.Ageng tersenyum kecil saat melihat Queen berdiri di depan pintu dengan senyum yang meneduhkan, menimang Baby Alma yang ceria di pelukannya. Dua perempuan yang sangat berarti dalam hidupnya telah berdiri di hadapannya.“Tuh, daddy sudah pulang,” ucap Queen lembut sambil menggerakkan tangan putrinya, suaranya begitu hangat, membuat hati Ageng terasa damai.Ageng mendekat dan mencium kening Queen dengan lembut. Kemudian, tatapannya beralih ke Baby Alma yang melihatnya dengan mata berbinar yang sangat menggemaskan. Tawa kecil bayi itu terdengar begitu polos, seolah menyambut sang ayah dengan kebahagiaan yang sama.“Bagaimana hari kalian?” tanya Ageng sambil mengelus l