Ternyata Maurin tak tinggal diam saat melihat Arka menarik Naina ke mobilnya. Maurin langsung pergi dari café itu dan mengikuti ke mana mobil Arka pergi.
Saat menyadari mobil itu berhenti di sebuah hotel, Maurin langsung berdecak kesal. Ia sudah bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya. Arka dan Naina, mereka pasti akan tidur bersama.Maka di sini lah Maurin, berdiri di depan teras hotel, sambil meremas kuat tali tas selempangnya. Embusan angin malam membuat rambutnya yang terikat ekor kuda itu bergerak pelan.Tetapi angin malam itu tak mampu membuat sejuk hatinya sama sekali. “Naina, kenapa harus kau? Kenapa? Aku sudah mati-matian menyusun rencana ini agar semuanya berjalan mulus. Tapi akhirnya, Arka malah tidur dengan Naina. Arka milikku, seharusnya malam ini dia tidur denganku.” Maurin mengentakkan sebelah kakinya ke paving, wajahnya sudah memerah. Terlebih saat mendengar informasi dari resepsionis hoDi kantornya, Arka terlihat gelisah. Meski ia berusaha fokus pada pekerjaannya, namun lagi dan lagi bayangan tubuh indah Naina berkelebat dalam benaknya. Membuat Arka berdecak kesal seraya memijit keningnya."Apa yang kupikirkan? Kenapa kejadian semalam malah mengganggu pikiranku. Bagaimana bisa aku membayangkan tubuh Naina? Ck! Ini sial!"Mendengkus sebal, Arka menyentak bolpoint ke atas meja, menjeda pekerjaannya yang malah membuat berbagai macam pikiran di benaknya makin bergejolak.Arka menepikan punggung, membuang napasnya kasar, kemudian mendongkak menatap pada plafon ruang kerjanya. Matanya menatap lurus, namun benaknya jauh berkelana.Kejadian malam itu membuat Arka ingat dengan bagaimana rasa tubuh Naina.Arka tak memungkiri jika menyentuu Naina begitu membuatnya nikmat, bahkan sampai membuatnya ingin kembali merasakannya lagi. Tubuh Naina serupa candu bagi Arka."Mungkin otakku sudah tidak waras. Tidak seharusnya aku memikirkan tentang a
“Bagaimana, Naina? Kau setuju dengan keputusanku?” tanya Arka, menatap dengan senyum yang tersungging puas.Naina terdiam sejenak, menatap Arka dengan tatapan kesalnya.Rasanya hati kecil Naina menolak dengan keras. Tapi masalahnya, hanya Arka yang bisa memberikannya uang untuk biaya pengobatan Raffan.Maka dari itu, Naina mengangguk samar dan memberikan jawaban.“Ya, aku setuju.” suara itu begitu lirih saat mengatakannya, hingga nyaris tak terdengar.Seketika senyum di bibir Arka makin merekah lebar. Ia tahu kalau Naina takkan bisa melepaskan diri darinya. Wanita itu terikat karena ketidakberdayaan untuk membiayai pengobatan adiknya.“Bagus. Aku senang mendengar persetujuanmu,” kata Arka melipat kedua tangannya di depan dada, bibirnya masih tersenyum penuh kemenangan.Naina memejamkan mata sesaat, menetralkan napasnya yang memburu kesal karena terus direndahkan.“Kalau begitu aku per
Maurin berdecak kesal sambil melangkahkan kakinya menyusuri koridor rumah sakit. Hari ini ia ada janji bertemu dengan Naina, sekaligus untuk menjenguk Raffan.Dari perbincangan mereka di telpon pagi tadi, Maurin bisa menyimpulkan jika sebenarnya Naina sedang dirundung masalah dan wanita itu butuh teman bicara.“Huh! Kalau saja bukan karena ingin mendapatkan Arka, aku sudah malas bertemu dan bicara dengan Naina.” ingatan tentang malam dimana Arka dan Naina tidur bersama, membuat Maurin merasa muak.Tapi untuk sampai pada tujuannya, tentu ia harus berusaha menampilkan sikap seperti biasa, dan tak menunjukkan ketidaksukaanya pada Naina. Karena Maurin tahu bahwa Naina adalah satu-satunya jalan untuk ia bisa mendekati Arka.Langkah Maurin terhenti tak jauh dari ruang rawat Raffan.Di depan sana, terlihat Naina sedang duduk di kursi besi yang letaknya ada di depan ruang rawat Raffan. Kepalanya menunduk, sambil memainkan kedua jemariny
Malam ini Arka tak bisa tidur, entah kenapa. Matanya sulit terpejam, meski ia telah berusaha menenggelamkan dirinya dalam mimpi. Namun usahanya tetap saja tak membuahkan hasil.Membaca buku bisnis pun percuma, matanya masih saja terjaga, sementara rasa kantuk tak kunjung menyergapnya.Sialnya benaknya malah memikirkan sesuatu yang beberapa waktu ini kerap mengusik otaknya.Sepertinya Arka mulai tidak waras. Lagi dan lagi, rasa nikmat tubuh Naina seakan menggodanya untuk kembali mencecap rasa itu."Aarghh. Ya Tuhan, akuu hanya ingin tidur, mengapa rasanya sulit sekali," rutuk Arka sambil menyibak selimut yang menutupi tubuhnya, ia beringsut duduk, lalu mengacak rambut dengan kesal."Padahal aku sudah melakukan segala cara agar bisa tidur. Besok ada meeting pagi di kantor. Ini sial! Jika seperti ini terus, aku bisa gila," lanjut Arka mendengkus kesal.Jangan sampai besok pagi ia mengantuk di saat meeting. Itu bisa merus
Minggu ini, Arka sedang mengerjakan sisa pekerjaannya di rumah.Sambil duduk di sofa ruang tengah, matanya fokus menatap pada layar laptop di hadapannya. Jemarinya asyik menari di atas keyboard, sementara di depan sana, layar televisi menyala, menampilkan gambar-gambar yang bergerak tanpa suara.Tadi Arka menyalakan televisi, tapi sekarang ia mematikan volumenya agar tak membuat fokusnya terganggu.Sampai suara bel terdengar mendenting di telinga."Bik Atin! Coba lihat siapa yang datang, Bik!" Arka sedikit berteriak memanggil Bik Atin.Dengan langkah tergopoh-gopoh, Bik Atin berjalan dari arah dapur menuju ke ruang tamu.Tak berselang lama, Bik Atin kembali. Tetapi kali ini tangannya memegang sebuah buket bunga. Hal itu tentu memancing perhatian Arka."Siapa yang datang, Bik?" Arka bertanya."Tukang bunga, Tuan. Katanya ada buket bunga untuk Nyonya Naina," jawab pembantu itu.Arka mengerutka
Sepertinya, Deni adalah yang paling penasaran akan sosok Naina. Terbukti, sejak tadi matanya tak bisa fokus, terus saja melirik ke arah pintu dapur.Sementara benaknya seperti sedang merangkai sesuatu. Jemarinya bergerak gelisah di atas paha.Sampai sebuah ide terlintas di atas kepalanya."Engh … Arka, boleh aku menumpang ke toilet?" tanya Deni, membuat mata Arka menoleh padanya.Arka mengangguk tanpa curiga. "Tentu saja. Toiletnya ada di sebelah sana. Jika kau tidak tahu, bisa tanyakan saja pada pembantuku."Senyum lebar langsung tercetak di wajah Deni. Ini adalah kesempatan besar untuknya. Entah kenapa wajah natural dari wanita sederhana itu membuatnya sangat penasaran akan sosoknya.Padahal Deni bukanlah lelaki yang minim pengalaman tentang wanita. Banyak wanita yang rela menghangatkan ranjangnya demi uang. Dan Deni tak akan terlalu memperhatikan mereka, ia hanya ingin mendapat kepuasan, lalu memberika
Arka meninggalkan dapur, bertepatan ketika Bik Atin masuk ke dapur, matanya langsung tertuju pada Naina yang berdiri sambil memegangi baju bagian atasnya.Ternyata, tadi Deni sempat menarik bagian atas baju yang Naina kenakan. Hingga dua kancing atasnya lepas.“Nyonya Naina! Nyonya tidak apa-apa?” tanya pembantu tua itu, raut khawatir jelas tergambar di wajahnya.Dia menghampiri Naina, meneliti tubuh Naina dari atas ke bawah, mungkin ingin memastikan bahwa majikannya itu tak terluka.“Maaf, Nyonya. Apa yang terjadi, Nyonya? Tadi saya sedang membersihkan kamar tamu di atas. Tapi tiba-tiba mendengar suara ribut di dapur, jadi saya langsung ke sini. Apa mereka menyakiti Nyonya?” tanya Bik Atin lagi.Letak kamar tamu memang tepat di atas dapur, pantas jika Bik Atin mendengar suara teriakan Arka dan Deni saat berkelahi. Naina menggeleng pelan, lalu tersenyum hambar. Entah bagaimana menjelaskannya, tidak mungkin ia
Setelah mendapatkan gaun dan jas yang dicarinya, Arka dan Naina memutuskan untuk pulang ke rumah.Akan tetapi, saat perjalanan pulang, mobil itu tiba-tiba saja mogok, membuat Arka berdecak kesal seraya memukul pelan setirnya.“Sial! Pak Min pasti lupa servis mobil ini. Tahu begini, seharusnya aku tadi membawa mobil yang lain saja,” dengkusnya.Naina menoleh, melihat ke arah Arka yang menggerutu memarahi sopirnya.“Kurasa tidak ada gunanya kau marah-marah. Akan lebih baik jika kau membawa mobil ini ke bengkel. Di depan sana ada sebuah bengkel. Nanti mereka akan mengatasi masalah mobilmu,” ucap Naina, mengusulkan.Arka balas menoleh, mengernyitkan alis. “Darimana kau tahu kalau ada bengkel di sekitar sini?” tanya Arka, curiga.Namun sebelah Naina menjawab, Arka segera membuka safety beltnya dan turun dari mobil. Kemudian Arka berjalan ke depan sana, mungkin untuk meminta orang-orang bengkel agar memperbaiki mobiln