Membutuhkan waktu yang cukup lama bagi Luna untuk bisa sampai di rumah sakit tempat ibunya dirawat. Wajah sedihnya yang berlinang air mata, memperlihatkan kesedihan hatinya yang mendalam. Semua itu tidak luput dari perhatian orang-orang yang berpapasan dengannya di rumah sakit.Luna mengerti arti tatapan mata mereka. Dia memang polos dan lugu, tapi dia tidak bodoh. Dia bisa menyadari dan mengerti arti tatapan tersebut. 'Pasti mereka membicarakan aku,' batinnya diiringi dengan helaan nafasnya.Tidak ingin menjadi bahan pembicaraan semua orang yang berada di rumah sakit tersebut, Luna bergegas masuk ke dalam salah satu toilet yang ada di lantai dasar. Di dalam salah satu bilik tersebut, dia mencoba menghentikan air mata yang kembali memenuhi pelupuk matanya.Namun, tidak sesuai keinginannya. Saat itu juga tangisnya pecah, sehingga yang bisa dilakukan hanya menutup mulutnya, agar suara tangisnya tidak terdengar oleh orang lain. Beruntungnya tidak ada orang di dalam toilet tersebut. Semu
"Dokter Kenzo?!" celetuk Luna dengan ragu-ragu melihat sosok pria tampan yang berdiri, seraya menatap padanya."Kenapa kamu memiliki kunci ini, Luna?" tanya sang dokter menyelidik, sembari memperlihatkan benda yang ada di tangannya.Luna terkesiap. Seketika dia merasa bingung untuk menjawab pertanyaan suaminya. 'Kenapa aku harus bingung? Kenapa aku tidak jujur saja padanya?' batinnya menggerutu.Luna beranjak dari posisinya, dan berdiri tepat di hadapan sang suami. Dengan mengumpulkan keberaniannya, dia pun mengatakan yang sebenarnya."Bukankah dokter yang menyuruh saya untuk datang ke hotel itu? Dokter mengirimi saya pesan untuk cepat datang ke Metro Grand Hotel. Bahkan dokter sendiri yang memberikan nomer kamar yang harus saya datangi.""Apa?! Saya?! Saya menyuruh kamu datang ke sana?!" tanyanya beruntun dengan ekspresi tidak percaya. Luna menganggukkan kepalanya. Lagi-lagi air matanya terkumpul di pelupuk mata, hingga terlihat jelas matanya berkaca-kaca."Tidak. Tidak mungkin aku
"Kenapa kita ke sini?" tanya Luna sembari menatap sekelilingnya.Kenzo tersenyum sambil memilih beberapa ponsel keluaran terbaru yang ada di hadapannya. "Aku akan membeli HP dengan nomer baru yang akan aku gunakan khusus untuk berkomunikasi denganmu."Luna terkesiap. Dia menengadahkan wajahnya pada wajah sang suami, dan menatapnya dengan intens. "Memangnya kenapa jika kita berkomunikasi dengan menggunakan nomer yang biasanya?""Jangan menggodaku, Sayang," ucap lirih Kenzo sembari menatap bibir sang istri yang telah menjadi candunya. Luna mengernyitkan dahinya, dan mencebik kesal padanya."Aku tidak sedang menggoda anda, dok!"Kenzo terkekeh dan mencubit gemas hidung istri keduanya, hingga membuat Luna menjadi kesal. Baru kali ini seorang Kenzo Matteo bisa tertawa lepas bersama dengan seorang wanita. Dan wanita tersebut adalah Luna Ferdinan, istri keduanya yang dinikahi hanya untuk menjadi ibu pengganti anaknya."Nanti pasti akan aku jelaskan semuanya. Sekarang, pilih saja dua nomor
Hembusan angin yang menerpa rambut panjang Luna, membuat sang suami berpeluang merapikannya. "Sangat indah. Terima kasih telah membawaku ke tempat ini, dok," ucap Luna sembari memandang takjub pada matahari yang terbenam, seolah ditelan oleh kumpulan air yang membentang luas di pantai tersebut. "Apa kau senang, Sayang?" tanya sang dokter seraya sibuk merapikan rambut sang istri.Luna menganggukkan kepalanya sambil tersenyum pada sang suami. Matanya yang berbinar seolah memberitahukan betapa bahagianya dia saat ini. Memang benar adanya. Hati Luna dipenuhi oleh bunga warna-warni yang bermekaran memenuhi taman hatinya. Bahkan banyaknya kupu-kupu yang berterbangan, terasa seolah sedang menggelitiknya, sehingga dia tidak berhenti tersenyum.Suara deburan ombak yang memecah keheningan, seketika mengingatkan Luna akan rasa ingin tahunya. Sontak saja dia menghadap sang suami, dan menatapnya dengan serius."Kenapa dokter tiba-tiba mengajakku ke tempat ini?"Kenzo tersenyum mendengar pertanya
Baru kali ini Luna melihat seorang Dokter Kenzo Matteo yang sedang marah. Keramahannya pada pasien membuat Dokter Kenzo memiliki citra sebagai dokter yang sabar, sopan dan ramah. Kini, istri keduanya menjadi saksi luapan amarah sang calon penguasa kerajaan bisnis keluarga Matteo.Luna hanya diam membisu menatap sang suami sedang fokus pada kemudinya. Dia sangat tahu jika saat ini suaminya masih dikuasai oleh amarahnya. 'Tidak, Luna. Lebih baik kamu diam. Jangan bertanya apa pun padanya,' batin Luna mengingatkan diri sendiri.Kenzo merasakan ada yang memperhatikannya. Dia sedikit melirik ke arah sang istri yang duduk di sebelahnya. Calon sang penguasa menyesali situasi mereka saat ini. 'Seandainya tadi tidak bertemu dengan pria brengsek itu, pasti situasi kami tidak akan seperti ini,' batinnya mengumpat marah.Bagaimana dia tidak marah, pasalnya Kenzo sudah merencanakan untuk memberikan kebahagiaan penuh hari ini pada istri keduanya. Akan tetapi, ada maksud dari semua itu. Dia bermak
Kenzo menatap tajam pada istri pertamanya. Kebahagiaan yang didapatkannya bersama dengan istri keduanya hanya bertahan dalam hitungan menit saja. Bahkan senyuman Kenzo pun musnah seketika. 'Please, Serena. Jangan ganggu aku untuk saat ini. Jika kamu bersikap seperti ini, maka perampas kebahagiaanku yang sebenarnya adalah kamu, istriku sendiri,' batinnya seraya menatap penuh amarah padanya.Luna merasakan aura pertengkaran antara sepasang suami istri tersebut. Dia berusaha melepaskan tangannya yang sedang digandeng oleh sang suami. Akan tetapi, Kenzo tidak mau melepaskannya. Pria beristri dua tersebut semakin erat menggandeng tangan istri keduanya. Hal itu tidak luput dari perhatian istri pertamanya. Serena menatap bengis pada tangan suami dan madunya. 'Brengsek! Berani-beraninya kalian bersikap romantis di hadapanku!' batinnya mengumpat marah.Luna menundukkan kepalanya. Dia tidak mau menjadi sasaran amarah dari istri pertama suaminya. Terlebih lagi tatapan wanita tersebut seolah i
Setelah mendengar cerita lengkap dari pelayan wanita yang memberitahukan tentang sikap suaminya pada sang madu, Serena bertambah marah. Pasalnya, sang suami belum juga datang ke kamar mereka setelah beberapa jam dia menunggu."Brengsek! Dasar wanita udik! Wanita tidak tahu diri! Akan aku beri pelajaran kau!" Umpatan demi umpatan mengiringi langkah kaki sang nyonya rumah yang dikuasai oleh amarahnya. Tanpa berpikir panjang, dia pergi ke area kamar pelayan wanita untuk menjemput sang suami.Kedua kakinya berhenti di depan pintu sebuah kamar yang terdapat pada ujung lorong di antara deretan kamar pelayan. Dadanya bergerak naik turun, seiring dengan nafasnya yang menggebu karena amarahnya.Dengan kekuatan amarah yang terkumpul di tangannya, Serena mengetuk pintu kamar tersebut dengan sangat keras. Layaknya orang yang sedang menagih hutang, dia pun berteriak memanggil nama sang suami."Kenzo!" serunya sembari mengetuk pintu kamar madunya."Keluarlah, Ken!""Cepatlah keluar! Aku tahu kamu
Istri pertama Kenzo menangkap basah sang suami sedang dimanjakan oleh istri keduanya. Sang nyonya tersebut marah besar. Pasalnya, dia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana cara madunya menyenangkan suami mereka. Bahkan dia melihat sendiri bagaimana reaksi sang suami ketika sedang dimanjakan oleh istri keduanya."Cepat keluar dari sini, Ken!" serunya dengan kemarahan yang menggebu-gebu.Sama tak saja sang suami bergegas memakai celananya. Sedangkan Luna, istri keduanya merasa sangat malu di hadapan istri pertama suaminya. Bahkan beberapa pelayan berlarian melihat untuk melihatnya. Mereka semua sangat terkejut melihat pelayan wanita yang mendapatkan perlakuan khusus dari majikannya sedang dalam keadaan polos tanpa sehelai benang pun menutupi tubuh moleknya."Lihatlah. Itu benar-benar Luna, bukan?" tanya seorang pelayan sedang berkasak-kusuk di belakang Serena."Dasar wanita tidak tahu malu.""Berani-beraninya dia merayu dan menggoda tuannya.""Tidak kusangka dia sejahat itu."
Suara tangisan kencang dari ruang persalinan membuat Ron Matteo dan Damian Matteo tersenyum."Dengarlah, Damian. Suara bayi itu adalah--""Dengarlah suara tangisan ini, Pah," sahut Damian ketika mendengar suara tangisan bayi yang bersahut-sahutan.Mereka berdua tertawa bahagia menyambut kelahiran sang calon penguasa yang baru dalam keluarga Matteo. Mata kedua pria itu terbelalak mendengar suara tangisan bayi yang baru saja dilahirkan oleh istri kedua dari sang penguasa. "Lihatlah Damian. Ada berapa bayi dalam perut menantumu itu," ujar Ron Matteo sambil terkekeh. "Luna benar-benar hebat, Pa. Dia memberi kejutan pada kita semua," ucap Damian sembari terkekeh. "Benar. Bukankah dokter mengatakan jika hanya ada dua bayi dalam kandungannya?" tanya pria tua itu tanpa melepaskan pandangannya dari monitor yang memperlihatkan kegiatan dalam ruang persalinan. Hanya orang khusus saja yang bisa berada dalam ruangan tersebut. Dan merekalah pemilik rumah sakit itu. Sehingga mereka mempunyai a
Serena memang dalam keadaan kritis saat dilarikan ke rumah sakit. Selain dia tidak sadarkan diri, dia juga mengalami pendarahan parah yang terjadi di kepala, di dalam perut serta dadanya, dan darahnya pun juga keluar dari anggota tubuhnya yang terkena pukulan atau benturan keras. Setelah operasi selesai, Serena dipindahkan ke ruang ICU. Di dalam ruangan itu dia mendapatkan perawatan ekstra, tanpa ada perbedaan dengan pasien lain karena status tahanannya. "Seharusnya pasien sudah sadar setelah beberapa saat operasi selesai dilakukan, tapi sepertinya kita harus menunggu lebih lama lagi. Kami juga sudah berusaha membangunkannya, tapi pasien tetap tidak mau bereaksi. Bahkan dalam operasinya tidak ada kesalahan yang terjadi. Semua berjalan dengan baik. Mungkin takdir Tuhan yang membuat semua ini terjadi. Kita tunggu saja perkembangan pasien selanjutnya," tutur sang dokter pada seorang sipir yang bertugas menjaga Serena.Setelah kepergian dokter dari ruangan tersebut, sang sipir melaporka
"Brengsek!" umpat mantan mertua dari Kenzo Matteo. Hampir semua barang yang ada di sekitarnya telah menjadi pelampiasan kemarahannya. Dia merasa malu di hadapan semua orang yang menghadiri konferensi pers nya. Terlebih lagi orang-orang tersebut sangat berpengaruh dalam bidangnya. Dalam sekejap saja, berita tentang putrinya yang tidak bisa memberikan keturunan bagi keluarga Matteo telah menyebar ke seluruh pelosok negeri. Hingga putri yang telah dicoret dari keluarganya pun mendengar berita tersebut. Prang!"Kalian semua brengsek!" seru Serena dalam ruangan yang dikelilingi jeruji besi, sembari melempar piring makanannya ke arah tembok.Beberapa tahanan wanita yang berada dalam ruang tahanan tersebut menatap tajam padanya. Tanpa menunggu lama, seorang tahanan wanita berbadan besar meraih rambut panjang Serena yang diikat tidak beraturan. "Kamu tidak lihat kami semua sedang makan?!" tanyanya dengan menatap marah pada wanita si pemilik rambut yang dijambaknya. Serena menatap kesal p
"Dengan ini saya, Ron Matteo mengumumkan bahwa cucu saya, Kenzo Matteo akan menggantikan posisi saya di semua perusahaan yang bernaung di bawah keluarga Matteo."Sorak sorai tepukan tangan memenuhi ruangan tersebut. Acara berkonsep mewah dan sangat berkelas dengan iringan musik klasik menambah keindahan pesta malam itu. Kenzo Matteo kini telah diangkat menjadi sang penguasa untuk menggantikan kakeknya. Tentu saja hal itu didengar oleh Serena yang masih berada dalam jeratan jeruji besi. Wanita licik itu marah. Dia bersumpah akan merebut kembali hak miliknya."Luna. Bolehkah Nenek berbicara?" tanya sang kepala pelayan yang sudah sangat dekat dengan istri kedua Kenzo. Luna menganggukkan kepalanya, menyetujui keinginan dari wanita tua tersebut yang seolah menggantikan peran ibunya. "Apakah hatimu lega dengan mendiamkan suamimu?" tanyanya dengan lembut. Luna diam. Dia memikirkan pertanyaan dari sang nenek. Setelah itu, dia menggelengkan kepalanya. "Apakah hatimu baik-baik saja, dan bis
"Apa anda kira jika sudah menghapus rekaman CCTV di beberapa tempat bisa memusnahkannya? Termasuk rekaman CCTV di dalam kamar perawatan."Seketika Serena membelalakkan matanya. Penuturan dari pengacara keluarga Matteo membuat jantungnya berdegup sangat kencang, takut apabila dimasukkan ke dalam sel tahanan yang akan merusak nama baik dan kehormatannya serta keluarganya. Kedua tangan wanita yang merupakan istri pertama dari Kenzo mencengkeram roknya. Ketakutannya itu bisa dibaca oleh pria yang duduk di sampingnya. "Apa anda yakin jika orang yang berada di dalam kamar tersebut adalah Nyonya Serena? Bukankah tidak ada bukti jelas atau pun saksi yang menyatakan hal itu? Lagi pula, kita tidak bisa begitu saja menyatakan bahwa itu adalah klien kami, karena kita juga tidak tahu orang itu pria atau wanita. Benar bukan?" ujar sang pengacara Serena dengan tenang. "Saya yakin kita semua bisa melihat jika orang yang berpakaian serba hitam pada rekaman CCTV itu adalah seorang wanita. Lihat saja
"Kamu sangat cerdik, Serena," ujar Ron Matteo setelah menyudahi tepukan tangannya. Pria tua itu beranjak dari duduknya, dan berjalan menghampiri cucu menantu pertamanya. Hal itu membuat Serena tersenyum penuh kemenangan. "Kamu benar-benar licik. Tidak salah jika kami membiarkanmu masuk ke dalam keluarga Matteo. Semakin lama, kami semakin tahu kebusukan mu," tuturnya sembari menyeringai. "Apa maksudnya, Kek?" tanya Serena layaknya orang bodoh. Sang kakek hanya tersenyum miring menanggapi pertanyaan dari istri pertama cucunya. Wanita licik itu ditatapnya seolah sedang memperingatkannya. "Kita lihat saja sejauh mana kebenaran akan terungkap."Jantung Serena berdebar dengan kencang. Dia khawatir akan nasibnya saat ini. Nama baiknya dan keluarganya telah dipertaruhkan demi meraih kejayaan nama keluarga Hogan melalui keluarga Matteo. 'Sial! Apa yang harus aku lakukan sekarang?' tanyanya dalam hati. "Apa yang sebenarnya dia lakukan pada ibuku?" Tiba-tiba semua pasang mata beralih men
"Apa yang sebenarnya kamu lakukan semalam di kamar perawatan, Serena?" tanya Kenzo dengan tegas. Serena terhenyak. Dia salah tingkah melihat tatapan mata sang suami yang mencurigainya. 'Gawat. Sepertinya dia mencurigai ku. Tapi, aku tidak melakukannya. Kenapa aku harus takut?' batinnya dengan cemas. "Apa maksudmu, Sayang?" tanyanya dengan gugup. "Apa kamu kira aku bodoh?" tanya Kenzo kembali, sembari menyeringai padanya. Luna duduk bersama dengan nenek kepala pelayan di dalam ruangan tersebut. Dia memperhatikan sepasang suami istri itu yang seolah sedang memainkan peran masing-masing. "Sebaiknya kamu mengaku sekarang daripada aku membeberkan semuanya," ancam Kenzo dengan tegas pada istri pertamanya. "Mengaku?! Mengaku apa?! Aku tidak melakukan apa pun, tapi kamu memaksaku untuk mengaku. Maksud kamu apa, Ken?!' ujar Serena dengan emosinya yang meluap. Luna mendekatkan bibirnya pada telinga sang nenek. Dia pun berbisik padanya. 'Apa mereka.sedang membicarakan tentang kemat
Senyuman Serena merekah tiada henti. Suasana duka yang menyelimuti rumah tersebut, tidak bisa membuat hatinya merasakan iba. Hanya dia seorang diri yang terlihat sangat bahagia. Pemakaman itu hanya dihadiri oleh beberapa saudara yang berasal dari keluarga besar Matteo. Bahkan tidak ada tetangga sekitar yang mengucapkan bela sungkawa atau pun mengantar kepergian ibu mertua dari Kenzo Matteo, orang terkaya dan paling berkuasa di daerah tersebut. Luna bagaikan boneka yang hanya diam, dan meneteskan air mata. Tidak ada suara yang keluar dari bibirnya. Berkali-kali Kenzo mencoba untuk mendekatinya, tapi dengan segera Luna menolaknya. Bahkan dia enggan disentuh oleh suaminya. "Biarkan Luna bersama dengan saya, Tuan," ucap sang nenek yang sedari tadi menemani istri muda dari tuannya. Kenzo merasa sedih dan khawatir akan istri kesayangannya. Akan tetapi, dia tidak bisa menghiburnya seperti sedia kala. 'Aku harus segera mencari tahu kebenarannya. Jika tidak, mungkin aku bisa kehilangan wa
Luna memukul-mukul dada bidang suaminya. Ungkapan kekecewaan yang disertai isakan tangisnya menambah pedihnya hati seorang Kenzo Matteo. "Kenapa kamu jahat padaku," ucapnya lirih diiringi isakan tangisnya. Pukulan tangannya pun melemah. Semua tenaganya telah habis digunakannya untuk melampiaskan kesedihannya pada sang suami. Kenzo tidak menghindar dari pukulan, dan omelan kekecewaan sang istri padanya. Dia sadar jika ikut andil dalam peristiwa naas malam ini. Terlebih lagi dia juga sangat mengerti bagaimana perasaan seorang anak yang kehilangan ibu kandungnya. "Maaf, Sayang. Maafkan aku. Semua ini memang salahku. Aku tidak mengelaknya. Hanya saja aku merasa ada yang janggal dnegan semua ini," ucapnya lirih sembari memegang kedua tangan sang istri. Luna menatap serius pada suaminya. Dari sorot matanya, dapat disimpulkan ada rasa ingin tahu yang begitu besar dalam hatinya. "Apa? Kenapa janggal?" tanyanya penasaran. Kenzo menatap dalam kedua mata indah sang istri. Sayangnya mata it