Semalaman Luna merenung memikirkan perkataan wanita tua yang menjadi kepala pelayan di rumah mewah itu. "Apa aku benar-benar mencintainya?" tanyanya sembari meletakkan tangan kanannya pada dada.Beberapa saat dia terdiam, mencoba menyelami perasaannya. Hati dan pikirannya mengatakan hal yang sama. Dia mencintai Kenzo Matteo, pria yang menikahinya karena perjanjian kontrak. "Bolehkah aku mengejar cintaku?""Bolehkah aku meminta hakku sebagai seorang istri, sama seperti Nyonya Serena?"Tiba-tiba saja dia melihat bayangan wanita tua yang menjadi kepala pelayan dan dipanggil nenek oleh Kenzo. Sang nenek tersenyum, seraya menganggukkan kepalanya seolah menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Luna. Di sebelah sang nenek, tersenyumlah seorang pria tampan yang membuat jantung Luna menjadi tidak menentu. "Kenapa tidak? Kamu memang istriku, meskipun yang kedua. Tapi, kamu mempunyai hak yang sama seperti Serena."Tanpa sadar bibir Luna melengkung ke atas. Dua orang tersebut mendukungnya, sehin
Keluar dari dalam kamar mandi, Kenzo sudah memakai piyama lengkap. Dia berjalan menuju cermin sembari mengusap-usap rambutnya yang basah dengan menggunakan handuk. 'Kenapa dia melihatku seperti itu? Aku sudah berlama-lama di dalam kamar mandi, seharusnya dia sudah tidur saat ini. Apa dia ingin mengajakku ribut lagi?' batinnya seraya melirik ke arah sang istri.Serena memperhatikan semua gerakan sang suami, dia menunggu kesempatan untuk bisa melakukan aksi yang sudah direncanakannya. Senyumnya mengembang tatkala pria yang sedang diperhatikannya, kini sedang sibuk merapikan rambutnya. Perlahan dia turun dari ranjang, dan mengendap-endap menghampirinya.Sang suami terkesiap merasakan ada sesuatu yang melingkar di pinggangnya. Dari cermin dia melihat tangan seorang wanita yang sedang memeluknya dari belakang. 'Apa yang sedang kamu rencanakan, Serena?' tanyanya dalam hati.Serena mengeratkan pelukannya, berharap sang suami mengatakan sesuatu padanya. Akan tetapi, Kenzo berpura-pura untu
"Lancang sekali dia!""Sok cantik!""Wanita tidak tahu diri!""Apa yang dilihat Tuan Kenzo dari dia?""Benar. Pasti ada yang tidak beres."Luna mendengar semua ucapan dari para pelayan wanita yang sengaja menyindirnya. Kali ini dia masa bodoh dengan semua yang didengarnya, sehingga membuat mereka bertambah kesal dan semakin gencar menyerangnya.Memang benar Luna bersikap layaknya wanita tangguh, tapi dalam hatinya merasakan sakit yang kuar biasa. Ingin rasanya menangis seperti biasanya. Akan tetapi, dia tidak ingin memperlihatkan kerapuhannya pada orang-orang yang meremehkannya. 'Tenang Luna. Biarkan saja mereka berkata apa pun tentang dirimu. Yang terpenting kamu tidak melakukan kesalahan. Kamu hanya melakukan kewajibanmu sebagai seorang istri dari Dokter Kenzo,' batin Luna menguatkan dirinya.Di rumah sakit, Kenzo terngiang akan sikap sang istri kedua yang membuatnya tercengang. Selama beberapa hari kenal dengannya, tidak pernah satu kali pun dia melihat istri keduanya seberani pag
"Apa sudah tidak ada lagi pasien yang harus saya periksa?" tanya Dokter Kenzo pada asisten perawatnya. "Sudah tidak ada, dok. Pasien juga sudah dokter kunjungi semua," jawab perawat senior dengan sopan."Baiklah. Saya akan pulang sekarang. Tolong jaga pasien VIP dengan baik. Jika terjadi sesuatu, segera hubungi saya," tutur sang dokter dengan tegas.Perawat senior tersebut menganggukkan kepalanya dan menyetujui perintah sang dokter. Hari Kenzo terasa berat. Dia merasakan lelah hati dan pikirannya. Jika mengenai pasien dan rumah sakit, dia tidak pernah mengeluh sedikit pun. Bahkan seorang Dokter Kenzo Matteo bisa melakukan operasi berkali-kali dalam waktu seharian dan dalam durasi waktu yang cukup lama di dalam ruang operasi yang dipimpinnya. Namun, saat ini dia merasakan lelah sejak kedatangan sang istri beberapa jam yang lalu. Serena mengabarkan tentang sikap Luna yang menentangnya dan semua pelayan di kediaman mereka. Bahkan wanita yang baru beberapa hari tinggal di rumah tersebu
"Hentikan. Aku sedang lelah saat ini. Jadi, aku tidak ingin melakukannya sekarang," ujar Kenzo sambil melepaskan tangan sang istri dari belalai miliknya.Rasa kesal memenuhi hati Serena. Pasalnya dia tidak pernah mendapatkan penolakan dari siapa pun, tak terkecuali sang suami. Kini dia merasakan malu yang berujung pada kekesalannya. Akan tetapi, sekelebat bayangan Luna yang sedang melakukan hal serupa, malah disambut hangat oleh sang suami. 'Brengsek! Apa ini semua karena wanita udik sialan itu?!' batinnya mengumpat marah.Tentu saja dia tidak terima dengan perlakuan sang suami padanya. Terlebih lagi dia merasa seolah dikalahkan oleh pesona istri muda suaminya. Seorang Serena tidak pernah dikalahkan oleh wanita mana pun. Apalagi wanita udik seperti Luna yang menurutnya sangat jauh di bawahnya."Apa bukan karena alasan lainnya?" tanya Serena yang merasa tidak terima dengan penolakan dari sang suami.Kenzo yang telah berada di depan cermin rias, kini melihat sang istri melalui cermin t
"Selamat pagi!" Seruan dari arah pintu membuat Kenzo dan kedua istrinya menoleh ke arah sumber suara. "Carla?! Kenapa kamu berada di sini?" tanya Kenzo yang terlihat tidak suka mendapati saudara tirinya berada di rumahnya. "Surprise!" seru wanita tersebut dengan sumringah. Kenzo mencebik kesal melihat anak dari istri papanya. Dari dulu Kenzo tidak pernah suka dengan hadirnya anak tiri papanya. Meskipun mereka berbeda jenis, tapi Kenzo merasa iri dengan kedekatan Carla dengan Damian, papa kandung Kenzo. Apalagi Carla yang suka bermanja-manja dan suka mencari perhatian dari sang papa tirinya, sehingga Kenzo seperti tersisih dari keluarganya. 'Apa dia datang ke negara ini untuk mengambil alih harta kakek?' batinnya seraya menatap bengis pada saudari tirinya. 'Tidak. Aku tidak akan membiarkannya. Aku harus segera mendapatkan keturunan, agar semua harta kakek menjadi milikku. Tidak ada satu pun yang boleh didapatkan Carla,' sambungnya dalam hati, sembari mengepalkan kedua tang
Carla hanya tersenyum, sehingga mendapatkan tatapan curiga dari istri saudara iparnya. "Entahlah. Lebih baik aku pergi dari sini, daripada Kenzo mengomel lagi padaku.""Kenapa kamu terkesan seperti sedang menghindar?" tanya Serena dengan tatapan curiga padanya.Carla terkekeh. Dia beranjak dari duduknya dan memakai shoulder bag miliknya."Benarkah? Sepertinya kamu yang terlalu curiga padaku, Serena."Tawa Clara mengiringi tiap langkah kakinya keluar dari rumah mewah tersebut, sehingga menggema di setiap ruangan yang dilewatinya."Sialan kamu, Carla!""Lihat saja, aku pasti akan mencari tahu yang sebenarnya. Dan akan aku pastikan bahwa semua aset kekayaan keluarga Matteo akan menjadi milik Kenzo, suamiku."Umpatan dan makian yang keluar dari mulut Serena tidak dapat didengar oleh Carla. Akan tetapi, saudara tiri Kenzo tersebut seolah mengetahui apa yang sedang terjadi dalam rumah tangga Kenzo, khususnya keluarga Matteo.Clara masih saja tertawa hingga masuk ke dalam mobil mewahnya. Ba
'Bantu aku untuk memberikan keturunan sebagai generasi penerus keluarga Matteo.'Senyum Luna mengembang tatkala mengingat sang suami mengatakan permintaannya di dalam mobil. "Aku mohon, Tuhan. Berilah aku anugerah seorang anak dalam perut ini," ucapnya lirih seraya mengusap lembut perutnya. "Anak dari pria hebat yang bernama Kenzo Matteo, suamiku," sambungnya sembari membayangkan dua anak kecil sedang berlarian dan bermain bersama suaminya.Sangat indah. Semua momen kebahagiaan itu ingin didapatkannya. Luna melakukannya hanya untuk membahagiakan sang suami, hingga dia lupa akan akhir dari perjanjian yang telah mereka sepakati.Tiba-tiba saja suara ketukan pintu menyadarkannya dari lamunan. "Siapa?" tanya Luna tanpa beranjak dari tempatnya.Namun, tidak ada suara yang menjawab pertanyaannya. Merasa penasaran, dia pun beranjak dari tempatnya, dan menghampiri pintu. Bibirnya melengkung ke atas melihat sang pujaan hati yang berdiri di depan pintu kamarnya. Kenzo menatap wanita yang me
Sang nenek menghela nafasnya. Kemudian, wanita tua itu mengalihkan pandangannya dari rumah besar yang ada di hadapannya pada wanita di sebelahnya. "Nenek juga tidak tahu, Luna. Maafkan Nenek. Tadi Nenek hanya ingin membawamu pergi dari hadapan Nyonya Serena," ucap sang nenek dengan penuh penyesalan.Luna tersenyum. Dia meraih tangan sang nenek yang merasa bersalah. "Kenapa Nenek meminta maaf padaku? Harusnya Luna yang berterima kasih pada Nenek. Jika bukan karena Nenek mengajakku untuk datang ke sini, maka mungkin saja aku sekarang sudah seperti ikan paus yang terdampar karena kekenyangan," ucapnya sambil terkekeh. Nenek pun ikut tertawa menanggapi candaan dari istri kedua tuannya. Wanita tua tersebut menatap dalam kedua mata sang nyonya muda, dan mengatakan sesuatu padanya. "Nenek hanya ingin mengingatkanmu. Luna, di dalam perutmu ada buah cintamu dengan Tuan Kenzo. Kalian juga menikah di hadapan Tuhan. Keluarga besar Matteo yang menjadi saksi pernikahan kalian. Jadi, kamu punya
Luna menatap bingung pada sang nenek yang berjanji akan selalu menjaga, dan menjadi penolongnya. Hanya saja wanita tua tersebut belum mempersiapkan alasan yang tepat untuk meyakinkan istri pertama dari tuannya. Wanita tua yang menjadi kepala pelayan di rumah mewah tersebut bergegas menghampiri Luna, dan memegang kedua lengannya untuk membantu wanita hamil itu beranjak dari kursinya. "Kita harus pergi sekarang. Tidak baik jika membuat Tuan Ron Matteo menunggu terlalu lama."Kemudian sang nenek mengalihkan pandangannya pada istri pertama Kenzo untuk berpamitan padanya. "Maaf, Nyonya Serena. Kami harus pergi sekarang juga. Permisi," ucapnya dengan sopan. "Tapi, bagaimana dengan semua makanan ini? Berapa lama kalian akan pergi? Aku akan menunggu untuk makan bersama," ujar Serena untuk menghentikan sang nenek dan Luna yang telah berjalan beberapa langkah.Seketika kaki kedua wanita berbeda usia tersebut berhenti melangkah. "Kenapa dia bersikeras sekali untuk mengajak Luna makan bersam
"Hubungan kami tidak seperti itu, Ken. Hubungan kami lebih seperti sahabat dekat. Ya, bisa dikatakan seperti itu," ucap Damian sambil tersenyum getir. "Sahabat dekat?" tanya Kenzo sembari mengernyitkan dahinya. Damian merasa tidak nyaman dengan cara sang putra menatapnya yang seolah ingin menghakiminya. Pria paruh baya tersebut menganggukkan kepalanya sembari memaksakan senyumnya."Sahabat dekat yang berbagi ranjang?" tanya Kenzo kembali dengan tatapan menyelidik."Rupanya kamu belum tahu, Ken. Kami berdua sepakat memakai ranjang single. Jadi, ada dua ranjang dalam kamar kami," jawab Damian dengan lancar, tanpa menutup-nutupi dari putra kandungnya. "A-apa?!" celetuk Kenzo dengan ekspresi terkejutnya.Damian tersenyum. Dia sangat tahu, reaksi dari sang putra setelah mendengar jawabannya. Hanya saja dia sudah berjanji pada dirinya untuk mengatakan semuanya pada Kenzo, putra kandungnya, setelah memberitahukan pada sang putra alasannya menikahi Kania waktu itu. "Bukankah Papa sudah me
Curahan hati para lelaki tersebut diakhiri dengan saling memberi nasehat sebagai jalan keluar untuk permasalahan yang mereka hadapi. Sayangnya hati Kenzo masih merasa gundah memikirkan kedua istrinya dengan masalah mereka masing-masing. Sang dokter yang akan mewarisi rumah sakit terbesar di negeri ini sedang duduk gelisah menatap jam yang melingkar di tangan kirinya. "Apa lebih baik aku tidak usah pulang saja?" gumamnya sambil berpikir. Helaan nafasnya memperlihatkan betapa berat beban pikirannya saat ini. Dia menyeringai menertawakan dirinya sendiri yang tidak bisa menangani kebimbangan hatinya."Dokter Kenzo Matteo. Seorang dokter jenius yang terkenal mahir dalam segala bidang medis. Tapi, sekarang dia sedang bingung hanya karena memutuskan untuk pulang atau tidak. Ada apa denganmu Kenzo?" tanyanya pada diri sendiri, sembari menertawakan kebodohannya. Untuk urusan hati, Kenzo memang tidak pandai. Selama masa sendirinya, dia tidak seperti laki-laki lain yang mempunyai hubungan den
Pikiran Kenzo sangat kacau sejak diberitahukan oleh istri pertamanya tentang hubungan kedekatan istri keduanya dengan Dokter Ludwig, dokter spesialis yang menangani kandungannya. Bahkan dia tidak bisa memejamkan matanya untuk sekedar mengistirahatkan badannya. Bayangan kedekatan Luna dan Dokter Ludwig selalu saja menghantuinya. Pagi ini tubuhnya terlihat sangat lelah. Bagaimana tidak, semalaman dia tidak bisa memejamkan matanya. Percuma saja dirinya memaksa kedua matanya untuk terpejam, tetap saja tidurnya tidak bisa nyenyak. Bahkan bisa diibaratkan hanya matanya saja yang terpejam, tapi hati dan pikirannya tetap terjaga, sehingga membuatnya semakin frustasi ketika membuka kedua matanya. Tidak ada senyuman atau pun semangat dari dirinya untuk menyambut pagi yang sangat cerah saat ini. Di dalam ruangan kantornya, sang dokter yang mendapatkan label sebagai seorang dokter jenius tersebut sedang duduk lemas dengan menatap secangkir kopi di hadapannya. Bahkan berkali-kali dia menghela na
"Apa maksudmu?" tanya Kenzo sambil mengernyitkan dahinya dan menatap curiga pada istri pertamanya. Serena tersenyum, sehingga membuat suaminya bertambah curiga dan kesal padanya. "Jangan berbelit-belit, Serena!" ujar Kenzo dengan meninggikan suaranya. "Sayang! Panggil aku dengan sebutan sayang!" bentak Serena dengan melebarkan bola matanya. Kenzo mendengus kesal. Dia menatap wanita yang berstatus sebagai istrinya seolah ingin menghabisinya."Cepat katakan semuanya apa yang ingin kamu beritahukan padaku," pinta Kenzo dengan menahan emosinya. Serena menatap sang suami seolah memberikan kode bahwa ada yang kurang dengan kalimat permintaannya. Kenzo mengerti. Pria beristri dua tersebut menghela nafasnya dan bersiap untuk melakukan permintaan dari istri pertamanya. "Katakan padaku semuanya, Sayang," ucap Kenzo dengan ragu-ragu. Secepat kilat serena bergerak mendekati suaminya dan mendaratkan bibirnya pada bibir suaminya.'Aku tahu, jika kamu mengatakannya dengan berat hati. Bukan ma
Air mata Luna sudah tidak bisa dibendung lagi. Rasa sakit dalam hatinya sudah semakin dalam dan terkoyak saat ini. Kedua matanya yang berkaca-kaca, tidak henti-hentinya meneteskan air mata. Bibirnya bergetar seiring rasa sakitnya yang semakin terasa sakit, ketika mengingat kemesraan sang suami bersama dengan istri pertamanya."Nek," panggilnya dengan diselingi isakan tangisnya.Seketika Wanita tua yang menjadi kepala pelayan di rumah mewah tersebut meraih tubuh mungil itu dan membawanya dalam pelukan. Telapak tangan yang penuh dengan kasih sayang tersebut terasa hangat mengusap lembut punggung Luna. "Kenapa rasanya sangat sakit, Nek?" tanya Luna dengan isakan tangisnya. "Sabar. Nenek tahu bagaimana perasaanmu, Sayang. Kamu harus tetap kuat dan sehat demi anak-anak yang masih dalam kandunganmu. Sabar ya, Sayang," tutur sang nenek sambil mengusap lembut punggung wanita muda itu.Wanita tua itu tahu bagaimana sang istri kedua dari tuannya berjuang melawan rasa cintanya pada sang suami.
Luna berlari kecil masuk ke dalam kamarnya. Dia tidak bisa menerima alasan apa pun yang akan diberikan oleh suaminya. "Sayang!" seru Kenzo, berusaha untuk menghentikan istri keduanya yang sedang salah paham padanya. "Berhenti, Ken!" bentak Serena dengan tegas.Seketika Kenzo menghentikan kakinya yang hendak melangkah mengejar wanita pujaan hatinya. Pandangan matanya beralih menatap sang istri pertama yang ada dalam gendongannya. "Dia salah paham. Aku harus menjelaskannya. Sebaiknya aku menurunkan mu di sini. Berjalanlah ke kamar sendiri. Aku harus menyusul Luna," tutur Kenzo dengan serius pada istri pertamanya. "Jika kamu menurunkan ku, kamu akan kehilangan kesempatan untuk tahu yang sebenarnya antara Luna dan Dokter Ludwig," ujar Serena dengan cepat, bermaksud untuk menghentikan niat sang suami yang hendak menurunkannya.Dahi Kenzo mengernyit. Dia menatap sang istri pertama dengan tatapan penuh tanya. "Apa maksudmu, Serena?! Cepat katakan padaku! Jangan coba-coba mempermainkan a
"Apa kamu sedang merisaukan sesuatu, Sayang?" bisik Serena di telinga suaminya. Kenzo terhenyak dari lamunannya. Sekilas dia melirik menggunakan ekor matanya ke arah orang yang berbisik di telinganya. Seketika dia menghela nafasnya, setelah mengetahui sosok tersebut adalah istri pertamanya. Tadinya dia sudah menyadari jika Serena lah pemilik suara tersebut. Hanya saja pria beristri dua itu ingin memastikannya. "Ada apa, Serena? Apa ada yang kamu inginkan?" tanya sang suami dengan malas, tanpa menoleh ke arahnya. Serena menyeringai. Dia tahu sikap suaminya saat ini yang terlihat seolah sedang tidak mengharapkannya. Tanpa meminta ijin dari suaminya, Serena mencoba untuk menebar pesonanya, seperti kebiasaannya pada tiap pria yang ada di sekitarnya. Sontak saja Kenzo membelalakkan matanya, ketika merasakan sesuatu yang mengenai bagian intinya. Serena tersenyum melihat reaksi sang suami yang terkejut mendapati dirinya sedang duduk di atas pangkuannya. Kedua tangannya melingkar pada le