'Bantu aku untuk memberikan keturunan sebagai generasi penerus keluarga Matteo.'Senyum Luna mengembang tatkala mengingat sang suami mengatakan permintaannya di dalam mobil. "Aku mohon, Tuhan. Berilah aku anugerah seorang anak dalam perut ini," ucapnya lirih seraya mengusap lembut perutnya. "Anak dari pria hebat yang bernama Kenzo Matteo, suamiku," sambungnya sembari membayangkan dua anak kecil sedang berlarian dan bermain bersama suaminya.Sangat indah. Semua momen kebahagiaan itu ingin didapatkannya. Luna melakukannya hanya untuk membahagiakan sang suami, hingga dia lupa akan akhir dari perjanjian yang telah mereka sepakati.Tiba-tiba saja suara ketukan pintu menyadarkannya dari lamunan. "Siapa?" tanya Luna tanpa beranjak dari tempatnya.Namun, tidak ada suara yang menjawab pertanyaannya. Merasa penasaran, dia pun beranjak dari tempatnya, dan menghampiri pintu. Bibirnya melengkung ke atas melihat sang pujaan hati yang berdiri di depan pintu kamarnya. Kenzo menatap wanita yang me
"Shit!" Serena mengumpat kesal mendengar cerita dari pelayan wanita yang berniat mengintip dan mencuri dengar melalui pintu kamar Luna."Aku telah bersabar dan berusaha memenuhi janjiku padamu, Ken. Tapi, kamu bersama wanita jalang itu telah menginjak-injak harga diriku!" gumamnya kesal sembari berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya.Tiba-tiba kakinya berhenti tepat di depan ranjang. Dia menatap ranjang yang sudah bertahun-tahun menjadi tempat tidur, bermanja dan bersenang-senang bersama suaminya."Aku akan menunggumu untuk menjelaskan semuanya padaku! Setelah itu, aku akan memutuskan bagaimana sikapku selanjutnya pada wanita jalang yang tidak tau diri itu!" imbuhnya dengan penuh amarah.Sesuai dengan perjanjiannya dnegan sang suami, malam itu Serena menunggu suaminya di dalam kamar mereka. Istri pertama Kenzo merasa gelisah dan tidak sabar menunggu suaminya. "Kenapa lama sekali?" tanyanya seraya melihat jam yang menggantung di dinding."Apa mereka belum selesai? Tidak. Pelayan ta
"Ada apa, Pa? Sepertinya Papa sedang ada masalah," tanya Clara yang sedang menonton televisi sambil menikmati teh bersama papa tiri dan mamanya. Damian tersenyum, dan meletakkan ponselnya di atas meja. Dia menatap anak dari istri keduanya. "Bukan Papa yang sedang bermasalah, tapi Kenzo." "Kenzo? Ada apa dengannya? Bukankah yang menelpon Papa barusan adalah Serena?" tanya Clara dengan rasa ingin tahunya. Pria paruh baya tersebut menganggukkan kepalanya. Dia tersenyum melihat putri tirinya yang selalu antusias jika membicarakan tentang saudara tirinya. "Serena ingin Papa menyingkirkan kepala pelayan di rumah mereka," jawabnya dengan tenang. Dahi Clara mengernyit. Dia terlihat sedang memikirkan sesuatu. Beberapa detik kemudian, dia bertanya kembali pada papa tirinya. "Apa alasannya? Bukankah Nenek pelayan itu sudah seperti nenek sendiri bagi Ken?" "Papa rasa ini kemauan Serena, bukan kemauan Kenzo," tukas pria paruh baya tersebut. Kania meletakkan cangkir teh yang dipe
Seruan amarah dari si pemilik rumah setelah masuk ke dalam kamarnya, membuat sang istri terperanjat kaget. "Ada apa, Sayang? Kenapa kamu berteriak seperti itu?" tanyanya sambil menguap."Apa yang kamu lakukan di belakangku?!" tanya Kenzo dengan amarahnya yang menggebu-gebu.Serena mengernyitkan dahinya. Dia mencoba mengingat-ingat apa saja yang dilakukannya sebelum sang suami masuk ke dalam kamar."Aku menunggumu sedari tadi. Tapi, kamu sangat lama datangnya," jawab sang istri dengan manja.Wanita yang terlihat masih mengantuk tersebut berjalan menghampiri suaminya. "Lihatlah, Sayang. Aku sudah menyiapkan semuanya untukmu. Untuk malam panjang kita yang istimewa," ucapnya seraya tersenyum manis bersamaan dengan membuka piyama kimono yang masih dipakainya.Serena memperlihatkan tubuhnya yang terlihat seksi, dan dibalut lingerie indah berwarna merah menyala. Semua bagian inti tubuhnya dapat terlihat dengan jelas. Tentu saja Kenzo mengangumi keindahan tubuh sang istri yang sangat terawa
Malu. Seorang Serena Hogan berlutut dan meminta maaf pada wanita tua yang menjadi kepala pelayan di rumahnya. Harga dirinya merasa diinjak-injak. Bahkan martabat keluarganya yang tidak kalah dengan keluarga Matteo, seketika tidak bernilai. 'Jangan pernah mengusir Nenek dari rumahku! Ini adalah rumahku, bukan rumahmu! Hak yang aku berikan untuk mengatur rumah ini, tidak bisa kamu gunakan untuk mengeluarkan Nenek dari rumah ini! Jangan pernah memarahi Nenek! Menyentuhnya pun jangan! Jika aku tahu kamu mengganggu Nenek dengan segala caramu, maka akan aku berikan hal yang serupa padamu! Mengerti?!'Ancaman Kenzo yang panjang lebar kembali terbayang di matanya. Dia merasa sangat terhina dengan berlutut dan meminta maaf pada wanita tua yang menjadi kepala pelayan di rumah tersebut. Selama bertahun-tahun dia tidak pernah berkomunikasi terlalu lama dengannya. Dan sekarang, di saat Luna datang untuk menjadi istri kedua suaminya, wanita tua itu pun mulai berulah untuk menentangnya. Di dalam k
Tidur Kenzo tidak nyenyak. Hanya matanya saja yang terpejam. Akan tetapi, hati dan pikirannya masih saja memikirkan perkataan Serena, istri pertamanya. Tentu saja hatinya tidak rela untuk menjauh atau mengabaikan Luna, istri keduanya. 'Aku harus mencari cara untuk mengatasi semua ini. Kenapa jadi seperti ini? Bukankah seharusnya semua berjalan baik-baik saja seperti yang telah direncanakan? Mengapa sekarang jadi seperti ini?' batinnya menggerutu sembari memejamkan matanya.Kenzo tidak pernah membayangkan berada dalam situasi sulit seperti saat ini. Sejak kedatangan Luna dalam hidupnya, ketenangan hati dan pikirannya terusik. Bahkan kini dia harus berada di antara kedua istrinya. Berbeda dengan Serena. Tidurnya kali ini begitu nyenyak. Bahkan lebih nyenyak dari sebelumnya, ketika dia harus menunggu sang suami yang sedang berada di kamar istri keduanya. Pagi pun menjelang. Serena menyambut paginya dengan senyuman. Sama seperti biasanya, dia menyiapkan pakaian kerja suaminya. Entah m
Pikiran Kenzo tidak tenang. Dalam benaknya hanya ada Luna, istri keduanya. "Apa dia benar-benar pergi ke rumah sakit?" gumamnya ketika terlintas gambaran Luna yang ingin menumpang ke rumah sakit dengannya.Merasa khawatir pada istri keduanya, sang dokter mengambil ponsel yang baru dibelinya bersama Luna. Dia tersenyum melihat gawai canggih yang sedang dipegangnya. Pasalnya, ponsel tersebut hanya digunakan untuk menghubungi istri keduanya agar tidak menimbulkan kecemburuan istri pertamanya. "Lebih baik aku hubungi saja dia. Daripada aku tidak bisa bekerja karena kepikiran dia terus-menerus," ucapnya seraya mencari nomor sang istri.Namun, dia menghentikan niatnya. Diletakkan kembali ponsel tersebut, ketika teringat betapa kejam dirinya pada Luna, istri keduanya, pada saat di ruang makan pagi ini. Tidak ada cara lain yang bisa dilakukannya saat ini. Sang dokter bergegas keluar dari ruangannya, dan berjalan tergesa-gesa menuju kamar inap ibu mertuanya. "Apa ada orang di ruang VIP?" ta
Serena melambaikan tangan menyapa istri kedua suaminya yang sedang duduk termenung memikirkan sikap yang harus diambilnya saat ini. Sedangkan Luna, dia menghela nafas melihat wanita yang sejak awal dianggapnya sebagai seorang kakak. 'Kenapa dia muncul di saat aku sedang berpikir dan mencari ketenangan?' batinnya menggerutu kesal.Wanita yang memakai pakaian dari brand ternama itu, berjalan anggun dengan menjinjing tas limited edition keluaran terbaru brand internasional. Dia menghampiri madunya sambil tersenyum yang seolah sedang mengejeknya."Bagaimana keadaan ibumu, Luna? Apa ada kemajuan?" tanyanya sembari melihat wanita tua yang terbaring di tempat tidur pasien. "Belum, Nyonya," jawab lirih Luna dengan suara yang bergetar melihat ke arah sang ibu.Serena menghela nafasnya. Dia melihat semua alat yang menempel pada tubuh wanita tua tersebut. "Jadi hidup ibumu bergantung pada semua alat ini?" tanyanya kembali seraya menunjuk semua alat yang mendukung berlangsungnya kehidupan pasi
Kenzo sudah membuat keputusan. Setelah meminum obat dari Dokter Lu dwig untuk mengatasi mualnya, kini sang dokter kembali ke ruangannya. Dengan gerakan cepat, dia membuka semua jendela kaca, dan menyemprot ruangan tersebut menggunakan pengharum ruangan yang mempunyai wangi lembut layaknya Luna, istri keduanya. Serena menatap heran pada suaminya. Baru kali ini dia melihat sang suami seperti itu. Bahkan dia sangat penasaran dengan apa yang sedang dirasakan oleh suaminya. "Sayang, sebenarnya apa yang terjadi padamu? Kenapa kamu bersikap seperti ini?" tanyanya sambil berjalan menghampiri sang suami."Sepertinya aku sedang mengalami mual di pagi hari, seperti yang biasa dialami oleh ibu hamil," jawab Kenzo sambil berjalan menuju meja kerjanya.Serena mengernyitkan dahinya. Dia memperhatikan sang suami dari ujung kaki hingga ujung kepalanya, seolah sedang mencari sesuatu."Tapi, kamu seorang pria, Sayang. Bagaimana mungkin kamu bisa mengalaminya?" "Buktinya aku sedang mengalaminya. Buka
Kenzo masih terngiang pertanyaan yang diberikan oleh sang nenek padanya. Dia sendiri tidak tahu sampai kapan bisa menyembunyikan istri keduanya di dalam kamar tamu yang dikhususkan untuk kakeknya ketika berkunjung ke rumahnya. "Sayang, kenapa diam? Apa ada masalah?" tanya Serena ketika melihat sang suami sedang duduk melamun di kursi kerja dalam ruangannya.Seketika Kenzo tersadar. Dia tersenyum pada sang istri, berusaha untuk mengalihkan perhatiannya. "Tidak. Aku hanya tidak sabar menunggu hasil pemeriksaan kehamilanmu tadi," jawabnya sambil berdiri dari duduknya. Sang dokter berjalan menghampiri istrinya yang sedang duduk di sofa. Dia duduk di sebelah istri pertamanya yang baru saja melakukan beberapa tes kehamilan di rumah sakit tersebut.Serena bergeser sehingga duduknya merapat dengan suaminya. Kemudian, dia bersandar pada tubuh sang suami, dan meletakkan kepalanya pada pundak suaminya."Aku juga tidak sabar menggendong bayi kita," ucapnya sambil tersenyum.Kenzo tersenyum get
Serena terdiam melihat isi dalam salah satu kamar tamu yang dimasukinya. Dia sama sekali tidak menyangka jika bisa menemukan semua itu di kamar tersebut. Perlahan kakinya melangkah menghampiri ranjang yang ada di sana."Apa semua ini nyata?" gumamnya sembari melihat apa yang ada di hadapannya.Perlahan tangannya bergerak menyentuh barang-barang yang ada di atas ranjang. Matanya berkaca-kaca ketika memegang beberapa baju bayi dan perlengkapan bayi yang tertata rapi di sana. "Ternyata Kenzo meletakkan semuanya di sini. Aku pikir dia sudah membuang semua barang-barang ini," gumam Serena seraya tersenyum bahagia, seolah sedang menemukan sesuatu yang berharga. Setelah itu pandangannya beralih pada ranjang bayi yang berada di dekat ranjang tersebut. Dia beranjak dari duduknya, dan menghampirinya. Matanya berbinar melihat mainan yang tergantung di atas ranjang bayi itu.Tanpa sadar tangannya menyentuh mainan tersebut, sehingga bergerak dan mengeluarkan suara musik. Sama seperti dahulu, Ser
"Sayang, bangun. Sudah pagi," bisik Luna di telinga sang suami. Kenzo hanya diam, tanpa bergerak atau pun merespon dengan kata-kata. Kedua matanya masih terpejam, layaknya orang yang masih sibuk di alam mimpinya. "Apa dia masih tidur?" gumamnya sambil menatap kagum pada wajah tampan pria yang ada di hadapannya. Tanpa sadar tangannya menyentuh wajah suaminya. Wajah tampan yang bak pahatan sempurna itu, membuat Luna tidak bisa menahan keinginannnya. Jari tangannya bergerak menyusuri lekuk wajah sang suami, layaknya sedang menggambar pada sebuah kanvas. Kenzo sebisa mungkin menahan gerakan jemari lentik sang istri yang bergerak halus dari alis, hidung, dan berakhir di bibir. Lagi-lagi dia tidak bisa menahan keinginannya. Bibir pink alami milik sang suami membuatnya terpesona, sehingga ingin merasakan kembali sentuhan kenyal dari bibir tersebut. Perlahan wajah Luna bergerak mendekati wajah suaminya, seolah se
Ranjang di kamar tersebut berantakan. Kain berwarna putih yang menutupi ranjang tersebut menjadi kusut, sehingga membuat Serena berpikiran buruk pada si pemilik kamar dan suaminya. Kemudian dia melihat piring dan gelas bekas yang sudah kosong."Apa-apaan ini?!" ujarnya sambil meletakkan kedua tangannya di pinggang. "Apa yang sudah mereka lakukan?!" sambungnya dengan menatap marah pada ranjang yang ada di hadapannya.Matanya kembali menyusuri kamar berukuran kecil yang sangat anti untuk dimasukinya. Dia kembali kesal, karena tidak menemukan apa yang dicarinya. Dengan kemarahan yang telah merajai hatinya, Serena keluar dari kamar tersebut untuk mencari suaminya.Pikirannya kalut, bayangan antara madunya bersama dengan sang suami yang sedang bersenang-senang dalam kamar tersebut, senantiasa mengganggunya. Terlebih lagi si pemilik kamar dan juga suaminya tidak ada dalam kamar yang didatanginya."Ke mana mereka sebenarnya?""Apa mereka berdua sedang bersama?"Pertanyaan-pertanyaan itu han
"Tuan, kamarnya sudah siap. Apa ada hal lain lagi yang perlu saya bantu?" tanya seorang wanita dengan suara serak khas nenek-nenek.Kenzo menoleh ke arah sumber suara, dan tersenyum pada sosok wanita tua yang sedang berdiri di depan pintu."Terima kasih, Nek. Setelah Luna menghabiskan semua makanan, buah-buahan dan susunya, saya akan membawanya ke sana.""Ke mana?" tanya Luna penasaran.Kenzo tersenyum pada sang istri, dan menyuapkan makanan yang ada di piring."Habiskan dulu makanannya. Setelah itu, aku akan memberitahukan sesuatu padamu," tutur Kenzo yang dengan telaten menyuapi sang istri.Wanita tua tersebut berjalan menghampiri mereka, dan menunduk tepat di samping tuannya yang sudah dianggap cucunya sendiri."Apa Nenek perlu membawakan semua pakaian Luna ke kamar yang akan ditempatinya?" bisik sang nenek di telinga Kenzo.Luna memperhatikan mereka berdua yang terlihat seolah sedang menyembunyikan sesuatu. "Apa yang sedang kalian bicarakan?" tanyanya sembari menatap suaminya dan
Luna memegang tangan suaminya yang sedang menyentuh wajahnya. "Jangan ambil anakku!" serunya dengan mata terpejam.Seketika Kenzo terhenyak, dan memegang tangan sang istri yang masih dalam kondisi matanya terpejam. "Sayang, ada apa?" tanyanya dengan lembut."Pergi!" seru Luna seraya menarik tangannya dari genggaman suaminya.Namun, Kenzo tidak menyerah begitu saja. Dia tidak terima diperlakukan seperti itu oleh istri keduanya yang kini telah mempunyai tempat tersendiri dalam hatinya. Kenzo meraih kembali tangan sang istri, dan memegangnya dengan sangat erat. "Pergi dari sini!" seru Luna kembali dengan mata terpejam, sembari berusaha melepaskan tangannya dari genggaman suaminya."Sayang, ini aku, Kenzo, suamimu!" ucap Kenzo dengan tegas, berusaha untuk menyadarkan sang istri.Mendengar nama sang suami, Luna semakin memberontak. Dia tidak hanya berusaha untuk melepaskan tangannya, tapi dia juga berusaha untuk menyingkirkan sang suami yang semakin menempel padanya."Pergi!""Jangan ga
"Tidurlah. Istirahatkan tubuh dan pikiranmu," tutur Carla sambil menyelimuti Luna yang terbaring di ranjangnya.Luna memaksakan senyumnya, dan memegang tangan Carla yang selimutnya. "Terima kasih, Carla. Kamu selalu ada untukku, meskipun aku tahu jika kamu tidak memihak ku," ucap Luna dengan lemah."Apa maksudmu, Luna?!" tanya Carla dengan menunjukkan ekspresi marahnya.Luna memaksakan senyumnya yang terlihat sangat lemah. Wanita yang sedang hamil itu menggeleng lemah, seolah tidak bertenaga.Carla menghela nafasnya melihat istri kedua saudara tirinya yang terlihat begitu menyedihkan. Dia duduk di tepi ranjang, dan memegang tangan Luna."Aku tidak memihak siapa pun. Tidak memihak Serena atau pun kamu. Aku hanya memihak pada kebenaran," tuturnya dengan serius.Luna hanya diam, tidak berkomentar apa pun untuk menanggapi perkataan saudara tiri suaminya. Dia tidak memiliki banyak tenaga untuk melakukan apa pun saat ini. Yang bisa dilakukannya hanyalah memejamkan matanya."Kamu harus ber
Kenzo berdiri mematung, dan menatap tidak percaya pada istri pertamanya. Mata Serena yang berbinar seolah memberitahukan pada semua orang bahwa betapa bahagianya dia saat ini."Sayang! Kenapa kamu diam saja?" tanya Serena sambil berjalan menghampirinya.Luna pun merasa tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Hatinya bergejolak. Ada rasa takut yang membuat air matanya menetes dengan sendirinya.'Bagaimana ini? Bagaimana jika Nyonya Serena benar-benar hamil? Apa aku dan bayi yang ada dalam kandunganku ini akan ditendang dari sini? Apa Dokter Kenzo akan membuang kami?' "Hamil? Benarkah kamu sedang hamil, Serena?" tanya Carla dari tempatnya berdiri.Serena berdiri di hadapan suaminya. Dia memutar badannya untuk menghadap orang yang telah bertanya padanya."Benar, Carla. Aku sedang hamil. Di sini, ada anak kami. Bayi ini adalah hasil dari buah cintaku dan Kenzo," jawabnya sembari mengusap lembut perutnya, dan tersenyum pada saudara tiri suaminya.Kemudian dia kembali membalikkan badann