Sebelum mengemudikan mobilnya, Kenzo sempat mengirim pesan pada Luna, istri keduanya. Dia meminta maaf karena tidak bisa memakan semua makanan yang telah dimasaknya. Akan tetapi, Kenzo memuji masakannya.Luna tersenyum getir membaca pesan yang dikirimkan sang suami padanya. Merasa sangar kesepian di dalam kamar tersebut, dia pun kembali memainkan ponselnya.Entah mengapa dia merasa rindu pada sang dokter yang telah menikahinya. Luna kembali melihat pesan yang dikirimkan oleh suaminya. Tanpa sadar jarinya menekan gambar profil nomor tersebut.Bibirnya melengkung ke atas melihat foto suaminya yang terlihat begitu tampan. Akan tetapi, senyumnya pun pudar ketika melihat sosok wanita yang berada di sebelah suaminya. Serena, istri pertama Kenzo yang berfoto dengan adegan romantis bersama sang suami."Apa aku bisa berfoto seperti itu dengannya?" Harapannya sangat tinggi, hingga dia merasa tidak mungkin untuk mencapainya. "Ada apa, Luna?" tanya seorang pelayan wanita yang sedang berpapasan
Kenzo merutuki kebodohannya. Rasa rindu pada istri keduanya membuat sang istri pertama marah padanya. Kini dia hanya bisa diam dan menerima semua kemarahan sang istri. Namun, ada hikmah di balik semuanya. Serena enggan meneruskan rentetan rencana yang sudah ada dalam list buatannya. Istri pertamanya itu meminta untuk kembali ke rumah, dan berniat membalas kegagalannya pada Luna, istri kedua Kenzo. Tentu saja tanpa sepengetahuan suaminya.Serena sudah tidak bisa berpikir jernih lagi. Bahkan dia telah lupa akan tujuannya membawa Luna masuk ke dalam pernikahan mereka. Saat ini yang dirasakannya hanya rasa kesal yang mendalam pada madunya.'Sial! Berani-beraninya kamu membayangi pikiran suamiku dengan wajah kolot mu itu! Dasar wanita brengsek!' batin Serena sembari menatap marah pada Luna yang sedang menghidangkan kopi untuknya dan sang suami.Laura tersenyum licik menyambut madunya yang sedang memberikan secangkir kopi padanya."Luna, ke sinilah."Wanita muda itu merasakan hal yang tida
"Bagaimana kamu tahu?" tanya Kenzo tanpa sadar dengan membelalakkan matanya.Luna menatap kecewa pada pria yang telah menjadikannya sebagai istri kedua. Matanya berkaca-kaca, berusaha menahan rasa sakit dalam hatinya."Kenapa kamu tega sekali padaku? Bukankah seharusnya kita yang melakukan bulan madu setelah menikah?"Bibirnya bergetar menahan tangis yang menyesakkan dada. Pelupuk matanya terlihat penuh menampung air mata yang sedari tadi berusaha ditahan olehnya."Tapi, aku sadar setelah membaca pesan darimu. Kamu memperlakukan aku dengan baik karena aku adalah ibu pengganti untuk anakmu. Bukan 5 rasa sayang atau cinta yang kamu rasakan padaku."tttSemua perkataan itu lolos begitu saja dari bibirnya. Luna tidak bisa memikirkan apa pun saat ini. Dia hanya mengatakan apa yang ada dalam pikirannya dan juga apa yang dirasakan oleh hatinya. "Pesan? Pesan apa yang kamu maksud? Aku hanya mengatakan permintaan maafku karena tidak bisa menghabiskan makanan yang sudah susah payah kamu masak.
"Gawat!" ujar Kenzo setelah melihat beberapa kali sang istri pertama menelponnya."Ada apa, Sayang?" tanya Luna sembari menatap heran pada sang suami.Kenzo bergegas memungut pakaian dan celananya yang berceceran di lantai. Dalam hatinya menggerutu kesal menyalahkan dirinya dan Luna yang asal melempar pakaian mereka ke sembarang arah."Di mana celana dalamku?" tanyanya sembari menatap ke seluruh ruangan untuk mencari benda keramat yang berbentuk segi tiga miliknya. Luna turun dari ranjang, dan mengambil benda keramat tersebut yang tersangkut dengan indahnya di rak TV. "Yang ini?" tanyanya seraya mengulurkan kain berwarna abu yang berbentuk segi tiga tersebut pada suaminya.Kenzo menatap benda yang ada di hadapannya. Bibirnya melengkung ke atas setelah melihat benda yang sedang dicarinya. Dengan cepatnya dia menyambar kain itu, dan memakainya. Luna masih saja berdiri di depan suaminya. Dia hanya diam, dan menatap kesibukan sang suami yang sedang terburu-buru memakai benda tersebut.
Kenzo memutuskan untuk meninggalkan Luna di rumah mereka. Bukan karena dia tidak mau istri keduanya ikut dengan mereka, tapi lebih tepatnya Kenzo tidak mau istri pertamanya marah lagi padanya karena kehadiran Luna di antara mereka.Pria beristri dua tersebut mengendarai mobil dengan perasaan bersalah pada istri keduanya. Bayangan akan kejadian tadi membuatnya semakin ingin menemuinya. Di ruang tengah, Luna memberanikan diri untuk menyela perdebatan antara sang suami dengan istri pertamanya. Dengan ragi-ragu dia mengatakan keinginannya untuk menemui sang ibu yang masih dirawat di rumah sakit. "Luna, sebaiknya kamu di rumah saja. Jangan terlalu mengkhawatirkan ibumu, karena di rumah sakit banyak perawat khusus yang telah ditugaskan untuk menjaga perawat VIP," ucap Kenzo dengan lembut, agar istri keduanya tidak merasa sakit hati atas larangannya.Kenzo merasa tidak tega melihat mata Luna yang berkaca-kaca saat membicarakan ibunya. Dia tahu betul bagaimana perasaan seorang anak yang ing
Seperti biasanya, setelah pergulatan ranjang antara Kenzo dan istri keduanya, mereka berdua tidur dalam keadaan polos di bawah selimut tebal yang menghangatkan tubuh mereka. Tiba-tiba kedua mata Luna terbuka. Dia teringat akan sesuatu.Perlahan-lahan kedua mata Kenzo pun terbuka, ketika dia merasakan pergerakan dari sang istri. Akan tetapi, matanya kembali tertutup saat melihat istri keduanya tersebut sedang mengambil ponselnya yang berada di nakas. Dengan senyum bahagianya Luna membuka kamera di ponselnya, dan mengambil fotonya ketika mencium pipi sang suami. Tanpa diketahui oleh Luna, Kenzo menahan senyumnya, dan seketika memeluk erat istri mudanya dengan sangat gemas. "Kenapa kamu mencuri-curi kesempatan untuk mencium ku, Sayang?" bisik Kenzo si telinga sang istri."Karena aku ingin memasang foto kita berdua sebagai foto profilku," jawab lirih Luna dengan ekspresi sedih.Kenzo menatap intens manik mata istri keduanya. Hatinya merasa iba melihat wajah sedih sang istri."Kenapa ber
"Apa kita harus melakukannya di tempat ini, Sayang?" tanya Kenzo sembari melepas sabuk pengamannya."Bukankah ini seperti mengulang masa kita pacaran?" tanya Serena dengan sangat antusias.Seketika Kenzo terkesiap. Dia menatap sang istri dengan penuh tanda tanya. 'Jadi perkiraanku benar. Sebelum kita menikah, kamu telah berhubungan dengan laki-laki lain. Sialnya, bukan aku yang mendapatkan kegadisanmu, Serena. Aku hanya mendapatkan gelar sebagai suamimu, dan mahkotamu telah kamu berikan pada laki-laki lain. Brengsek!'"Ada apa, Sayang? Apa ada yang salah dengan ucapanku?" tanya Serena menyelidik."Tidak. Hanya saja sepertinya aku lupa saat-saat kita berada di hotel ini," jawab Kenzo sembari memaksakan senyumnya.Seketika senyum Serena pun pudar. Dia menatap tajam pada sang suami, seolah sedang melampiaskan kemarahannya."Kenapa kamu melupakan saat-saat penting seperti ini? Bukankah kamu memintaku untuk membuktikan rasa cintaku padamu?" "Aku? Memintamu seperti itu?" tanya Kenzo sem
Serena menyeringai melihat reaksi madunya saat melihat pergulatan panasnya bersama sang suami. Bahkan dia memperlihatkan betapa aktifnya dalam permainan ranjang mereka. Sepasang suami istri tersebut berhasil membuat Luna merasakan sakit dalam hatinya. Matanya berkaca-kaca menahan air mata yang terkumpul di pelupuk mata. Tangannya menutup bibir, agar tidak keluar sedikit pun suara dari mulutnya. Sakit. Sungguh sakit hati Luna menyaksikan secara langsung penyatuan suaminya dengan istri pertamanya. Semula dia datang karena mendapatkan pesan dari nomor sang suami yang menyuruhnya untuk datang ke Metro Grand Hotel miliknya, dan meminta kunci kamarnya pada resepsionis yang berjaga di depan. Tentu saja itu semua ulah dari Serena. Dia sudah mengatur segalanya dengan sangat teliti. Bahkan dia pun memerintahkan pada resepsionis untuk memberikan kunci kamar mereka pada madunya. Si cerdik Serena sudah mengetahui kelemahan Luna yang dikatakan udik olehnya. Terlalu mudah baginya untuk menghada
"Maafkan Papa, Carla."Tiba-tiba saja terdengar suara pria yang membuat Carla terhenyak dari lamunannya. Wanita muda itu menoleh ke arah sumber suara yang sangat diyakininya milik Damian, papa tirinya. "Papa," ucapnya lemah sambil memaksakan senyumnya. Damian tersenyum menanggapinya. Pria paruh baya tersebut duduk di samping putri tirinya, dan menatap ke arah yang sama dengannya. "Papa tidak mengira jika kamu sudah mengetahuinya," tukas Damian sembari menatap lurus ke depan."Maafkan Carla, Pa. Bukan maksud Carla untuk menutupi atau berada di pihak Mama. Carla hanya butuh waktu untuk membuktikan kecurigaan Carla selama ini pada Mama," tutur putri tiri Damian dengan penuh penyesalan. Pria paruh baya yang berkarisma itu menoleh ke arah sampingnya, di mana putri tirinya sedang duduk bersamanya. "Kenapa kamu meminta maaf pada Papa? Kamu sama sekali tidak bersalah, Carla. Semua ini terjadi karena Papa. Jadi, jangan menyalahkan atau membenci mamamu."Senyuman Damian yang tulus membuat
Tubuh Kania lemas seketika. Tak pernah sedikit pun dia mengira, jika sang suami mengetahui perselingkuhannya. "Bagaimana bisa itu terjadi?" gumamnya sembari duduk lemas di lantai, dan bersandar pada dinding. "Kenapa, Ma? Apa Mama tidak mengira jika Papa Damian akan mengetahuinya?" tanya Carla dengan sinis. Wanita muda itu menyeringai melihat sang mama lemas tidak berdaya, seolah telah kehilangan semangat hidupnya. Kania menatap kesal pada putri tunggalnya. Bagaimana tidak, Carla yang notabenenya adalah putri kandungnya, malah memihak papa tirinya. "Hilangkan pikiran jelek Mama tentangku. Carla tidak memihak siapa pun, Ma. Carla hanya berada di pihak yang benar. Jika memang Mama sudah tidak mencintai Papa Damian, lebih baik katakan baik-baik padanya, dan mintalah untuk berpisah secara baik-baik pula. Carla ingin hubungan baik kita tetap baik dengan keluarga Matteo," tutur Carla yang mencoba menebak isi hati sang mama ketika melihat tatapan kesalnya. "Sok tahu sekali kamu, Carla! K
Luna terkesiap mendengar pertanyaan dari sang ibu yang baru saja terbangun dari tidur panjangnya. Dia tidak menyangka jika ibunya mengetahui tentang buah hatinya bersama dengan Kenzo yang masih dalam kandungannya."I-ibu," ucapnya dengan mata yang berkaca-kaca. Lidahnya kelu, tidak bisa mengeluarkan kata-kata untuk meneruskan apa yang ingin dikatakannya pada sang ibu.Tangan wanita paruh baya itu bergerak perlahan untuk mengusap air mata putrinya. Dia tersenyum tipis, dan menatap dalam pada kedua mata putri kesayangannya. Sang ibu melihat ada kesedihan yang teramat mendalam pada mata indah tersebut. "Maafkan Ibu, Luna," ucapnya dengan susah payah. "Tidak. Tidak, Bu. Ibu tidak salah," sahut Luna dengan cepat, sembari menggelengkan kepalanya. Tanpa sadar air matanya pun kembali menetes di pipinya. Suasana haru itu berlangsung beberapa saat. Ibu dan anak tersebut saling melepaskan kerinduannya. Luna pun menceritakan semua yang terjadi padanya selama sang ibu berada di rumah sakit. Han
Kenzo dapat melihat kekhawatiran sang istri yang mengarah pada kecemburuan. Pria beristri dua itu tersenyum, dan mendekati sang istri, seraya memperlihatkan layar ponselnya. "Dari rumah sakit, Sayang. Sebentar ya, aku akan menjawab panggilan ini dulu. Siapa tahu panggilan ini sangat penting, dan mungkin saja mereka sedang membutuhkanku," ucapnya dengan lembut, sembari tersenyum pada sang istri. Luna menganggukkan kepalanya. Dia mengijinkan suaminya untuk menjawab panggilan tersebut. Hanya saja, wanita yang sedang hamil itu tidak bisa mengalihkan pandangannya dari sang suami. Bahkan dia memasang baik-baik indera pendengarnya untuk bisa mendengarkan percakapan suaminya dengan si penelpon. "Apa?!" ujarnya terperanjat kaget, sembari beranjak dari duduknya. Sontak saja Luna terhenyak, dan berusaha untuk mencari tahu dengan mendekati suaminya. "Lalu, bagaimana keadaannya sekarang? Apa ada yang tidak beres?" tanyanya dengan cemas pada seseorang di seberang sana. Kenzo bernafas lega. Ad
Setelah berkali-kali tersedak, Serena masih saja mengalami kesialan. Madam Anna mengharuskannya untuk mencuci peralatan makan yang telah dipakainya. "Sialan! Apa mereka kira aku pembantu?!" umpatnya sambil berjalan menuju dapur. Omelannya turut menyertai sepanjang perjalanannya menuju dapur yang terletak di ujung paling belakang rumah tersebut. Karena sibuknya merangkai umpatan, Serena tidak memperhatikan sekelilingnya. Keadaan lorong dan sekitarnya yang sangat sepi pun tidak disadarinya. Wanita angkuh itu berjalan dengan sangat percaya diri dengan membawa piring yang di atasnya terdapat sendok, garpu, dan juga gelas bekas dipakainya. Bahkan ketika masuk ke dalam dapur yang sunyi itu pun Serena masih saja mengomel tanpa henti. Piring beserta pelengkapnya itu diletakkan dengan keras pada sink pencuci piring, hingga mengeluarkan bunyi yang membuatnya kaget."Apa piringnya pecah?" gumamnya sembari melihat keadaan piring tersebut. Seketika dia tersenyum melihat kondisi piring tersebut
Selama perjalanan, Luna memperlihatkan wajah kesalnya. Di dalam mobil pun dia duduk menjauh dari suaminya. Melihat hal itu, Kenzo tidak tahan. Apalagi dijauhi oleh istri kesayangannya, ibu dari anak-anaknya. Kenzo meraih pinggang sang istri, dan menariknya hingga berdempetan dengannya. Luna terkesiap. Dengan reflek dia menoleh ke arah sang suami. Kedua mata mereka pun saling bertemu."Sayang, jangan kesal seperti ini. Aku sangat tersiksa," ucap Kenzo sembari mengiba dengan tatapan matanya.Hati Luna benar-benar tidak tega melihatnya. Rasa cintanya pada sang suami begitu besar, sehingga mengalahkan rasa kesalnya pada pria yang berstatus sebagai suaminya. "Aku mohon," sambungnya dengan penuh harap.Hati Luna bergetar. Egonya mengatakan untuk tetap bersikap kesal, dan mengacuhkan suaminya. Akan tetapi, dia tidak bisa membohongi hatinya. Cinta seorang wanita yang telah mengandung buah hati dari pria tersebut, membuatnya luluh. Tanpa sadar dia pun menganggukkan kepalanya.Seketika senyum
Kenzo menghempaskan tangan istri pertamanya, dan menghampiri istri keduanya. Pria beristri dua tersebut memeluk erat istri keduanya, dan menatap tajam pada istri pertamanya. "Luna akan tetap bersamaku. Di mana pun dia berada, aku akan selalu ada di sampingnya," ucapnya dengan tegas. Serena terperangah melihatnya. Kini, dia bagaikan seorang istri yang terbuang. Parahnya lagi posisinya telah digantikan oleh madunya. Semua orang menatapnya seolah sedang menertawakannya. "Baguslah. Ayo kita pulang sekarang. Badanku sudah sangat lelah," ujar Kania sembari memijit tengkuk lehernya. "Tetap di tempat! Semua sudah diputuskan. Hukuman kalian bertiga harus tetap dilakukan hingga selesai. Jika kalian tidak melakukan hukuman dengan baik, maka akan ditambah satu hari lagi untuk setiap kesalahan," tutur Ron Matteo dengan tegas. "Tapi, Pa--" "Diam!" bentak Ron Matteo menyahuti sang menantu yang ingin memprotesnya. Seketika Kania bersembunyi di belakang tubuh suaminya. Tangannya mence
"Ayo turun!" bentak seorang polisi yang membukakan pintu mobil untuk mereka. Kania, Serena, dan Carla turun bergantian dari dalam mobil. Kaki mereka terasa berat, sehingga enggan melangkah. "Kenapa masih berdiri di sini?!" tanya polisi tersebut dengan tegas.Ketiga wanita itu saling mendekat, merasa takut akan wajah garang polisi yang menggertak mereka. "Cepat jalan!" bentak polisi tersebut dengan mempertegas wajah garangnya. Sontak saja mereka bertiga saling mendorong untuk berjalan terlebih dahulu. Tidak hanya itu saja, bahkan suara mereka layaknya lebah yang mendengung untuk saling memerintah."Sepertinya peluru ini tidak akan meleset, meskipun dari jarak jauh," ujar sang polisi dengan meninggikan suaranya. Seketika badan mereka menegang. Saat itu juga ketiga wanita tersebut berjalan cepat, seolah sedang berlomba menuju bangunan yang berjarak tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Para polisi terkekeh melihat tingkah ketiga wanita yang akan dihukum oleh keluarga Matteo, kelua
Seketika senjata yang dipegang oleh beberapa polisi mengarah pada Luna, wanita yang berdiri di samping Kenzo, suami Serena. Sontak saja Luna beringsut ketakutan. Wanitayang sedang hamil tersebut mencengkeram tangan suaminya, dan berpegangan erat padanya."Turunkan senjata kalian!" perintah Kenzo dengan tegas pada polisi-polisi tersebut. Sebagian polisi masih mengarahkan senjatanya pada ketiga wanita yang telah membuat keributan dalam rumah utama keluarga Matteo, dan sebagian lagi mengarahkan senjatanya pada Luna."Apa kalian tuli?! Turunkan senjata kalian! Wanita ini istriku! Dia sedang mengandung anakku!" bentak Kenzo sambil merangkul tubuh istri kecilnya. Ron Matteo memberikan tanda pada sang putra untuk menyelesaikan kekacauan yang ada. Damian pun mengerti. Pria paruh baya tersebut berjalan dengan penuh wibawa mendekati salah satu polisi yang mengarahkan senjatanya ke arah Luna. "Turunkan senjata kalian. Dia menantuku, dan sedang mengandung keturunan Matteo," perintahnya dengan