'Shit! Kenapa tidak terpikir sama sekali olehku?!' umpat Kenzo dalam hati.Serena melihat kebodohan pada ekspresi wajah suaminya saat ini. Dia menyeringai, seolah menertawakan kebodohan seorang Kenzo Matteo yang terkenal jenius di bidangnya."Kenapa? Apa kamu menyesal?" "Tidak," celetuk Kenzo tanpa sadar."Apa?! Jangan bilang jika kamu mempunyai perasaan padanya! Tidak! Aku tidak akan membiarkan itu terjadi, Ken!" bentak Serena dengan amarahnya yang menggebu-gebu.Seketika Kenzo tersadar akan ucapannya. Dalam hati dia merutuki kebodohannya. Bahkan dia mengumpat dalam hati, karena berhasil membuat dirinya sendiri terlihat bodoh di hadapan Serena, istri pertamanya yang terkenal sangat cerdik."Tidak. Bukan begitu, Sayang. Aku hanya ingin mengatakan jika Kakek tidak akan membiarkan hal itu terjadi," sanggahnya dengan tatapan mengiba."Kakek tidak akan tahu, jika kalian semua diam, tidak ada yang memberitahukan hal itu padanya," ujar Serena dengan meninggikan suaranya.Kenzo menghela naf
Luna menepati janjinya. Dia masih setia menunggu Kenzo di dalam kamar dengan lingerie yang masih melekat di tubuh indahnya. "Kenapa Dokter Kenzo lama sekali?" gumamnya sembari melihat ke arah jam dinding.Hembusan angin yang berasal dari pendingin ruangan menerpa kulit mulus Luna. Selama berjam-jam, dia bertahan di sofa untuk menunggu suaminya. Tiba-tiba saja dia berlari ke arah ranjang, dan masuk ke dalam selimut. Dari luar terlihat selimut putih tersebut bergerak-gerak. "Dingin sekali. Apa tidak ada baju selain yang aku pakai?" gumamnya diiringi dengan giginya yang bergemelatuk.Berbeda halnya dengan kamar lainnya. Di seberang sana, kamar yang dipersiapkan untuk Kenzo dan Serena, masih tertutup rapat. Tidak ada yang berani mengganggu mereka. Sama halnya dengan Kenzo ketika berada di dalam kamar pengantin, Serena pun memerintahkan pada pelayan untuk mengantarkan makanan serta minuman ke dalam kamar mereka. Sepasang suami istri tersebut mengurung diri di kamar, sesuai dengan keing
Sinar mentari pagi telah menyapa bumi. Semua orang yang bekerja di rumah utama keluarga Matteo, kembali disibukkan dengan pekerjaan masing-masing. "Nyonya Luna, apa anda sudah bangun?! Semua orang sudah menunggu anda di meja makan!" teriak seorang pelayan wanita sembari mengetuk pintu kamar pengantin.Di dalam kamar tersebut, Luna masih berselimut dan meringkuk di dalamnya. Dia terlihat sangat nyaman dan lelap dalam tidurnya. Namun, ketukan pintu dan suara seruan dari luar kamar, membuat tidur Luna terganggu. Perlahan-lahan kedua matanya pun terbuka. Dengan enggan dia turun dari ranjang, dan berjalan ke arah pintu.Kedua kakinya terasa berat melangkah, seberat hatinya setelah membaca pesan dari sang suami. "Maaf, Nyonya. Semuanya sudah menunggu untuk sarapan. Nyonya diperintahkan segera datang ke ruang makan," ucap pelayan wanita tersebut dengan sopan."Saya akan segera ke sana," tukas Luna sembari mengusap-usap matanya.Pelayan tersebut pun meninggalkan Luna untuk bersiap-siap. De
"Dok, bolehkah saya menumpang hingga ke rumah sakit?" tanya Luna ketika Kenzo beranjak dari duduknya, berniat untuk mengejar istri pertamanya. "Cepatlah. Jangan biarkan Serena menunggu lama," ujar Kenzo tanpa melihat ke arah istri keduanya. Seketika Luna beranjak dari duduknya untuk mengikuti sang suami yang sudah terlebih dahulu melangkah pergi. "Kakek pikir hubungan kalian berdua sudah sangat dekat, tapi nyatanya hanya kedekatan seorang pasien dan dokter saja," tukas Ron Matteo sembari menyeringai. Kenzo menghentikan langkahnya, dan menoleh ke belakang, di mana sang kakek berada. "Tentang itu, tanyakan saja pada Luna. Aku sudah berkali-kali mengingatkannya." Setelah itu dia kembali meneruskan langkahnya, meninggalkan Luna yang sedang meminta maaf pada kakek mertuanya. "Sial! Kenapa aku bisa berada di situasi seperti ini?!" umpat Kenzo mengiringi langkah kakinya. Seperti dugaan Kenzo. Serena, istri pertamanya telah menunggu dengan memasang wajah marahnya. Satu hal yan
"Ada apa ini? Kenapa kalian ada di sini?" Tiba-tiba suara tegas seorang pria membuat mereka bertiga menoleh ke arahnya. Pria berwajah tampan dengan tinggi badan proposional sedang menatap tajam pada kedua staf medis tersebut."Saya baru saja selesai memeriksa pasien, dok," jawab sang perawat sembari memperlihatkan perlengkapan medis yang dibawanya. Pandangan mata sang dokter mengarah pada dokter wanita yang berdiri di depan Luna. Hanya dengan menatapnya saja, dokter wanita tersebut mengerti arti dari tatapan tersebut. "Saya hanya berkunjung saja, dok. Mungkin saja ada yang bisa saya bantu," ucapnya sambil tersenyum manis pada sang dokter."Apa Dokter Lisa punya banyak waktu luang?" tanya sang dokter dengan ekspresi datar.Seketika senyuman dokter wanita tersebut pudar. Dengan menahan malunya, dia berpamitan pada sang dokter untuk kembali melakukan pekerjaannya."Bagaimana keadaan pasien?" tanya sang dokter pada perawat yang masih berada di ruangan tersebut."Keadaannya masih sama,
Panggilan suami yang diberikan oleh istri keduanya, membuat Kenzo tersipu malu. Bahkan setelah dia keluar dari kamar inap perawatan ibu mertuanya, suara Luna yang memanggilnya dengan sebutan suami, masih saja terngiang di telinganya.Entah mengapa hati Kenzo berbunga-bunga mendengarnya. Bukankah sudah sering mendengar dari mulut Serena, istri pertamanya? Pertanyaan itu pun membayangi hatinya. Dan dia tidak merasakan seperti saat mendengarnya dari Luna, istri keduanya.Senyuman Kenzo masih saja mengembang. Bahkan semua orang yang menyapanya, mendapatkan balasan senyuman darinya. Seperti saat ini, di dalam sebuah lift, dia berdiri di antara para staf medis rumah sakit tersebut. Senyumnya pun masih saja menghiasi wajah tampannya."Sepertinya Dokter Kenzo sedang berbahagia," ucap seorang dokter wanita yang berdiri di sampingnya.Sontak saja senyuman Dokter Kenzo pudar, dan kembali memasang wajah datarnya. Dia menatap tajam pada dokter wanita tersebut, dan memperingatkannya."Jika punya b
Serena yang dikenal oleh Luna adalah seorang wanita berkelas yang baik hati. Akan tetapi, semenjak masuk ke dalam kehidupan mereka, sikap Serena berubah total padanya. Tidak ada lagi keramahan, senyuman dan pelukan darinya. Hanya ada perkataan kasar yang ditujukan padanya. Seperti saat ini, Luna membantu pelayan menata makanan di meja makan meskipun mereka sudah melarangnya. Bagi Luna, dia tidak mau menumpang hidup di rumah besar itu tanpa melakukan sesuatu untuk membayarnya. "Biarkan saja dia melakukannya. Anggap saja sedang berolahraga," ujar Serena yang sedang duduk di ruang makan untuk menunggu sang suami.Luna tersenyum menanggapinya. Dia tidak mau mengambil pusing setiap perkataan kasar yang ditujukan Serena padanya, karena Kenzo telah mengatakan hal itu padanya. Kenzo duduk di kursi yang biasa ditempatinya. Sesekali dia mencuri pandang pada istri keduanya yang masih sibuk menghidangkan makanan untuk mereka. "Duduklah. Biarkan mereka saja yang melakukannya," tutur Kenzo deng
Sebelum mengemudikan mobilnya, Kenzo sempat mengirim pesan pada Luna, istri keduanya. Dia meminta maaf karena tidak bisa memakan semua makanan yang telah dimasaknya. Akan tetapi, Kenzo memuji masakannya.Luna tersenyum getir membaca pesan yang dikirimkan sang suami padanya. Merasa sangar kesepian di dalam kamar tersebut, dia pun kembali memainkan ponselnya.Entah mengapa dia merasa rindu pada sang dokter yang telah menikahinya. Luna kembali melihat pesan yang dikirimkan oleh suaminya. Tanpa sadar jarinya menekan gambar profil nomor tersebut.Bibirnya melengkung ke atas melihat foto suaminya yang terlihat begitu tampan. Akan tetapi, senyumnya pun pudar ketika melihat sosok wanita yang berada di sebelah suaminya. Serena, istri pertama Kenzo yang berfoto dengan adegan romantis bersama sang suami."Apa aku bisa berfoto seperti itu dengannya?" Harapannya sangat tinggi, hingga dia merasa tidak mungkin untuk mencapainya. "Ada apa, Luna?" tanya seorang pelayan wanita yang sedang berpapasan
Teriakan Serena yang sangat keras membuat semua pelayan yang mendengarnya berlari menghampirinya. Mereka terkejut melihat sang nyonya terbaring di lantai kamar mandi sambil meringis kesakitan. Tidak jauh dari telapak kakinya, terdapat sebuah sabun yang tergeletak bersama dengan sandal sang nyonya."Nyonya!" seru beberapa pelayan yang baru tiba di kamar mandi tersebut."Cepat tolong aku!" perintah Serena dengan tegas, sembari mengulurkan tangannya.Seketika mereka semua memindahkan tubuh sang nyonya keluar dari dalam kamar mandi tersebut hingga ke dalam kamar utama. "Sabun siapa yang telah membuatku terpleset?!" tanya sang nyonya dengan meninggikan suaranya, dan menatap tajam satu per satu para pelayan yang telah membantu memindahkan tubuhnya. Semua pelayan yang ada di sana hanya menunduk, tidak berani menjawab. Terlebih lagi sang nyonya sedang dalam suasana hati yang membuat mereka ketakutan."Jawab!" bentak Serena hingga membuat mereka semua terhenyak, dan reflek memegang dada masi
Seperti biasa, Serena tidak pernah mau kalah atau pun mengalah dari siapa pun. Dia tetap saja pada keyakinannya bahwa dirinya positif hamil. Bahkan suaminya sendiri sebagai seorang dokter yang dikenal hebat, telah menjelaskan padanya. Akan tetapi, semuanya percuma. Serena tetap berkeyakinan bahwa dirinya sedang hamil saat ini.Suasana ruangan Dokter Kenzo menjadi hening sejak Dokter Ludwig berpamitan keluar dari tempat itu. Kenzo sengaja memberikan waktu untuk sang istri menenangkan dirinya, setelah beberapa kali tidak bisa dibujuk olehnya. Istri pertamanya semakin marah padanya."Harusnya kamu membelaku! Bukan membela dokter abal-abal dan orang-orang bodoh di laboratorium rumah sakit ini!" bentak Serena dengan kekesalannya yang menjadi-jadi."Suami macam apa yang diam saja melihat istrinya dipermalukan?!" sambungnya dengan menatap sinis pada suaminya."Jangan-jangan kamu tidak suka dengan kehamilanku ini," imbuhnya dengan ketus menyudutkan sang suami yang masih ditatap sinis olehnya.
Kenzo sudah membuat keputusan. Setelah meminum obat dari Dokter Lu dwig untuk mengatasi mualnya, kini sang dokter kembali ke ruangannya. Dengan gerakan cepat, dia membuka semua jendela kaca, dan menyemprot ruangan tersebut menggunakan pengharum ruangan yang mempunyai wangi lembut layaknya Luna, istri keduanya. Serena menatap heran pada suaminya. Baru kali ini dia melihat sang suami seperti itu. Bahkan dia sangat penasaran dengan apa yang sedang dirasakan oleh suaminya. "Sayang, sebenarnya apa yang terjadi padamu? Kenapa kamu bersikap seperti ini?" tanyanya sambil berjalan menghampiri sang suami."Sepertinya aku sedang mengalami mual di pagi hari, seperti yang biasa dialami oleh ibu hamil," jawab Kenzo sambil berjalan menuju meja kerjanya.Serena mengernyitkan dahinya. Dia memperhatikan sang suami dari ujung kaki hingga ujung kepalanya, seolah sedang mencari sesuatu."Tapi, kamu seorang pria, Sayang. Bagaimana mungkin kamu bisa mengalaminya?" "Buktinya aku sedang mengalaminya. Buka
Kenzo masih terngiang pertanyaan yang diberikan oleh sang nenek padanya. Dia sendiri tidak tahu sampai kapan bisa menyembunyikan istri keduanya di dalam kamar tamu yang dikhususkan untuk kakeknya ketika berkunjung ke rumahnya. "Sayang, kenapa diam? Apa ada masalah?" tanya Serena ketika melihat sang suami sedang duduk melamun di kursi kerja dalam ruangannya.Seketika Kenzo tersadar. Dia tersenyum pada sang istri, berusaha untuk mengalihkan perhatiannya. "Tidak. Aku hanya tidak sabar menunggu hasil pemeriksaan kehamilanmu tadi," jawabnya sambil berdiri dari duduknya. Sang dokter berjalan menghampiri istrinya yang sedang duduk di sofa. Dia duduk di sebelah istri pertamanya yang baru saja melakukan beberapa tes kehamilan di rumah sakit tersebut.Serena bergeser sehingga duduknya merapat dengan suaminya. Kemudian, dia bersandar pada tubuh sang suami, dan meletakkan kepalanya pada pundak suaminya."Aku juga tidak sabar menggendong bayi kita," ucapnya sambil tersenyum.Kenzo tersenyum get
Serena terdiam melihat isi dalam salah satu kamar tamu yang dimasukinya. Dia sama sekali tidak menyangka jika bisa menemukan semua itu di kamar tersebut. Perlahan kakinya melangkah menghampiri ranjang yang ada di sana."Apa semua ini nyata?" gumamnya sembari melihat apa yang ada di hadapannya.Perlahan tangannya bergerak menyentuh barang-barang yang ada di atas ranjang. Matanya berkaca-kaca ketika memegang beberapa baju bayi dan perlengkapan bayi yang tertata rapi di sana. "Ternyata Kenzo meletakkan semuanya di sini. Aku pikir dia sudah membuang semua barang-barang ini," gumam Serena seraya tersenyum bahagia, seolah sedang menemukan sesuatu yang berharga. Setelah itu pandangannya beralih pada ranjang bayi yang berada di dekat ranjang tersebut. Dia beranjak dari duduknya, dan menghampirinya. Matanya berbinar melihat mainan yang tergantung di atas ranjang bayi itu.Tanpa sadar tangannya menyentuh mainan tersebut, sehingga bergerak dan mengeluarkan suara musik. Sama seperti dahulu, Ser
"Sayang, bangun. Sudah pagi," bisik Luna di telinga sang suami. Kenzo hanya diam, tanpa bergerak atau pun merespon dengan kata-kata. Kedua matanya masih terpejam, layaknya orang yang masih sibuk di alam mimpinya. "Apa dia masih tidur?" gumamnya sambil menatap kagum pada wajah tampan pria yang ada di hadapannya. Tanpa sadar tangannya menyentuh wajah suaminya. Wajah tampan yang bak pahatan sempurna itu, membuat Luna tidak bisa menahan keinginannnya. Jari tangannya bergerak menyusuri lekuk wajah sang suami, layaknya sedang menggambar pada sebuah kanvas. Kenzo sebisa mungkin menahan gerakan jemari lentik sang istri yang bergerak halus dari alis, hidung, dan berakhir di bibir. Lagi-lagi dia tidak bisa menahan keinginannya. Bibir pink alami milik sang suami membuatnya terpesona, sehingga ingin merasakan kembali sentuhan kenyal dari bibir tersebut. Perlahan wajah Luna bergerak mendekati wajah suaminya, seolah se
Ranjang di kamar tersebut berantakan. Kain berwarna putih yang menutupi ranjang tersebut menjadi kusut, sehingga membuat Serena berpikiran buruk pada si pemilik kamar dan suaminya. Kemudian dia melihat piring dan gelas bekas yang sudah kosong."Apa-apaan ini?!" ujarnya sambil meletakkan kedua tangannya di pinggang. "Apa yang sudah mereka lakukan?!" sambungnya dengan menatap marah pada ranjang yang ada di hadapannya.Matanya kembali menyusuri kamar berukuran kecil yang sangat anti untuk dimasukinya. Dia kembali kesal, karena tidak menemukan apa yang dicarinya. Dengan kemarahan yang telah merajai hatinya, Serena keluar dari kamar tersebut untuk mencari suaminya.Pikirannya kalut, bayangan antara madunya bersama dengan sang suami yang sedang bersenang-senang dalam kamar tersebut, senantiasa mengganggunya. Terlebih lagi si pemilik kamar dan juga suaminya tidak ada dalam kamar yang didatanginya."Ke mana mereka sebenarnya?""Apa mereka berdua sedang bersama?"Pertanyaan-pertanyaan itu han
"Tuan, kamarnya sudah siap. Apa ada hal lain lagi yang perlu saya bantu?" tanya seorang wanita dengan suara serak khas nenek-nenek.Kenzo menoleh ke arah sumber suara, dan tersenyum pada sosok wanita tua yang sedang berdiri di depan pintu."Terima kasih, Nek. Setelah Luna menghabiskan semua makanan, buah-buahan dan susunya, saya akan membawanya ke sana.""Ke mana?" tanya Luna penasaran.Kenzo tersenyum pada sang istri, dan menyuapkan makanan yang ada di piring."Habiskan dulu makanannya. Setelah itu, aku akan memberitahukan sesuatu padamu," tutur Kenzo yang dengan telaten menyuapi sang istri.Wanita tua tersebut berjalan menghampiri mereka, dan menunduk tepat di samping tuannya yang sudah dianggap cucunya sendiri."Apa Nenek perlu membawakan semua pakaian Luna ke kamar yang akan ditempatinya?" bisik sang nenek di telinga Kenzo.Luna memperhatikan mereka berdua yang terlihat seolah sedang menyembunyikan sesuatu. "Apa yang sedang kalian bicarakan?" tanyanya sembari menatap suaminya dan
Luna memegang tangan suaminya yang sedang menyentuh wajahnya. "Jangan ambil anakku!" serunya dengan mata terpejam.Seketika Kenzo terhenyak, dan memegang tangan sang istri yang masih dalam kondisi matanya terpejam. "Sayang, ada apa?" tanyanya dengan lembut."Pergi!" seru Luna seraya menarik tangannya dari genggaman suaminya.Namun, Kenzo tidak menyerah begitu saja. Dia tidak terima diperlakukan seperti itu oleh istri keduanya yang kini telah mempunyai tempat tersendiri dalam hatinya. Kenzo meraih kembali tangan sang istri, dan memegangnya dengan sangat erat. "Pergi dari sini!" seru Luna kembali dengan mata terpejam, sembari berusaha melepaskan tangannya dari genggaman suaminya."Sayang, ini aku, Kenzo, suamimu!" ucap Kenzo dengan tegas, berusaha untuk menyadarkan sang istri.Mendengar nama sang suami, Luna semakin memberontak. Dia tidak hanya berusaha untuk melepaskan tangannya, tapi dia juga berusaha untuk menyingkirkan sang suami yang semakin menempel padanya."Pergi!""Jangan ga