Apa begini perasaan Monica padaku. Rasa ini begitu menyiksaku hingga rasanya ke sendi-sendi dalam tubuhku. Dia sama sekali tak memberiku ampun. Merindukannya setengah mati hingga kurasa aku hampir gila.Jika kamu yang memulai, maka terimalah akibatnya. Bahkan kalimat itu masih terngiang di telingaku. Kalimat yang membuatku menyesal setengah mati.Setelah lima tahun lamanya, rasa ini begitu menyiksaku. Membuat seluruh hidupku berubah drastis. Jabatan kuraih, tetapi faktanya aku sama sekali tak bahagia. "Kamu masih mencarinya?" Doni walaupun begitu mengesalkan, tetapi dia selalu mengingatkan akan semua tingkahku yang aneh ini. "Aku hampir gila.""Kamu yang duluan menyiksanya," ucap Doni."Ini mungkin yang namanya karma.""Apa benar kamu dulu tidak ada rasa?" tanya Doni."Aku hanya menganggapnya sebagai adik, tentunya aku melakukan ini jaga-jaga didepak dari keluarga Adytama karena anak angkat.""Kamu begitu jahat Brayen. Wanita setulus Monica kamu perlakukan seperti itu.""Setiap man
"Maaf anda siapa?" tanya wanita yang kupegang bahunya spontan. Sial, ternyata bukan Monica."Maaf saya salah orang," balasku. Wanita itu nampak cemberut melihat tingkahku, dia berlalu begitu saja. Aku bahkan bisa-bisanya keliru. "Ente kenapa, Bro?" tanya Doni yang sedang bermain dengan anaknya."Gak ada." Tidak mungkin aku cerita melihat sosok seperti Monica."Kenalkan ini CEO mas di kantor," ucapnya lembut pada istrinya."Saya Meiska, Pak," balas istrinya sembari mengulurkan tangan."Brayen," jawabku singkat.Melihat Meiska mengingatkanku lagi dengan Monica. Doni terlihat begitu bahagia bersama anak dan istrinya.Kalau kamu mencintai wanita, cintailah juga omelannya, ngambeknya, manjanya, cerewetnya, cemburunya, dan juga suka hobi belanjanya. Karena itulah wanita. Aku sampai termenung memikirkan jika Monica bersamaku hingga detik ini. Rindu akan hal itu meski cintaku belum sebesar ini waktu itu."Berapa bulan jagoannya, Don?" tanyaku."Masuk enam tahun," balasnya. Lagi dan lagi um
Aku yakin sejauh apapun kamu pergi, kamu akan kembali padaku. Karena hatimu tak bisa tertaut dengan yang lain. Sejak dulu sampai saat ini kamu pasti akan kembali padaku."Tuan lihat siapa?" tanya Fahmi.Namun, sayangnya lagi-lagi aku kecolongan. Wanita itu tidak melirikku sama sekali. Dia justru tertawa bahagia bersama laki-laki di sampingnya."Halo, tuan?" Tanya Fahmi kembali."Eh, iya, ayo kita ke hotel saja langsung."Sepanjang menuju hotel, aku terus memikirkan wanita yang tadi rasanya hatiku begitu sesak ketika dia sama sekali tak menyapaku. Aku sungguh berharap jika itu bukan Monica adik anngkatku sekaligus istriku. Apa aku salah jika dia sama sekali tak menganggapku? Mengapa rasanya begitu sakit."Apa ada yang mengganggu, Tuan?" tanya Fahmi lagi."Tidak ada, Fahmi." Aku berbohong agar Fahmi tidak banyak bertanya.Bahkan wajah laki-laki yang tadi begitu tampan, terlihat sangat berkelas. Aku terus bertanya-tanya apa yang tadi benar Monica atau tidak. Apa selama ini dia tinggal di
Dia duduk di samping tuan Aksen dan terus tersenyum. Namun, dia sama sekali tak menolehku sama sekali. Aku dianggap tak ada olehnya. "Ini istri saya, Monica Adytama," katanya. Semua menatap dengan takjub, sementara aku terus memegang dadaku. Apakah ini yang namanya karma? Tepat didepanku wanita yang pernah menjadi istriku telah menikah dengan laki-laki lain. Rasanya begitu menyesakkan, aku bahkan sulit bernapas dibuat.Monica hanya tersenyum, tanpa melirikku. Rasanya tak kuat mengikuti pertemuan ini. Jauh-jauh aku kesini hanya melihat kebahagiaan mereka. Menyesakkan lagi wanita yang membuat hidupku tak menentu sedang begitu bahagia di samping suaminya."Mereka memang pasangan serasi, Tuan Aksen yang begitu menawan dan istrinya yang begitu cantik sekali."Rasanya aku ingin menyela Fahmi yang terus memuji mereka berdua. Dia sama sekali tidak tahu jika Monica adalah mantan istri yang selama ini kucari. Dia bahkan tak peka sama sekali dengan perasaanku."Kita mulai pertemuan ini. Saya s
Dia berlalu tanpa memedulikanku, memedulikan bagaimana perasaanku. Dia berubah seiring berjalannya waktu. Tepat di lima tahun perceraianku dia hadir bersama laki-laki lain. Yang lebih menyakitkan dia bersama dengan laki-laki yang jauh diatasku. "Aku mencari tuan kemana-mana, ternyata di sini." Fahmi datang dengan wajah ngos-ngosan. Dia tidak tahu jika hati ini sedang sakit terpuruk."Tuan kenapa?" tanya Fahmi penasaran."Istri tuan Aksen adalah mantan istriku yang kucari lima tahun ini," balasku pelan."Ha? Maksudnya ibunya Arvian?" tanyanya kembali. Aku hanya membalas dengan anggukan. Rasanya tak kuat jika mengingat kenangan yang masih begitu membekas di hati."Iya, dia adalah Monica Adytama."Fahmi diam tanpa membalasku lagi. Bolehkah aku menangis? Sekian lama menunggunya ternyata dia sudah memiliki kehidupan yang baru. Tak kuasa aku terus berjalan tanpa tahu malu, berharap ini semua hanya bualan semata. Berharap Monica sedang bercanda jika sudah memiliki pengganti diriku. Fahmi y
Aksen dari jauh terus menatap Monica, tak menyangka wanita yang selama ini membuat tidurnya tidak nyenyak menjadi istrinya, walau dia sadar tidak bisa mengambil hatinya. Meski dia berusaha sekuat tenaga, Monica tak bergeming membuka hati untuknya."Sabar, Nak." Nina menasehati Aksen yang baru saja menjadi menantunya. Nina begitu peduli dengan Aksen, karena semangat dan sabar Aksen menunjukkan bahwa dia begitu peduli dengan Monica dan Arvian."Iya, Bund.""Seiring berjalannya waktu dia akan menjadi istrimu seutuhnya." Aksen tersenyum mendengar penuturan Nina--mertuanya."Ini saja Aksen begitu bahagia, Bund."Nina terharu melihat kegigihan Aksen. Setahun mengejar Monica tidak mudah bagi Aksen. Arvian bahkan begitu menyanyanginya, tetapi sayang Monica sama sekali tidak melirik Aksen sama sekali. Hati Monica masih tertaut dengan Brayen. Namun, sayang kandas dan sulit untuk kembalimMonica menerima pinangan Aksen karena bunda dan daddynya yang meminta. "Belajarlah jatuh cinta, agar kamu m
Setelah pertemuan singkat dengan abang Brayen lalu melihat kesungguhan Aksen, membuatku tersadar jika aku sudah memiliki suami, meski jujur hati ini belum bisa berpaling dari abang Brayen. Sakit hati berkali-kali pun tetap saja namanya bersemi di hatiku. Seperti kata orang cinta Pertama tidak bisa secepat itu untuk dilupakan.Aksen bahkan dengan sabar tidak menuntut lebih dariku, aku pun sadar akan hal itu. Sadar jika aku adalah istrinya, tetapi bagaimana aku bisa memaksa segenap hatiku untuk mencintainya, sementara hati ini masih belum bisa lepas dari satu nama. Iya, siapa lagi kalau bukan abang Brayen."Sudah siap semuanya?" tanya Aksen lembut. Aku tahu dia ingin bertanya ini itu padaku, tetapi dia tahan untuk itu. Tahan agar tidak membuatku tersinggung.Aku hanya balas dengan anggukan."Kabari bunda sama daddy, Monica. Terutama sama Arvian." Aksen mengingatkanku."Sudah," balasku singkat.Aksen menghembuskan napas pelan, terlihat dia selalu curi pandang, itu terasa ketika tatapan
Aku langsung masuk ke kamar mandi, beberapa kali aku menarik napas. Sesuatu mulai menjalar di hatiku, debaran pun tak bisa kuelakkan lagi. Ada-ada saja Aksen. Kuurasa dia begitu manis. Aksen memang laki-laki tampan blasteran yang membuat siapa saja terpana. Berada di kamar ini sepertinya begitu berat bagiku, bayangan abang Brayen begitu jelas kurasakan di sini. Aku begitu bodoh membiarkan rasa ini terus tumbuh berkembang. Apa karena dia cinta pertamaku? Kata orang cinta pertama begitu tak bisa terlupakan. Terutama dia pernah menjadi suami pertama, sulit untuk dilupakan.Aku bahkan pernah mengunjungi aunty Fatia, mantan om Gunawan dulu, dia nampak lebih tenang karena sekian tahun terpenjara oleh perasaannya. Karena faktanya om Gunawan hanya mencintai bunda. Apa aku juga begitu? Hanya mencintai abang Brayen, tak peduli betapa hebatnya suamiku saat ini. Semoga aku tidak seperti itu. Perasaan ini membunuhku."Kenapa lama sekali?!" tanya Aksen menggedor pintu kamar mandi.Pikiranku keman