Share

Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda
Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda
Author: Selfie Hurtness

Ch. 1 Mertua adalah Maut

last update Huling Na-update: 2025-03-12 11:29:37

"Coba dulu, jangan apa-apa langsung operasi! Kamu kan sehat. Apa susahnya sih lahiran normal?"

"Tapi bukaan aku udah nggak nambah lagi dari tadi pagi, Mas. Rasanya udah sakit banget," mohon Asha dengan wajah pucat.

Bukan salah Asha kalau ia sampai mengemis seperti ini pada Dimas. Ia kesakitan sejak kemarin dan proses persalinannya bisa dikatakan tidak ada kemajuan apa-apa sejak pagi tadi. Pembukaan tidak bertambah, masih mentok di angka lima dan itu sangat menyiksa.

Namun, suaminya itu menolak saran tindakan operasi yang disarankan oleh pihak rumah sakit.

"Alah jangan manja! Ibu delapan kali lahiran normal, memang sakit, tapi itu udah kodratnya wanita. Nggak usah banyak alasan!" Darmi ikut bersuara, membuat Asha menoleh dan menatap ke arah perempuan itu dengan tatapan tak mengerti.

"Bu, tapi–"

"Udah tunggu dulu. Daripada males-malesan, mending, sana kamu bangun, dipakai jalan biar nambah itu bukaan kamu. Bukan malah apa-apa minta operasi, manja banget sih!" potong Darmi dengan nada ketus.

Asha menoleh, menatap Dimas dengan sorot mata memohon karena rasanya sakit dan ia seperti tidak sanggup lagi.

"Bener kata Ibu, ayo bangun! Jangan dipake manja!"

Hati Asha mencelos. Ia benar-benar tidak menyangka bahwa laki-laki yang dulu katanya begitu mencintai Asha, tega membiarkan dia kesakitan seperti ini. Apakah Dimas tidak merasa sedih atau setidaknya tersentuh saat melihatnya kesakitan seperti ini?

Dipaksakannya diri untuk bangkit setelah melihat tatapan dingin dari suaminya.

"Pokoknya kamu harus bisa lahiran normal! Malu sama tetangga, lahiran aja kudu dioperasi, nggak guna kamu jadi perempuan!" Kembali makian itu Asha terima, membuat wajahnya seketika menatap Darmi.

Bukan hanya tubuh Asha kesakitan, hati Asha rasanya seperti diremas-remas.

Harusnya sesama perempuan saling menguatkan dan memberi semangat, tapi apa yang terjadi?

Ibu mertuanya juga perempuan, kenapa harus memakinya sedemikian rupa? Bukankah seharusnya sesama perempuan saling menguatkan dan memberi semangat? Kenapa beliau justru seolah-olah meremehkan rasa sakit yang dirasakan Asha saat ini?

Akan tetapi, Asha menurut saja.

Perlahan tapi pasti, kakinya mulai melangkah. Tak peduli sakit itu menyiksanya, ini lebih baik daripada mendengar cacian dan makian dari Darmi.

Saat sudah beberapa langkah, Asha mendengar suara seperti letusan kecil, diikuti lelehan cairan hangat yang cukup banyak dari organ intimnya.

"Mas ... ketuban aku kayaknya pecah!" ucap Asha dengan tubuh bergetar.

"Bu, ini udah pecah, gimana?" Bukannya langsung bertindak, Dimas malah lebih dulu laporan pada Darmi.

"Hah? Udah pecah ketubannya? Udah mau lahir berarti, Dim. Bawa ke atas kasur biar ibu panggilkan perawat."

Asha tertegun atas kepasifan suaminya. Tapi ia tidak berkomentar untuk meminimalisir konflik. Asha hanya diam membisu dan pasrah dibawa ke tempat tidur pasien, berbaring di sana sembari mengumpulkan sisa-sisa tenaga yang dia punya.

Ia akan segera melahirkan! Akhirnya!

Atau itulah yang ia pikirkan. Kenyataan berkata lain.

"Rum, ini belum nambah lagi. Masih stuck. Coba lapor gih ke dokter." ucap bidan itu sembari menarik jarinya keluar, usai memeriksa bukaan Asha.

Asha tertegun.

Belum nambah? Itu artinya Asha masih harus menunggu?

Tapi ketubannya sudah pecah, dan bukan kah itu berbahaya untuk anaknya kalau masih tetap di dalam sana?

***

"Bapak sama Ibu tahu kan apa bahayanya kalau ketuban sudah habis tapi anaknya belum lahir?" tanya dokter itu dengan nada emosi. "Ini sudah hampir habis ketubannya, bukaan masih belum nambah dan Bapak masih ingin diam menunggu seperti ini?"

Bukan Dimas yang bersuara, malah Darmi yang lebih vokal menginterupsi.

"Diinduksi aja dulu, Dok. Biarin dia lahiran normal, jangan mau enaknya aja."

Dokter itu menoleh, menatap Darmi dengan mata tajam.

"Bu, yang bilang lahiran metode Caesar itu enak siapa? Ibu belum pernah kan disayat-sayat sampai tujuh lapisan perutnya? Mau normal apa Caesar itu sama-sama sakit, Bu."

"Tapi saya aja delapan kali lahiran normal, lancar semua, Dok. Masa dia nggak bisa?"

Asha menutup matanya rapat-rapat. Ia benar-benar malu, sungkan dan entah bagaimana lagi harus dia katakan melihat kelakuan ibu mertuanya itu.

"Itukan Ibu, kasus menantu Ibu ini beda. Lagi pun ini lahiran yang pertama kali buat dia dengan berat badan janin yang bisa dikatakan besar, Bu."

"Terserah, Dok! Pokoknya saya mau dia lahiran normal. Enak aja minta operasi. Biar dia rasakan gimana rasanya lahiran normal." Kekeuh wanita itu yang membuat beberapa perawat geleng-geleng kepala.

Asha melirik Dimas, sia-sia dia berharap Dimas akan membela dan berada di sisinya, lelaki itu malah hanya diam membisu, padahal yang tengah Asha perjuangkan sekarang ini adalah darah dagingnya!

"Baik kalau Ibu mintanya begitu, silahkan tanda tangan surat penolakan yang nanti dihantarkan kemari. Intinya kalau sampai terjadi apa-apa, itu sudah bukan lagi tanggungjawab kami. Ibu dan keluarga yang menolak prosedurnya, kan?"

***

"Aarrggghhh!"

Rasanya Asha sudah tidak sanggup lagi. Setelah dua kali diinduksi, akhirnya bukaan sudah lengkap. Jangan ditanya bagaimana sakit yang Asha rasakan, namun mengeluh pun untuk apa? Tidak akan ada yang iba padanya termasuk suaminya sendiri!

"Tahan dulu, Bu. Jangan mengejan dulu, tunggu aba-aba dari saya, ya?" bidan itu yang membantu Asha melahirkan.

Dokter Endah, entah sejak berdebat dengan Darmi tadi, beliau tidak lagi terlihat. Asha malah merasa tidak enak dan malu sekali. Tapi apa boleh buat? Semua keputusan ada di tangan Darmi, jangankan Asha, Dimas pun tidak bisa membantahnya sama sekali.

"Ayo Bu, dorong lagi, ya!"

Kembali Asha sekuat tenaga mengejan, ia berharap semua ini segera usai. Tubuhnya sudah terlampau sakit. Bayangan segala macam cacian, hinaan dan perlakuan tidak menyenangkan yang Asha terima selama dua tahun ini berkelebat dalam pikiran.

Bagaimana bisa dia tidak menyadari itu semua selama berpacaran dengan Dimas dulu?

Segala macam dendam dan sakit hati mendidihkan darah Asha, ia terus mendorong sekuat tenaga hingga kemudian ia merasakan ada sesuatu yang keluar dari tubuhnya di bawah sana.

Hening, tidak terdengar apapun, pandangan Asha pun mulai berkabut sampai kemudian semuanya menggelap.

"Ibu ... Bu, bisa dengar saya? Ibu ....."

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ayu Cla
baru bab pertama sudah nyesek gini yaaa???
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 2 Kenyataan Pahit

    Ketika Asha membuka matanya kembali, ia sudah berada di kamar rawatnya. Asha segera ingat kalau ia sempat pingsan setelah melahirkan, tanpa melihat bayinya terlebih dahulu. Samar-samar Asha mencoba mengingat saat-saat sebelum ia tidak sadarkan diri. Ia merasakan betul, setelah ia mengejan sekuat tenaga, bayi itu berhasil keluar, namun ... kenapa Asha tidak mendengar suara tangis bayi pecah?Hati Asha mendadak risau.Suara pintu kamar yang terbuka membuat Asha langsung menoleh dan mendapati ibu mertuanya masuk. Ekspresi wanita paruh baya itu mengeras saat melihat Asha.“Bu di mana anak aku?” tanya Asha lirih.“Anak? Kamu masih bisa menanyakan di mana anak kamu?” Bukan jawaban yang diterima Asha, ia malah bentakan dan lemparan sorot mata tajam dari ibu mertuanya. “Perempuan gagal!”“Bu?” Asha tidak mengerti. Apa yang terjadi? Kenapa perempuan itu nampak marah sekali?Bukankah Asha sudah melahirkan normal seperti yang beliau inginkan?Tanpa Asha duga, Darmi kemudian menghampiri Asya da

    Huling Na-update : 2025-03-22
  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 3 Mimpi Buruk

    "Jangan ikut campur! Ini urusan rumah tangga saya!" salak Dimas tampak tak suka pada sosok itu. "Memang. Tapi selama istri Anda masih berstatus pasien di rumah sakit ini, keselamatan nyawanya menjadi tanggung jawab kami." Sosok asing itu merespons dengan suaranya yang dingin dan tegas. "Kami bisa bertindak lebih jauh apabila Anda tetap tidak kooperatif. Termasuk melaporkan Anda ke pihak berwajib, tidak peduli Bapak adalah suaminya sendiri." Dimas tercekat. Segera ia mengibaskan tangan yang mencekalnya tersebut dan mengambil langkah mundur. Wajahnya masih menampakkan raut kesal dan tak suka. Lalu pergi dari sana. Asha menghela napas lega, setidaknya dia— "Kenapa kamu cuma diam diperlakukan seperti itu? Kamu ingin mati terbunuh oleh suamimu sendiri?" Asha kembali mendongak menatap pria yang baru saja menolongnya tersebut. Namun, sepertinya sosok itu tidak mengharapkan jawaban, karena setelah mengucapkan itu, pria tersebut membantu Asha berdiri. "Astaga–" Asha mengernyit mendengar

    Huling Na-update : 2025-03-25
  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 4 Sesak

    Asha mendapati Dimas sudah kembali berdiri di dalam ruangan, membuat seketika bulu kuduk Asha meremang. Bayangan saat Dimas menamparnya tadi langsung terlintas.Jangan bilang kalau–"Ma-mau apa kamu?" tanya Asha dengan waspada. Ia mencoba meraih bel untuk memanggil perawat kalau-kalau Dimas kembali nekad.Sementara itu, mendengar pertanyaan Asha, sosok itu tertawa sumbang. Ia lantas melemparkan map fotokopi berisi beberapa dokumen di dalamnya. "Milikmu. Kamu pasti perlu untuk mengurus biaya rumah sakit, kan?"Asha seketika membelalak. Biaya rumah sakit? Bukankah dia masuk dalam anggota BPJS yang diberikan kantor Dimas sebagai fasilitas? "Bi-biaya rumah sakit?" tanya Asha dengan suara terbata. Pikirannya seketika penuh. Tampak wajah itu menyeringai, tatapan tajam penuh dendam terbaca di sorot mata, membuat Asha segera menelan ludah diliputi rasa takut. Dimas bergerak mendekati ranjang Asha, setiap langkahnya bagai mimpi buruk. "Pikirmu, aku akan membayar biaya rumah sakit? Untukmu?

    Huling Na-update : 2025-03-26
  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 5 Donor ASI

    “Kamu sudah dapat calon donor ASI buat Sabrina?”Pertanyaan sang mama tidak langsung mendapatkan jawaban dari Jonathan. Pikiran pria itu sedang ramai. Ada banyak hal-hal yang berkecamuk di kepalanya sekarang, bergantian dengan kepingan kabar buruk yang memporak-porandakan hidup Jonathan dalam waktu yang singkat. Salah satunya memang persoalan donor ASI untuk putrinya.Bukan apa-apa, mencari donor ASI tidak semudah itu. Jonathan perlu memastikan calon pendonor memiliki anak yang usianya tidak jauh dari putri kecilnya, Sabrina. Selain itu dia harus melalui proses seleksi yang ketat. Jonathan tentu harus memastikan kesehatan calon pendonor ASI juga, makanan apa saja yang dia makan, dan banyak lagi. Belum kebersihan dan sterilisasi prosesi pumping dan pendistribusian ASIP sampai siap untuk dikonsumsi oleh Sabrina. Semua lebih rumit dibandingkan dengan proses menyusui secara langsung, otomatis membuatnya sakit kepala. Jonathan sendiri sudah berusaha keras mencari calon pendonor ASI, t

    Huling Na-update : 2025-03-26
  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 6 Tawaran Jonathan

    "Kamu serius?"“Iya. Aku dengar kamu sempat menolongnya kemarin.”Jonathan menatap Ferdi dengan tatapan tak percaya. Jadi ASI 'emas' ini milik Asha? Wanita yang dipukuli suaminya tempo hari?Bukan salah Jonathan kalau dia sampai tidak percaya, Asha tengah dirundung permasalahan hidup yang cukup berat. Padahal dalam kamus menyusui, hal utama yang harus dihindari para ibu menyusui agar ASI-nya lancar adalah stres. Tidak boleh banyak pikiran dan bersedih. Lalu Asha? Bagaimana bisa?Perempuan itu sedang hancur. Tidak cukup ditinggal bayi yang sudah dia perjuangkan dengan separuh nyawa, suami dan mertuanya justru menyalahkan dirinya. Bahkan mencaci maki hingga memukuli.Apalagi kalau memang benar dia adalah orang yang sama dengan yang dibicarakan oleh para perawat, bukankah wanita itu justru baru saja diceraikan suaminya?Lengkap sudah, kan, penderitaan perempuan muda itu? Dengan tekanan dan kesedihan yang bertubi-tubi seperti itu, bagaimana bisa Asha masih mampu memproduksi ASI bahkan d

    Huling Na-update : 2025-04-06
  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 7 Sabrina

    “Sebentar, Dok–”“Jadilah ibu susu untuk putri saya.”Asha berkedip. Setelah uraian panjang lebar yang tidak baik untuk kewarasannya itu, akhirnya Asha mendapatkan inti ucapan Jonathan.“Ibu susu?” tanya Asha, meyakinkan pendengarannya.Jonathan mengangguk. "Saya butuh ASI kamu, Nona Asha. ASI seperti yang kamu sumbangkan untuk NICU," ujar Jonathan. “Bayi saya lahir prematur. Kurang bulan, kurang berat badan. Jadi sangat butuh ASI.""Apakah … ASI ibunya tidak keluar, Dok?” tanya Asha hati-hati.Jonathan tersenyum getir. “Tidak akan pernah keluar sampai kapan pun,” jawab pria itu pelan, membuat Asha kembali bingung. Apalagi, wanita itu lalu melihat sepasang mata Jonathan berkaca-kaca seperti tengah menahan tangis, sebelum kemudian menunduk."Istri saya kecelakaan,” jelas Jonathan kemudian, setelah diam selama beberapa saat. “Hanya bayi kami yang selamat.”Jonathan mengangkat wajahnya, ia mendapati wajah itu tercengang dengan mulut terbuka yang segera ditutupi dengan tangan. Jonathan me

    Huling Na-update : 2025-04-07
  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 8 Perhatian Jonathan

    “Ta-tapi, Dok ….” “Selama Sabrina masih harus dirawat, kamu lebih baik di sini lebih dulu,” sela Jonathan. Pria itu kemudian menambahkan, “Jangan khawatir untuk kebutuhanmu, saya sudah atur semua. Untuk biaya pun sudah saya urus."Asha terkejut. Wanita itu menatap Jonathan dan hendak mengatakan sesuatu. Namun, belum sempat dia bersuara, Jonathan kembali berujar: "Mungkin terdengar egois, tapi saya harap kamu fokus pada Sabrina saja.” Jonathan tampak serius. “Kontrol mood dan emosi kamu. Jangan terlalu memikirkan hal-hal negatif dan sedih. Apakah bisa dipahami?”Asha mengangguk. “Baik, Dok.” “Kalau ada masalah, segera katakan pada saya. Ini bersangkutan dengan anak saya.”Senyum sopan tersungging di bibir Asha saat ia mengangguk. Ia tidak bisa berkata-kata lagi.Seperti inikah rasanya diperhatikan dan diberikan segalanya? Betapa beruntungnya ibu dari bayi Sabrina ini. Jika beliau masih hidup, pasti beliau adalah wanita yang paling berbahagia.Tiba-tiba mata Asha memanas sampai ia ha

    Huling Na-update : 2025-04-08
  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 9 Tak Lepas dari Dimas

    "Ta … apa aku bisa minta tolong?" ucap Asha sembari menatap lurus ke jendela. Ia baru saja mendengarkan penuturan sepupunya dan memberikan penjelasan akibat cerita tidak benar dari Dimas.Rupanya pria itu baru saja ke rumah sepupu Asha yang tinggal di kota yang sama untuk mengangsurkan barang-barang Asha karena mereka sudah bercerai. Dimas melakukannya sambil marah-marah, menjelek-jelekkan Asha dengan cerita karangannya yang harus segera diluruskan oleh Asha.Karena di sana ia tampil sebagai ibu jahat yang telah menyebabkan anaknya meninggal."Apa? Katakan saja, Sha. Sebisa mungkin aku bakalan tolongin kamu." ucap Ista tulus. Asha tersenyum, matanya sontak memanas. Satu-satunya keluarga yang masih mau berhubungan dengan Asha hanya Ista seorang. Lainnya? Mereka lebih memilih pro dengan orang tua Asha dan mengasingkan Asha ketika memutuskan untuk nekat menikah dengan Dimas. "Jangan sampai orang tuaku dan keluarga yang lain tahu soal ini, ya? Kamu belum cerita sama mereka, kan?" tanya

    Huling Na-update : 2025-04-09

Pinakabagong kabanata

  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 28 BATAL

    "Loh gimana sih, Jo? Kalian nggak jadi pergi?"Jonathan merebahkan tubuh di atas kasur, ia langsung menghubungi Reni, membatalkan permintaan Jonathan yang meminta Reni kemari sepulang praktek. "Nggak jadi, Ma. Bina lagi nggak mau ditinggal. Lagi mode nempel terus sama Asha." jawab Jonathan sambil memejamkan mata. "Bina kenapa, Jo? Sakit?" tanya suara itu langsung berubah panik. "Aman, Ma. Bina nggak sakit. Dia sehat, cuma kata Ferdi lagi di fase wonder week."Wonder week. Entah dulu Jonathan yang tidak memperhatikan atau bagaimana, ia malah lupa ada istilah itu di ilmu pediatri."Oalah, rewel terus berarti? Perlu mama ke sana, Jo?""Agak sih, Ma. Cuma masih bisa Asha handle. Mama istirahat saja di rumah, nanti semisal Jo perlu bantuan, pasti Jo udah telpon Mama. Tapi semoga tidak, Ma. Bantu doa saja." ucap Jonathan mencoba menenangkan sang ibu. "Ya sudah kalau begitu. Kamu juga jangan cuma diem, Jo. Bantuin Asha gendong atau apa." perintah Reni yang seketika direspon dengan bibir

  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 27 Rewel

    “Bina kenapa?”Nafas Jonathan sedikit terenggah, bagaimana tidak? Ia sangat panik tadi, ketika membaca chat yang Asha kirimkan mengenai kodisi Sabrina yang rewel.“Rewel terus, Pak. Maunya digendong terus.” Lapor Asha yang nampak kewalahan.“Coba baringkan, biar saya periksa.”Jonathan mengeluarkan stetoskop, benar saja! Begitu Bina turun dari gendongan Asha, ia langsung menangis keras sampai kulit wajahnya memerah. Jonathan menghela nafas panjang, ia berusaha untuk tetap tenang meskipun jujur ia sangat panik mendengar Sabrina menangis begini.Meskipun bukan spesialisasinya, Jonathan masih bisa membedakan tanda-tanda vital yang normal dan tidak itu yang seperti apa dengan bantuan stetoskop. Jonathan tidak menemukan hal aneh, semua normal dan baik.“Coba ambilin termometer, Sha!” perintah Jonathan seraya melepaskan stetoskop.Dengan segera, Asha melangkah ke rak yang ada di dekat box Sabrina, ia segera kembali dengan benda yang diminta oleh Jonathan.“Normal. Tidak ada demam.” Ucap Jon

  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 26 Rencana

    "Pak!"Jonathan menghentikan langkah, ia segera membalikkan tubuh dan mendapati sosok itu tengah melangkah dengan sedikit tergesa ke arahnya. Jonathan melirik arloji di pergelangan tangan, masih ada waktu dua puluh menit sebelum ia harus visite pasien. "Gimana?" tanya Jonathan dengan nada serius. "Saya udah dapat, Pak. Kapan Bapak mau diantar kesana?" tanya suara itu dengan nada serius. Kening Jonathan berkerut, ia tidak menyangka bahwa orang satu ini bisa dengan begitu cepat mendapatkan informasi yang dia minta. "Serius? Kamu nggak lagi bercanda, kan?" Bukan salah Jonathan kalau dia tidak percaya, ia baru saja memberikan tugas itu pada Adit kemarin malam dan sepagi ini Adit sudah mengatakan bahwa semua informasi yang Jonathan minta sudah dia dapatkan! "Saya bercanda juga buat apa sih, Pak? Saya serius!" ujar Adit menyakinkan Jonathan. Jonathan tercengang barang beberapa menit, ia kemudian menatap Adit dengan saksama, mengangguk kepala sembari menghela napas panjang. "Tidak sek

  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 25 Curhat

    "Mikir apa?"Jonathan benar-benar tidak bisa hanya diam, semenjak masuk ke dalam mobil, Asha hanya merenung dengan tatapan kosong. Meskipun matanya fokus ke depan, namun beberapa kali Jonathan bisa lihat Asha sibuk menyeka air mata. "Oh ti-tidak ada, Pak. Tidak mikir apa-apa." Sahut suara itu nampak gugup. Dengan tatapan yang masih lurus ke depan, Jonathan mendengus kasar. Ia melirik Asha sekilas, nampak ia tidak tenang di joknya. "Kamu nggak bisa bohongin saya, Sha." ucap Jonathan lirih. Asha tidak langsung menjawab. Perempuan itu malah menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Tidak terdengar isak tangis, namun Jonathan yakin dia tengah menangis sekarang. "Nangis aja dulu, Sha. Biar lega." ucap Jonathan lirih. Susah memang berurusan dengan perempuan, mereka lebih mengedepankan perasaan. Cukup lama wajah itu tertutup dengan tangan, sampai kemudian tangan itu berangsur turun dari wajah, jemari-jemari Asha sibuk menyeka air mata, membuat Jonathan meraih kotak tisu di dashboard, meny

  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 24 Supermarket (2)

    "Ma-Mas?"Asha tercekat, bayangan segala perkataan dan perlakuan kasar lelaki itu kembali berkelebat. Tubuh Asha bergetar, ia mengigil dengah keringat dingin yang seketika mengucur membasahi dahi. Asha ingin lari, namun entah mengapa langkah kakinya terasa begitu berat. "Kamu benar masih hidup? Aku pikir kamu sudah mati bunuh diri." ejek suara itu yang perlahan memunculkan keberanian dalam diri Asha. "Kenapa aku harus melakukan hal gila itu?"Dimas tertawa, ia melipat kedua tangan di dada sembari menatap Asha dengan tatapan yang begitu merendahkan. "Malang banget nasib anakku harus punya ibu nggak becus macam kamu. Kenapa bukan kamu saja yang mati waktu itu?" Keberanian yang semula membara, kontan lenyap seketika saat kata 'anak' keluar dari mulut Dimas. Rasa sakit yang sudah berangsur sembuh, kini kembali terasa mencekik Asha dengan begitu kuat. Kenangan saat bayi itu masih dalam kandungan, berkelebat dalam benak Asha. Bagaimana kaki kecil itu sering menendang-nendang perut Asha,

  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 23 Supermarket

    "Biar Asha yang beli, Mbok."Asha muncul ketika mbok Iin kebingungan, beberapa bumbu dapur ternyata habis, padahal ia masih harus masak beberapa hidangan. "Non Bina?" tanya mbok Iin dengan wajah yang masih panik. "Kan ada ibu, itu lagi sama ibu. Jadi nggak apa-apa biar Asha yang belikan."Wajah tegang itu berangsur tenang, ia tersenyum sembari melangkah menuju pintu yang tak jauh dari dapur. Tak beberapa lama, sosok itu kembali muncul dengan membawa dompet. "Apa-apa yang harus dibeli, simbok chat aja, ya?" ujarnya sembari menyodorkan dua lembar uang seratus ribuan. "Siap kalau gitu, Mbok. Asha pamit sama ibu dulu." ucap Asha sembari membalikkan badan. "Kunci motor ada di dekat pintu garasi, ya!"Asha menoleh, menganggukan kepala sembari tersenyum. Ia segera menapaki anak tangga, mencari keberadaan Reni yang sedari tadi tidak terlihat. Samar-samar Asha mendengar percakapan yang berasal dari kamar Jonathan, dengan segera Asha mendekat, mengetuk pintu yang terbuka sedikit dan menun

  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 22 Nasehat Reni

    "Halo, mana ini cucu oma?"Asha menoleh, ia tersenyum begitu melihat Reni muncul dari balik pintu. Nampak ia datang masih dengan seragam rumah sakit, dengan paper pag yang ada di tangan sebuah paper bag dengan brand pattiserie kenamaan yang terkenal ekslusif dan mahal. "Tuh Oma datang, Bina!" ucap Asha sembari bangkit dari sofa menyusui. "Kata Jonathan, tadi dokter Ferdi ke sini? Gimana hasil pemeriksaan Bina tadi?" Reni meletakkan paper bag di meja, ia melangkah ke kamar mandi yang ada di dalam kamar. "Baik, Bu. BB Bina juga sudah di garis hijau. Semua aman." lapor Asha dengan senyum lebar. "Hebat cucu oma, ya? Sini gendong oma, Sayang!"Asha tersenyum, ia menyerahkan Bina ke gendongan Reni. Wajah perempuan itu nampak begitu gembira, menimang Bina lalu mencium lembut pipi gembul bayi itu. Ada rasa bahagia dan bangga melihat interaksi itu, terlebih saat tadi Asha melaporkan perkembangan Bina pada sang nenek. Melihat bayi yang awalnya sangat kecil, bisa tumbuh sesuai kurva Bina su

  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 21 Memori

    "Nah sudah tidur!"Asha menghela napas panjang, ia menatap Sabrina dengan senyum di wajah. Bayi itu sudah mandi, menyusu sampai kenyang dan sekarang tertidur dengan begitu pulas. Ia membetulkan rambut Sabrina yang berantakan, lalu teringat bahwa ia harus mengambil peralatan Sabrina yang berada di kamar Jonathan. "Mbak, makan dulu!" Secara kebetulan, mbok Iin muncul dan masuk ke dalam kamar. Perempuan paruh baya itu membawa nampan, berisi sepiring nasi lengkap dengan lauk pauk dan semangkuk sayur di mangkuk. "Nah kebetulan Simbok datang. Nitip Bina sebentar, Mbok." pinta Asha sembari menghampiri mbok Iin. Kening perempuan itu berkerut, ia menatap Asha dengan penuh penasaran."Loh, mbak Asha mau kemana?" "Cuma ambil peralatan Bina di kamar bapak, Mbok. Kemarin Bina dibawa ke kamar bapak." jawab Asha apa adanya. "Oh pantes tadi bapak kayak kurang tidur. Yaudah buruan gih, biar Bina simbok jagain dulu." Asha mengangguk pelan, ia segera melangkah keluar kamar begitu mbok Iin setuju

  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 20 Kekhawatiran

    Asha mengerjapkan mata, ia melirik jam dinding dan bergegas bangun ketika menyadari jarumnya sudah berada di angka lima. Sejenak Asha tertegun, ketika matanya menatap box bayi yang kosong. "Ah! Lagi sama papanya." ucap Asha lega ketika ingat Sabrina tengah diasuh oleh Jonathan. Asha hendak turun dari kasur, sejenak ia kembali tertegun ketika mendapati meja ganti popok Sabrina sudah bersih. Padahal semalam ia meninggalkan begitu saja beberapa peralatan pendukung pumping di atas sana. Dan tak lupa, ia menyadari bahwa kotak martabak telor itu juga sudah berpindah tempat. "Mungkin bapak masuk, ya?" gumam Asha ketika ingat Jonathan meminta izin padanya kemarin. Dengan segera Asha bangkit, ia merasakan payudaranya sudah penuh. Tangannya bergegas mengambil satu set pompa ASI bersih dari dalam mesin sterilisasi, tak lupa mesin pompanya. Dan benar saja baru beberapa detik Asha menghidupkan mesin, kucuran demi kucuran ASI itu sudah tumpah ruah memenuhi botol penampung. Asha tersenyum melih

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status