Share

Ch. 4 Sesak

last update Last Updated: 2025-03-26 10:40:02

Asha mendapati Dimas sudah kembali berdiri di dalam ruangan, membuat seketika bulu kuduk Asha meremang. Bayangan saat Dimas menamparnya tadi langsung terlintas.

Jangan bilang kalau–

"Ma-mau apa kamu?" tanya Asha dengan waspada. Ia mencoba meraih bel untuk memanggil perawat kalau-kalau Dimas kembali nekad.

Sementara itu, mendengar pertanyaan Asha, sosok itu tertawa sumbang. Ia lantas melemparkan map fotokopi berisi beberapa dokumen di dalamnya. 

"Milikmu. Kamu pasti perlu untuk mengurus biaya rumah sakit, kan?"

Asha seketika membelalak. Biaya rumah sakit? Bukankah dia masuk dalam anggota BPJS yang diberikan kantor Dimas sebagai fasilitas? 

"Bi-biaya rumah sakit?" tanya Asha dengan suara terbata. Pikirannya seketika penuh. 

Tampak wajah itu menyeringai, tatapan tajam penuh dendam terbaca di sorot mata, membuat Asha segera menelan ludah diliputi rasa takut. Dimas bergerak mendekati ranjang Asha, setiap langkahnya bagai mimpi buruk. 

"Pikirmu, aku akan membayar biaya rumah sakit? Untukmu? Si perempuan tidak berguna?"

"Mas, aku tidak ada uang."

Pada akhirnya, Asha yang semula sudah tidak ingin banyak bicara dengan Dimas, kini terpaksa buka suara. 

Jika Dimas lepas tangan perihal biaya perawatannya, lalu Asha hendak membayar semua ini dengan apa? Selama menikah, gaji Dimas tidak pernah sampai ke tangan Asha, semua mendarat di tangan Darmi. Segala kebutuhan rumah tangga harus melewati Darmi, karena toh mereka pun masih tinggal serumah dengan Darmi.

Wajah itu menyeringai, ekspresi dan sorot mata itu terlihat begitu menghina Asha. Dua tangan lelaki itu dilipat di dada, matanya terus menatap Asha dengan penuh dendam dan rasa puas yang membaur menjadi satu.

"Makanya, kalo kere itu jangan banyak bertingkah!" maki Dimas dengan nada menusuk hati. "Sok-sokan minta pisah. Padahal aku cuma minta kamu ngaku salah dan minta maaf ke Ibu."

Asha terdiam. Sepasang matanya kembali berkaca-kaca.

"Lalu, mulai detik ini aku talak kamu, Sha,” ucap Dimas lagi. “Ingat baik-baik bahwa aku yang menceraikanmu, bukan sebaliknya. Aku tidak mau lagi punya istri tidak becus sepertimu!”

Satu tetes air mata turun di pipi Asha, tapi ia buru-buru menghapusnya.

Ada sedikit perasaan lega dalam hati Asha. Tapi masalahnya untuk biaya rumah sakit, bagaimana Asha akan melunasinya? 

Asha tidak bisa membayangkan berapa besar total biaya rumah sakit ini jika ia harus menanggungnya sendiri.

"Segera saja urus perceraiannya, Dim. Ibu sudah muak berurusan sama gembel ini!"

Entah dari mana asalnya, Darmi tiba-tiba muncul. Sorot mata dan wajah wanita paruh baya itu menampakkan rasa puas. 

"Begitu urusan pemakaman selesai, Dimas akan urus, Bu. Jangan khawatir."

Mendengar kata pemakaman, Asha seketika teringat akan almarhum anaknya. Perawat yang ia tanya belum memberikan kepastian lagi. Tapi, ini berarti jasad anaknya akan diambil oleh Dimas sebelum Asha bisa melihatnya?

Seketika Asha lupa dengan masalah biaya rumah sakit.

"Mas ... boleh aku liat dia? Sekali saja tolong, Mas. Aku mau lihat anak aku." Mohon Asha melupakan segala gengsi dan harga diri. Ia ingin melihat anaknya! Setidaknya pertama dan terakhir kali dalam seumur hidup Asha.

Mata Dimas seketika membulat, ia maju lebih dekat, membuat tubuh Asha refleks mundur dengan hati waswas. 

"Setelah kamu bunuh anakku, kamu ingin lihat dia?" Suara pria itu bergetar, matanya melotot tajam ke arah Asha. "Sampai mati aku tidak akan biarkan kamu melihat jenazah anakku! Camkan itu!"

Kalimat itu seperti sebuah pukulan keras bagi Asha, matanya kembali memanas. 

Bahkan hanya ingin melihat jenazah anaknya saja Dimas tidak memberi izin? Apakah dia lupa siapa yang sembilan bulan ini mengandung? Siapa yang tadi hampir mati melahirkan?

"Mas tapi aku ibunya, Mas!" tegas Asha dengan air mata yang kembali banjir.\

"Masih berani kamu sebut dirimu ibu?" Suara Darmi melengking, membuat Asha sontak menoleh ke arahnya. "Kamu yang udah bikin cucuku mati dan masih dengan berani menyebut bahwa kamu ini seorang ibu? Ibu macam apa?"

"Bu, aku—"

"Sudah!" potong Dimas dengan suara keras. "Kamu masih nggak merasa bersalah? Masih mau nyalahin Ibu? Aku nggak terima!" 

"Dasar perempuan tidak tahu diuntung! Aku yang kamu salahkan? Nggak ada otak kamu, ya?" Darmi menoyor kepala Asha sekali.

"Sudah, Bu. Lebih baik kita segera urus pemakaman cucu Ibu saja, tidak ada gunanya banyak berdebat sama perempuan nggak ada otak ini!" Kembali Dimas memaki Asha. "Barang dan akta ceraimu nanti aku drop ke rumah sepupumu. Jangan pernah kamu menginjakkan kaki ke rumah atau bahkan ke kuburan anakku, haram!"

“Mas, tunggu! Biarkan aku melihatnya sekali saja!” Asha berteriak, sementara Dimas membawa ibunya melangkah keluar. Tatapan pria itu tampak sinis dan penuh penghinaan.

Asha hendak bangkit, tapi rasa nyeri di dada dan bagian jahitannya menghentikannya. 

Pada akhirnya, Asha tertunduk, dibiarkannya air mata kembali membanjiri pipi. Dadanya kembali terasa sesak. 

Tidak cukup kehilangan anaknya, kini ia selamanya tidak akan pernah melihat bagaimana rupa bayi yang telah ia lahirkan.

Apakah kulitnya putih bersih seperti Asha? Bagaimana dengan hidung dan bibirnya? 

Asha tidak akan pernah tahu jawabannya.

***

“Mama sedih lihat kamu begini, Jo.”

Sementara itu, di tempat lain, Dokter Jonathan menerima kunjungan dari mamanya. 

Pria itu tidak merespons ucapan tersebut tersebut, melainkan hanya menatap mamanya dengan tatapan lesu. Ada kantung mata di bawah matanya, sementara wajah dan rambutnya tampak kusut seperti tidak mendapatkan istirahat yang cukup selama beberapa hari ini. 

Ia paham kalau mamanya sedang prihatin dan sedih dengan apa yang baru saja Jonathan alami. Tapi Jonathan benar-benar tidak bisa memaksakan diri untuk langsung pulih dengan cepat.

Pukulan yang ia terima datang begitu tiba-tiba–saat ia tidak siap.

“Jangan terlalu berlarut, Jo. Sabrina membutuhkan papanya,” ucap sang mama lagi, membawa nama putri kecilnya yang baru saja lahir.

“Iya, Ma.” Jonathan membalas singkat.

“Oh ya. Kamu udah dapet calon donor ASI buat Sabrina? Mama pengen dia cepet bisa dibawa pulang, Jo."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 5 Donor ASI

    Pertanyaan sang mama tidak langsung mendapatkan jawaban dari Jonathan. Pikiran Jonathan sedang tidak berada di sini, banyak hal-hal yang berkecamuk di kepalanya sekarang, bergantian dengan kepingan-kepingan kabar buruk yang memporak-porandakan hidup Jonathan dalam waktu yang cukup singkat. Kembali ke persoalan donor ASI, bukan apa-apa, mencari donor ASI tidak semudah itu. Ia perlu memastikan calon pendonor memiliki anak yang usianya tidak jauh dari putrinya, Sabrina. Selain itu dia harus melalui proses screening yang ketat. Jonathan tentu harus pastikan kesehatan calon pendonor, makanan apa saja yang dia makan, dan banyak lagi. Belum kebersihan dan sterilisasi prosesi pumping dan pendistribusian ASIP sampai siap untuk dikonsumsi oleh Sabrina. Semua lebih rumit dibandingkan dengan proses menyusui secara langsung. Jonathan sudah berusaha keras mencari calon pendonor ASI yang pas, tapi belum kunjung ketemu. Seandainya saja istrinya masih ada di sisi Jonathan, ia dan Sabrina tidak a

    Last Updated : 2025-03-26
  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 1 Mertua adalah Maut

    "Coba dulu, jangan apa-apa langsung operasi! Kamu kan sehat. Apa susahnya sih lahiran normal?" "Tapi bukaan aku udah nggak nambah lagi dari tadi pagi, Mas. Rasanya udah sakit banget," mohon Asha dengan wajah pucat. Bukan salah Asha kalau ia sampai mengemis seperti ini pada Dimas. Ia kesakitan sejak kemarin dan proses persalinannya bisa dikatakan tidak ada kemajuan apa-apa sejak pagi tadi. Pembukaan tidak bertambah, masih mentok di angka lima dan itu sangat menyiksa. Namun, suaminya itu menolak saran tindakan operasi yang disarankan oleh pihak rumah sakit. "Alah jangan manja! Ibu delapan kali lahiran normal, memang sakit, tapi itu udah kodratnya wanita. Nggak usah banyak alasan!" Darmi ikut bersuara, membuat Asha menoleh dan menatap ke arah perempuan itu dengan tatapan tak mengerti. "Bu, tapi–" "Udah tunggu dulu. Daripada males-malesan, mending, sana kamu bangun, dipakai jalan biar nambah itu bukaan kamu. Bukan malah apa-apa minta operasi, manja banget sih!" potong Darmi denga

    Last Updated : 2025-03-12
  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 2 Kenyataan Pahit

    Ketika Asha membuka matanya kembali, ia sudah berada di kamar rawatnya. Asha segera ingat kalau ia sempat pingsan setelah melahirkan, tanpa melihat bayinya terlebih dahulu. Samar-samar Asha mencoba mengingat saat-saat sebelum ia tidak sadarkan diri. Ia merasakan betul, setelah ia mengejan sekuat tenaga, bayi itu berhasil keluar, namun ... kenapa Asha tidak mendengar suara tangis bayi pecah?Hati Asha mendadak risau.Suara pintu kamar yang terbuka membuat Asha langsung menoleh dan mendapati ibu mertuanya masuk. Ekspresi wanita paruh baya itu mengeras saat melihat Asha.“Bu di mana anak aku?” tanya Asha lirih.“Anak? Kamu masih bisa menanyakan di mana anak kamu?” Bukan jawaban yang diterima Asha, ia malah bentakan dan lemparan sorot mata tajam dari ibu mertuanya. “Perempuan gagal!”“Bu?” Asha tidak mengerti. Apa yang terjadi? Kenapa perempuan itu nampak marah sekali?Bukankah Asha sudah melahirkan normal seperti yang beliau inginkan?Tanpa Asha duga, Darmi kemudian menghampiri Asya da

    Last Updated : 2025-03-22
  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 3 Mimpi Buruk

    "Jangan ikut campur! Ini urusan rumah tangga saya!" salak Dimas tampak tak suka pada sosok itu. "Memang. Tapi selama istri Anda masih berstatus pasien di rumah sakit ini, keselamatan nyawanya menjadi tanggung jawab kami." Sosok asing itu merespons dengan suaranya yang dingin dan tegas. "Kami bisa bertindak lebih jauh apabila Anda tetap tidak kooperatif. Termasuk melaporkan Anda ke pihak berwajib, tidak peduli Bapak adalah suaminya sendiri." Dimas tercekat. Segera ia mengibaskan tangan yang mencekalnya tersebut dan mengambil langkah mundur. Wajahnya masih menampakkan raut kesal dan tak suka. Lalu pergi dari sana. Asha menghela napas lega, setidaknya dia— "Kenapa kamu cuma diam diperlakukan seperti itu? Kamu ingin mati terbunuh oleh suamimu sendiri?" Asha kembali mendongak menatap pria yang baru saja menolongnya tersebut. Namun, sepertinya sosok itu tidak mengharapkan jawaban, karena setelah mengucapkan itu, pria tersebut membantu Asha berdiri. "Astaga–" Asha mengernyit m

    Last Updated : 2025-03-25

Latest chapter

  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 5 Donor ASI

    Pertanyaan sang mama tidak langsung mendapatkan jawaban dari Jonathan. Pikiran Jonathan sedang tidak berada di sini, banyak hal-hal yang berkecamuk di kepalanya sekarang, bergantian dengan kepingan-kepingan kabar buruk yang memporak-porandakan hidup Jonathan dalam waktu yang cukup singkat. Kembali ke persoalan donor ASI, bukan apa-apa, mencari donor ASI tidak semudah itu. Ia perlu memastikan calon pendonor memiliki anak yang usianya tidak jauh dari putrinya, Sabrina. Selain itu dia harus melalui proses screening yang ketat. Jonathan tentu harus pastikan kesehatan calon pendonor, makanan apa saja yang dia makan, dan banyak lagi. Belum kebersihan dan sterilisasi prosesi pumping dan pendistribusian ASIP sampai siap untuk dikonsumsi oleh Sabrina. Semua lebih rumit dibandingkan dengan proses menyusui secara langsung. Jonathan sudah berusaha keras mencari calon pendonor ASI yang pas, tapi belum kunjung ketemu. Seandainya saja istrinya masih ada di sisi Jonathan, ia dan Sabrina tidak a

  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 4 Sesak

    Asha mendapati Dimas sudah kembali berdiri di dalam ruangan, membuat seketika bulu kuduk Asha meremang. Bayangan saat Dimas menamparnya tadi langsung terlintas.Jangan bilang kalau–"Ma-mau apa kamu?" tanya Asha dengan waspada. Ia mencoba meraih bel untuk memanggil perawat kalau-kalau Dimas kembali nekad.Sementara itu, mendengar pertanyaan Asha, sosok itu tertawa sumbang. Ia lantas melemparkan map fotokopi berisi beberapa dokumen di dalamnya. "Milikmu. Kamu pasti perlu untuk mengurus biaya rumah sakit, kan?"Asha seketika membelalak. Biaya rumah sakit? Bukankah dia masuk dalam anggota BPJS yang diberikan kantor Dimas sebagai fasilitas? "Bi-biaya rumah sakit?" tanya Asha dengan suara terbata. Pikirannya seketika penuh. Tampak wajah itu menyeringai, tatapan tajam penuh dendam terbaca di sorot mata, membuat Asha segera menelan ludah diliputi rasa takut. Dimas bergerak mendekati ranjang Asha, setiap langkahnya bagai mimpi buruk. "Pikirmu, aku akan membayar biaya rumah sakit? Untukmu?

  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 3 Mimpi Buruk

    "Jangan ikut campur! Ini urusan rumah tangga saya!" salak Dimas tampak tak suka pada sosok itu. "Memang. Tapi selama istri Anda masih berstatus pasien di rumah sakit ini, keselamatan nyawanya menjadi tanggung jawab kami." Sosok asing itu merespons dengan suaranya yang dingin dan tegas. "Kami bisa bertindak lebih jauh apabila Anda tetap tidak kooperatif. Termasuk melaporkan Anda ke pihak berwajib, tidak peduli Bapak adalah suaminya sendiri." Dimas tercekat. Segera ia mengibaskan tangan yang mencekalnya tersebut dan mengambil langkah mundur. Wajahnya masih menampakkan raut kesal dan tak suka. Lalu pergi dari sana. Asha menghela napas lega, setidaknya dia— "Kenapa kamu cuma diam diperlakukan seperti itu? Kamu ingin mati terbunuh oleh suamimu sendiri?" Asha kembali mendongak menatap pria yang baru saja menolongnya tersebut. Namun, sepertinya sosok itu tidak mengharapkan jawaban, karena setelah mengucapkan itu, pria tersebut membantu Asha berdiri. "Astaga–" Asha mengernyit m

  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 2 Kenyataan Pahit

    Ketika Asha membuka matanya kembali, ia sudah berada di kamar rawatnya. Asha segera ingat kalau ia sempat pingsan setelah melahirkan, tanpa melihat bayinya terlebih dahulu. Samar-samar Asha mencoba mengingat saat-saat sebelum ia tidak sadarkan diri. Ia merasakan betul, setelah ia mengejan sekuat tenaga, bayi itu berhasil keluar, namun ... kenapa Asha tidak mendengar suara tangis bayi pecah?Hati Asha mendadak risau.Suara pintu kamar yang terbuka membuat Asha langsung menoleh dan mendapati ibu mertuanya masuk. Ekspresi wanita paruh baya itu mengeras saat melihat Asha.“Bu di mana anak aku?” tanya Asha lirih.“Anak? Kamu masih bisa menanyakan di mana anak kamu?” Bukan jawaban yang diterima Asha, ia malah bentakan dan lemparan sorot mata tajam dari ibu mertuanya. “Perempuan gagal!”“Bu?” Asha tidak mengerti. Apa yang terjadi? Kenapa perempuan itu nampak marah sekali?Bukankah Asha sudah melahirkan normal seperti yang beliau inginkan?Tanpa Asha duga, Darmi kemudian menghampiri Asya da

  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 1 Mertua adalah Maut

    "Coba dulu, jangan apa-apa langsung operasi! Kamu kan sehat. Apa susahnya sih lahiran normal?" "Tapi bukaan aku udah nggak nambah lagi dari tadi pagi, Mas. Rasanya udah sakit banget," mohon Asha dengan wajah pucat. Bukan salah Asha kalau ia sampai mengemis seperti ini pada Dimas. Ia kesakitan sejak kemarin dan proses persalinannya bisa dikatakan tidak ada kemajuan apa-apa sejak pagi tadi. Pembukaan tidak bertambah, masih mentok di angka lima dan itu sangat menyiksa. Namun, suaminya itu menolak saran tindakan operasi yang disarankan oleh pihak rumah sakit. "Alah jangan manja! Ibu delapan kali lahiran normal, memang sakit, tapi itu udah kodratnya wanita. Nggak usah banyak alasan!" Darmi ikut bersuara, membuat Asha menoleh dan menatap ke arah perempuan itu dengan tatapan tak mengerti. "Bu, tapi–" "Udah tunggu dulu. Daripada males-malesan, mending, sana kamu bangun, dipakai jalan biar nambah itu bukaan kamu. Bukan malah apa-apa minta operasi, manja banget sih!" potong Darmi denga

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status