Share

Ch. 4 Sesak

last update Last Updated: 2025-03-26 10:40:02

Asha mendapati Dimas sudah kembali berdiri di dalam ruangan, membuat seketika bulu kuduk Asha meremang. Bayangan saat Dimas menamparnya tadi langsung terlintas.

Jangan bilang kalau–

"Ma-mau apa kamu?" tanya Asha dengan waspada. Ia mencoba meraih bel untuk memanggil perawat kalau-kalau Dimas kembali nekad.

Sementara itu, mendengar pertanyaan Asha, sosok itu tertawa sumbang. Ia lantas melemparkan map fotokopi berisi beberapa dokumen di dalamnya. 

"Milikmu. Kamu pasti perlu untuk mengurus biaya rumah sakit, kan?"

Asha seketika membelalak. Biaya rumah sakit? Bukankah dia masuk dalam anggota BPJS yang diberikan kantor Dimas sebagai fasilitas? 

"Bi-biaya rumah sakit?" tanya Asha dengan suara terbata. Pikirannya seketika penuh. 

Tampak wajah itu menyeringai, tatapan tajam penuh dendam terbaca di sorot mata, membuat Asha segera menelan ludah diliputi rasa takut. Dimas bergerak mendekati ranjang Asha, setiap langkahnya bagai mimpi buruk. 

"Pikirmu, aku akan membayar biaya rumah sakit? Untukmu? Si perempuan tidak berguna?"

"Mas, aku tidak ada uang."

Pada akhirnya, Asha yang semula sudah tidak ingin banyak bicara dengan Dimas, kini terpaksa buka suara. 

Jika Dimas lepas tangan perihal biaya perawatannya, lalu Asha hendak membayar semua ini dengan apa? Selama menikah, gaji Dimas tidak pernah sampai ke tangan Asha, semua mendarat di tangan Darmi. Segala kebutuhan rumah tangga harus melewati Darmi, karena toh mereka pun masih tinggal serumah dengan Darmi.

Wajah itu menyeringai, ekspresi dan sorot mata itu terlihat begitu menghina Asha. Dua tangan lelaki itu dilipat di dada, matanya terus menatap Asha dengan penuh dendam dan rasa puas yang membaur menjadi satu.

"Makanya, kalo kere itu jangan banyak bertingkah!" maki Dimas dengan nada menusuk hati. "Sok-sokan minta pisah. Padahal aku cuma minta kamu ngaku salah dan minta maaf ke Ibu."

Asha terdiam. Sepasang matanya kembali berkaca-kaca.

"Lalu, mulai detik ini aku talak kamu, Sha,” ucap Dimas lagi. “Ingat baik-baik bahwa aku yang menceraikanmu, bukan sebaliknya. Aku tidak mau lagi punya istri tidak becus sepertimu!”

Satu tetes air mata turun di pipi Asha, tapi ia buru-buru menghapusnya.

Ada sedikit perasaan lega dalam hati Asha. Tapi masalahnya untuk biaya rumah sakit, bagaimana Asha akan melunasinya? 

Asha tidak bisa membayangkan berapa besar total biaya rumah sakit ini jika ia harus menanggungnya sendiri.

"Segera saja urus perceraiannya, Dim. Ibu sudah muak berurusan sama gembel ini!"

Entah dari mana asalnya, Darmi tiba-tiba muncul. Sorot mata dan wajah wanita paruh baya itu menampakkan rasa puas. 

"Begitu urusan pemakaman selesai, Dimas akan urus, Bu. Jangan khawatir."

Mendengar kata pemakaman, Asha seketika teringat akan almarhum anaknya. Perawat yang ia tanya belum memberikan kepastian lagi. Tapi, ini berarti jasad anaknya akan diambil oleh Dimas sebelum Asha bisa melihatnya?

Seketika Asha lupa dengan masalah biaya rumah sakit.

"Mas ... boleh aku liat dia? Sekali saja tolong, Mas. Aku mau lihat anak aku." Mohon Asha melupakan segala gengsi dan harga diri. Ia ingin melihat anaknya! Setidaknya pertama dan terakhir kali dalam seumur hidup Asha.

Mata Dimas seketika membulat, ia maju lebih dekat, membuat tubuh Asha refleks mundur dengan hati waswas. 

"Setelah kamu bunuh anakku, kamu ingin lihat dia?" Suara pria itu bergetar, matanya melotot tajam ke arah Asha. "Sampai mati aku tidak akan biarkan kamu melihat jenazah anakku! Camkan itu!"

Kalimat itu seperti sebuah pukulan keras bagi Asha, matanya kembali memanas. 

Bahkan hanya ingin melihat jenazah anaknya saja Dimas tidak memberi izin? Apakah dia lupa siapa yang sembilan bulan ini mengandung? Siapa yang tadi hampir mati melahirkan?

"Mas tapi aku ibunya, Mas!" tegas Asha dengan air mata yang kembali banjir.\

"Masih berani kamu sebut dirimu ibu?" Suara Darmi melengking, membuat Asha sontak menoleh ke arahnya. "Kamu yang udah bikin cucuku mati dan masih dengan berani menyebut bahwa kamu ini seorang ibu? Ibu macam apa?"

"Bu, aku—"

"Sudah!" potong Dimas dengan suara keras. "Kamu masih nggak merasa bersalah? Masih mau nyalahin Ibu? Aku nggak terima!" 

"Dasar perempuan tidak tahu diuntung! Aku yang kamu salahkan? Nggak ada otak kamu, ya?" Darmi menoyor kepala Asha sekali.

"Sudah, Bu. Lebih baik kita segera urus pemakaman cucu Ibu saja, tidak ada gunanya banyak berdebat sama perempuan nggak ada otak ini!" Kembali Dimas memaki Asha. "Barang dan akta ceraimu nanti aku drop ke rumah sepupumu. Jangan pernah kamu menginjakkan kaki ke rumah atau bahkan ke kuburan anakku, haram!"

“Mas, tunggu! Biarkan aku melihatnya sekali saja!” Asha berteriak, sementara Dimas membawa ibunya melangkah keluar. Tatapan pria itu tampak sinis dan penuh penghinaan.

Asha hendak bangkit, tapi rasa nyeri di dada dan bagian jahitannya menghentikannya. 

Pada akhirnya, Asha tertunduk, dibiarkannya air mata kembali membanjiri pipi. Dadanya kembali terasa sesak. 

Tidak cukup kehilangan anaknya, kini ia selamanya tidak akan pernah melihat bagaimana rupa bayi yang telah ia lahirkan.

Apakah kulitnya putih bersih seperti Asha? Bagaimana dengan hidung dan bibirnya? 

Asha tidak akan pernah tahu jawabannya.

***

“Mama sedih lihat kamu begini, Jo.”

Sementara itu, di tempat lain, Dokter Jonathan menerima kunjungan dari mamanya. 

Pria itu tidak merespons ucapan tersebut tersebut, melainkan hanya menatap mamanya dengan tatapan lesu. Ada kantung mata di bawah matanya, sementara wajah dan rambutnya tampak kusut seperti tidak mendapatkan istirahat yang cukup selama beberapa hari ini. 

Ia paham kalau mamanya sedang prihatin dan sedih dengan apa yang baru saja Jonathan alami. Tapi Jonathan benar-benar tidak bisa memaksakan diri untuk langsung pulih dengan cepat.

Pukulan yang ia terima datang begitu tiba-tiba–saat ia tidak siap.

“Jangan terlalu berlarut, Jo. Sabrina membutuhkan papanya,” ucap sang mama lagi, membawa nama putri kecilnya yang baru saja lahir.

“Iya, Ma.” Jonathan membalas singkat.

“Oh ya. Kamu udah dapet calon donor ASI buat Sabrina? Mama pengen dia cepet bisa dibawa pulang, Jo."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sri Marliyati
Ya Allah kasihan banget FL nya,masa tidak di perbolehkan lihat wajah Alm. anak nya sama sekali. ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 5 Donor ASI

    “Kamu sudah dapat calon donor ASI buat Sabrina?”Pertanyaan sang mama tidak langsung mendapatkan jawaban dari Jonathan. Pikiran pria itu sedang ramai. Ada banyak hal-hal yang berkecamuk di kepalanya sekarang, bergantian dengan kepingan kabar buruk yang memporak-porandakan hidup Jonathan dalam waktu yang singkat. Salah satunya memang persoalan donor ASI untuk putrinya.Bukan apa-apa, mencari donor ASI tidak semudah itu. Jonathan perlu memastikan calon pendonor memiliki anak yang usianya tidak jauh dari putri kecilnya, Sabrina. Selain itu dia harus melalui proses seleksi yang ketat. Jonathan tentu harus memastikan kesehatan calon pendonor ASI juga, makanan apa saja yang dia makan, dan banyak lagi. Belum kebersihan dan sterilisasi prosesi pumping dan pendistribusian ASIP sampai siap untuk dikonsumsi oleh Sabrina. Semua lebih rumit dibandingkan dengan proses menyusui secara langsung, otomatis membuatnya sakit kepala. Jonathan sendiri sudah berusaha keras mencari calon pendonor ASI, t

    Last Updated : 2025-03-26
  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 6 Tawaran Jonathan

    "Kamu serius?"“Iya. Aku dengar kamu sempat menolongnya kemarin.”Jonathan menatap Ferdi dengan tatapan tak percaya. Jadi ASI 'emas' ini milik Asha? Wanita yang dipukuli suaminya tempo hari?Bukan salah Jonathan kalau dia sampai tidak percaya, Asha tengah dirundung permasalahan hidup yang cukup berat. Padahal dalam kamus menyusui, hal utama yang harus dihindari para ibu menyusui agar ASI-nya lancar adalah stres. Tidak boleh banyak pikiran dan bersedih. Lalu Asha? Bagaimana bisa?Perempuan itu sedang hancur. Tidak cukup ditinggal bayi yang sudah dia perjuangkan dengan separuh nyawa, suami dan mertuanya justru menyalahkan dirinya. Bahkan mencaci maki hingga memukuli.Apalagi kalau memang benar dia adalah orang yang sama dengan yang dibicarakan oleh para perawat, bukankah wanita itu justru baru saja diceraikan suaminya?Lengkap sudah, kan, penderitaan perempuan muda itu? Dengan tekanan dan kesedihan yang bertubi-tubi seperti itu, bagaimana bisa Asha masih mampu memproduksi ASI bahkan d

    Last Updated : 2025-04-06
  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 7 Sabrina

    “Sebentar, Dok–”“Jadilah ibu susu untuk putri saya.”Asha berkedip. Setelah uraian panjang lebar yang tidak baik untuk kewarasannya itu, akhirnya Asha mendapatkan inti ucapan Jonathan.“Ibu susu?” tanya Asha, meyakinkan pendengarannya.Jonathan mengangguk. "Saya butuh ASI kamu, Nona Asha. ASI seperti yang kamu sumbangkan untuk NICU," ujar Jonathan. “Bayi saya lahir prematur. Kurang bulan, kurang berat badan. Jadi sangat butuh ASI.""Apakah … ASI ibunya tidak keluar, Dok?” tanya Asha hati-hati.Jonathan tersenyum getir. “Tidak akan pernah keluar sampai kapan pun,” jawab pria itu pelan, membuat Asha kembali bingung. Apalagi, wanita itu lalu melihat sepasang mata Jonathan berkaca-kaca seperti tengah menahan tangis, sebelum kemudian menunduk."Istri saya kecelakaan,” jelas Jonathan kemudian, setelah diam selama beberapa saat. “Hanya bayi kami yang selamat.”Jonathan mengangkat wajahnya, ia mendapati wajah itu tercengang dengan mulut terbuka yang segera ditutupi dengan tangan. Jonathan me

    Last Updated : 2025-04-07
  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 8 Perhatian Jonathan

    “Ta-tapi, Dok ….” “Selama Sabrina masih harus dirawat, kamu lebih baik di sini lebih dulu,” sela Jonathan. Pria itu kemudian menambahkan, “Jangan khawatir untuk kebutuhanmu, saya sudah atur semua. Untuk biaya pun sudah saya urus."Asha terkejut. Wanita itu menatap Jonathan dan hendak mengatakan sesuatu. Namun, belum sempat dia bersuara, Jonathan kembali berujar: "Mungkin terdengar egois, tapi saya harap kamu fokus pada Sabrina saja.” Jonathan tampak serius. “Kontrol mood dan emosi kamu. Jangan terlalu memikirkan hal-hal negatif dan sedih. Apakah bisa dipahami?”Asha mengangguk. “Baik, Dok.” “Kalau ada masalah, segera katakan pada saya. Ini bersangkutan dengan anak saya.”Senyum sopan tersungging di bibir Asha saat ia mengangguk. Ia tidak bisa berkata-kata lagi.Seperti inikah rasanya diperhatikan dan diberikan segalanya? Betapa beruntungnya ibu dari bayi Sabrina ini. Jika beliau masih hidup, pasti beliau adalah wanita yang paling berbahagia.Tiba-tiba mata Asha memanas sampai ia ha

    Last Updated : 2025-04-08
  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 9 Tak Lepas dari Dimas

    "Ta … apa aku bisa minta tolong?" ucap Asha sembari menatap lurus ke jendela. Ia baru saja mendengarkan penuturan sepupunya dan memberikan penjelasan akibat cerita tidak benar dari Dimas.Rupanya pria itu baru saja ke rumah sepupu Asha yang tinggal di kota yang sama untuk mengangsurkan barang-barang Asha karena mereka sudah bercerai. Dimas melakukannya sambil marah-marah, menjelek-jelekkan Asha dengan cerita karangannya yang harus segera diluruskan oleh Asha.Karena di sana ia tampil sebagai ibu jahat yang telah menyebabkan anaknya meninggal."Apa? Katakan saja, Sha. Sebisa mungkin aku bakalan tolongin kamu." ucap Ista tulus. Asha tersenyum, matanya sontak memanas. Satu-satunya keluarga yang masih mau berhubungan dengan Asha hanya Ista seorang. Lainnya? Mereka lebih memilih pro dengan orang tua Asha dan mengasingkan Asha ketika memutuskan untuk nekat menikah dengan Dimas. "Jangan sampai orang tuaku dan keluarga yang lain tahu soal ini, ya? Kamu belum cerita sama mereka, kan?" tanya

    Last Updated : 2025-04-09
  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 10 Permintaan Asha

    “Ah, iya, Dok.” Asha menatap ke arah Reni dan hendak berdiri untuk menyapa.Buru-buru Reni mendekat dan menahannya. "Sudah duduk saja!" titah Reni sembari mendudukkan kembali Asha di sofa. "Saya mamanya Jonathan, Sha. Jona sudah cerita banyak soal kamu. Kamu yang sabar, ya. Ikhlaskan semua yang sudah terjadi."Asha nampak terkejut, hanya sesaat karena kemudian ia menganggukkan kepalanya sembari tersenyum getir. "Terimakasih banyak, Ibu." hanya itu yang mampu Asha ucapkan, selain merasa gugup, ia tidak mau harus kembali menangis hari ini. "Saya mohon sekali pertolongan kamu, Sha, untuk cucu saya. Dia sangat butuh ibu susu, meskipun kami mampu beli sufor merek apapun, harga berapapun, tapi kami tetap berharap Sabrina bisa full ASI sampai nanti disapih." mohon Reni sembari menatap Asha lekat-lekat. Asha mengangguk pelan, "Ibu jangan khawatir. Saya sudah berjanji pada dokter Jonathan, saya akan lakukan tugas saya sebaik mungkin."Reni mengangguk, ia menatap beberapa kantong ASI di ata

    Last Updated : 2025-04-10
  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 11 LULUS

    "Selamat, Jo. Sabrina lulus!"Tangan Ferdi terulur ke depan, bukannya langsung menjabat tangan sejawatnya, Jonathan malah menutup wajah dengan kedua tangan. Tangisnya pecah, ia terisak lirih sembari menutup wajah. Tangan yang tadinya menunggu dijabat, kini menepuk lembut baju Jonathan sembari tersenyum haru. Setelah lima minggu di rawat intensif, akhirnya Sabrina bisa dibawa pulang setelah semua kondisinya stabil. Bayi yang dulu sangat menyedihkan itu sudah nampak menggemaskan. Berat badannya naik cukup baik. Kini ia sudah tidak perlu menggunakan bantuan alat apapun. "Udah dong! Malah nangis!" ejek Ferdi yang jujur ia sendiri haru dengan pencapaian Sabrina pada detik ini. "Kamu nggak mau jemput Sabrina? Udah siap dia ikut bapaknya pulang!"Mendengar itu, Jonathan menurunkan tangan, ia mengusap air mata dan menganggukkan kepala dengan mantap. "Dokter Reni udah kamu kabari? Seneng dia pasti cucunya udah boleh dibawa pulang."Jonathan menggeleng, ia malah menatap Ferdi dengan tatapan

    Last Updated : 2025-04-11
  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 12 Tamu

    "Kenapa kamu nggak kabari mama sih, Jo?"Reni melangkah masuk ke sebuah kamar yang sejak beberapa bulan yang lalu sudah Jonathan siapkan untuk kelahiran Sabrina, kamar yang baru sempat ditempati sekarang setelah badai itu datang memporak-porandakan kehidupan Jonathan. "Kejutan!" jawab Jonathan asal yang segera mendapat gebukan gemas dari Reni. Reni melangkah perlahan menuju box bayi, di dalamnya Sabrina nampak tidur dengan begitu damai. Senyum Reni merekah, tangannya terulur, mengusap lembut pipi Sabrina yang memerah. Di sisi lain box, ada Asha yang berdiri dan menatap interaksi itu dengan seulas senyum. "Ya ampun cucu oma. Cantik banget kamu, Sayang!" desis Reni dengan suara bergetar. Jonathan menepuk lembut bahu ibunya, ikut menatap ke arah Sabrina sampai kemudian bayi itu menggeliat dan tangisnya pecah. Baik Asha maupun yang lain terkejut, tangan Reni terulur, meraih Sabrina dalam gendongan lalu menatap Asha yang ikut panik. "Sudah waktunya Bina nyusu, Sha. Ini!"Asha mengang

    Last Updated : 2025-04-12

Latest chapter

  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 28 BATAL

    "Loh gimana sih, Jo? Kalian nggak jadi pergi?"Jonathan merebahkan tubuh di atas kasur, ia langsung menghubungi Reni, membatalkan permintaan Jonathan yang meminta Reni kemari sepulang praktek. "Nggak jadi, Ma. Bina lagi nggak mau ditinggal. Lagi mode nempel terus sama Asha." jawab Jonathan sambil memejamkan mata. "Bina kenapa, Jo? Sakit?" tanya suara itu langsung berubah panik. "Aman, Ma. Bina nggak sakit. Dia sehat, cuma kata Ferdi lagi di fase wonder week."Wonder week. Entah dulu Jonathan yang tidak memperhatikan atau bagaimana, ia malah lupa ada istilah itu di ilmu pediatri."Oalah, rewel terus berarti? Perlu mama ke sana, Jo?""Agak sih, Ma. Cuma masih bisa Asha handle. Mama istirahat saja di rumah, nanti semisal Jo perlu bantuan, pasti Jo udah telpon Mama. Tapi semoga tidak, Ma. Bantu doa saja." ucap Jonathan mencoba menenangkan sang ibu. "Ya sudah kalau begitu. Kamu juga jangan cuma diem, Jo. Bantuin Asha gendong atau apa." perintah Reni yang seketika direspon dengan bibir

  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 27 Rewel

    “Bina kenapa?”Nafas Jonathan sedikit terenggah, bagaimana tidak? Ia sangat panik tadi, ketika membaca chat yang Asha kirimkan mengenai kodisi Sabrina yang rewel.“Rewel terus, Pak. Maunya digendong terus.” Lapor Asha yang nampak kewalahan.“Coba baringkan, biar saya periksa.”Jonathan mengeluarkan stetoskop, benar saja! Begitu Bina turun dari gendongan Asha, ia langsung menangis keras sampai kulit wajahnya memerah. Jonathan menghela nafas panjang, ia berusaha untuk tetap tenang meskipun jujur ia sangat panik mendengar Sabrina menangis begini.Meskipun bukan spesialisasinya, Jonathan masih bisa membedakan tanda-tanda vital yang normal dan tidak itu yang seperti apa dengan bantuan stetoskop. Jonathan tidak menemukan hal aneh, semua normal dan baik.“Coba ambilin termometer, Sha!” perintah Jonathan seraya melepaskan stetoskop.Dengan segera, Asha melangkah ke rak yang ada di dekat box Sabrina, ia segera kembali dengan benda yang diminta oleh Jonathan.“Normal. Tidak ada demam.” Ucap Jon

  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 26 Rencana

    "Pak!"Jonathan menghentikan langkah, ia segera membalikkan tubuh dan mendapati sosok itu tengah melangkah dengan sedikit tergesa ke arahnya. Jonathan melirik arloji di pergelangan tangan, masih ada waktu dua puluh menit sebelum ia harus visite pasien. "Gimana?" tanya Jonathan dengan nada serius. "Saya udah dapat, Pak. Kapan Bapak mau diantar kesana?" tanya suara itu dengan nada serius. Kening Jonathan berkerut, ia tidak menyangka bahwa orang satu ini bisa dengan begitu cepat mendapatkan informasi yang dia minta. "Serius? Kamu nggak lagi bercanda, kan?" Bukan salah Jonathan kalau dia tidak percaya, ia baru saja memberikan tugas itu pada Adit kemarin malam dan sepagi ini Adit sudah mengatakan bahwa semua informasi yang Jonathan minta sudah dia dapatkan! "Saya bercanda juga buat apa sih, Pak? Saya serius!" ujar Adit menyakinkan Jonathan. Jonathan tercengang barang beberapa menit, ia kemudian menatap Adit dengan saksama, mengangguk kepala sembari menghela napas panjang. "Tidak sek

  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 25 Curhat

    "Mikir apa?"Jonathan benar-benar tidak bisa hanya diam, semenjak masuk ke dalam mobil, Asha hanya merenung dengan tatapan kosong. Meskipun matanya fokus ke depan, namun beberapa kali Jonathan bisa lihat Asha sibuk menyeka air mata. "Oh ti-tidak ada, Pak. Tidak mikir apa-apa." Sahut suara itu nampak gugup. Dengan tatapan yang masih lurus ke depan, Jonathan mendengus kasar. Ia melirik Asha sekilas, nampak ia tidak tenang di joknya. "Kamu nggak bisa bohongin saya, Sha." ucap Jonathan lirih. Asha tidak langsung menjawab. Perempuan itu malah menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Tidak terdengar isak tangis, namun Jonathan yakin dia tengah menangis sekarang. "Nangis aja dulu, Sha. Biar lega." ucap Jonathan lirih. Susah memang berurusan dengan perempuan, mereka lebih mengedepankan perasaan. Cukup lama wajah itu tertutup dengan tangan, sampai kemudian tangan itu berangsur turun dari wajah, jemari-jemari Asha sibuk menyeka air mata, membuat Jonathan meraih kotak tisu di dashboard, meny

  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 24 Supermarket (2)

    "Ma-Mas?"Asha tercekat, bayangan segala perkataan dan perlakuan kasar lelaki itu kembali berkelebat. Tubuh Asha bergetar, ia mengigil dengah keringat dingin yang seketika mengucur membasahi dahi. Asha ingin lari, namun entah mengapa langkah kakinya terasa begitu berat. "Kamu benar masih hidup? Aku pikir kamu sudah mati bunuh diri." ejek suara itu yang perlahan memunculkan keberanian dalam diri Asha. "Kenapa aku harus melakukan hal gila itu?"Dimas tertawa, ia melipat kedua tangan di dada sembari menatap Asha dengan tatapan yang begitu merendahkan. "Malang banget nasib anakku harus punya ibu nggak becus macam kamu. Kenapa bukan kamu saja yang mati waktu itu?" Keberanian yang semula membara, kontan lenyap seketika saat kata 'anak' keluar dari mulut Dimas. Rasa sakit yang sudah berangsur sembuh, kini kembali terasa mencekik Asha dengan begitu kuat. Kenangan saat bayi itu masih dalam kandungan, berkelebat dalam benak Asha. Bagaimana kaki kecil itu sering menendang-nendang perut Asha,

  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 23 Supermarket

    "Biar Asha yang beli, Mbok."Asha muncul ketika mbok Iin kebingungan, beberapa bumbu dapur ternyata habis, padahal ia masih harus masak beberapa hidangan. "Non Bina?" tanya mbok Iin dengan wajah yang masih panik. "Kan ada ibu, itu lagi sama ibu. Jadi nggak apa-apa biar Asha yang belikan."Wajah tegang itu berangsur tenang, ia tersenyum sembari melangkah menuju pintu yang tak jauh dari dapur. Tak beberapa lama, sosok itu kembali muncul dengan membawa dompet. "Apa-apa yang harus dibeli, simbok chat aja, ya?" ujarnya sembari menyodorkan dua lembar uang seratus ribuan. "Siap kalau gitu, Mbok. Asha pamit sama ibu dulu." ucap Asha sembari membalikkan badan. "Kunci motor ada di dekat pintu garasi, ya!"Asha menoleh, menganggukan kepala sembari tersenyum. Ia segera menapaki anak tangga, mencari keberadaan Reni yang sedari tadi tidak terlihat. Samar-samar Asha mendengar percakapan yang berasal dari kamar Jonathan, dengan segera Asha mendekat, mengetuk pintu yang terbuka sedikit dan menun

  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 22 Nasehat Reni

    "Halo, mana ini cucu oma?"Asha menoleh, ia tersenyum begitu melihat Reni muncul dari balik pintu. Nampak ia datang masih dengan seragam rumah sakit, dengan paper pag yang ada di tangan sebuah paper bag dengan brand pattiserie kenamaan yang terkenal ekslusif dan mahal. "Tuh Oma datang, Bina!" ucap Asha sembari bangkit dari sofa menyusui. "Kata Jonathan, tadi dokter Ferdi ke sini? Gimana hasil pemeriksaan Bina tadi?" Reni meletakkan paper bag di meja, ia melangkah ke kamar mandi yang ada di dalam kamar. "Baik, Bu. BB Bina juga sudah di garis hijau. Semua aman." lapor Asha dengan senyum lebar. "Hebat cucu oma, ya? Sini gendong oma, Sayang!"Asha tersenyum, ia menyerahkan Bina ke gendongan Reni. Wajah perempuan itu nampak begitu gembira, menimang Bina lalu mencium lembut pipi gembul bayi itu. Ada rasa bahagia dan bangga melihat interaksi itu, terlebih saat tadi Asha melaporkan perkembangan Bina pada sang nenek. Melihat bayi yang awalnya sangat kecil, bisa tumbuh sesuai kurva Bina su

  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 21 Memori

    "Nah sudah tidur!"Asha menghela napas panjang, ia menatap Sabrina dengan senyum di wajah. Bayi itu sudah mandi, menyusu sampai kenyang dan sekarang tertidur dengan begitu pulas. Ia membetulkan rambut Sabrina yang berantakan, lalu teringat bahwa ia harus mengambil peralatan Sabrina yang berada di kamar Jonathan. "Mbak, makan dulu!" Secara kebetulan, mbok Iin muncul dan masuk ke dalam kamar. Perempuan paruh baya itu membawa nampan, berisi sepiring nasi lengkap dengan lauk pauk dan semangkuk sayur di mangkuk. "Nah kebetulan Simbok datang. Nitip Bina sebentar, Mbok." pinta Asha sembari menghampiri mbok Iin. Kening perempuan itu berkerut, ia menatap Asha dengan penuh penasaran."Loh, mbak Asha mau kemana?" "Cuma ambil peralatan Bina di kamar bapak, Mbok. Kemarin Bina dibawa ke kamar bapak." jawab Asha apa adanya. "Oh pantes tadi bapak kayak kurang tidur. Yaudah buruan gih, biar Bina simbok jagain dulu." Asha mengangguk pelan, ia segera melangkah keluar kamar begitu mbok Iin setuju

  • Pesona Ibu Susu Kesayangan Tuan Duda   Ch. 20 Kekhawatiran

    Asha mengerjapkan mata, ia melirik jam dinding dan bergegas bangun ketika menyadari jarumnya sudah berada di angka lima. Sejenak Asha tertegun, ketika matanya menatap box bayi yang kosong. "Ah! Lagi sama papanya." ucap Asha lega ketika ingat Sabrina tengah diasuh oleh Jonathan. Asha hendak turun dari kasur, sejenak ia kembali tertegun ketika mendapati meja ganti popok Sabrina sudah bersih. Padahal semalam ia meninggalkan begitu saja beberapa peralatan pendukung pumping di atas sana. Dan tak lupa, ia menyadari bahwa kotak martabak telor itu juga sudah berpindah tempat. "Mungkin bapak masuk, ya?" gumam Asha ketika ingat Jonathan meminta izin padanya kemarin. Dengan segera Asha bangkit, ia merasakan payudaranya sudah penuh. Tangannya bergegas mengambil satu set pompa ASI bersih dari dalam mesin sterilisasi, tak lupa mesin pompanya. Dan benar saja baru beberapa detik Asha menghidupkan mesin, kucuran demi kucuran ASI itu sudah tumpah ruah memenuhi botol penampung. Asha tersenyum melih

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status