Indah merasa kesal dan mendorong pintu dengan tubuhnya, dia seperti orang gila yang sedang mengamuk. “Arghhhh! Warda! Damas! Lina!” teriak Indah menyebut semua nama yang berada di kepalanya.Tiba tiba Indah merasakan perutnya berbunyi dan mulai perih, Indah menyentuh perutnya dan merasakan lemas tiba-tiba. Dia belum makan beberapa hari, dan amarahnya membuat dia menjadi sedikit kuat. Kini tenaganya benar-benar habis.Orang-orang masih memperhatikan Indah dari kejauhan dan membicarakan Indah, sementara Indah yang kesal karena tak bisa masuk akhirnya melihat jendela di kamar Warda yang terbuka, itu satu-satunya jalan yang dia bisa lewati.“Memang cewe bodoh itu satu-satunya yang bisa membuatku masuk ke rumah. dia satu-satunya yang paling ceroboh yang tidak menutup jendela kamarnya saat keluar rumah. Dasar.” Indah mengerutu sembari memanjat jendela.Indah bahkan tak membuka sepatu dan masuk ke dalam kamar Warda, dia kesal dan menginjak kasur Warda begitu saja dengan sepatunya. Indah begi
Lina dan Warda masuk ke dalam kamar menuju Indah dengan tatapan marah, mereka sangat dan menjambak rambut Indah. Indah ingin membela diri tapi Warda menahannya dan memegangi tangan Indah sementara Lina yang menariknya dengan paksa.“Tidak tahu diri sekali kau datang setelah seminggu kabur. Kau yang membuat putraku di penjara,” Lina memarahi Indah. Dia menarik rambut Indah dan menjatuhkan Indah ke lantai, “Sudah kau buat keluarga ku berantakan, kau kembali dan menghabiskan semua makanan di rumah ini!”“Pukuli saja wajahnya ma!” warda menyahut sambil menahan tangan Indah ke belakang tubuh Indah agar orang itu tak berani melawan atau mendorong Lina seperti terakhir kali.Plak! Plak! Plak!Suara tamparan terdengar nyaring berkali kali. Lina sekuat tenaga menampari wajah Indah dan Warda ikut menendang punggung Indah sekuat tenaga.Indah menangis, dia kesakitan, tubuhnya masih lemah setelah di kurung beberapa hari tanpa makan dan mendapatkan nutrisi lainnya. Dia tersungkur dan menangis keti
Lina hanya mengangguk-angguk, dia tidak mengerti tapi dia mendengar jelas maksud Damas dan dia berusaha mencerna perkataan Damas. Yang dia tahu, Damas di periksa karena kasus pemalsuan dokumen nikah dengan Indah. Itulah mengapa Lina tahu, Damas harus memaksa Indah membantunya atau Lina sendiri yang harus membuat Indah menggantikan posisi Damas di penjara.Sementara di luar Warda merengut, memasang wajah kusut, dia sengaja menekuk wajahnya di depan Lina. Tepat ketika Lina keluar Warda menggerutu, “kenapa ibu mengatakan aku bodoh? Membela anak ibu yang tidak berguna itu. bukannya menghasilkan uang untuk kita bulan depan, dia malah harus di tangkap dan masuk penjara!” gerutu Warda yang melipat kedua tangannya di dada. “Kau yang bodoh dan tidak berguna!” Lina berceletuk. Lina tak bisa memberitahukan maksud dan tujuan dia masih berbaik hati, biasnaya dia akan bersikap egois. “Jika aku bisa menggunakan kedua anakku untuk menjadi mesin penghasil uang, makan akan aku lakukan sebisa mungkin u
“Tidak bisakah kau menurunkanku di dalam gang sana?” tanya Indah pada sang supir. Sang supir yang mengemudi sambil mengantuk hanya berdehem, dia melirik Indah dari balik kaca di depan kemudia. Tapi sang supir tak mengindahkan permintaan Indah, “Ini sudah lebih baik, turunlah dan bayar sesuai dengan tarifnya.” Supir itu tengah tertidur di pangkalan sebelum Indah menelpon dan memaksanya untuk buru-buru datang, hal itu membuat moodnya memburuk malam itu. Dan sepanjang jalan dia mengantar Indah, dia harus mendengar wanita itu menggerutu karena sedikit keterlambatan dan sekarang wanita itu memintanya untuk mengantar lebih jauh dari yang seharusnya dia bisa. “Apa kau tuli?!” tanya Indah seketika menyentak. “Kubilang antar aku ke dalam gang!” Dia sudah menahan emosinya sejak sejam lalu, dia mengomel di jalanan karena menutupi rasa khawatirnya. Indah selalu teringat bagaimana perlakuan Lina dan Warda, dia berencana balas dendam dan akan membuat Warda menderita, dia ingin mendatangi rumah
Axton tengah menyetir mobilnya, hari ini dia sedikit terlambat dan berangkat lebih siang. Padahal dia memiliki rapat satu jam lagi, tapi Axton tak perduli akan hal itum toh Egar yang biasa menjadi perwakilannya sudah pulang dari liburan. Dari balik telepon yang dia sematkan melalui earphone, Axton berbicara, “lalu bagaimana perkembangannya?” “Semuanya sudah beres, surat sidang sudah di keluarkan dan akan dilaksanakan seminggu kemudian. Bukti dan saksi sudah di kumpulkan. Tinggal satu, notaris yang membantu membalikkan nama surat tanah rumah “itu” tidak di temukan. Catatan terakhir kerja miliknya, dia adalah pekerja di kantor pemerintah, lalu pensiun dan membuka kantor notaris swasta tapi sejak saat itu kantornya tutup dan dia menghilang.” Egar menjelaskan dengan seksama. Sama dengan Axton, Egar sendiri bangun terlalu siang karena dia tidur larut malam setelah menyelesaikan pekerjaan Axton yang terbengkalai. Setelah liburan berlalu, dia kembali pada rutinitas di mana dia harus beker
Geva sejak tadi mondar mandir keluar dari ruangan Axton dan ruangan kerjanya. Dia sedang menyelesaikan dokumen yang harus di cek dan tanda tangani oleh Axton, itulah sebabnya Geva sangat sibuk. Dia mencoba profesional meski dia dan Axton saling diam-diaman. Meski masalah ciuman di dalam mobil itu sudah di selesaikan dengan baik, Geva masih menjaga jarak untuk hatinya agar tidak terlalu jatuh pada Axton. Dia ingin terus berkerja dengan baik demi masa depan dirinya dan buah hatinya. Clack!Suara pintu terdengar terbuka, Geva mengetuk sebelum membukanya. Dan lagi ketika dia masuk, dia melihat Axton menunduk terlihat sedang tak fokus, “Ada apa?” tanya Geva dengan setengah formal. Axton kemudian sedikit terperanjat dan mendongakkan kepala, yang awalnya dia menatap secarik kertas yang kosong dia lalu menatap kea rah Geva yang sudah masuk dan berdiri di depan pintu.“Ada apa Gev?” tanya Axton kaget.“Dia seperti orang linglung,” pikir Geva. Dia lalu maju dan memberikan berkas yang sudah d
“Aish sudah beberapa hari aku tidak masuk ya. Semuanya gara-gara dua orang sialan itu. Yang satu masuk penjara jadi aku tidak bisa meminta uang saku, dan yang satu lagi kabur dengan membawa barang-barangnya, aku jadi tidak bisa meminjam tas dan sepatunya,” Warda mengomel sepanjang jalan sembari memainkan ponselnya. Warda berangkat kuliah, Dia berangkat naik bis kota yang hanya perlu kartu pelajar untuk bisa mendapatkan gratis biaya, dan bis itu memiliki pemberhentian yang cukup jauh dari jalanan besar menuju ke gerbang utama kampusnya. Namun sejak tadi dia merasa seseorang menatapnya dari jauh ketika dia berhasil turun dari bis. Hanya saja firasat Warda tak sejeli itu, dia hanya berfikir orang mungkin memperhatikannya karena dia memakai pakaian murahan dari pada sebelumnya dia bisa memakai pakaian mahal milik iparnya. Warda mendengus kesal, berkali-kali menghela nafas karena tak puas dengan apa yang dia punya. Dia lalu melihat kafe yang tak jauh dari tempatnya berdiri, café itu mem
Tapi Indah merasa ak puas dengan perkataan itu, dia menendang dada Warda dengan ujung lututnya.Buagh!“Aarghh!” Warda berteriak kesakitan. “Tutup mulutmu! Atau aku patahin ni tanganmu.” Gertak Indah lagi, dia lalu tertawa, “Kalau tangamu patah, kau tidak bisa mencuri atau melayani om om kan wanita murahan!” Indah meledeknya dan menghina Warda.“Ampun mba, enggak mba. Aku minta maaf mba soal waktu itu mba,” Warda membela diri dan memohon dengan tersedu-sedu. Dia menangis di depan Indah. Tangannya masih di pelintir Indah. Dan kini dadanya sangat sakit dan sesak.Indah yang masih kesal bertambah kesal memukul punggung Warda dengan sikutnya sampai tangan yang dia pelintir berbunyi ‘krek’ dan Warda berteriak kesakitan. Tangannya keseleo dan punggung atasnya kesakitan karena hantaman ujung tumpul dari sikutnya Indah. Warda akhirnya berlutut di depan Indah. Sementara Indah berdiri dengan berkacak pinggang di depan Warda, dia sudah menjatuhkan topi dan masker hitamnya, dia menatap Warda de