“Mba santi?” Geva terkejut ketika Santi masuk ke ruangannya. Dia celingukkan dan melihat papan nama di pintu sudut ruang, itu adalah pintu menju ke ruangan CEO. “Ada apa mba?” panggil Geva yang menuju ke arahnya.“Gev, entahlah. Aku tiba-tiba di panggil CEO.” Jelas Santi yang canggung ketika melihat ke dalam banyak staff dari bawahan petinggi lainnya. Dia hanyalah staf biasa dari divisi pemasaran, jika di bandingkan dengan jabatan, mereka mungkin lebih tinggi setingkat dengannya karena mereka adalah staf yang berada langsung di bawah CEO. “Ada apa Gev?" Tanya Xiao Ling yang baru datang. Dia melihat keberadaan Geva dan Santi yang di luar ruangan. Geva yang melihat mba Xiao Ling segera memberitahukan maksud mba Santi. "Ah begitu. Langsung saja Gev." Ujar Xiao Ling dengan santai. Dia begitu ramah bahkan menyimpulkan senyumannya pada Geva dan Want.Ketika Santi mulai Bergerak menuju pintu ruang Axton, Xiao Ling membuka pembicaraan ke Geva, "Aku punya beberapa berkas yang harus kau perik
Melihat apa yang dilakukan Santi tiba-tibq dia dicemooh berapa staf karena mengagetkn mereka. "Ada apa san?" Tanya salah satu staf yang tadinya ikut menggosip.Santi lalu menilik mereka Dari balik komputernya, "bukan apa-apa hanya ada binatang yang tiba-tiba muncul di mejaku." Jawabnya mengelak."alah paling dia merasa tidak terima," bisik salah satu. Staf tetangga yang tergabung Dari Tim orang-orang penggosip. Dia mengatakan itu dengan gamblang tapi setengah berbisik. Hingga suaranya mungkin tak terdengar di seluruh ruangan tapi terdengar di jarak Santi meski samar.Santi ingin berdiri Dan menghampiri meja yang membuatnya begitu muak bekerja di ruangan itu. Dia ingin menggebrak meja sang penggosip itu Sampai salah satu datang ke meja Santi, "mba, ini ada berkas yang ingin kepala divisi berikan pada mba."Wanita muda yang baru magang itu memberikan berkas pada Santi. "kepala divisi akan kembali setelah jam makan siang. Dia ada urusan di luar katanya. Dan memberikan posisi pengawasan p
Warda pingsan setelah di pukul habis-habisan dengan Indah. Dia terbangun setengah jam kemudian, dengan perasaan was-was.“Hah!” saat Warda terbangun di pingsannya. Dia menyadari terbaring di tengah gang yang sepi. Hanya ada tumpukkan sampah di sekitarnya. Rasanya semua tulang di tubuhnya seperti akan melepas dari tempatnya. Warda benar-benar merasakan kesakitan yang luar biasa.“Siapapun … ada yang bisa menolongku?” tanyanya pada keadaan yang sepi. Dia berusaha bangkit dengan tertatih. Dengan kayu yang sebelumnya dia ingat dia gunakan pada Indah, sekarang dia gunakan untuk menompang tubuhnya yang tertatih susah untuk bangkit karena rasa sakit menjalar di seluruh tubuhnya.Warda akhirnya bisa bangkit dan berjalan menggunakan tongkat itu. Dia pergi ke UKS kampus dan di gossipin telah di habisi orang asing. Warda memilih bungkam dan mengabaikan semua yang orang itu bicarakan tentangnya.“Dasar sialan,” pikirnya pada tatapan wajah kasihan manusia yang melihat dirinya, tatapan menyedihkan
“Siram dia air!” titah Bagas pada Ian yang kini menyamar lagi sebagai kaki tangannya.Bagas mengenangkan topeng monster mengerikan, dengan mata dari topeng itu yang melotot seperti akan lepas. Dan Ian mengenangkan topeng badut yang berlumuran darah, mereka berdua bertingkah seperti seorang pembunuh yang profesional.“Hah?” Ian bingung dengan printah itu, lebih tepatnya dia tidak bisa melakukan itu di dalam mobilnya yang berharga. Apalagi menyiram air di mana dia biasa bekerja, itu akan sangat fatal.“Tidak usah banyak! hanya segela, nanti kita lap lagi sampai kering. Siram saja tepat di bagian mata dan hidungnya.” Titah Bagas lagi.Kali ini, Ian menurut. Dia mengerti. Dia berjongkok di depan tubuh Warda yang mereka dudukkan di pojok mobil Van, semenatra Feya hanya duduk di depan kemudi dengan mengangkat kakinya di setir sembari menikmati percakapan mereka yang menggelikan.Feya hanya cengengesan, dia menutup saluran bicara mereka yang melalui sekat dari dalam van ke dalam bagian kemud
Warda berjongkok di ujung gang, di mana dia berjanjian dengan Indah. Dia tidak membawa uang hanya dua tas milik Indah yang sudah dia bungkus dengan rapi. Warda lalu berjalan di langkah yang sama untuk menutupi rasa takutnya bertemu dengan Indah, tapi dia lebih khawatir dengan orang yang ada di belakangnya.Warda melihat sebuah gelang yang berada di balik pakaian, di pergelangan tangannya. Warda mengerutkan dahinya, “Semoga Indah bisa menerima alasanku.” Gumam Warda yang sembari menatap gelang itu.Sebelum dia pingsan, orang yang memakai topen itu memakaikan Warda gelang yang memiliki lampu tersebut. “Ini adalah gelang yang bisa melacak. Jadi percuma saja jika kau memiliki rencana untuk kabur. Simpan baik-baik rencana itu di kepalamu yang dangkal itu. dari pada memikirkan cara untuk kabur dariku, lebih baik kau pikirkan cara untuk membawa Indah ke tempat yang aku rekomendasikan.”Indah mengingat ucapan Bagas yang berat dari balik topeng, bahkan dia tergiur dengan ucapan Bagas saat itu,
Di hari berikutnya, Warda dan Indah sudah di tangkap oleh Bagas dan di sekap di rumah bordil yang sama sebelumnya. Mereka sengaja memperlihatkan kepada mereka gimana cara kerja rumah bordil itu.“Kalian diam di sini. Jangan melakukan hal aneh. Makan teratur, kali ini kau tidak akan di lepaskan Ndah. Kau harus mengganti uang yang sudah kau habiskan dari Tony.” Jelas Bagas yang menggunakan masker hitam di wajahnya.Indah hapal betul bagaimana suara Bagas. Dia menatap lelaki di depannya dengan tatapan nanar, maskaranya luntur dan menghitam di bawah matanya. Bahkan kepalanya di perban seadanya oleh Bagas.Satu tangannya di borgol di tiang dekat kasur. Sementara kakinya di borgol dengan rantai tali yang cukup panjang sampai bisa menjangkau ke toilet. Indah menatap penuh kebencian ke arah Bagas, “Dasar kurang ajar! Kembalikan surat tanah rumah itu,” gertak Indah setengah kesal. Dia bahkan ingin meludah kea rah Damas.Satu tangan yang tak terborgol membuat Indah meraih raih kerah pakaian Bag
“Hei Indah, sampai berapa lama kita akan di kurung di sini?” tanya Warda pada indah yang sejak tadi hanya diam. Indah di sekap di dekat pintu masuk, kasurnya dekat dengan pintu. Dia menatap tajam Warda dan menyurruh wanit aitu diam.“Diamlah sialan!” umpat nya setengah berbisik. Indah tengah menempelkan telinganya di dinding, “Tidak bisakah kau diam sejenak. Aku tengah mengupik,” ucapnya lagi.Di sebelah dinding tempat Indah menempelkan telinganya, sang mucikari tengah berbicara dari balik telepon, entah dengan siapa dia bertelepon, Indah mendengarkan dengan seksama isi percakapan itu.“Tidak bisakah kita melakukan sesuatu?” tanya seseorang dari balik telepon. Si mucikari mengeraskan suara audio itu, seolah dia membiarkan siapa saja untuk mendengarkannya.“sudah kukatakan bukan, terlalu sulit menerima seseorang yang memiliki identitas aktif. Jika mereka tidak membayar pajak, otomatis mereka akan dicari. Kau tahu sendiri aku membangun bisnis ini sudah berapa lama? Aku menerima anak di
Lina baru pulang dari sidang kedua Damas, dia kembali ke rumha dengan keadaan lelah. Tapi ketika sampai di rumah, keadaan rumah sangat berantakan. Lina mengeluh dan mendengus kesal, dia berteriak memanggil nama putrinya.“Warda!” teriak Lina tak karuan. Suara gaduhnya lagi-lagi terdengar. Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu luar rumah Lina, tapi lina memilih mengabaikannya. Dia yang tadinya memanggil nama Warda langsung berhenti memanggilnya.“Dasar anak tidak tahu diri, kakaknya sedang di sidang dia sudah beberapa hari tidak pulang. kemana aja sih dia?” Lina menggerutu dan mengomeli seisi rumah sembari dia mengambil alih pekerjaan rumah yang terbengkalai sejak beberapa hari lalu.Setelah kepergian Damas dan Indah, rumah menjadi sepi. Warda sering keluar malam dan setelah beberpaa hari lalu dia tak kembali. Warda yang kesal dengan sikap Warda akhirnya mencoba menelpon anak itu, dia menelpon setelah sekian lama tidak mendengar kabar Warda.“Mungkinkah dia mencari pekerjaan di pusat kota