Share

Kelima

Author: Angelaaas1
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Sia menjadi karyawan terakhir yang pulang hari ini. Lagi-lagi dia lembur karena pekerjaan yang diberi oleh Edward begitu banyak. Dia baru saja menyelesaikan pekerjaan rutinnya.

"Oh God...aku benar-benar kelelahan," gumam Sia sambil merenggangkan tubuhnya yang terasa kaku. Sesekali dia memijat-mijat lengannya yang pegal.

Sia meletakkan kepalanya di atas meja, menatap luar jendela yang menunjukkan cahaya dari gedung-gedung yang ada di luar. Begitu indah dan sayang untuk dilewatkan.

"Indah,"

"Benar, itu indah," sahut seseorang di belakang Sia.

Refleks Sia terkejut dan menoleh dengan cepat. Dia melihat ada Edward yang sedang berdiri sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong celananya.

"Kau melihatku seperti melihat hantu," ujar pria itu sambil menatap Sia dengan tatapan anehnya.

"Bukan seperti itu, saya hanya terkejut," Sia memperbaiki posisi duduknya. Padahal dia baru saja mau beristirahat.

"Ada yang bisa saya bantu Pak?" tanya Sia dengan sopan. Dia hanya basa basi saja, aslinya dia tidak ingin melakukan apa-apa lagi. Dia sudah lelah.

"Tidak ada,"

Syukurlah, batin Sia merasa lega.

Edward menyenderkan tubuhnya di lemari sebelah meja kerja Sia. "Kamu belum pulang?"

Saya lambat pulang karena dirimu juga! Batin Sia ingin mengungkapkan keluh kesahnya itu.

Sia mengangguk. "Saya baru saja menyelesaikan pekerjaan saya Pak,"

"Jangan biasakan lembur, itu buruk untuk dirimu dan perusahaan," balas Edward yang kembali membuat Sia menahan rasa kesal.

Apa pria ini pura-pura bodoh? Jelas-jelas dia yang membuatku lembur! Batin Sia meraung-raung karena kesal.

"Maaf Pak, saya akan mencoba mengurangi kebiasaan ini," balas Sia berusaha untuk tetap sopan.

Edward mengangguk-angguk. "Saya duluan, jangan terlalu lama disini, saya dengar biasanya ada yang menangis di sudut ruangan sana," ujar Edward sambil melangkah menjauh.

Refleks Sia berdiri dan membereskan barang-barangnya. Dengan langkah cepat dia mengikuti Edward dan masuk ke dalam lift. Di dalam lift mereka berdua tidak saling berbicara. Sia tidak mempermasalahkan itu, lagipula dia sudah sangat ingin tidur.

Sembari menunggu di lift, Sia tanpa sengaja menguap pelan karena begitu mengantuk. Kedua matanya terasa berat. Ketika pintu lift terbuka, dia berbalik sebentar dan pamit kepada Edward lalu berjalan pulang ke apartemennya.

Dengan langkah kecil dia perlahan meninggalkan gedung itu. Sedangkan Edward, pria itu hanya menatap punggung Sia yang semakin menjauh.

Sia melihat melirik ke kiri, ketika dia menyebrang dia tidak melihat ada motor yang hendak menyebrang dari arah kanan. Tubuhnya menegang dan mendadak kaku. Bersamaan dengan itu, cahaya kilat putih semakin mendekatinya.

Apa aku akan mati? Batin Sia.

Hingga dia tiba-tiba merasa ditarik keras oleh seseorang.

"Apa kau gila?!!"

Sia terdiam kaku. Dia hanya melihat wajah pria yang menolongnya adalah Edward.

"Apa yang kau pikirkan hah?!" Edward menggoyang-goyangkan tubuh Sia agar dia sadar.

Menyadari kejadian tadi membuat kedua kaki Sia seperti meleleh dan tidak mampu menopang tubuhnya. Dia hampir jatuh jika saja tidak ada Edward yang menahan tubuhnya.

Pria itu menopang Sia menuju mobilnya yang parkir tidak jauh dari tempat Sia akan menyebrang. Rupanya pria itu mengikuti Sia sedari tadi dan ketika ada motor yang hendak maju dan tubuh Sia yang terus bergerak maju membuat Edward spontan keluar dari mobil lalu menarik tubuh Sia menjauh dari jalan raya.

Setelah memasangkan sabuk pengaman, Edward mulai mengendarai mobilnya. Dia tidak mengajak Sia berbicara, dia tau jika wanita itu masuk shock karena kejadian tadi.

"Anda bisa menurunkan saya di perempatan itu Pak," ujar Sia tiba-tiba.

Edward menoleh sekilas. "Katakan saja dimana tempat tinggal mu, biar saya antar,"

"Tidak, terima kasih Pak tetapi Anda bisa menurunkan saya di perempatan itu," balas Sia dengan sopan.

"Berhentilah keras kepala, katakan dimana tempat tinggal mu,"

"Anda tidak perlu mengantar saya Pak, itu akan merepotkan Anda,"

"Saya lebih direpotkan jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan padamu, saya akan kehilangan bawahan saya," balas Edward tetap memaksa Sia.

Sia menghela napasnya. "Baik Pak,"

Edward kembali menoleh sekilas lalu bertanya. "Dimana tempat tinggalmu?"

"Ketika Anda melihat perempatan, Anda tinggal belok kiri dan terus saja hingga mendapat gedung apartemen di dekat kafe,"

Edward mengangguk mengerti dan kembali fokus mengendarai mobilnya.

Beberapa menit kemudian, akhirnya mereka tiba di gedung apartemen Sia. Dari luar, gedung tersebut bukanlah gedung baru. Bahkan terlihat cukup lama.

"Terima kasih telah mengantar saya Pak," ujar Sia lalu membuka pintu mobil.

Edward mengangguk. Sekali lagi dia melihat punggung Sia yang semakin menjauh. Dia memperhatikan tempat tinggal Sia sebentar lalu pergi.

Disisi lain, Sia masih sedikit shock dengan kejadian tadi. Dia baru saja hampir kehilangan nyawanya. Dia duduk di sofa lalu meletakkan asal tasnya.

"Gila! aku hampir mati, sebenarnya apa yang kupikirkan tadi sampai tidak menyadari motor itu? kau bodoh sekali Sia! jika saja pria itu tidak ada, mungkin aku sudah di rumah sakit,"

Sia merutuki tingkah lakunya yang bodoh. Dia menyesali sikapnya yang bodoh amat dengan keadaan di sekitar tadi. Dia seharusnya lebih was-was lagi.

Tring! Suara dering telpon terdengar. Sia melihat ada nomor baru yang muncul. Dengan cepat dia mengangkat telpon itu.

"Halo?"

"Turun, saya ada dibawah menunggu,"

Refleks Sia terkejut. Dia menatap nomor baru yang tidak dirinya save. Rupanya itu adalah nomor Edward. Apa yang dilakukan pria itu? Kenapa dia menunggu dirinya? Sia kebingungan.

Dengan langkah cepat dia membuka pintu apartemennya dan turun ke bawah. Tidak sampai lima menit, Sia dapat melihat Edward yang sedang menunggu di lobi apartemen.

"Apa yang Anda lakukan disini Pak?"

"Ambil ini," Edward menyodorkan kantongan yang entah apa isinya.

Sia melakukan apa yang diminta oleh Edward. Dia mengambil kantongan plastik itu.

"Ini apa Pak?"

Edward terdiam sebentar. "Makanan,"

Kening Sia mengerut. "Untuk apa Pak?"

"Untuk kamu makan, Sia. Memangnya makanan bisa di apakan lagi jika bukan untuk dimakan?"

Sia meringis malu. "Untuk saya?"

"Memangnya siapa lagi karyawan yang tinggal disini selain kamu?"

"Oh baik Pak," Sia menunduk malu.

"Makan itu, saya perhatikan kamu tidak makan siang dikantor, saya tidak ingin karyawan saya jatuh sakit dan merugikan perusahaan,"

Oh ternyata karena perusahaan, Batin Sia sedikit kecewa.

"Baik Pak, sekali lagi terima kasih Pak,"

Edward mengangguk. "Naiklah, saya akan pulang,"

"Baik Pak, hati-hati Pak,"

Edward mengangguk lagi lalu pergi.

Sepanjang berjalan menuju apartemennya, Sia tidak henti-hentinya berpikir alasan kenapa Edward tiba-tiba bersikap seperti ini. Ya mereka baru saling mengenal tetapi aneh saja ketika pria yang merupakan atasannya tiba-tiba memperlakukannya seperti ini.

Related chapters

  • Pesona Atasanku   Keenam

    Beberapa hari kemudian, sudah hampir seminggu dia bekerja. Dan selama itu pula, dia selalu diganggu oleh Edward. Pria itu benar-benar menyiksanya selama bekerja. Bagaimana tidak? Pria itu dengan sengaja menambah pekerjaan lain untuk Sia agar Sia selalu lembur dan berakhir di antar pulang oleh pria itu juga."Kau terlihat seperti mayat hidup Sia," ujar Lily sambil memakan makanannya.Mereka berdua sedang makan di kafetaria perusahaan. Sia mengangguk. "Aku sangat lelah hari ini,""Kau lembur lagi?"Sia mengangguk lagi. "Aku pikir hari-hari ku tidak akan berjalan baik tanpa lembur,"Lily tertawa pelan. "Aku sendiri tidak mengerti kenapa Pak Edward menyuruhmu banyak hal, apa kalian dekat satu sama lain?""Dih! amit-amit dekat sama dia!"Lagi-lagi Lily tertawa. "Kau sabar saja, siapa tau sikapnya akan berubah, mungkin dia masih sensitif karena kamu terlambat pada saat hari pertama,"Cih, aku telat juga karena pria sialan itu! Batin Sia bergerutu kesal."Omong-omong apa kau ikut Sabtu depa

  • Pesona Atasanku   Ketujuh

    Selama diperjalanan Sia dan Edward hanya saling diam satu sama lain. Jujur saja, Sia tidak tau harus basa basi apalagi dengan Edward. Dia rasa dirinya tidak perlu melakukan itu.Apalagi hubungan mereka memang tidak jelas. Dia ingin menyatakan jika mereka hanya sebatas atasan bawahan tetapi Edward selalu perlakukan dirinya berbeda."Terima kasih Pak," ujar Sia pada saat mobil Edward berhenti di depan gedung apartemennya.Edward menatap Sia sebentar sebelum bertanya. "Apa saya bisa makan di tempatmu?""Eh?""Saya bertanya, apa saya bisa makan di tempatmu?"Maksudnya apa nih? Apa yang harus aku katakan? Batin Sia."Hei! saya bertanya,"Sia tersadar. "Apartemen saya begitu kecil Pak,""Saya tidak peduli, saya hanya ingin melanjutkan makan saya tadi,"Oh mau numpang lanjut makan? kirain mau dimasakin, Batin Sia merasa sedikit lega."Kalau Anda memaksa, silahkan ikuti saya,"Edward mengangguk. Mereka berdua keluar dari mobil. Edward berjalan mengikuti Sia sambil menenteng paperbag yang ber

  • Pesona Atasanku   Kedelapan

    Besoknya Edward benar-benar menjemput Sia. Bahkan pria itu dengan santainya menjemputnya langsung dari pintu apartemen. Karena itu Sia perlu mempersilahkan Edward untuk masuk ke dalam."Apa saya datang terlalu cepat?"Ya iyalah! ini masih jam setengah tujuh woi! Batin Sia."Saya yang lambat bersiap-siap Pak,"Edward mengangguk. "Kamu baru ingin membuat sarapan?""Iya Pak, sekaligus makan siang saya,"Edward yang penasaran dengan cepat berjalan menuju ke dapur dan melihat apa yang dimasak oleh Sia. "Apa yang kamu masak?"Ketika Sia menoleh kebelakang betapa terkejutnya dia saat menyadari jarak antara dia dan Edward begitu dekat. Refleks dia mundur hingga hampir menyentuh wajah panas."Hati-hati," tegur Edward karena kecerobohan Sia.Sia menunduk malu. "Saya bertanya,""Oh iya! Ehm saya hanya membuat ayam kecap dan sayur tumis,"Tatapan Edward jatuh pada isi wajan yang memang terisi oleh ayam yang telah dibumbui."Kau pandai memasak?"Apa pria ini meragukan ku? Batin Sia bertanya."Say

  • Pesona Atasanku   Kesembilan

    Sia menyadari orang-orang telah pulang. Tersisa dia dan Edward yang berada di lantai ini. Sia segera berjalan menuju ruangan Edward. Tidak lupa dia mengetuk terlebih dahulu sebelum masuk.Ketika dia masuk, dia melihat Edward yang sedang menutupi wajahnya menggunakan buku. Apa pria itu tidur? Batin Sia.Sia berjalan mendekat lalu mengetuk pelan meja kerja Edward berharap pria itu bangun. Dan benar saja, Edward terlihat terusik karena ketukan itu. Tangan kanannya menyingkirkan buku di wajahnya dan dapat melihat dengan jelas Sia yang sedang berdiri tidak jauh dari dirinya, jarak mereka hanya terhalangi sebuah meja saja."Kau sudah datang?"Sia mengangguk. "Iya Pak,"Edward terlihat mengangguk sekilas sebelum memperbaiki postur tubuhnya yang tadinya menyender santai di kursi kerja menjadi duduk tegak. "Jam berapa sekarang?"Kedua mata Sia melirik pada jam tangannya lalu menjawab. "Empat lewat 50 menit pak,"Terlihat jelas guratan wajah Edward sedikit kaget. Spontan dia berdiri sambil me

  • Pesona Atasanku   Pertama

    Kepala Sia merasakan sakit yang luar biasa. Dia berpikir tidak akan menyentuh minuman keras lagi seumur hidupnya. Sia yang menatap tembok memutuskan untuk membalikkan arah tubuhnya menjadi menatap sisi lain. Anehnya ketika dia hendak melakukan itu, dia merasakan sentuhan kulit hangat di sekitar perutnya."Eh?" Sia menurunkan pandangannya pada tubuhnya dan terkejut melihat dirinya yang tidak mengenakan busana. Spontan dia menoleh ke belakang dan melihat pria asing yang tidak mengenakan busana juga memeluknya. "AKH!!" Pekik Sia terkejut.Teriakan itu membuat pria yang memeluknya menjadi terbangun."Selain malam, pagiku juga kau ganggu," ujar pria itu sinis."K-kau siapa?""Apa semalam aku bermain begitu hebat hingga ingatanmu terhapus?" tanyanya dengan nada sarkas."Kau siapa sialan?!""Ok ok....aku Edward,"Ingatan tentang semalam mulai berputar di dalam kepala Sia, membuatnya mengingat hingga detik-detik mereka akan menghabiskan malam bersama. "Ed? Edward? apa yang telah ku lakukan?

  • Pesona Atasanku   Kedua

    Sia baru tiba di kantor barunya pukul 11 lewat 24 menit. Sudah dia pastikan kalau dirinya akan menjadi bahan gunjingan orang-orang di kantor. Dengan sekuat tenaga dia menelan rasa malunya demi masuk untuk bekerja. Gambaran tentang dirinya sudah buruk bagi orang-orang. Dimutasi karna kesalahan lalu telat pada hari pertama. Bukankah dia memang pantas mendapatkan gunjingan?Dia melangkah masuk ke kantor lalu mencari letak lift karena kantornya berada di lantai 3. Tidak henti-hentinya dia memanjatkan doa supaya dia tidak di labrak oleh atasan barunya. Bisa-bisa di CV-nya akan tertera kalau dia adalah karyawan yang tidak kompeten. Apalagi dia masih sebagai bawahan. Membayangkan akan menjadi pengangguran membuatnya bergidik ngeri. "Uang sewaku saja begitu mahal, aku harus mempertahankan pekerjaan ini," gumamnya mengingat uang sewa apartemen barunya yang lebih mahal dari apartemen lamanya. Walaupun sudah mencoba negosiasi, uang sewanya masih terbilang mahal.Ting! Suara pintu lift terbuka.

  • Pesona Atasanku   Ketiga

    "Sial! ini baru hari pertamaku dan sekarang aku sudah lembur?" umpat Sia kesal karena diberikan banyak tugas. Dia memaklumi jika dirinya tidak bisa jauh dari kata lembur karena tuntutan kerjanya, hanya saja dia tidak menyangka jika hari ini dia akan lembur. Sia sedang menyalin berkas di sebuah mesin pencetak. Berkasnya cukup tebal dan pria itu memintanya membuat 16 rekapan untuk dipakai rapat besok pagi. Sedari tadi dia tidak berhenti-hentinya mengutuk Edward yang seenaknya menyuruh dia melakukan ini."Ekhem!" Refleks Sia menoleh dan mendapati Edward yang sedang berdiri di belakangnya. "Apa semuanya sudah selesai?"Sia menggeleng. "Belum pak,"Edward mengangguk-angguk. Dia tidak berbicara lagi, dia hanya berdiri di belakang Sia sambil menatapnya.Sia yang tidak diberi pertanyaan lagi memilih untuk kembali fokus bekerja. Sesekali dia menguap karena tidurnya yang kurang. Bagaimana pun, dia hanya tidur beberapa jam saja karena kegiatan mereka itu. Sia menggelengkan kepalanya ketika m

  • Pesona Atasanku   Keempat

    Sia melangkah mendekati Edward yang posisinya sedang tidur. Dia berbaring lurus sambil menutup mata."Apa pria ini tidak pulang semalam?" gumam Sia keheranan. Dia semakin memperhatikan wajah Edward.Dia bahkan berdiri dan berjongkok untuk memperhatikan wajah pria yang pernah menghabiskan malam dengannya.Aku tidak dapat berbohong, wajahnya cukup tampan, Ah tidak! dia memang tampan. Batin Sia."Sampai kapan kamu akan menatap saya?""Eh?!" spontan tubuh Sia menjauh dan membuatnya terkena ujung meja. Sia meringis kesakitan karena perbuatannya itu. Edward memperbaiki posisinya. Dia yang tadinya berbaring menjadi duduk tegak di hadapan Sia. Sambil memperbaiki rambutnya yang sedikit acak-acakan, dia kembali berbicara."Jam berapa sekarang?"Refleks Sia mengecek jam tangannya. "Sekarang jam tujuh lewat 15 menit Pak,"Edward mengangguk-angguk. "Apa kamu sudah mulai bekerja?""Oh itu...saya belum memulainya,""Lalu apa yang kamu lakukan di ruangan saya?""Eh? bukannya Anda meminta saya melak

Latest chapter

  • Pesona Atasanku   Kesembilan

    Sia menyadari orang-orang telah pulang. Tersisa dia dan Edward yang berada di lantai ini. Sia segera berjalan menuju ruangan Edward. Tidak lupa dia mengetuk terlebih dahulu sebelum masuk.Ketika dia masuk, dia melihat Edward yang sedang menutupi wajahnya menggunakan buku. Apa pria itu tidur? Batin Sia.Sia berjalan mendekat lalu mengetuk pelan meja kerja Edward berharap pria itu bangun. Dan benar saja, Edward terlihat terusik karena ketukan itu. Tangan kanannya menyingkirkan buku di wajahnya dan dapat melihat dengan jelas Sia yang sedang berdiri tidak jauh dari dirinya, jarak mereka hanya terhalangi sebuah meja saja."Kau sudah datang?"Sia mengangguk. "Iya Pak,"Edward terlihat mengangguk sekilas sebelum memperbaiki postur tubuhnya yang tadinya menyender santai di kursi kerja menjadi duduk tegak. "Jam berapa sekarang?"Kedua mata Sia melirik pada jam tangannya lalu menjawab. "Empat lewat 50 menit pak,"Terlihat jelas guratan wajah Edward sedikit kaget. Spontan dia berdiri sambil me

  • Pesona Atasanku   Kedelapan

    Besoknya Edward benar-benar menjemput Sia. Bahkan pria itu dengan santainya menjemputnya langsung dari pintu apartemen. Karena itu Sia perlu mempersilahkan Edward untuk masuk ke dalam."Apa saya datang terlalu cepat?"Ya iyalah! ini masih jam setengah tujuh woi! Batin Sia."Saya yang lambat bersiap-siap Pak,"Edward mengangguk. "Kamu baru ingin membuat sarapan?""Iya Pak, sekaligus makan siang saya,"Edward yang penasaran dengan cepat berjalan menuju ke dapur dan melihat apa yang dimasak oleh Sia. "Apa yang kamu masak?"Ketika Sia menoleh kebelakang betapa terkejutnya dia saat menyadari jarak antara dia dan Edward begitu dekat. Refleks dia mundur hingga hampir menyentuh wajah panas."Hati-hati," tegur Edward karena kecerobohan Sia.Sia menunduk malu. "Saya bertanya,""Oh iya! Ehm saya hanya membuat ayam kecap dan sayur tumis,"Tatapan Edward jatuh pada isi wajan yang memang terisi oleh ayam yang telah dibumbui."Kau pandai memasak?"Apa pria ini meragukan ku? Batin Sia bertanya."Say

  • Pesona Atasanku   Ketujuh

    Selama diperjalanan Sia dan Edward hanya saling diam satu sama lain. Jujur saja, Sia tidak tau harus basa basi apalagi dengan Edward. Dia rasa dirinya tidak perlu melakukan itu.Apalagi hubungan mereka memang tidak jelas. Dia ingin menyatakan jika mereka hanya sebatas atasan bawahan tetapi Edward selalu perlakukan dirinya berbeda."Terima kasih Pak," ujar Sia pada saat mobil Edward berhenti di depan gedung apartemennya.Edward menatap Sia sebentar sebelum bertanya. "Apa saya bisa makan di tempatmu?""Eh?""Saya bertanya, apa saya bisa makan di tempatmu?"Maksudnya apa nih? Apa yang harus aku katakan? Batin Sia."Hei! saya bertanya,"Sia tersadar. "Apartemen saya begitu kecil Pak,""Saya tidak peduli, saya hanya ingin melanjutkan makan saya tadi,"Oh mau numpang lanjut makan? kirain mau dimasakin, Batin Sia merasa sedikit lega."Kalau Anda memaksa, silahkan ikuti saya,"Edward mengangguk. Mereka berdua keluar dari mobil. Edward berjalan mengikuti Sia sambil menenteng paperbag yang ber

  • Pesona Atasanku   Keenam

    Beberapa hari kemudian, sudah hampir seminggu dia bekerja. Dan selama itu pula, dia selalu diganggu oleh Edward. Pria itu benar-benar menyiksanya selama bekerja. Bagaimana tidak? Pria itu dengan sengaja menambah pekerjaan lain untuk Sia agar Sia selalu lembur dan berakhir di antar pulang oleh pria itu juga."Kau terlihat seperti mayat hidup Sia," ujar Lily sambil memakan makanannya.Mereka berdua sedang makan di kafetaria perusahaan. Sia mengangguk. "Aku sangat lelah hari ini,""Kau lembur lagi?"Sia mengangguk lagi. "Aku pikir hari-hari ku tidak akan berjalan baik tanpa lembur,"Lily tertawa pelan. "Aku sendiri tidak mengerti kenapa Pak Edward menyuruhmu banyak hal, apa kalian dekat satu sama lain?""Dih! amit-amit dekat sama dia!"Lagi-lagi Lily tertawa. "Kau sabar saja, siapa tau sikapnya akan berubah, mungkin dia masih sensitif karena kamu terlambat pada saat hari pertama,"Cih, aku telat juga karena pria sialan itu! Batin Sia bergerutu kesal."Omong-omong apa kau ikut Sabtu depa

  • Pesona Atasanku   Kelima

    Sia menjadi karyawan terakhir yang pulang hari ini. Lagi-lagi dia lembur karena pekerjaan yang diberi oleh Edward begitu banyak. Dia baru saja menyelesaikan pekerjaan rutinnya."Oh God...aku benar-benar kelelahan," gumam Sia sambil merenggangkan tubuhnya yang terasa kaku. Sesekali dia memijat-mijat lengannya yang pegal. Sia meletakkan kepalanya di atas meja, menatap luar jendela yang menunjukkan cahaya dari gedung-gedung yang ada di luar. Begitu indah dan sayang untuk dilewatkan. "Indah," "Benar, itu indah," sahut seseorang di belakang Sia.Refleks Sia terkejut dan menoleh dengan cepat. Dia melihat ada Edward yang sedang berdiri sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong celananya."Kau melihatku seperti melihat hantu," ujar pria itu sambil menatap Sia dengan tatapan anehnya."Bukan seperti itu, saya hanya terkejut," Sia memperbaiki posisi duduknya. Padahal dia baru saja mau beristirahat."Ada yang bisa saya bantu Pak?" tanya Sia dengan sopan. Dia hanya basa basi saja, asli

  • Pesona Atasanku   Keempat

    Sia melangkah mendekati Edward yang posisinya sedang tidur. Dia berbaring lurus sambil menutup mata."Apa pria ini tidak pulang semalam?" gumam Sia keheranan. Dia semakin memperhatikan wajah Edward.Dia bahkan berdiri dan berjongkok untuk memperhatikan wajah pria yang pernah menghabiskan malam dengannya.Aku tidak dapat berbohong, wajahnya cukup tampan, Ah tidak! dia memang tampan. Batin Sia."Sampai kapan kamu akan menatap saya?""Eh?!" spontan tubuh Sia menjauh dan membuatnya terkena ujung meja. Sia meringis kesakitan karena perbuatannya itu. Edward memperbaiki posisinya. Dia yang tadinya berbaring menjadi duduk tegak di hadapan Sia. Sambil memperbaiki rambutnya yang sedikit acak-acakan, dia kembali berbicara."Jam berapa sekarang?"Refleks Sia mengecek jam tangannya. "Sekarang jam tujuh lewat 15 menit Pak,"Edward mengangguk-angguk. "Apa kamu sudah mulai bekerja?""Oh itu...saya belum memulainya,""Lalu apa yang kamu lakukan di ruangan saya?""Eh? bukannya Anda meminta saya melak

  • Pesona Atasanku   Ketiga

    "Sial! ini baru hari pertamaku dan sekarang aku sudah lembur?" umpat Sia kesal karena diberikan banyak tugas. Dia memaklumi jika dirinya tidak bisa jauh dari kata lembur karena tuntutan kerjanya, hanya saja dia tidak menyangka jika hari ini dia akan lembur. Sia sedang menyalin berkas di sebuah mesin pencetak. Berkasnya cukup tebal dan pria itu memintanya membuat 16 rekapan untuk dipakai rapat besok pagi. Sedari tadi dia tidak berhenti-hentinya mengutuk Edward yang seenaknya menyuruh dia melakukan ini."Ekhem!" Refleks Sia menoleh dan mendapati Edward yang sedang berdiri di belakangnya. "Apa semuanya sudah selesai?"Sia menggeleng. "Belum pak,"Edward mengangguk-angguk. Dia tidak berbicara lagi, dia hanya berdiri di belakang Sia sambil menatapnya.Sia yang tidak diberi pertanyaan lagi memilih untuk kembali fokus bekerja. Sesekali dia menguap karena tidurnya yang kurang. Bagaimana pun, dia hanya tidur beberapa jam saja karena kegiatan mereka itu. Sia menggelengkan kepalanya ketika m

  • Pesona Atasanku   Kedua

    Sia baru tiba di kantor barunya pukul 11 lewat 24 menit. Sudah dia pastikan kalau dirinya akan menjadi bahan gunjingan orang-orang di kantor. Dengan sekuat tenaga dia menelan rasa malunya demi masuk untuk bekerja. Gambaran tentang dirinya sudah buruk bagi orang-orang. Dimutasi karna kesalahan lalu telat pada hari pertama. Bukankah dia memang pantas mendapatkan gunjingan?Dia melangkah masuk ke kantor lalu mencari letak lift karena kantornya berada di lantai 3. Tidak henti-hentinya dia memanjatkan doa supaya dia tidak di labrak oleh atasan barunya. Bisa-bisa di CV-nya akan tertera kalau dia adalah karyawan yang tidak kompeten. Apalagi dia masih sebagai bawahan. Membayangkan akan menjadi pengangguran membuatnya bergidik ngeri. "Uang sewaku saja begitu mahal, aku harus mempertahankan pekerjaan ini," gumamnya mengingat uang sewa apartemen barunya yang lebih mahal dari apartemen lamanya. Walaupun sudah mencoba negosiasi, uang sewanya masih terbilang mahal.Ting! Suara pintu lift terbuka.

  • Pesona Atasanku   Pertama

    Kepala Sia merasakan sakit yang luar biasa. Dia berpikir tidak akan menyentuh minuman keras lagi seumur hidupnya. Sia yang menatap tembok memutuskan untuk membalikkan arah tubuhnya menjadi menatap sisi lain. Anehnya ketika dia hendak melakukan itu, dia merasakan sentuhan kulit hangat di sekitar perutnya."Eh?" Sia menurunkan pandangannya pada tubuhnya dan terkejut melihat dirinya yang tidak mengenakan busana. Spontan dia menoleh ke belakang dan melihat pria asing yang tidak mengenakan busana juga memeluknya. "AKH!!" Pekik Sia terkejut.Teriakan itu membuat pria yang memeluknya menjadi terbangun."Selain malam, pagiku juga kau ganggu," ujar pria itu sinis."K-kau siapa?""Apa semalam aku bermain begitu hebat hingga ingatanmu terhapus?" tanyanya dengan nada sarkas."Kau siapa sialan?!""Ok ok....aku Edward,"Ingatan tentang semalam mulai berputar di dalam kepala Sia, membuatnya mengingat hingga detik-detik mereka akan menghabiskan malam bersama. "Ed? Edward? apa yang telah ku lakukan?

DMCA.com Protection Status