Kepala Sia merasakan sakit yang luar biasa. Dia berpikir tidak akan menyentuh minuman keras lagi seumur hidupnya. Sia yang menatap tembok memutuskan untuk membalikkan arah tubuhnya menjadi menatap sisi lain. Anehnya ketika dia hendak melakukan itu, dia merasakan sentuhan kulit hangat di sekitar perutnya.
"Eh?" Sia menurunkan pandangannya pada tubuhnya dan terkejut melihat dirinya yang tidak mengenakan busana.Spontan dia menoleh ke belakang dan melihat pria asing yang tidak mengenakan busana juga memeluknya."AKH!!" Pekik Sia terkejut.Teriakan itu membuat pria yang memeluknya menjadi terbangun."Selain malam, pagiku juga kau ganggu," ujar pria itu sinis."K-kau siapa?""Apa semalam aku bermain begitu hebat hingga ingatanmu terhapus?" tanyanya dengan nada sarkas."Kau siapa sialan?!""Ok ok....aku Edward,"Ingatan tentang semalam mulai berputar di dalam kepala Sia, membuatnya mengingat hingga detik-detik mereka akan menghabiskan malam bersama. "Ed? Edward? apa yang telah ku lakukan? aku tidak menyangka akan berakhir seperti ini,"Edward yang tadinya berbaring menjadi duduk sambil menyandarkan kepalanya di tembok. "Kita melakukannya karena sama-sama mau, kau tidak bisa menyalahkan ku,""Apa maksud mu? Kau memaksaku!""Itu sedikit benar, tetapi kau membalasnya,"Sia merenung sebentar ketika mendengar itu. Itu tidak sepenuhnya salah. Dia memang membalasnya. Tapi dia menyesalinya."Sial!" umpatnya lalu berdiri dengan menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Posisinya dia sedang membelakangi tubuh Edward. Dia sedang memungut pakaiannya yang berhamburan."Egois,"Sia yang tadinya membelakangi Edward menjadi berbalik. Namun betapa terkejutnya dia ketika melihat tubuh tanpa busana milik Edward."Akh!!!" Refleks dia kembali membelakangi Edward.Mendengar pekikkan itu membuat Edward terkekeh geli. Dia ikut berdiri lalu berdiri tepat dibelakang Sia. Tangannya menyentuh punggung Sia yang terekspos karena tidak tertutupi dengan selimut.Sambil membelainya dengan lembut, Edward berbisik dengan suara menggoda. "Jangan naif, kau telah melihatnya semalam,"Degub jantung Sia mulai berdebar kencang. Dia sangat grogi sekarang. Lagi dan lagi ingatan tentang semalam berputar di kepalanya. Membuatnya mengingat setiap momen yang dia habiskan dengan pria yang berada dibelakangnya ini."J-jangan berbicara aneh!"Sia berjalan maju menuju kamar mandi yang berada di dalam kamar itu. Dia menutup pintu kamar mandi dengan rapat lalu menatap pantulan wajahnya yang ada di depan cermin."Wah...lihatlah wajah ini, begitu buruk," gumamnya karena melihat wajahnya yang membengkak akibat kurang tidur. Kantung matanya bahkan sudah terlihat hitam.Dia menyalakan keran air kemudian mencuci wajahnya. Terasa segar. Setidaknya sekarang wajahnya mulai tidak terlalu buruk. Entah berapa lama dia menatap wajahnya di pantulan cermin, dia menyesali semuanya.Setelah cukup merenung, dia memutuskan untuk mandi cepat. Dia berjalan ke arah shower dan mandi. Selesai mandi, dia kembali berdiri di depan wastafel dekat pintu. Ada laci-laci dibawahnya, tanpa izin dia membuka laci itu. Untungnya dia melihat ada kemasan sikat gigi disitu.Tok! Tok! Tok! Suara ketukan pintu terdengar."Jika kau ingin sikat gigi, bukalah di laci dekat pintu, disitu ada peralatan mandi baru," ujar Edward dari balik pintu.Tanpa membalas perkataan pria itu, dia mulai menyikat giginya. Sepanjang menyikat gigi, dia tidak henti-hentinya meringis karena ada begitu banyak bekas yang ditinggalkan oleh Edward. Entah berapa lama mereka bermain semalam hingga berakhir di tempat ini.Seingatnya dia memulainya di club, berakhir di kasur lalu dibawa ke tempat ini sebelum mereka melanjutkan aktivitas itu lagi. Anehnya, dia tidak melarang pria itu. Apa mungkin karena pengaruh mabuk? bisa saja seperti itu."Oh my! sekarang jam berapa? aku sudah gila,"Sia menyelesaikan kegiatan menyikat giginya lalu dengan cepat memakai pakaiannya yang semalam sebelum keluar dari kamar mandi untuk mencari ponselnya. Dia yakin, rekan kerjanya pasti menelpon dirinya.Ketika dia keluar, matanya tertuju pada benda pipih hitam yang terletak begitu saja di atas meja sebelah kiri kasur. Dengan cepat dia mengambilnya dan mengecek apakah ada pesan yang masuk. Dan benar saja, ada puluhan riwayat menelpon dari rekannya.Sia mengacak asal rambutnya karena stres. Tanpa menunggu lama dia kembali menelpon nomor yang menelponnya berkali-kali."Halo," ucap Sia ketika telponnya diangkat."Apa yang kau pikirkan, Sia? Apa kau betul-betul ingin berhenti bekerja? Sekarang sudah hampir jam 10 pagi, apa kau ingin menjadi pengangguran?" tanya rekan baru Sia melalui telepon. Dia adalah orang yang akan memandu Sia selama beberapa hari ini.Sia hanya bisa menunduk frustasi mendengar pertanyaan itu. Dia sudah merepotkan orang yang membantunya selama pengurusan pindah. Entah apa masalah yang akan muncul nantinya."Maaf, aku kehilangan akal ku, apa manajer sudah ada di kantor?""Kau beruntung hari ini, biasanya dia selalu tiba lebih dulu di tempat ini tetapi anehnya dia belum tiba di kantor, karena itu cepatlah ke sini!""Ah baik!""Jangan lama, kau sudah di cerita oleh yang lainnya karena belum datang hingga kini,""Baiklah, terima kasih,""Kalau begitu aku tutup telponnya,""Iya,"Sia menatap layar ponselnya, sepertinya dia benar-benar telah kehilangan akalnya. Dia seharusnya tidak pergi ke club semalam. Tanpa berlama-lama dia keluar dari kamar itu. Setelah keluar, Sia dapat melihat ruang keluarga sekaligus dapur yang berada di sebelah kanan ruangan. Tempat ini cukup besar namun nuansanya begitu kelam."Kau sudah mandi,"Sia berjalan ke arah pria itu lalu menunduk 30 derajat sebelum berkata. "Saya minta maaf atas kejadian ini, saya harap kita tidak bertemu lagi dan saya sudah meninggalkan beberapa uang sebagai kompensasi saya," ujar Sia dengan sopan.Sedangkan Edward yang melihat itu menjadi terkekeh sinis. "Jadi kau tahu sopan santun?" tanyanya dengan nada sinis.Sia terdiam sejenak. "Saya benar-benar minta maaf," jawabnya lalu pergi dari tempat itu meninggalkan Edward yang tertawa renyah.Baru kali ini dirinya diperlakukan seperti ini. Edward benar-benar tidak habis pikir dengan pikiran perempuan itu. Ah benar— hingga kini pun dia belum tahu siapa nama perempuan itu.Sia baru tiba di kantor barunya pukul 11 lewat 24 menit. Sudah dia pastikan kalau dirinya akan menjadi bahan gunjingan orang-orang di kantor. Dengan sekuat tenaga dia menelan rasa malunya demi masuk untuk bekerja. Gambaran tentang dirinya sudah buruk bagi orang-orang. Dimutasi karna kesalahan lalu telat pada hari pertama. Bukankah dia memang pantas mendapatkan gunjingan?Dia melangkah masuk ke kantor lalu mencari letak lift karena kantornya berada di lantai 3. Tidak henti-hentinya dia memanjatkan doa supaya dia tidak di labrak oleh atasan barunya. Bisa-bisa di CV-nya akan tertera kalau dia adalah karyawan yang tidak kompeten. Apalagi dia masih sebagai bawahan. Membayangkan akan menjadi pengangguran membuatnya bergidik ngeri. "Uang sewaku saja begitu mahal, aku harus mempertahankan pekerjaan ini," gumamnya mengingat uang sewa apartemen barunya yang lebih mahal dari apartemen lamanya. Walaupun sudah mencoba negosiasi, uang sewanya masih terbilang mahal.Ting! Suara pintu lift terbuka.
"Sial! ini baru hari pertamaku dan sekarang aku sudah lembur?" umpat Sia kesal karena diberikan banyak tugas. Dia memaklumi jika dirinya tidak bisa jauh dari kata lembur karena tuntutan kerjanya, hanya saja dia tidak menyangka jika hari ini dia akan lembur. Sia sedang menyalin berkas di sebuah mesin pencetak. Berkasnya cukup tebal dan pria itu memintanya membuat 16 rekapan untuk dipakai rapat besok pagi. Sedari tadi dia tidak berhenti-hentinya mengutuk Edward yang seenaknya menyuruh dia melakukan ini."Ekhem!" Refleks Sia menoleh dan mendapati Edward yang sedang berdiri di belakangnya. "Apa semuanya sudah selesai?"Sia menggeleng. "Belum pak,"Edward mengangguk-angguk. Dia tidak berbicara lagi, dia hanya berdiri di belakang Sia sambil menatapnya.Sia yang tidak diberi pertanyaan lagi memilih untuk kembali fokus bekerja. Sesekali dia menguap karena tidurnya yang kurang. Bagaimana pun, dia hanya tidur beberapa jam saja karena kegiatan mereka itu. Sia menggelengkan kepalanya ketika m
Sia melangkah mendekati Edward yang posisinya sedang tidur. Dia berbaring lurus sambil menutup mata."Apa pria ini tidak pulang semalam?" gumam Sia keheranan. Dia semakin memperhatikan wajah Edward.Dia bahkan berdiri dan berjongkok untuk memperhatikan wajah pria yang pernah menghabiskan malam dengannya.Aku tidak dapat berbohong, wajahnya cukup tampan, Ah tidak! dia memang tampan. Batin Sia."Sampai kapan kamu akan menatap saya?""Eh?!" spontan tubuh Sia menjauh dan membuatnya terkena ujung meja. Sia meringis kesakitan karena perbuatannya itu. Edward memperbaiki posisinya. Dia yang tadinya berbaring menjadi duduk tegak di hadapan Sia. Sambil memperbaiki rambutnya yang sedikit acak-acakan, dia kembali berbicara."Jam berapa sekarang?"Refleks Sia mengecek jam tangannya. "Sekarang jam tujuh lewat 15 menit Pak,"Edward mengangguk-angguk. "Apa kamu sudah mulai bekerja?""Oh itu...saya belum memulainya,""Lalu apa yang kamu lakukan di ruangan saya?""Eh? bukannya Anda meminta saya melak
Sia menjadi karyawan terakhir yang pulang hari ini. Lagi-lagi dia lembur karena pekerjaan yang diberi oleh Edward begitu banyak. Dia baru saja menyelesaikan pekerjaan rutinnya."Oh God...aku benar-benar kelelahan," gumam Sia sambil merenggangkan tubuhnya yang terasa kaku. Sesekali dia memijat-mijat lengannya yang pegal. Sia meletakkan kepalanya di atas meja, menatap luar jendela yang menunjukkan cahaya dari gedung-gedung yang ada di luar. Begitu indah dan sayang untuk dilewatkan. "Indah," "Benar, itu indah," sahut seseorang di belakang Sia.Refleks Sia terkejut dan menoleh dengan cepat. Dia melihat ada Edward yang sedang berdiri sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong celananya."Kau melihatku seperti melihat hantu," ujar pria itu sambil menatap Sia dengan tatapan anehnya."Bukan seperti itu, saya hanya terkejut," Sia memperbaiki posisi duduknya. Padahal dia baru saja mau beristirahat."Ada yang bisa saya bantu Pak?" tanya Sia dengan sopan. Dia hanya basa basi saja, asli
Beberapa hari kemudian, sudah hampir seminggu dia bekerja. Dan selama itu pula, dia selalu diganggu oleh Edward. Pria itu benar-benar menyiksanya selama bekerja. Bagaimana tidak? Pria itu dengan sengaja menambah pekerjaan lain untuk Sia agar Sia selalu lembur dan berakhir di antar pulang oleh pria itu juga."Kau terlihat seperti mayat hidup Sia," ujar Lily sambil memakan makanannya.Mereka berdua sedang makan di kafetaria perusahaan. Sia mengangguk. "Aku sangat lelah hari ini,""Kau lembur lagi?"Sia mengangguk lagi. "Aku pikir hari-hari ku tidak akan berjalan baik tanpa lembur,"Lily tertawa pelan. "Aku sendiri tidak mengerti kenapa Pak Edward menyuruhmu banyak hal, apa kalian dekat satu sama lain?""Dih! amit-amit dekat sama dia!"Lagi-lagi Lily tertawa. "Kau sabar saja, siapa tau sikapnya akan berubah, mungkin dia masih sensitif karena kamu terlambat pada saat hari pertama,"Cih, aku telat juga karena pria sialan itu! Batin Sia bergerutu kesal."Omong-omong apa kau ikut Sabtu depa
Selama diperjalanan Sia dan Edward hanya saling diam satu sama lain. Jujur saja, Sia tidak tau harus basa basi apalagi dengan Edward. Dia rasa dirinya tidak perlu melakukan itu.Apalagi hubungan mereka memang tidak jelas. Dia ingin menyatakan jika mereka hanya sebatas atasan bawahan tetapi Edward selalu perlakukan dirinya berbeda."Terima kasih Pak," ujar Sia pada saat mobil Edward berhenti di depan gedung apartemennya.Edward menatap Sia sebentar sebelum bertanya. "Apa saya bisa makan di tempatmu?""Eh?""Saya bertanya, apa saya bisa makan di tempatmu?"Maksudnya apa nih? Apa yang harus aku katakan? Batin Sia."Hei! saya bertanya,"Sia tersadar. "Apartemen saya begitu kecil Pak,""Saya tidak peduli, saya hanya ingin melanjutkan makan saya tadi,"Oh mau numpang lanjut makan? kirain mau dimasakin, Batin Sia merasa sedikit lega."Kalau Anda memaksa, silahkan ikuti saya,"Edward mengangguk. Mereka berdua keluar dari mobil. Edward berjalan mengikuti Sia sambil menenteng paperbag yang ber
Besoknya Edward benar-benar menjemput Sia. Bahkan pria itu dengan santainya menjemputnya langsung dari pintu apartemen. Karena itu Sia perlu mempersilahkan Edward untuk masuk ke dalam."Apa saya datang terlalu cepat?"Ya iyalah! ini masih jam setengah tujuh woi! Batin Sia."Saya yang lambat bersiap-siap Pak,"Edward mengangguk. "Kamu baru ingin membuat sarapan?""Iya Pak, sekaligus makan siang saya,"Edward yang penasaran dengan cepat berjalan menuju ke dapur dan melihat apa yang dimasak oleh Sia. "Apa yang kamu masak?"Ketika Sia menoleh kebelakang betapa terkejutnya dia saat menyadari jarak antara dia dan Edward begitu dekat. Refleks dia mundur hingga hampir menyentuh wajah panas."Hati-hati," tegur Edward karena kecerobohan Sia.Sia menunduk malu. "Saya bertanya,""Oh iya! Ehm saya hanya membuat ayam kecap dan sayur tumis,"Tatapan Edward jatuh pada isi wajan yang memang terisi oleh ayam yang telah dibumbui."Kau pandai memasak?"Apa pria ini meragukan ku? Batin Sia bertanya."Say
Sia menyadari orang-orang telah pulang. Tersisa dia dan Edward yang berada di lantai ini. Sia segera berjalan menuju ruangan Edward. Tidak lupa dia mengetuk terlebih dahulu sebelum masuk.Ketika dia masuk, dia melihat Edward yang sedang menutupi wajahnya menggunakan buku. Apa pria itu tidur? Batin Sia.Sia berjalan mendekat lalu mengetuk pelan meja kerja Edward berharap pria itu bangun. Dan benar saja, Edward terlihat terusik karena ketukan itu. Tangan kanannya menyingkirkan buku di wajahnya dan dapat melihat dengan jelas Sia yang sedang berdiri tidak jauh dari dirinya, jarak mereka hanya terhalangi sebuah meja saja."Kau sudah datang?"Sia mengangguk. "Iya Pak,"Edward terlihat mengangguk sekilas sebelum memperbaiki postur tubuhnya yang tadinya menyender santai di kursi kerja menjadi duduk tegak. "Jam berapa sekarang?"Kedua mata Sia melirik pada jam tangannya lalu menjawab. "Empat lewat 50 menit pak,"Terlihat jelas guratan wajah Edward sedikit kaget. Spontan dia berdiri sambil me
Sia menyadari orang-orang telah pulang. Tersisa dia dan Edward yang berada di lantai ini. Sia segera berjalan menuju ruangan Edward. Tidak lupa dia mengetuk terlebih dahulu sebelum masuk.Ketika dia masuk, dia melihat Edward yang sedang menutupi wajahnya menggunakan buku. Apa pria itu tidur? Batin Sia.Sia berjalan mendekat lalu mengetuk pelan meja kerja Edward berharap pria itu bangun. Dan benar saja, Edward terlihat terusik karena ketukan itu. Tangan kanannya menyingkirkan buku di wajahnya dan dapat melihat dengan jelas Sia yang sedang berdiri tidak jauh dari dirinya, jarak mereka hanya terhalangi sebuah meja saja."Kau sudah datang?"Sia mengangguk. "Iya Pak,"Edward terlihat mengangguk sekilas sebelum memperbaiki postur tubuhnya yang tadinya menyender santai di kursi kerja menjadi duduk tegak. "Jam berapa sekarang?"Kedua mata Sia melirik pada jam tangannya lalu menjawab. "Empat lewat 50 menit pak,"Terlihat jelas guratan wajah Edward sedikit kaget. Spontan dia berdiri sambil me
Besoknya Edward benar-benar menjemput Sia. Bahkan pria itu dengan santainya menjemputnya langsung dari pintu apartemen. Karena itu Sia perlu mempersilahkan Edward untuk masuk ke dalam."Apa saya datang terlalu cepat?"Ya iyalah! ini masih jam setengah tujuh woi! Batin Sia."Saya yang lambat bersiap-siap Pak,"Edward mengangguk. "Kamu baru ingin membuat sarapan?""Iya Pak, sekaligus makan siang saya,"Edward yang penasaran dengan cepat berjalan menuju ke dapur dan melihat apa yang dimasak oleh Sia. "Apa yang kamu masak?"Ketika Sia menoleh kebelakang betapa terkejutnya dia saat menyadari jarak antara dia dan Edward begitu dekat. Refleks dia mundur hingga hampir menyentuh wajah panas."Hati-hati," tegur Edward karena kecerobohan Sia.Sia menunduk malu. "Saya bertanya,""Oh iya! Ehm saya hanya membuat ayam kecap dan sayur tumis,"Tatapan Edward jatuh pada isi wajan yang memang terisi oleh ayam yang telah dibumbui."Kau pandai memasak?"Apa pria ini meragukan ku? Batin Sia bertanya."Say
Selama diperjalanan Sia dan Edward hanya saling diam satu sama lain. Jujur saja, Sia tidak tau harus basa basi apalagi dengan Edward. Dia rasa dirinya tidak perlu melakukan itu.Apalagi hubungan mereka memang tidak jelas. Dia ingin menyatakan jika mereka hanya sebatas atasan bawahan tetapi Edward selalu perlakukan dirinya berbeda."Terima kasih Pak," ujar Sia pada saat mobil Edward berhenti di depan gedung apartemennya.Edward menatap Sia sebentar sebelum bertanya. "Apa saya bisa makan di tempatmu?""Eh?""Saya bertanya, apa saya bisa makan di tempatmu?"Maksudnya apa nih? Apa yang harus aku katakan? Batin Sia."Hei! saya bertanya,"Sia tersadar. "Apartemen saya begitu kecil Pak,""Saya tidak peduli, saya hanya ingin melanjutkan makan saya tadi,"Oh mau numpang lanjut makan? kirain mau dimasakin, Batin Sia merasa sedikit lega."Kalau Anda memaksa, silahkan ikuti saya,"Edward mengangguk. Mereka berdua keluar dari mobil. Edward berjalan mengikuti Sia sambil menenteng paperbag yang ber
Beberapa hari kemudian, sudah hampir seminggu dia bekerja. Dan selama itu pula, dia selalu diganggu oleh Edward. Pria itu benar-benar menyiksanya selama bekerja. Bagaimana tidak? Pria itu dengan sengaja menambah pekerjaan lain untuk Sia agar Sia selalu lembur dan berakhir di antar pulang oleh pria itu juga."Kau terlihat seperti mayat hidup Sia," ujar Lily sambil memakan makanannya.Mereka berdua sedang makan di kafetaria perusahaan. Sia mengangguk. "Aku sangat lelah hari ini,""Kau lembur lagi?"Sia mengangguk lagi. "Aku pikir hari-hari ku tidak akan berjalan baik tanpa lembur,"Lily tertawa pelan. "Aku sendiri tidak mengerti kenapa Pak Edward menyuruhmu banyak hal, apa kalian dekat satu sama lain?""Dih! amit-amit dekat sama dia!"Lagi-lagi Lily tertawa. "Kau sabar saja, siapa tau sikapnya akan berubah, mungkin dia masih sensitif karena kamu terlambat pada saat hari pertama,"Cih, aku telat juga karena pria sialan itu! Batin Sia bergerutu kesal."Omong-omong apa kau ikut Sabtu depa
Sia menjadi karyawan terakhir yang pulang hari ini. Lagi-lagi dia lembur karena pekerjaan yang diberi oleh Edward begitu banyak. Dia baru saja menyelesaikan pekerjaan rutinnya."Oh God...aku benar-benar kelelahan," gumam Sia sambil merenggangkan tubuhnya yang terasa kaku. Sesekali dia memijat-mijat lengannya yang pegal. Sia meletakkan kepalanya di atas meja, menatap luar jendela yang menunjukkan cahaya dari gedung-gedung yang ada di luar. Begitu indah dan sayang untuk dilewatkan. "Indah," "Benar, itu indah," sahut seseorang di belakang Sia.Refleks Sia terkejut dan menoleh dengan cepat. Dia melihat ada Edward yang sedang berdiri sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong celananya."Kau melihatku seperti melihat hantu," ujar pria itu sambil menatap Sia dengan tatapan anehnya."Bukan seperti itu, saya hanya terkejut," Sia memperbaiki posisi duduknya. Padahal dia baru saja mau beristirahat."Ada yang bisa saya bantu Pak?" tanya Sia dengan sopan. Dia hanya basa basi saja, asli
Sia melangkah mendekati Edward yang posisinya sedang tidur. Dia berbaring lurus sambil menutup mata."Apa pria ini tidak pulang semalam?" gumam Sia keheranan. Dia semakin memperhatikan wajah Edward.Dia bahkan berdiri dan berjongkok untuk memperhatikan wajah pria yang pernah menghabiskan malam dengannya.Aku tidak dapat berbohong, wajahnya cukup tampan, Ah tidak! dia memang tampan. Batin Sia."Sampai kapan kamu akan menatap saya?""Eh?!" spontan tubuh Sia menjauh dan membuatnya terkena ujung meja. Sia meringis kesakitan karena perbuatannya itu. Edward memperbaiki posisinya. Dia yang tadinya berbaring menjadi duduk tegak di hadapan Sia. Sambil memperbaiki rambutnya yang sedikit acak-acakan, dia kembali berbicara."Jam berapa sekarang?"Refleks Sia mengecek jam tangannya. "Sekarang jam tujuh lewat 15 menit Pak,"Edward mengangguk-angguk. "Apa kamu sudah mulai bekerja?""Oh itu...saya belum memulainya,""Lalu apa yang kamu lakukan di ruangan saya?""Eh? bukannya Anda meminta saya melak
"Sial! ini baru hari pertamaku dan sekarang aku sudah lembur?" umpat Sia kesal karena diberikan banyak tugas. Dia memaklumi jika dirinya tidak bisa jauh dari kata lembur karena tuntutan kerjanya, hanya saja dia tidak menyangka jika hari ini dia akan lembur. Sia sedang menyalin berkas di sebuah mesin pencetak. Berkasnya cukup tebal dan pria itu memintanya membuat 16 rekapan untuk dipakai rapat besok pagi. Sedari tadi dia tidak berhenti-hentinya mengutuk Edward yang seenaknya menyuruh dia melakukan ini."Ekhem!" Refleks Sia menoleh dan mendapati Edward yang sedang berdiri di belakangnya. "Apa semuanya sudah selesai?"Sia menggeleng. "Belum pak,"Edward mengangguk-angguk. Dia tidak berbicara lagi, dia hanya berdiri di belakang Sia sambil menatapnya.Sia yang tidak diberi pertanyaan lagi memilih untuk kembali fokus bekerja. Sesekali dia menguap karena tidurnya yang kurang. Bagaimana pun, dia hanya tidur beberapa jam saja karena kegiatan mereka itu. Sia menggelengkan kepalanya ketika m
Sia baru tiba di kantor barunya pukul 11 lewat 24 menit. Sudah dia pastikan kalau dirinya akan menjadi bahan gunjingan orang-orang di kantor. Dengan sekuat tenaga dia menelan rasa malunya demi masuk untuk bekerja. Gambaran tentang dirinya sudah buruk bagi orang-orang. Dimutasi karna kesalahan lalu telat pada hari pertama. Bukankah dia memang pantas mendapatkan gunjingan?Dia melangkah masuk ke kantor lalu mencari letak lift karena kantornya berada di lantai 3. Tidak henti-hentinya dia memanjatkan doa supaya dia tidak di labrak oleh atasan barunya. Bisa-bisa di CV-nya akan tertera kalau dia adalah karyawan yang tidak kompeten. Apalagi dia masih sebagai bawahan. Membayangkan akan menjadi pengangguran membuatnya bergidik ngeri. "Uang sewaku saja begitu mahal, aku harus mempertahankan pekerjaan ini," gumamnya mengingat uang sewa apartemen barunya yang lebih mahal dari apartemen lamanya. Walaupun sudah mencoba negosiasi, uang sewanya masih terbilang mahal.Ting! Suara pintu lift terbuka.
Kepala Sia merasakan sakit yang luar biasa. Dia berpikir tidak akan menyentuh minuman keras lagi seumur hidupnya. Sia yang menatap tembok memutuskan untuk membalikkan arah tubuhnya menjadi menatap sisi lain. Anehnya ketika dia hendak melakukan itu, dia merasakan sentuhan kulit hangat di sekitar perutnya."Eh?" Sia menurunkan pandangannya pada tubuhnya dan terkejut melihat dirinya yang tidak mengenakan busana. Spontan dia menoleh ke belakang dan melihat pria asing yang tidak mengenakan busana juga memeluknya. "AKH!!" Pekik Sia terkejut.Teriakan itu membuat pria yang memeluknya menjadi terbangun."Selain malam, pagiku juga kau ganggu," ujar pria itu sinis."K-kau siapa?""Apa semalam aku bermain begitu hebat hingga ingatanmu terhapus?" tanyanya dengan nada sarkas."Kau siapa sialan?!""Ok ok....aku Edward,"Ingatan tentang semalam mulai berputar di dalam kepala Sia, membuatnya mengingat hingga detik-detik mereka akan menghabiskan malam bersama. "Ed? Edward? apa yang telah ku lakukan?