Geisha meregangkan tubuhnya setelah mengerjakan tugas. Ia memeriksa ponselnya yang dari tadi sepi tidak ada pesan atau panggilan masuk dari Raline. "Hmm.. mungkin dia sedang bersenang-senang"
Geisha melihat jam di dinding kamar, waktu sudah menunjukan pukul tujuh malam dan perutnya sudah mulai bunyi karena kelaparan. Tanpa berpikir panjang ia langsung memakai jaket dan mengambil kunci motornya ia ingin makan di restoran cepat saji yang tidak jauh dari rumahnya. Pilihan yang tepat untuk perut yang sudah sulit diajak kerja sama itu. Bukan hanya sekali Geisha milih jalan ninja seperti itu seringkali ia begitu dengan alasan supaya cepat saja.
Pikirannya yang dari tadi fokus ke tugas kini ia alihkan dengan mendengarkan lagu dari ponselnya ia hampir mirip dengan Raline yang suka mendengarkan lagu saat berkendara. Buat mereka melakukan itu seakan punya dun
Raline masih tidak menyangka dengan kejadian yang ada di balkon tadi. Di dalam kamar mandi, Raline termenung sambil memegangi bibirnya. Bibir itu biasanya di kecup manis oleh Robby dan tadi ia harus membaginya juga dengan Ifan. Ada perasaan senang juga perasaan tak menyangka dengan kejadian itu.“Bibir Ifan lebih manis ketimbang bibir Robby, tapi kalau bicara kelihaian Robby yang paling juara. Emm apa karena Ifan sudah lama tidak melakukan hal itu atau ini pertama kalinya dia melakukan itu. Ck, jangan berpikir aneh-aneh, Raline” Raline berbicara sendiri di dalam kamar mandi. Raline sekarang masih ada di kamar kost Ifan dan belum ada keinginan untuk pulang.Raline melangkahkan kakinya keluar kamar mandi dan melihat Ifan yang sedang berganti pakaian. "Fan… kok nggak bisa lagi ganti baju sih" Raline langsung menutup mata dengan kedua
Hari itu Robby berdandan cukup rapi dan ia sedang duduk santai di sebuah kedai kopi yang cukup terkenal juga di Surabaya. Tak biasanya ia berdandan rapi seperti itu dan nampaknya ia sedang menunggu seseorang.Sudah tiga hari ini ia tidak saling berkabar dengan Raline dan mungkin ini saatnya ia memulai lagi hubungannya lalu ia meminta maaf kepada Raline atas sikapnya.Kafe itu terlihat cukup ramai dan Robby dari tadi sibuk dengan ponselnya. Ia sedang sibuk dengan media sosialnya yang mulai mendapatkan pengikut baru semenjak ia berfoto dan lebih dekat dengan para kakak tingkat waktu itu di Tenda Hitam. Hitung-hitung ia bisa terkenal di kampusnya.Setelah beberapa menit ia menunggu, datanglah seseorang itu dengan berdiri di hadapannya. Ia berdiri dengan posisi yang cukup tegap dan menggunakan topi ser
Keadaan di meja makan saat itu hening dan sunyi tidak ada yang mau memulai obrolan walaupun disana ada banyak orang yang duduk. Mereka sibuk dengan makanannya dan mereka saling melirik satu sama lain.Lagi-lagi ini rencana Tino yang berusaha akrab dengan saling mengenalkan seperti ini. Tanpa Tino ketahui yang sebenarnya kalau mereka sedang saling menyimpan sebuah rahasia besar. Berulang kali Raline mengingat kata-kata Ifan kalau status pacarannya bukan sesuatu hal yang harus ditutup-tutupi, tapi apakah mungkin Defani dan Tino ini bersih dari jangkauan Robby. Semua bisa saja terjadi dan itu cukup beresiko kalau Raline berkata di hadapan mereka jika Raline adalah pacar Ifan.Tino memang adalah seseorang yang selalu menjadi penengah dan mudah mencairkan suasana di keadaan suasana yang tegang ini. Tino hanya berpikir kalau keadaan tegang ini terjadi kar
Raline tiba di depan rumahnya. Ia pulang bersama Ifan dengan menggunakan motor Ifan. Sepanjang jalan tadi mereka tidak benar-benar mempermasalahkan bom yang Raline ledakan, Ifan sungguh memahami hal itu.Di sepanjang jalan tadi mereka memutar lagu dengan menggunakan headset yang menempel di telinga mereka masing-masing. Lagu itu mengalun dengan sempurna sesuai dengan suasana yang sedang mereka alami. Sore menjelang malam itu mereka nikmati lagi dengan kebahagiaan yang terus memihak mereka.“Kita serasa ABG yang baru saja jadian” ucap Raline dengan malu-malu“Memangnya sekarang kita ini apa? Lansia ?”“Bukan begitu.. dengan yang kita lakukan tadi nggak banyak dilakukan oleh anak-anak seumuran kita."
Ifan merasa canggung setelah ia masuk ke dalam rumah Raline. Di sana ada Rania dan Rina yang memandangnya dengan keheranan. Mereka tidak yakin kalau Raline dan Robby sedang tidak baik-baik saja. Rania juga mengerutkan dahi seakan ia tak suka dengan kehadiran Ifan. Dengan sikap yang manis, Rina menyuruh Ifan duduk di ruang tamu sambil di suguhkan beberapa makanan ringan. Perasaan Ifan saat itu masih campur aduk ada senang ada sedihnya. Sambil menyiapkan makan malam, Rania menarik Raline ke arah dapur dan berbisik kepada adiknya yang menjengkelkan itu. "Itu selingkuhan kamu?" "Bukan selingkuhan! Dia juga pacar aku" "Gila kamu!" "Bukan aku yang gila, Papa sendiri yang minta dia masuk. Aku juga nggak mau ini terjadi" "Terus? Robby?" ketika Rania menyebut nama Robby, Rina ikutan nimbrung sambil membawa panci masakan. "Robby sudah hilang di telan bumi?" "Betul sekali. Aku juga sudah nggak tahu di kemana?" "Bohong, Robby masih bersama dengannya. Itu selingkuhan Raline" bantah Rania.
Raline memberikan waktunya kepada Robby dengan duduk santai di tempat biasa mereka bertemu. Ia terpaksa merelakan Ifan harus berdekatan lagi dengan mantannya demi Robby yang katanya rindu dengan Raline. Dengan suasana yang tetap sama, mereka masih saling diam dan mata yang terus memandang kedepan. Di samping kiri dan kanan mereka terdapat minuman botol yang Robby beli di standnya Mbak Siti. Robby memulai dengan menoleh ke arah Raline ia melihat pacarnya itu dari samping sambil membayangkan semua kelakuannya yang dilakukan bersama Ifan. Robby hanya tersenyum dan ia tidak ingin memulainya dengan pertengkaran. "Bagaimana kabarmu?" obrolan mereka itu dimulai oleh Robby. "Baik. Aku sangat-sangat baik ketika kita tidak saling bertemu" "Kelihatan. Badan kamu makin berisi, wajah kamu terlihat lebih cerah." Robby menyeringai. Raline memegangi wajahnya untuk memeriksa apa yang dikata Robby itu hanya tipuannya. "Masa, sih, nggak gitu-gitu banget ini hanya efek make up." "Apa kamu bahagia
Liburan semester pun tiba. Semenjak kepulangannya Rania, Raline menjadi anak tunggal yang di sayang-sayang oleh Rizal juga Rina. Sempat ada rencana untuk ikut Rizal ke kota tempat ia bekerja, namun masih banyak pertimbangan karena Raline belum menghadiri acara pembukaan toko Ifan dan ia juga masih harus membayar rindu Robby yang katanya itu sudah lunas, tapi Robby menganggap itu belum lunas. Ini hari kedua Raline menjalani liburan semesteran di rumah dan pagi ini Raline mau sarapan nasi pecel dengan lauk telur ceplok setengah matang. Menu nasi pecel ini memang sering dijadikan menu sarapan dan sudah lama Raline tidak menyantap makanan itu. Ia keluar dari kamar dan berjalan menuju dapur yang sudah tercium aroma makanan yang digoreng. Rina sedang menyiapkan sarapan sesuai permintaan Raline. Sempat terpikirkan ingin membawakan makanan ini untuk salah satu pacarnya. Namun, sepertinya keadaan seperti ini sedang tidak memungkingkan. "Hmm.. makasih, Mama." ucap Raline yang membuat Rina te
Ifan tadi juga sudah berdandan dengan rapi di depan cerminnya. Malam itu dandanan Ifan lebih terlihat simple tapi terkesan cool banget. Ia menggunakan kaos hitam dengan ada gambar kecil di dada kirinya dan gambar yang lebih besar di baju bagian belakangnya. Tak ketinggalan celana jeans hitam yang membuat kakinya makin terlihat jenjang. Malam ini terkesan sempurna, Ifan memang seperti anak ibukota sekali yang nggak terlihat mewah tapi nggak norak-norak banget. Kini Ifan telah tiba di tempat yang sudah disepakati mereka berdua. Tempat yang tidak begitu ramai dan nuansanya itu macam vintage. Setibanya Ifan disana ia langsung memilih tempat duduk yang begitu nyaman karena kencan mereka berdua ini harus disertakan dengan ketenangan. Sembari menunggu, Ifan dihampiri pramusaji yang membawa buku menu. Pramusaji itu melayani Ifan dengan sangat ramah dan ia menjelaskan jika di kafe itu terdapat menu spesial. Tanpa berpikir panjang Ifan memesan dua menu favorit dan long americano ice sebagai m