Raline tiba di depan rumahnya. Ia pulang bersama Ifan dengan menggunakan motor Ifan. Sepanjang jalan tadi mereka tidak benar-benar mempermasalahkan bom yang Raline ledakan, Ifan sungguh memahami hal itu.
Di sepanjang jalan tadi mereka memutar lagu dengan menggunakan headset yang menempel di telinga mereka masing-masing. Lagu itu mengalun dengan sempurna sesuai dengan suasana yang sedang mereka alami. Sore menjelang malam itu mereka nikmati lagi dengan kebahagiaan yang terus memihak mereka.
“Kita serasa ABG yang baru saja jadian” ucap Raline dengan malu-malu
“Memangnya sekarang kita ini apa? Lansia ?”
“Bukan begitu.. dengan yang kita lakukan tadi nggak banyak dilakukan oleh anak-anak seumuran kita."
Ifan merasa canggung setelah ia masuk ke dalam rumah Raline. Di sana ada Rania dan Rina yang memandangnya dengan keheranan. Mereka tidak yakin kalau Raline dan Robby sedang tidak baik-baik saja. Rania juga mengerutkan dahi seakan ia tak suka dengan kehadiran Ifan. Dengan sikap yang manis, Rina menyuruh Ifan duduk di ruang tamu sambil di suguhkan beberapa makanan ringan. Perasaan Ifan saat itu masih campur aduk ada senang ada sedihnya. Sambil menyiapkan makan malam, Rania menarik Raline ke arah dapur dan berbisik kepada adiknya yang menjengkelkan itu. "Itu selingkuhan kamu?" "Bukan selingkuhan! Dia juga pacar aku" "Gila kamu!" "Bukan aku yang gila, Papa sendiri yang minta dia masuk. Aku juga nggak mau ini terjadi" "Terus? Robby?" ketika Rania menyebut nama Robby, Rina ikutan nimbrung sambil membawa panci masakan. "Robby sudah hilang di telan bumi?" "Betul sekali. Aku juga sudah nggak tahu di kemana?" "Bohong, Robby masih bersama dengannya. Itu selingkuhan Raline" bantah Rania.
Raline memberikan waktunya kepada Robby dengan duduk santai di tempat biasa mereka bertemu. Ia terpaksa merelakan Ifan harus berdekatan lagi dengan mantannya demi Robby yang katanya rindu dengan Raline. Dengan suasana yang tetap sama, mereka masih saling diam dan mata yang terus memandang kedepan. Di samping kiri dan kanan mereka terdapat minuman botol yang Robby beli di standnya Mbak Siti. Robby memulai dengan menoleh ke arah Raline ia melihat pacarnya itu dari samping sambil membayangkan semua kelakuannya yang dilakukan bersama Ifan. Robby hanya tersenyum dan ia tidak ingin memulainya dengan pertengkaran. "Bagaimana kabarmu?" obrolan mereka itu dimulai oleh Robby. "Baik. Aku sangat-sangat baik ketika kita tidak saling bertemu" "Kelihatan. Badan kamu makin berisi, wajah kamu terlihat lebih cerah." Robby menyeringai. Raline memegangi wajahnya untuk memeriksa apa yang dikata Robby itu hanya tipuannya. "Masa, sih, nggak gitu-gitu banget ini hanya efek make up." "Apa kamu bahagia
Liburan semester pun tiba. Semenjak kepulangannya Rania, Raline menjadi anak tunggal yang di sayang-sayang oleh Rizal juga Rina. Sempat ada rencana untuk ikut Rizal ke kota tempat ia bekerja, namun masih banyak pertimbangan karena Raline belum menghadiri acara pembukaan toko Ifan dan ia juga masih harus membayar rindu Robby yang katanya itu sudah lunas, tapi Robby menganggap itu belum lunas. Ini hari kedua Raline menjalani liburan semesteran di rumah dan pagi ini Raline mau sarapan nasi pecel dengan lauk telur ceplok setengah matang. Menu nasi pecel ini memang sering dijadikan menu sarapan dan sudah lama Raline tidak menyantap makanan itu. Ia keluar dari kamar dan berjalan menuju dapur yang sudah tercium aroma makanan yang digoreng. Rina sedang menyiapkan sarapan sesuai permintaan Raline. Sempat terpikirkan ingin membawakan makanan ini untuk salah satu pacarnya. Namun, sepertinya keadaan seperti ini sedang tidak memungkingkan. "Hmm.. makasih, Mama." ucap Raline yang membuat Rina te
Ifan tadi juga sudah berdandan dengan rapi di depan cerminnya. Malam itu dandanan Ifan lebih terlihat simple tapi terkesan cool banget. Ia menggunakan kaos hitam dengan ada gambar kecil di dada kirinya dan gambar yang lebih besar di baju bagian belakangnya. Tak ketinggalan celana jeans hitam yang membuat kakinya makin terlihat jenjang. Malam ini terkesan sempurna, Ifan memang seperti anak ibukota sekali yang nggak terlihat mewah tapi nggak norak-norak banget. Kini Ifan telah tiba di tempat yang sudah disepakati mereka berdua. Tempat yang tidak begitu ramai dan nuansanya itu macam vintage. Setibanya Ifan disana ia langsung memilih tempat duduk yang begitu nyaman karena kencan mereka berdua ini harus disertakan dengan ketenangan. Sembari menunggu, Ifan dihampiri pramusaji yang membawa buku menu. Pramusaji itu melayani Ifan dengan sangat ramah dan ia menjelaskan jika di kafe itu terdapat menu spesial. Tanpa berpikir panjang Ifan memesan dua menu favorit dan long americano ice sebagai m
"Mas, maaf sebelumnya ini tempatnya mau tutup. Mungkin saya bisa bantu bungkus makanan ini?" ujar pramusaji yang tadi melayani Ifan dengan sangat ramah. Sekarang ia juga menegur sekaligus mengingatkan Ifan dengan sangat ramah.Padangan Ifan masih seakan tak percaya jika kejadian ini terjadi padanya. Ifan sudah menghubungi Raline, tapi nomornya tidak aktif. Mungkin pada akhirnya Raline memilih jalan itu karena ia sudah tidak tahu lagi mau gimana. Ifan menatap pramusaji dengan tatapan yang datar dan Ifan kembali menatap semua makanan yang ada di depannya. "Nggak usah dibungkus, Mbak. Buat kalian aja. Saya minta billnya." jawab Ifan dengan datar juga dan pramusaji itu hanya mengangguk lalu membalikan badan untuk mengambilkan bill. Sembari menunggu, Ifan kembali melihat ponselnya yang masih tetap tidak ada notifikasi pesan dari Raline. Saat itu ia baru saja teringat oleh Geisha. Ia mencari nama Geisha di kolom pencarian kontak dan menekan gagang telepon berwarna hijau. Ifan berharap ia
Selesai acara pembukaan toko Ifan, Raline langsung pulang. Ia memilih untuk menghindari Ifan dari pada membuat semua semakin berantakan. Raline pulang dengan diam-diam tak ada satu orang pun yang tahu. Kini mereka merencanakan untuk makan malam bersama, Geisha mengusulkan untuk makan di restoran Jepang. Mereka semua setuju kecuali Defani. Katanya, ia mau lanjut ke kantor buat menyelesaikan beberapa laporan untuk bahan meeting besok. Entah kenapa menurut Ifan itu hanyalah sebuah alasannya saja agar ia tidak bisa ikut makan bersama yang lain. Tino tidak bisa menghadangnya karena Tino pun juga mengerti bagaimana sibuknya Defani di kantor. Mereka berpisah tak jauh dari pintu keluar menuju parkiran mobil. Defani melambaikan tangan kepada rekan-rekannya dan tak lupa mengucapkan terima kasih atas kerjasamanya untuk hari itu.Buat Tino dan Ifan hari ini memang melelahkan, tapi seru. Tak disangka juga kalau hari ini baju-baju buatan Day's Fashion dan beberapa aksesoris lainnya terjual laku
Irama lagu yang sedari tadi membuat Geisha bersemangat untuk bersiap di depan meja riasnya. Lagu yang Geisha pilih ini untuk membangun suasana hatinya agar saat jalan bersama Tino ia lebih punya aura gembira yang siap ditularkan kepada Tino. Sudah seminggu ia lewati liburan semester dan setelah pembukaan toko itu ia tidak bertemu lagi dengan Tino. Malam ini sepertinya moment yang pas kalau Geisha mengajak Tino ke jalan tunjungan dan menikmati malam Surabaya berdua dengan lelaki yang berhasil membuatnya luluh. Ia berdandan seadanya yang penting ia terlihat cantik di depan cowoknya itu. Geisha sudah berani menyebut Tino adalah cowoknya karena pada akhirnya Tino bisa membuat Geisha benar–benar dicintai. Setelah sekian lama Geisha mendambakan seseorang akhirnya ia mendapatkan yang lebih tanpa harus ia mengerek di depan cowok-cowok. Tanpa berlama-lama lagi Geisha langsung menyemprotkan minyak wangi di seluruh tubuhnya dan dia menambahkan sedikit lebih banyak di bagian leher kanan kiri s
Raline sungguh tak tahan dengan sikap Ifan yang akhir-akhir ini. Tanpa ragu lagi ia menggunakan Geisha sebagai bahan untuk mengelabui Robby dan ia pergi ke kosan Ifan. Sebenarnya tanpa harus ada alasan yang keluar dari mulut Geisha, Robby sudah merasa jika Raline akan menemui Ifan. Kini Raline sedang fokus mengendarai motor dengan kecepatan yang cukup tinggi. Ia harus segera sampai di kost Ifan sebelum Ifan meninggalkan kostnya. Jika ada yang mengatakan kalau Raline akan bahagia bersama Robby, orang itu akan di gorok habis-habisan oleh Raline, pasalnya selama bersenang-senang dengan Robby perasaan Raline selalu tak tenang dan ia selalu memeriksa ponselnya dan berharap bakal ada pesan dari Ifan. Siang menjelang sore itu Surabaya sedang tenang-tenangnya, cuaca yang begitu cerah, matahari yang terus menyoroti Raline dan jalanan yang begitu padat seharusnya cocok Raline nikmati bersama Ifan di balkon. Mungkin bisa ditemani juga dengan minuman soda dan makanan ringan, tapi Raline tidak s