Sejak saat itu, Kayla dan Andrea menjadi dekat. Mereka sangat akrab. Di mata Kayla, Andrea adalah seorang teman yang baik, lucu dan menyenangkan. Walaupun terkadang mulutnya ceplas-ceplos dan susah di rem. Andrea adalah sahabat terbaiknya setelah Nadin.Dan Radit, dia kurang menyukai hubungan pertemanan Kayla dan Andrea. Karena baginya, kelakuan buruk Andrea sebelumnya membuatnya tidak respek pada gadis itu. Tapi pada akhirnya, Radit membiarkan saja hubungan pertemanan mereka, karena ia melihat Kayla sangat enjoy dan nyaman berteman dengan Andrea.Kayla menyeesap teh melati yang tempo hari diberikan Andrea padanya. Andrea bilang, teh itu oleh-oleh yang diberikan temannya yang mempunyai pabrik serta perkebunan teh yang sangat luas di daerah jawa. Rasanya sangat aneh di lidah Kayla. Mungkin karena dia belum terbiasa atau karena benar-benar tidak suka."Tumben ngeteh?" tegur Radit yang baru selesai mandi dan melintas di dekatnya."Ini Andrea yang kasih, kamu mau nggak?" Kayla menawarkan
Kayla menggenggam handphone dengan resah. Sudah lewat jam 10 malam dan Radit masih belum pulang.Hidangan makan malam yang terhidang diatas meja telah dingin dan terlihat tak menggairahkan lagi. Perutnya keroncongan, tapi selera makannya menguap begitu saja.Kayla berdecak kesal. Kenapa Radit harus merusak moodnya dengan hal-hal sepele? Janjinya tadi pulang tidak larut malam, tapi kenapa sudah jam segini batang hidungnya belum tampak?Kayla sudah menghubungi melalui telfon dan juga WA, tapi Radit tidak menggubrisnya.Ia pun memasang status dengan tulisan penuh huruf kapital."BEB, KAMU DIMANA? KENAPA BELUM PULANG?"Beberapa detik kemudian, ada pesan WA masuk. Bukan dari Radit, melainkan dari Andrea."Pak Radit lagi sama saya, Kay. Kita lagi makan.""Makan dimana? Padahal Radit udah janji makan di rumah.""Ooo.... aku nggak tau tentang itu. Mungkin dia bosan kali sama masakan kamu.""Ah, masa sih? Nggak mungkin. Radit selalu suka masakanku kok.""Kalau dia suka, pasti malam ini dia leb
"Kamu yakin?" tanya Radit. Jujur, dia keberatan kalau harus meninggalkan Kayla bersama Andrea."Iya, beb. Daripada sendiri. Nanti kamu yang ngomong sama dia ya?""Iya deh." Meski berat, akhirnya Radit menyetujui saran Kayla.Ternyata begini rasanya tidak punya keluarga. Radit membatin. Kalau saja ia masih punya saudara atau pun orang tua, mungkin ia bisa meninggalkan Kayla bersama mereka dan pergi dengan perasaan tenang."Beb, aku lagi malas pake motor. Aku nebeng sama kamu aja ya?" ujar Kayla. Dia ingin menghabiskan waktu semaksimal mungkin bersama Radit sebelum suaminya itu pergi."Iya, yang," jawab Radit seraya mengulum senyum. Dia juga ingin melewatkan kebersamaan dengan istrinya itu sebelum meninggalkannya besok.*"Aku pasti bakalan kangen sama kamu," ucap Kayla begitu mereka sudah berada di mobil sambil menyandarkan kepalanya ke bahu Radit."Aku juga, yang. Aku nggak bakalan bisa tidur tanpa kamu," balas Radit sembil mengusap-usap kepala Kayla dengan sebelah tangan."Radit berh
"Kayla, kamu nggak apa-apa kan?" Andrea mulai panik melihat Kayla yang terisak. Kayla buru-buru menghapus air matanya. "Iya," jawabnya dengan suara serak."Dimakan rotinya, Kay," Andrea menunjuk roti yang dibelikannya untuk Kayla, yang tergeletak pasrah diatas meja.Kayla mengambilnya untuk menghargai Andrea, lalu mengunyahnya tanpa selera."Saya ke kamar dulu ya, mau ganti baju. Kamu kalo mau istirahat disana ya," kata Kayla sambil menunjuk kamar untuk Andrea."Iya," jawab Andrea singkat lalu memainkan ponselnya.Ada banyak panggilan tidak terjawab dari Radit begitu Kayla memeriksa handphone. Ada juga pesan yang mengatakan kalau dia sudah sampai dengan selamat.Kayla tidak menghiraukannya. Sumpah, saat ini ia benar-benar kesal dengan Radit. Ingat kata-kata Andrea tadi ia kembali menangis. Kayla menelungkupkan tubuh ke kasur, lalu menutup kepalanya dengan bantal agar suara tangisnya tidak sampai keluar.*Kayla memegang kepalanya yang terasa berat lalu membalikkan badan. Kedua mat
Banyak kenangan tercipta di antara kita. Dan semestinya aku harus melupakan semua kenangan tentangmu. Nyatanya, melupakanmu adalah hal tersulit. Dirimu menghabiskan nyaris seluruh memori di kepalaku. Menghapus jejakmu seperti membunuh diriku pelan-pelan. Sakit dan menyakitkan. Sesak dan menyesakkan. Dan ketika aku menemukannya, bolehkah aku menggantikan namamu dengan namanya? Apa boleh aku mencari arti bahagia tanpamu? Aku seperti sedang melihat masa depan. Tapi pada kenyataannya, aku tetap berputar-putar dengan masa lalu.(Nabil)*****Malam ini, Dea kembali menitipkan Kevin di rumah Nabil. Nabil menyukai Kevin, karena dia anak yang baik, tidak rewel dan penurut. Sepertinya Dea sangat pandai mendidik anak lelakinya itu. Nabil memperhatikan Kevin yang sedang menggambar. "Kamu lagi menggambar apa?" Nabil bertanya melihat coretan Kevin yang tidak jelas. Terlihat seperti tiga garis lurus dan diberi garis horizontal pada bagian tengah juga lingkaran besar pada bagian atas. Seper
Sometimes, following your heart means losing your mind.One day you'll miss me, and you'll be sorry for letting me go.But trust me, it will be too late.(Nabil)Baru saja Nabil berada di kamar dan berencana untuk tidur, papa memanggilnya."Ada apa, Pa?" tanya Nabil setelah membuka pintu."Ada Dea di depan," Papa memberitahu.Nabil mengernyit. Baru beberapa menit yang lalu Dea dari rumahnya, tapi kenapa datang lagi? Apa ada yang ketinggalan?Nabil menuju ruang depan untuk menjawab rasa penasarannya."Maaf ganggu, kamu udah mau tidur ya?" tanya Dea berbasa-basi."Belum, ada apa, De?""Saya mau tanya, apa di dekat sini ada tempat atau orang yang menerima jasa pengetikan?""Setau saya tidak ada. Buat apa?""Saya mau bikin tugas kuliah.""Ooo... kalau gitu pakai laptop saya aja," kata Nabil menawarkan."Laptop kamu?" "Iya. Tunggu sebentar ya!"Nabil kembali masuk ke kamar. Tidak lama kemudian, dia muncul membawa komputer lipat berwarna hitam dan memberikannya pada Dea."Kamu pakai aja du
Nabil baru saja pulang kerja ketika jumat sore Dea mengantar Kevin ke rumah sesuai dengan janji sebelumnya."Maaf saya harus ngerepotin kamu lagi," kata Dea merasa tidak enak. "Santai aja, De, saya sama sekali tidak merasa direpotin," timpal Nabil."Oh iya, Bil. Biasanya sebelum tidur Kevin minum susu dulu. Terus, kebiasaannya sebelum tidur, tolong kamu usap-usap punggungnya ya," kata Dea memberitahu.Nabil mengangguk-angguk seraya merekam di benaknya apa saja yang harus dilakukannya nanti."Terus, sebelum berangkat ke sekolah, Kevin biasanya sarapan dulu. Biasanya saya gorengkan nugget tapi nggak pakai nasi ya, Bil. Karena nanti di sekolahnya Kevin juga dikasih sarapan."Dea memberikan sebuah plastik putih berisi sekaleng susu dan sebungkus nugget ayam yang iklannya sering wara wiri di televisi, serta peralatan makan Kevin pada Nabil."Jadi ini tinggal digoreng aja kan?" tanya Nabil untuk lebih meyakinkan."Iya, tunggu dulu minyaknya panas, baru dimasukkan, terus goreng sampai warna
Begitu sampai di mall, Nabil langsung membawa Kevin ke area playground. Anak itu terlihat gembira. Dia mencoba permainan apa saja yang terdapat di tempat itu.Mulai dari perosotan, mandi bola, rumah-rumahan, pasir kinetik, hingga puzzle.Dengan sabar Nabil menemani Kevin bermain dan mengajarkannya menyusun puzzle. Ketika Kevin mulai terlihat bosan, Nabil mengajaknya pergi dari tempat itu, lalu mengajaknya makan di sebuah restoran cepat saji."Kamu mau juga?" tanya Nabil saat melihat Kevin sedang memperhatikan seorang anak sebayanya sedang makan es krim.Kevin tampak ragu, lalu mengangguk malu."Kalau kamu mau sesuatu bilang aja ya, jangan malu," ujar Nabil pada Kevin seolah mengerti perasaan anak itu."Iya, Om," jawab Kevin pelan."Kamu mau es krimnya rasa apa?""Aku mau rasa coklat. Kalau Om Nabil suka rasa apa?" Kevin balas bertanya."Kalau Om Nabil suka rasa vanila. Kamu mau coba rasa vanila nggak? Atau kamu mau keduanya?""Hmm... kalau dua-duanya boleh, Om?" tanya Kevin sambil m
Kayla sangat kaget melihat Radit memukuli orang yang tidak dikenalnya dan ia tidak tahu siapa dan apa masalahnya.“Dit, udah, Dit …. “ Kayla mencegah Radit yang terus memukuli Chicco tanpa ampun. Mukanya kelihatan panik.Kalau bukan istrinya yang melarang, Radit tidak akan berhenti. Namun Radit tidak melepaskan mangsanya begitu saja. “Berdiri!” bentaknya lagi pada Chicco yang sudah terkapar tidak berdaya.Dengan sisa-sisa tenaganya Chicco berusaha bangkit. Sekujur tubuhnya terasa remuk akibat serangan dari Radit. Kepalanya pusing dan pandangannya berkunang-kunang.“Aku bisa bunuh kamu sekarang kalo mau,” desis Radit tajam.Kayla bergidik mendengarnya. Tidak pernah ia melihat suaminya semarah itu. Matanya yang berkilat dan memerah akibat api amarah membuat Kayla ketakutan.“Katakan siapa dalang dibalik semua ini?” Radit kembali mencekal kerah baju Chicco sambil menatapnya dengan pandangan menusuk.Chicco menatap Radit takut-takut. Ia bagaikan sedang melihat malaikat maut yang akan m
Kayla mengusap-usap perutnya yang mulai membesar sambil tersenyum sendiri. Ia sudah membayangkan kebahagiaannya jika menjadi seorang ibu nanti. Repot sudah pasti. Namun pasti sangat menyenangkan. Rasanya ia sudah tidak sabar menantikan saat-saat itu datang. Tangannya tidak bisa menunggu ingin menggendong dan mendekap bayi mungil darah dagingnya sendiri. Buah cintanya bersama Radit. Bahkan di telinganya sudah terngiang-ngiang suara tangisan seorang bayi. Kayla sudah semakin tidak sabar jadinya. Pasti ia akan menjadi wanita paling bahagia sedunia.Membayangkan dirinya akan menjadi seorang ibu, Kayla langsung terkenang pada wanita yang melahirkannya. Tiba-tiba Kayla menjadi begitu merindukannya. Kayla ingin mengunjungi pusaranya dan mendoakannya disana.Dan begitu Radit pulang kerja, Kayla langsung mengutarakan keinginannya. “Dit, apa kamu tau letak makam ibuku?”“Aku nggak tau. Kenapa, yang?” Radit menjawab sambil membuka kaos kaki.“Rasanya pengen banget ziarah ke makam ibuku, Dit
Selesai mengantar Keyzia pulang, Nabil langsung menuju rumahnya. Ia harus bersiap-siap untuk memenuhi undangan makan malam dari orang tua Keyzia. Tadi Keyzia sudah memberitahu alamat restoran tempat mereka dinner nanti.Sampai di rumah, Nabil langsung mandi dan membersihkan diri. Tidak ada waktu untuk istirahat, karena waktunya sudah mepet. Andai saja tadi ia tidak berlama-lama di kantor Putri, mungkin sekarang ia bisa sedikit meluruskan badan.Nabil memandang wajahnya di cermin. Five o’clock shadow membuatnya terkesan macho dan membuktikan kalau dirinya adalah laki-laki sungguhan. Dua perempuan yang pernah hadir dalam hidupnya sangat menyukai itu. Entah dengan Keyzia.Nabil mengambil nafas dalam-dalam. Ada sedikit rasa kurang percaya diri. Nabil takut orang tua Keyzia akan menolaknya. Dan Nabil harus siap dengan segala kemungkinan itu. Siap diterima artinya juga harus berani ditolak.Baru saja Nabil keluar dari komplek rumahnya Keyzia sudah menelepon. “Bil, jangan sampai telat ya,”
Dea membeku melihat pemilik wajah yang kini berada di hadapannya. Kakinya mendadak goyah dan merasa tidak kuat lagi menopang tubuhnya. Tak sengaja, matanya tertuju pada tangan Nabil dan Keyzia yang saling menggenggam.Menyadari hal itu, Nabil melepaskan pelan jemarinya dari Keyzia yang menggenggamnya erat. Meskipun sudah menjadi mantan, namun Nabil ingin menjaga perasaan Dea. Karena ia tahu Dea masih sangat mencintainya.Hati Keyzia mencelos begitu Nabil melepaskan tangannya. Tapi ia mencoba mengerti.Radit berdehem memecahkan ketegangan yang tercipta seketika. “Duluan ya,” pamitnya sembari menepuk pundak Nabil.Nabil mengangguk kecil. Ia masih terpaku di tempatnya.“Pulang yuk, Bil!” ajak Keyzia menggamit tangan Nabil dan menyadarkan dari ketermanguan.Nabil beranjak dan mengikuti langkah Keyzia menuju mobil. Seperti biasa, ia membukakan pintu untuk Keyzia dan menutupkannya kembali. Dea menyaksikan semua itu sambil menahan perasaannya. Hatinya teriris menjadi serpihan-serpihan kecil
Seperti janjinya tadi pagi, setelah menjemput Keyzia, Nabil mampir di kantor Putri. Sebenarnya Nabil penasaran tentang sosok Alan, namun Nabil lebih memilih untuk menunggu Keyzia di mobil.Dalam keadaan mesin menyala, Nabil menggunakan waktunya untuk tidur sambil menunggu Keyzia menyelesaikan urusannya dengan Alan. Namun ternyata kepalanya tidak bisa diajak bekerja sama. Pikirannya mengembara kemana-mana. Nabil membayangkan pertemuannya dengan orang tua Keyzia. Pasti nanti ia akan diinterogasi dengan berbagai macam pertanyaan. Dan tentu saja ia harus menyiapkan jawabannya dengan sebaik mungkin. Nabil mulai mengira-ngira pertayaan apa saja yang mungkin akan diajukan orang tua Keyzia padanya.Nabil masih sibuk dengan pikirannya ketika ia mendengar suara ketukan di kaca mobil. Nabil membuka matanya yang terpejam, kemudian menggerakkan kepala kearah kanan. Ternyata Keyzia. Nabil segera membuka pintu mobil begitu memahami isyarat dari Keyzia.“Bil, turun dulu yuk, aku kenalin sama Alan.”
Pagi ini begitu bangun tidur, Keyzia dikejutkan dengan kehadiran orang tuanya yang ternyata sudah pulang dan menunggu di meja makan.“Mama sama papa kapan pulang?” tanya Keyzia seraya menarik kursi yang berhadapan dengan kedua orang tuanya, sedangkan Putri duduk di sebelahnya.“Tengah malam tadi,” jawab mama Keyzia.“Mama sama papa bakalan lama di rumah kan?” tanya Keyzia lagi.“Cuma sehari ini aja, Key, besok papa sama mama berangkat lagi.” Kali ini papa yang menjawab. “Pekerjaan kamu lancar kan?” sambungnya.“So far lancar, Pa. Nggak bisa ya, perginya diundur, lusa misalnya.” Sungguh, Keyzia ingin menikmati kebersamaan dengan kedua orang tuanya. Jarang-jarang mereka bisa bersama karena kesibukan masing-masing.“Nggak bisa, Key, ini juga papa nyuri-nyuri waktu karena udah kangen banget sama kalian. Nanti malam gimana kalau kita dinner di luar?” kata papa memberi saran.“Usul bagus, Pa,” timpal Putri. “Sekalian aja ajak Nabil,” sambungnya lagi.Mendengar celetukan adiknya itu, Keyzia
Setelah berbincang panjang dengan Alan, Keyzia dan Putri pun pamit pulang. Dan begitu berada di mobil, Putri mulai menginterogasi Keyzia. Tadi sewaktu di ruangan Alan, Putri lebih banyak diam dan memilih menjadi pendengar yang baik.“Jadi Pak Fadlan itu temen kamu dulu ya, Key?”“Iya. Dia tetanggaku. Apartemenku dan apartemennya dulu bersebelahan,” jelas Keyzia sambil tetap memandang lurus ke depan karena sedang fokus menyetir.“Ooo …. “ Mulut Putri membulat.“Kamu sama dia aja, Put,” celetuk Keyzia. “Udah ganteng, tajir, baik, cerdas, lulusan S3, masih jomblo pula,” sambungnya lagi.“Kenapa nggak kamu aja yang sama dia?” timpal Putri membalikkan kata-kata Keyzia.“Aku kan udah punya Nabil.”Lagi-lagi Putri mencebik. “ Kemakan omongan sendiri kan sekarang?”Keyzia terdiam. Ia kembali teringat kata-katanya dulu dan anggapannya pada Nabil. Mengenang itu semua Keyzia menjadi malu pada dirinya sendiri juga pada Putri. Keyzia menyesal sudah bersikap sombong bahkan meragukan kredibilitas Na
Kayla langsung melepaskan diri dari rangkulan Dea begitu merasakan perutnya kembali bergejolak. Setengah berlari Kayla menuju wastafel dan muntah disana karena tidak keburu ke kamar mandi. Dea mengikuti Kayla ke belakang. Begitu mengetahui Kayla yang muntah-muntah ia pun ikut peduli. “Kamu kenapa, Kay?” tanyanya dengan raut khawatir.Bukannya menunjukkan wajah cemas, Kayla malah tersenyum. “Aku lagi isi,” katanya kemudian.Dea tertegun selama beberapa saat dan mencoba mencerna kata-kata Kayla. Apa itu artinya Kayla sedang berbadan dua?“Maksudnya, kamu lagi hamil?” tanya Dea untuk lebih meyakinkan.Kayla mengangguk dan menampakkan senyum lebar.Lagi-lagi Dea terdiam. Kenyataan ini seakan menghempaskannya. Ucapan kasar yang keluar dari mulutnya dulu kembali terngiang di telinga Dea. Dea menyesal sudah mengata-ngatai Kayla tidak akan bisa hamil dan tidak tahu rasanya kehilangan anak. Rasa cemburunya pada Kayla membuatnya tidak mampu mengontrol diri.“Selamat ya, Kay, kamu beruntung ba
Sudah beberapa hari Dea tinggal di paviliun Alan. Alan sangat baik padanya. Selain memberikannya tempat tinggal juga memberi dan melengkapi kebutuhannya. Alan juga membantu mengurus kuliah dan dokumen-doumennya yang hilang. Dea tidak tahu bagaimana caranya membalas kebaikan Alan. Kalau saja Alan tidak menolongnya malam itu mungkin ia sudah mati dengan menyedihkan atau terlunta-lunta di jalanan.Ada kanvas besar di sudut ruangan yang menarik perhatian Dea, lengkap dengan alat-alat untuk melukis. Mungkin itu punya Alan, pikir Dea. Selama ini Dea tidak berani menyentuhnya. Tapi hari ini Dea begitu terusik. Tangannya sudah gatal untuk menyapukan kuas di atas kanvas berukuran besar itu. Dea memang suka melukis terutama lukisan-lukisan yang termasuk ke dalam golongan aliran romantisme dan surealisme. Namun, sudah sejak lama Dea meninggalkan hobinya itu. Dea bergerak ke sudut ruangan, dan duduk di atas kursi yang ada disana. Dea menuangkan cat berbagai warna ke palet, mencelupkan kuas kes