Banyak kenangan tercipta di antara kita. Dan semestinya aku harus melupakan semua kenangan tentangmu. Nyatanya, melupakanmu adalah hal tersulit. Dirimu menghabiskan nyaris seluruh memori di kepalaku. Menghapus jejakmu seperti membunuh diriku pelan-pelan. Sakit dan menyakitkan. Sesak dan menyesakkan. Dan ketika aku menemukannya, bolehkah aku menggantikan namamu dengan namanya? Apa boleh aku mencari arti bahagia tanpamu? Aku seperti sedang melihat masa depan. Tapi pada kenyataannya, aku tetap berputar-putar dengan masa lalu.(Nabil)*****Malam ini, Dea kembali menitipkan Kevin di rumah Nabil. Nabil menyukai Kevin, karena dia anak yang baik, tidak rewel dan penurut. Sepertinya Dea sangat pandai mendidik anak lelakinya itu. Nabil memperhatikan Kevin yang sedang menggambar. "Kamu lagi menggambar apa?" Nabil bertanya melihat coretan Kevin yang tidak jelas. Terlihat seperti tiga garis lurus dan diberi garis horizontal pada bagian tengah juga lingkaran besar pada bagian atas. Seper
Sometimes, following your heart means losing your mind.One day you'll miss me, and you'll be sorry for letting me go.But trust me, it will be too late.(Nabil)Baru saja Nabil berada di kamar dan berencana untuk tidur, papa memanggilnya."Ada apa, Pa?" tanya Nabil setelah membuka pintu."Ada Dea di depan," Papa memberitahu.Nabil mengernyit. Baru beberapa menit yang lalu Dea dari rumahnya, tapi kenapa datang lagi? Apa ada yang ketinggalan?Nabil menuju ruang depan untuk menjawab rasa penasarannya."Maaf ganggu, kamu udah mau tidur ya?" tanya Dea berbasa-basi."Belum, ada apa, De?""Saya mau tanya, apa di dekat sini ada tempat atau orang yang menerima jasa pengetikan?""Setau saya tidak ada. Buat apa?""Saya mau bikin tugas kuliah.""Ooo... kalau gitu pakai laptop saya aja," kata Nabil menawarkan."Laptop kamu?" "Iya. Tunggu sebentar ya!"Nabil kembali masuk ke kamar. Tidak lama kemudian, dia muncul membawa komputer lipat berwarna hitam dan memberikannya pada Dea."Kamu pakai aja du
Nabil baru saja pulang kerja ketika jumat sore Dea mengantar Kevin ke rumah sesuai dengan janji sebelumnya."Maaf saya harus ngerepotin kamu lagi," kata Dea merasa tidak enak. "Santai aja, De, saya sama sekali tidak merasa direpotin," timpal Nabil."Oh iya, Bil. Biasanya sebelum tidur Kevin minum susu dulu. Terus, kebiasaannya sebelum tidur, tolong kamu usap-usap punggungnya ya," kata Dea memberitahu.Nabil mengangguk-angguk seraya merekam di benaknya apa saja yang harus dilakukannya nanti."Terus, sebelum berangkat ke sekolah, Kevin biasanya sarapan dulu. Biasanya saya gorengkan nugget tapi nggak pakai nasi ya, Bil. Karena nanti di sekolahnya Kevin juga dikasih sarapan."Dea memberikan sebuah plastik putih berisi sekaleng susu dan sebungkus nugget ayam yang iklannya sering wara wiri di televisi, serta peralatan makan Kevin pada Nabil."Jadi ini tinggal digoreng aja kan?" tanya Nabil untuk lebih meyakinkan."Iya, tunggu dulu minyaknya panas, baru dimasukkan, terus goreng sampai warna
Begitu sampai di mall, Nabil langsung membawa Kevin ke area playground. Anak itu terlihat gembira. Dia mencoba permainan apa saja yang terdapat di tempat itu.Mulai dari perosotan, mandi bola, rumah-rumahan, pasir kinetik, hingga puzzle.Dengan sabar Nabil menemani Kevin bermain dan mengajarkannya menyusun puzzle. Ketika Kevin mulai terlihat bosan, Nabil mengajaknya pergi dari tempat itu, lalu mengajaknya makan di sebuah restoran cepat saji."Kamu mau juga?" tanya Nabil saat melihat Kevin sedang memperhatikan seorang anak sebayanya sedang makan es krim.Kevin tampak ragu, lalu mengangguk malu."Kalau kamu mau sesuatu bilang aja ya, jangan malu," ujar Nabil pada Kevin seolah mengerti perasaan anak itu."Iya, Om," jawab Kevin pelan."Kamu mau es krimnya rasa apa?""Aku mau rasa coklat. Kalau Om Nabil suka rasa apa?" Kevin balas bertanya."Kalau Om Nabil suka rasa vanila. Kamu mau coba rasa vanila nggak? Atau kamu mau keduanya?""Hmm... kalau dua-duanya boleh, Om?" tanya Kevin sambil m
Kayla berbaring dengan gelisah di atas tempat tidur. Dari tadi dia mencoba memejamkan mata, tapi tak sepicing pun matanya mau terkatup.Ini memang kali pertama dia tidur sendiri sejak menikah dengan Radit.Kayla teringat pertengkarannya dengan Andrea tadi pagi. Rasa sakit di hatinya kembali muncul ke permukaan. Kayla tidak mengerti kenapa Andrea sefrontal itu padanya. Perempuan itu seakan menyimpan dendam pada dirinya, dan begitu ada kesempatan, dia langsung meluapkan habis-habisan,Tapi Kayla salut juga pada trik yang digunakan Andrea untuk mendekatinya. Gadis itu bermain cantik, dengan berpura-pura baik. Sikapnya yang bersahaja sempat membuat Kayla tertipu. Untung dia segera sadar dan terlindung dari segala tipu muslihat perempuan itu.Tiba-tiba Kayla teringat sesuatu. Sepertinya ada yang janggal dengan cerita Andrea selama ini.Cerita tentang Danish, pria beristri yang disukai dan dicintai Andrea setengah mati.Kayla menggigit bibirnya sambil berpikir keras.Apakah mungkin kalau D
"Yang, boleh aku bicara sekarang?" Radit bertanya setelah Kayla tidak lagi bersuara.Kayla membuang muka dan melipat tangan di dada.Radit bangkit dari duduknya lalu bersimpuh di lantai tepat di hadapan Kayla. Diraihnya tangan istrinya itu lalu menggenggamnya hangat."Kayla, sayang... tolong kasih aku kesempatan untuk jelasin semua ini," pinta Radit penuh harap.Kayla diam saja. Rasa marah dan kecewa begitu menggerogoti hatinya. Tak menyangka kalau Radit setega itu padanya. Tapi tidak adil jika dia tidak memberi kesempatan pada Radit untuk memberi penjelasan. Dia tahu, banyak kesalahpahaman terjadi terutama pada pasangan muda karena keegoisan sebelah pihak."Bicaralah," ujar Kayla dengan suara serak.Radit menghela nafas berat, lalu melepaskannya perlahan. Dia tidak tahu harus memulai darimana untuk menerangkan cerita panjang ini."Jadi waktu itu Andrea memintaku berpura-pura menjadi pacarnya," Radit mulai bercerita."Pacar?" Kayla menegang mendengarnya. Emosinya memuncak ke ubun-ubun
Dea mengusap-usap kepala Kevin penuh kasih sayang. Setelah lelah bermain, akhirnya anak itu tertidur sendiri. Dea beranjak menuju ruang tengah, lalu mengumpulkan mainan yang berserakan di lantai. Semua mainan ini Nabil yang membelikan.Ingat Nabil, tanpa sadar Dea tersenyum sendiri. Belakangan, sosok lelaki baik itu mulai mengisi ruang di pikirannya. Bagi Dea, Nabil terlihat berbeda dari lelaki kebanyakan yang dikenalnya. Selain parasnya yang rupawan, kesan cuek dan cool melekat erat pada lelaki itu.Sosok Nabil membuatnya penasaran. Bukannya Dea sombong. Selama ini banyak lelaki yang berusaha mendekatinya meskipun banyak juga diantara mereka yang mundur teratur begitu tau statusnya. Tapi tidak dengan Nabil. Laki-laki itu sedikit pun tidak menunjukkan ketertarikan padanya. Dea berjalan ke dapur. Sudah siang, dan sudah saatnya ia memasak untuk makan siang dan malam nanti. Hanya di hari minggu inilah dia mempunyai kesempatan untuk masak, karena hari ini kebetulan dia off dan tidak a
Huek!!!Ini sudah kali ketiga Kayla muntah. Perutnya terus bergejolak tanpa henti."Yang, kita ke dokter aja ya?" ajak Radit karena tidak tega melihat Kayla.Kayla mengatur nafasnya. Kepala yang ikut berdenyut semakin menambah penderitaannya."Kita ke dokter ya, yang?" Radit mengulang pertanyaannya dan meminta persetujuan Kayla.Kayla mengangguk. Sepertinya dia butuh bantuan tenaga medis.*Kayla melempar senyum pada perempuan yang duduk di seberangnya. Mereka sama-sama menunggu giliran di tempat praktik dokter 24 jam."Ibu Mikayla!" Seru seorang perawat yang baru keluar dari ruangan dokter dan berdiri di depan pintu.Kayla langsung berdiri.Perawat itu tersenyum dan mempersilahkan Kayla dan Radit masuk.Radit merangkul hangat pundak Kayla. Begitu hangat. Sampai Kayla merasa langkahnya sangat ringan.Sang dokter, perempuan separuh baya, tersenyum ramah melihat kedatangan mereka."Ibu Mikayla, ada keluhan apa?" tanyanya langsung tanpa berbasa-basi."Saya muntah-muntah, Dok, kepala saya
-Terkadang, kita harus terluka dulu untuk bahagia-***Dea berdiri di depan cermin, lalu menatap refleksi dirinya disana. Pemilik tinggi badan seratus tujuh puluh tujuh senti itu terlihat jauh lebih anggun dengan pakaian tertutup yang membungkus tubuhnya dari ujung kaki sampai puncak kepala. Rambutnya yang panjang yang dulu selalu tergerai bebas sekarang terbungkus rapi dan tersembunyi di balik hijab yang ia kenakan. Tidak ada lagi Dea yang dulu suka menggunakan dress selutut atau pun blouse berbelahan dada rendah. Ia benar-benar sudah berubah dan bertransformasi total. Penampilannya jauh lebih tertutup dan rapi, namun tidak sedikit pun mengurangi kesan anggun yang memang sudah melekat dalam dirinya.“Lan…!!! Sudah siap belum?” Terdengar suara seorang perempuan memanggil namanya diiringi dengan ketukan di pintu.Dea menatap sekali lagi pantulan dirinya di cermin, lalu meninggalkan senyum sebelum berlalu pergi.“Wulan…!!!” panggilan itu terdengar lagi.“Iya, sebentar,” Dea menyahut, ke
-Kadang, kita mencintai seseorang sebegitu rupa sampai tidak menyisakan tempat bagi yang lain. Membuat kita lupa untuk sekadar bertanya, inikah cinta sebenarnya-*Puluhan detik lamanya Nabil berdiri di depan pintu setelah menekan bel. Namun, hingga detik ini masih belum ada tanda-tanda pintu akan terbuka. Mungkin dia sedang berada dan sibuk di belakang, pikir Nabil. Nabil memutuskan untuk menekan bel sekali lagi. Tapi, baru saja tangannya terulur untuk menyentuh bel, daun pintu terbuka, diiringi dengan seraut wajah manis yang mengembangkan senyum padanya.“Maaf, Yah, tadi bunda lagi di belakang,” ujar perempuan berkerudung itu seraya menyalami tangan Nabil dan menciunm punggung tangannya.“Tidak apa-apa, Nda,” jawab Nabil penuh pengertian. “Rasya mana, Nda?” lanjutnya kemudian.“Lagi tidur di kamar, Yah.”Nabil segera masuk ke kamarnya. Disana, tepatnya di atas sebuah tempat tidur, sedang terbaring seorang anak laki-laki dengan mata terpejam. Ya, dia sedang tidur. Hal pertama yang di
“Kayraaa!!! Ayo sarapan dulu!” seru Kayla dari ruang makan.“Iya, Bun…” Kayra menyahut lalu keluar dari kamar menuju ruang makan.“Ya ampun… rambut kamu belum disisir ya,” ujar Kayla melihat rambut Kayra yang masih berantakan, sementara tubuhnya sudah terbalut seragam sekolah. Kayla mengabaikan sejenak urusan meja makan dan melangkah tergesa ke kamar Kayra untuk mengambil sisir.“Bunda…!!! Crayon aku patah…”Baru saja Kayla akan menyisir rambut Kayra, terdengar teriakan Kiran dari ruang tengah.“Iya, sayang, sebentar ya, Bunda sisirin rambut kakak dulu.”Dengan telaten Kayla membagi rambut Kayra menjadi dua bagian sama banyak, lalu mengepangnya dengan rapi.“Bunda… gimana nih, crayon aku patah…” Kiran yang sudah tidak sabar kembali berseru memanggil Kayla.Menyeret langkah panjang, Kayla bergegas ke ruang tengah. Disana, putri keduanya itu tampak sedang merengut. Di hadapannya terbuka lebar sebuah buku mewarnai dengan sekotak crayon beraneka warna.“Mana yang patah, nak?” tanya Kayla
Hari itu sudah semakin dekat. Hari dimana Kayla akan menyerahkan hidupnya pada garis takdir. Kayla sudah ikhlas jika memang seperti itu nasib yang harus diterimanya. Dan, hari ini Kayla kembali mengunjungi pusara Radit. Ia tidak sendiri, tapi bersama Kayra, sang putri tersayang.Dulu ia sangat rajin berkunjung kesini. Mengadukan luka batinnya dan kesendirian yang membuatnya semakin tersiksa. Tapi seiring waktu, frekuensi kunjungannya juga berkurang. Bukan Kayla tidak ingat Radit lagi, tapi Kayla hanya sedang berusaha menyembuhkan lukanya secara pelan-pelan.Lama Kayla termangu di pusara Radit. Kayla merasa keputusannya untuk menikah dengan Nabil adalah sebuah bentuk pengkhianatan pada Radit. Tapi ia tidak punya pilihan lain yang lebih baik.“Maafin aku, Dit, tapi aku melakukan semua ini demi anak kita,” gumamnya di sela isak.“Bunda kenapa minta maaf sama papa? Bunda salah apa?” Kayra yang keheranan melihat Kayla berurai air mata bertanya polos. Berbagai pertanyaan bertumpuk di hatiny
Kayla masih merenungi semua yang sudah dilakukan dan dikatakannya pada Nabil. Rasanya semua seperti di luar kontrol dan berasal dari alam bawah sadarnya. Menikah dengan Nabil untuk ke dua kalinya sama sekali tidak pernah ada dalam opsi hidupnya. Bagaimana mungkin ia menikah dengan orang yang tidak ia cintai? Namun, di dalam hidup terlalu banyak pilihan-pilihan sulit, dan kita harus memilih salah satu di antaranya. Kayla mengalihkan pandangan pada Kayra yang sedang tidur. Wajahnya tenang dan begitu damai. Sungguh, Kayla tidak sanggup melukai dan menyakiti hatinya. Dia masih terlalu kecil. Sudah terlalu banyak hal-hal mengiris batin yang dialaminya dalam usia sedini itu. Kayla berjanji, ia tidak akan lagi menambah luka pada anaknya itu.Mata Kayla berpindah pada kantong plastik putih dengan label rumah sakit yang dikunjunginya tadi. Perlahan, dibukanya kantong itu dan mengamati satu demi satu butiran pil berbentuk bulat yang kini memenuhi ruang matanya.Pandangan Kayla berpindah pada
Seperti permintaan Kayla, Nabil pun menjemput Kayra ke sekolahnya. Ternyata Nabil datang lebih cepat. Dengan sabar ia pun menunggu sampai Kayra pulang. Ia duduk di bangku berwarna-warni yang tersedia disana dan memandang lepas pada kerumunan anak-anak yang menampilkan beragam ekspresi.Dari jauh Nabil memperhatikan Kayra yang sedang bermain bersama teman-temannya. Nabil rasa usulnya pada Kayla agar menyekolahkan Kayra tidak sia-sia. Buktinya, sekarang Kayra jauh berubah, malahan amat sangat jauh. Wajahnya yang biasa tersaput mendung, sekarang diselimuti awan-awan ceria. Tidak pernah lagi Nabil melihat rona kesedihan di mukanya. Memandang muka Kayra, Nabil seperti sedang menatap Radit. Mereka memang mirip. Siapa pun tidak ada yang akan membantah kalau Kayra adalah anak Radit. Ingat Radit, pikiran kembali membawanya pada hari terakhir Radit bersamanya.Saat itu mereka duduk berdua di kursi teras rumah sambil memperhatikan Kayra yang sedang bermain di pekarangan. Dari yang awalnya mere
“Kay, blush on-nya kenapa tebel banget? Udah gitu belepotan sampai ke hidung,” ujar Nadin hari itu saat berkunjung ke rumah Kayla. “Masa sih? Aku enggak pake blush on padahal,” timpal Kayla seraya memegang pipinya dengan kedua tangan.Nadin mendekatkan mukanya, lalu menyipitkan mata mengamati Kayla baik-baik. Ditempelkannya telunjuk ke pipi dan hidung Kayla. Permukaan wajahnya terasa kasar. Kayla benar, dia tidak memakai blush on, tapi ini…“Alergiku kambuh lagi, Nad, tempo hari Kayra pengin makan ikan kalengan, iseng, aku juga ikut makan,” beber Kayla.Nadin menjauhkan telunjuknya dari muka Kayla setelah mendengar penuturannya.“Tapi kayaknya parah banget, Kay,” kata Nadin sedikit meringis. “Dibawa ke dokter aja ya!”“Enggak perlu pake ke dokter kali, Nad, tinggal dikasih salep juga bakal hilang kok.”“Oh gitu ya? Ya udah.” Nadin tidak lagi membahas masalah itu.Sunyi, sepi, dan hening yang tersisa saat Nadin sudah pergi. Kayra juga tidak di rumah karena sejak tadi dibawa Nabil. Be
Sudah tiga hari Kayra menghabiskan paginya di play group dekat rumah. Seperti yang ia janjikan, Nabil memang mengantarkan sang ponakan kecil, dan, Kayla yang bertugas untuk menjemputnya.Kayra terlihat jauh lebih ceria dibanding hari-hari biasa. Dia seperti menemukan dunia baru yang selama ini seolah tersembunyi di belahan bumi bagian lain. Bertemu teman-teman seusianya dan bisa bermain bersama merupakan kebahagiaan tersendiri bagi Kayra.“Kamu lihat sendiri kan, Kayra senang banget,” ujar Nabil yang berdiri di samping Kayla sambil memperhatikan Kayra yang sedang bermain ayunan. Kebetulan hari itu hari sabtu, Nabil tidak kerja, jadi selain mengantar Kayra, ia juga bisa menemani Kayla menjemput Kayra pulang.“Iya,” timpal Kayla dan ikut tersenyum memandangi Kayra. Ya, Kayla memang sudah bisa tersenyum sekarang.“Bunda… !” Kayra yang melihat Kayla dan Nabil langsung berseru riang dan berlari mendekati kemudian menghambur ke pelukan Kayla.“Sudah selesai mainnya, nak?” tanya Kayla sembar
“Bun… Bunda… bangun, Bun!” Kayra mengguncang-guncang Kayla yang masih tertidur lelap. Karena tak henti-hentinya mendapat serangan guncangan, Kayla pun terusik. Dibukanya mata. Berat, seperti ada perekat yang membuat kelopak matanya menempel. Kayla kembali akan menutup netranya, namun suara Kayra mencegahnya untuk melakukan hal itu.“Bun, bangun, sudah siang, aku lapar… “ rengek Kayra sembari memegang perutnya.Pelan-pelan, Kayla kembali membuka mata. Dilihatnya Kayra yang juga tengah menatapnya. Ah, ternyata aku masih hidup, pikir Kayla. Kenapa aku harus melihat dunia lagi?Ia kembali mengumpulkan kekuatan dan semangat untuk menjalani hari-harinya yang berat.“Bun, aku lapar, mau makan,” rengek Kayra lagi. Semalam ia hanya makan dua suap, dan sekarang perutnya sudah meronta-ronta minta diisi. Cacing-cacingnya sudah pada demo.“Iya, sebentar ya, nak.”Kayla ingat, sup daging sisa semalam masih banyak dan sudah ia masukkan ke kulkas. Ia hanya tinggal sedikit memanaskan.Kayla berniat