Beberapa hari belakangan Nabil terlihat tidak seperti biasanya. Dia lebih banyak diam dan menghindari Kayla.Kayla bertanya-tanya dalam hati apa gerangan kesalahan yang telah dilakukannya. Tapi sampai buntu pikirannya, ia tetap tidak menemukan jawaban."Bil, boleh aku tanya sesuatu?" Kayla mendekati Nabil yang sedang duduk di sofa ruang tengah lalu duduk di sampingnya."Ada apa, Kay?" Suara Nabil terdengar sangat lirih.Kayla memandang suaminya lekat-lekat. Wajah tampan itu terlihat sedikit pucat."Bil, kamu sakit?" Kayla menyentuh pipi Nabil.Nabil menggeleng pelan. Kepalanya agak berdenyut tapi dia tidak ingin membuat istrinya khawatir."Bil, kenapa sih akhir-akhir ini kamu menghindariku?" "Itu cuma perasaanmu, Kay. Aku tidak menghindari siapa pun," jawab Nabil berkelit."Tapi kamu nggak seperti biasanya," protes Kayla. Entah mengapa dia merindukan Nabil yang selalu menghujaninya dengan perhatian. Nabil yang romantis dan selalu memanjakannya."Emang biasanya aku seperti apa?" Nabil
Kayla memandang tumpukan binder dan kertas-kertas yang teronggok di atas meja kerja dengan lemas. Pekerjaannya seakan tiada habis. Bahkan onggokan itu terasa bertambah tinggi.Diliriknya meja Raisa yang berada di seberang. Tidak jauh berbeda dengan pemandangan di atas meja kerjanya. Bahkan wajah Raisa hampir tenggelam oleh gunungan barang-barang diatas mejanya."Kayaknya hari ini kita bakalan lembur lagi," ujar Chicco, rekan kerjanya yang berpembawaan kemayu.Beberapa hari belakangan mereka disibukkan dengan laporan akhir bulan yang harus segera diselesaikan. Delapan jam kerja efektif hampir setiap hari ternyata tidak cukup untuk menuntaskan semuanya. Ditambah lagi dengan keterbatasan sumber daya manusia. Mau tidak mau mereka harus mengorbankan waktu untuk lembur di kantor."Kay, suamimu nggak marah kalau sering lembur?" tanya Raisa tanpa menoleh.Kayla yang sedang memeriksa beberapa berkas menghentikan sejenak aktivitasnya. Diantara mereka bertiga, hanya Kayla yang sudah menikah. Oto
Laki-laki itu langsung duduk di tempat yang ditunjuk Ryo. Setelah memberi kata sambutan, dia memperkenalkan diri sebagai branch manager yang baru di kantor Kayla.Kayla masih berusaha menguasai perasaannya yang belum stabil. Dia gelisah sepanjang acara. Waktu terasa sangat lama berlalu. Hingga di menit ke lima puluh lima acara selesai. Sebagian karyawan meninggalkan ruangan untuk kembali bekerja dan melaksanakan tugas masing-masing."Untuk divisi keuangan, HRD dan procurement, diharapkan tetap tinggal karena akan ada meeting internal dengan Bapak Radit." Ryo memberi pengumuman sebelum semuanya bubar.Tidak dapat dihindarkan lagi, akhirnya pandangan mereka beradu, Kayla merasa darahnya berdesir hebat. Sementara Radit, ada keterkejutan yang teramat sangat tersirat di wajahnya. Namun dia cepat-cepat menguasai keadaan dan bersikap sewajarnya.Kayla benar-benar mati kutu dan merasa bagaikan seorang pesakitan. Dia yang biasanya selalu aktif sumbang pendapat, kali ini hanya terdiam seribu
Kayla merasa tubuhnya membeku saat mereka tinggal berdua. Laki-laki yang dulu pernah dicintainya sampai mati, kini berada tepat di depannya. Radit masih seperti dulu, pesonanya belum pudar malahan semakin berkibar. Laki-laki itu tetap berhasil memukaunya, membuat hatinya meleleh.Tak ada yang berubah dari seorang Radit. Ia masih terlihat gagah dan manly. Bahkan kumis tipis yang tumbuh kasar diatas bibirnya membuatnya kian menawan.Dia masih Radit yang sama seperti dulu. Entah dengan hatinya."Apa kabar, Kayla? Aku nggak menyangka kita bakalan ketemu di sini." Radit membuka suara."Ehm.. ba.. ba.. baik," jawab Kayla gugup.Radit menatapnya lekat-lekat dan tak berkedip. Kayla menunduk, menghindar dari tatapan itu."Kamu nggak berubah, masih sama seperti dulu. Kamu tetap Kaylaku yang cantik."Kayla mendongak. Apa maksud Radit berkata seperti itu?"Aku bukan Kaylamu, aku bukan milikmu lagi," Kayla menyangkal. Hatinya perih mengingat perpisahan mereka yang menyisakan luka."Jangan begit
Desember 2016.Vancouver, Canada. Radit menyembunyikan tubuhnya dalam selimut tebal yang hangat. Hawa dingin yang menusuk sampai ke tulang membuatnya malas melakukan aktivitas apa pun. Suhu udara yang nyaris mencapai minus 45 derajat celcius membuatnya hampir membeku.Bahkan, kementrian lingkungan Kanada telah merilis peringatan cuaca ekstrem untuk enam dari sepuluh provinsi di negara itu. Satu diantaranya temasuk British Columbia, provinsi tempat dirinya berada sekarang.Suara ponsel yang terus berbunyi membuatnya harus menggerakkan badan. Masih dalam posisi berbaring dia meraih benda itu yang terletak di atas meja mungil disamping tempat tidur.Dengan mata yang masih setengah terpejam, dilihatnya nama yang muncul di layar ponsel.'Kimberly'Gadis itu lagi! Tetangga sebelah apartemennya. Entah mengapa Radit tidak suka pada gadis bermata abu-abu kehijauan itu. Sikapnya yang terlalu agresif membuat Radit gerah. Terlebih Radit menilainya masih kekanakan meskipun saat ini ia tercatat s
Hari ini hari pertama Kayla menjadi sekretaris Radit. Ryo selaku supervisor HRD telah menerangkan dengan sangat jelas tugas-tugasnya yang baru."Oke, Mikayla, ada yang mau ditanyakan?" ujar Ryo sebelum menutup pembicaraan."Yo, aku nggak mau satu ruangan dengan dia," protes Kayla."Pak Radit yang mau begitu, Kay. Biar semua jadi gampang. Kapan dia butuh, nggak susah panggil kamu lagi," Ryo beralasan."Tapi tidak mesti satu ruangan kan?" Kayla masih keberatan. Dia memberengut."Apa masalahnya sih, Kay? Ruang kerja Pak Radit kan besar. Lagian sekretaris kan memang harus begitu," Ryo tetap bersikukuh."Bukan begitu, Yo, tapi aku merasa kurang nyaman," jelas Kayla."Sudahlah, Kayla, nanti kamu juga akan terbiasa," tukas Ryo membungkam mulut Kayla."Ya sudah." Akhirnya Kayla mengalah.Dia melangkah keluar dari ruangan Ryo."Suamimu apa kabar?"Pertanyaan Ryo menghentikan langkahnya. Kayla berbalik lalu menatap Ryo dalam-dalam."Kenapa kamu menanyakannya? Bahkan kalian tidak saling kenal."
Pagi ini Kayla melalui pagi sendiri dalam sepi. Secangkir kopi yang dibuatnya tidak disentuhnya dari tadi. Jauh sebelum fajar dia sudah membuka mata atau lebih tepatnya dia tidak bisa tidur sama sekali.Nabil tidak pulang dari semalam. Entah di mana suaminya itu bermalam. Kayla menyesal atas apa yang telah terjadi. Dia sadar telah membuat Nabil tersinggung dan pergi dari rumah.Dia ingin minta maaf, tapi pasti Nabil akan menyambutnya dingin. Terlalu banyak hal-hal yang berubah dari hubungan mereka. Mereka sudah menjadi masing-masing pribadi yang berbeda.Kayla tidak menemukan Radit di ruangan kerja mereka begitu sampai di kantor. Dia mendapati sebuah gelas styrofoam berlabel kedai kopi merek terkenal di atas meja kerjanya. Aroma yang sudah mendarah daging di jiwanya tercium begitu Kayla mendekatkan hidung. Secangkir cappuccino. Masih hangat dan menggiurkan."Mbak, siapa yang meletakkan ini di meja saya?" tanya Kayla pada janitor kantor mereka yang melintas."Pak Radit, Bu. Katanya itu
Kayla menggeliat. Seluruh tubuhnya terasa pegal dan berat. Rasa ngilu menyerang di bagian bawah tubuhnya. Dia meringis lalu mencoba memiringkan badan, tapi terhalang sesuatu yang mengganjal disampingnya. Kayla mengerjap, membuka matanya yang tidak ingin terbuka. Ternyata Nabil yang tidur disampingnya. Kayla kembali menutup mata. Ia ingin melanjutkan tidurnya yang belum puas.Sesaat kemudian Kayla kembali membuka matanya. Ia merasa ada yang aneh. Ia mengamati setiap sudut ruangan. Lalu tersentak kaget. Ini bukan kamarnya!Kayla mencoba mengingat-ingat tempat di mana dia berada sekarang."Astaga!!!" Kayla menjerit histeris melihat laki-laki yang disangkanya Nabil membalikkan badan. Laki-laki berkulit putih itu Radit. Betapa bodohnya Kayla. Seharusnya dia bisa membedakan warna kulit mereka yang sangat kontras."Kayla!" Radit ikut histeris setelah menyadari apa yang telah terjadi."Apa yang telah kamu lakukan padaku, Dit?!" Kayla berteriak dengan suara keras."Tenang dulu, Kay! Kita bic
Di hari minggu yang cerah, Radit dan Kayla menghabiskan waktu di rumah dan tidak kemana-mana karena cuaca diluar sangat panas. Mereka sedang menonton tv sambil ngemil ketika bel pintu berbunyi."Kamu aja yang buka, yang," suruh Radit pada Kayla yang berbaring manja di pangkuannya."Kamu aja, deh," Kayla menolak karena sedang malas bergerak.Kayla menggeser posisinya dari pangkuan Radit, agar suaminya itu bisa segera beranjak.Radit mengalah dan segera berdiri. Suara bel yang ditekan berulang kali dengan tidak sabar membuat Radit mempergegas langkahnya."Siang, Pak!"Seraut wajah manis berdiri di hadapan Radit begitu pintu terbuka dan langsung menyapanya."Andrea," gumam Radit menyebut nama sosok perempuan yang menyapanya itu. "Kamu tau dari mana rumah saya?" tanyanya setelah bisa mengusir rasa terkejut yang datang menguasainya."Apa sih yang saya tidak tau tentang Bapak," jawab Andrea berteka-teki.Radit langsung waspada. "Kamu ada perlu apa kesini?" tanyanya tegas."Saya mau main sa
Sudah tiga kali dalam seminggu ini Nabil mengalami mimpi basah. Dia merasa ada perubahan yang signifikan pada dirinya, terutama pada kehidupan seksualnya. Frekuensi ereksi pun meningkat. Nabil merasa gairah kelaki-lakiannya kini meluap-luap. Dan, semua itu butuh penyaluran.Nabil menyesal. Kenapa tidak dari dulu dia mencoba berobat kesana. Mungkin semuanya tidak seperti sekarang. Mungkin ini, mungkin itu. Mungkin begini, mungkin begitu. Terlalu banyak kemungkinan yang bisa terjadi.Dulu Nabil tidak mempercayai apa pun jenis pengobatan selain secara medis. Tapi kini, dengan semua yang sudah dialaminya, Nabil percaya, ada hal-hal yang tidak masuk akal bisa membantu kehidupan manusia."Kamu kenapa ganti sprei terus?" tegur papa saat untuk ke sekian kalinya Nabil memasukkan alas kasur itu ke mesin cuci."Udah kotor, Pa," Nabil memberi alasan."Tapi baru dua hari, gimana mungkin bisa kotor?" tanya papa dengan raut wajah tak mengerti."Iya, Pa, nggak tau kenapa, rasanya udah nggak nyaman."
Suara alarm yang berisik membangunkan Nabil dari tidurnya. Tapi ia memejamkan kembali matanya. Rasanya Nabil tidak ingin bangun. Lebih baik ia terpejam selamanya dari pada harus menghadapi hari-hari berat ini.Nabil bertanya pada dirinya. Apakah ia patah hati lagi? Sepertinya bukan. Karena dia sama sekali tidak mencintai Diandra. Lalu kenapa semua ini terasa sulit? Kenapa semangat hidupnya menguap begitu saja oleh kejadian kemarin?"Bil... Nabil... kamu masih tidur?" Terdengar suara papa di depan pintu diiringi dengan ketukan.Nabil menggeliat malas, meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku."Iya, Pa, bentar lagi," jawabnya kemudian.Nabil membuang rasa malas yang menghinggapinya jauh-jauh, lalu bangkit dari tempat tidur. Sebelum keluar dari kamar, dia menyempatkan diri berkaca di cermin.Nabil menyapukan pandangan pada tiap inci bagian wajahnya. Kumisnya yang tipis kini sudah memanjang. Begitu juga dengan area dagu yang ditumbuhi jenggot. Sepertinya ia harus mencukurnya sekarang. N
Seperti biasanya setiap jalan bareng Diandra, pasti selalu ada orang ketiga di antara mereka.Begitu juga hari ini. Saat mereka menghadiri pesta pernikahan salah satu teman Diandra, Andri juga ikut bersama mereka. Bagi Nabil hal itu bukanlah sebuah masalah. Yang menjadi masalah adalah saat Diandra terus-terusan membicarakan Andrea dan hubungannya bersama Radit.Diandra tampak begitu peduli dan sangat menyayangi saudara kembarnya itu. Dia tidak ingin ada orang yang menyakiti Andrea.Gimana Nabil bisa move on kalau begini? "Mungkin lebih baik kalo kamu kasih tau Andrea langsung kalo laki-laki yang namanya Radit itu sudah menikah," kata Nabil memberi saran."Saya tidak bisa, Bil. Saya tidak sanggup membayangkan betapa hancurnya hati Andrea jika mengetahui itu semua," kata Diandra menolak saran Nabil."Sesuatu yang busuk, seperti apa pun kita menyembunyikannya, suatu saat akan tercium juga," kata Nabil memberi nasehat."Tapi aku tetap tidak tega," Diandra bersikukuh dengan pendapatnya."
"Kamu darimana aja, yang? Kenapa lama? Tadi katanya cuma bentar," Radit menyambut dengan pertanyaan begitu Kayla baru saja muncul dan berdiri di pintu."Tadi aku ke kamar Diandra dulu, ngembaliin uang yang aku pinjam semalam," jawab Kayla memberi penjelasan. "Oh iya, beb, ada yang mau ketemu sama kamu.""Siapa?"Kayla menoleh ke belakang, lalu memberi isyarat pada Andrea yang masih berdiri diluar untuk masuk."Apa kabar, Pak?" sapa Andrea lalu menebarkan senyum sumringah begitu ia masuk dan bertemu Radit.Radit mendadak speechless. Rasanya tidak bisa mempercayai penglihatannya sendiri. Ia mengucek mata, dan objek yang dilihatnya masih sama. Perempuan berwujud manusia, berprilaku laksana ibli5.Radit mengalihkan pandangan pada Kayla."Yang, sini!"Kayla beranjak mendekati Radit, dan duduk di dekatnya.Radit menggenggam tangan Kayla erat-erat dan tidak melepaskannya. Kayla bertanya di dalam hati, kenapa Radit bersikap begini?"Bapak kok sakit juga? Mau kompakan ya sama saya?" canda And
Kayla tidak mengerti, apa maksud Diandra berkata seperti itu padanya. Di telinganya terdengar seperti sebuah nasehat dan juga seperti sebuah pesan yang mengandung peringatan."Iya. Itu sudah pasti. Terima kasih ya," jawab Kayla membalas kata-kata Diandra.Kayla pun segera masuk. "Dari mana aja, yang?" tanya Radit yang ternyata sudah bangun."Aku tadi beli cemilan di mini market depan," jawab Kayla sambil menunjukkan kantong belanjaannya. "Yang, kalo mau makan itu udah ada nasi. Tadi diantar perawat waktu kamu pergi."Kayla mendekati meja kecil yang ditunjuk Radit. Disana sudah tersaji nasi putih lengkap dengan lauknya beserta dua buah pisang. "Kita makan sekarang ya," ujar Kayla pada Radit."Suapin ya, yang... "Kayla mendelik, "Kamu tu ya, paling pandai ambil kesempatan," ucapnya pura-pura kesal.Radit tertawa kecil dan merasa gemas melihat ekspresi istrinya itu."Kalo kamu kayak gitu aku jadi pengen," katanya kemudian."Pengen apa?" tanya Kayla pura-pura tidak tahu."Pengen gigit
"Ap... apa?" Kayla tergagap, tidak percaya pada pendengarannya sendiri. Beribu pikiran buruk menyerbunya. "Gimana bisa?" Suara Kayla sudah bercampur air mata."Tadi selesai meeting, Pak Radit mau pulang. Tapi pas udah di parkiran, dia bilang perut dan ulu hatinya sakit. Sekarang ada di rumah sakit PMC," jelas Haris."Tapi kenapa dibawa ke PMC? Bukannya ke Eka Hospital?" protes Kayla. Karena ia tahu, rumah sakit yang bekerja sama dengan perusahaan Radit adalah Eka Hospital, bukan PMC."Iya, Kay, tadi rencananya mau bawa ke Eka Hospital, tapi karena udah panik, jadinya bawa ke rumah sakit terdekat."Ah, betapa bodohnya. Bahkan dalam keadaan seperti ini Kayla masih berpikir dibawa ke rumah sakit mana. Padahal yang penting adalah Radit bisa mendapatkan pertolongan secepat mungkin. Kayla mengutuk kebodohannya sendiri."Tunggu sebentar, aku ganti baju dulu," ujar Kayla pada Haris, lalu berlalu ke dalam rumah.***Radit memaksakan sebuah senyuman begitu melihat Kayla datang.Kayla langsung m
Sekali lagi Ryo memandang wajah Kayla. Rasanya dia tidak tega mengecewakannya. Sebenci apa pun dirinya pada Radit, tapi tidak adil jika ia juga melampiaskannya pada Kayla."Kay... ""Iya, Yo.""Hmm... apa kamu sangat mencintai Radit?""Tentu saja. Aku amat sangat mencintainya.""Sebesar apa?"Kayla mengerutkan dahi. Merasa aneh dengan pertanyaan Ryo. "Mungkin sebesar dunia dan seluruh isinya.""Wow!" Ryo bertepuk tangan. "Aku salut sama kamu, Kay."Kayla tersenyum tipis. Sesungguhnya dia sudah tidak tahan lagi. Keresahan semakin menguasainya. Ia ingin pulang secepatnya."Yo, jadi gimana? Boleh aku pulang?" ulang Kayla untuk ke sekian kali."Boleh," putus Ryo akhirnya. "Daripada nanti dia mati," sambungnya."Ih, jangan gitu dong!"Ryo tertawa melihat wajah Kayla yang berubah cemberut."Sorry, aku becanda," ujarnya kemudian.Kayla tau kalau Ryo hanya becanda. Tapi tetap saja dia trauma mendengar kata mati."Makasih ya, kamu baik banget.""Buat kamu apa sih yang nggak?"***Dalam dua pu
"Iya, aku mau. Gimana kalo kita kesana sekarang?" ajak Kayla bersemangat."Nggak bisa gitu, yang. Kita harus bikin appoinment dulu. Lagian ini udah malam."Radit menjadi heran sendiri. Ngaruh banget ya kata-kata Nadin tadi? Atau Kayla tersentuh karena melihat baby Dzaky dan naluri keibuannya langsung keluar?Entahlah.Begitu sampai di rumah, yang pertama kali dicari Radit adalah kasur. Entah kenapa belakangan ini ia merasa mudah lelah. Mungkin karena kesibukannya yang luar biasa."Makan dulu, beb, nanti ketiduran," kata Kayla memperingatkan saat melihat Radit memejamkan matanya."Nanti aja, yang. Aku capek. Lagian, aku lagi nggak nafsu makan."Kayla mendekati Radit, lalu mengusap-usap kepalanya penuh cinta."Kenapa nggak nafsu? Masakan aku nggak enak ya?"Radit kembali membuka mata begitu merasakan sentuhan lembut di kepalanya. "Enak kok, yang. Cuma sekarang aku lagi malas makan.""Kamu kurusan sekarang. Kamu harus jaga kesehatan. Jangan terlalu sibuk dan banyak pikiran.""Iya, sayan