Kayla menggeliat. Seluruh tubuhnya terasa pegal dan berat. Rasa ngilu menyerang di bagian bawah tubuhnya. Dia meringis lalu mencoba memiringkan badan, tapi terhalang sesuatu yang mengganjal disampingnya. Kayla mengerjap, membuka matanya yang tidak ingin terbuka. Ternyata Nabil yang tidur disampingnya. Kayla kembali menutup mata. Ia ingin melanjutkan tidurnya yang belum puas.Sesaat kemudian Kayla kembali membuka matanya. Ia merasa ada yang aneh. Ia mengamati setiap sudut ruangan. Lalu tersentak kaget. Ini bukan kamarnya!Kayla mencoba mengingat-ingat tempat di mana dia berada sekarang."Astaga!!!" Kayla menjerit histeris melihat laki-laki yang disangkanya Nabil membalikkan badan. Laki-laki berkulit putih itu Radit. Betapa bodohnya Kayla. Seharusnya dia bisa membedakan warna kulit mereka yang sangat kontras."Kayla!" Radit ikut histeris setelah menyadari apa yang telah terjadi."Apa yang telah kamu lakukan padaku, Dit?!" Kayla berteriak dengan suara keras."Tenang dulu, Kay! Kita bic
Tiga hari berlalu, kondisi Papa sudah berangsur membaik, meski belum diperbolehkan pulang dari rumah sakit."Gimana keadaan mertuamu?" tanya Radit pagi itu saat Kayla kembali masuk ke kantor setelah beberapa hari ini izin."Sudah agak baikan," jawab Kayla singkat sembari menghenyakkan tubuh di kursi kerjanya. "Kay, kamu kelihatan pucat," ujar Radit mendekat ke arah Kayla.Kayla memegang kedua pipinya seolah dengan begitu dia bisa merasakan kebenaran perkataan Radit. Selama Papa di rumah sakit dia dan Nabil bergantian menjaganya, dan itu membuat energinya sedikit terkuras."Aku kangen," Radit menyentuh tangan Kayla lalu menggenggamnya hangat. Kayla tidak mampu menolak. Pesona Radit membuatnya tergila-gila dan kini semakin memperdayanya."Aku juga," Kayla menggumam. Dia memejamkan mata, mencoba menepis gejolak di dalam dada. Berkali-kali ia mengingatkan diri kalau ia telah menjadi milik Nabil dan mencoba menghadirkan bayangan suaminya, tapi hanya wajah Radit yang melintas, semakin lam
Pagi-pagi sekali Kayla sudah bangun. Meski badannya terasa pegal dan mata masih mengantuk, tapi dia memaksakan diri untuk bangkit. Mertuanya ada di rumah. Itu berarti dia harus menyiapkan berbagai keperluan yang dibutuhkannya. Paling tidak dia harus menyiapkan sarapan pagi. Tentang makan siang, biarlah Nabil yang mengurusnya nanti. Nabil cuti selama beberapa hari."Ayo tambah lagi nasinya, Pa," ujar Kayla dan mengambil sesendok nasi dan bermaksud meletakkan di piring mertuanya."Nggak usah, Kay, Papa sudah kenyang," tolak mertuanya.Kayla pun mengurungkan niatnya. Dan buru-buru menyelesaikan sarapan. Dia harus segera berangkat dan sampai di kantor sebelum macet menjebaknya."Kayla, kata Nabil temanmu yang donorin darah buat Papa.""Iya, Pa, benar," jawab Kayla sambil melirik Nabil, tapi suaminya pura-pura tidak mendengar dan tetap melanjutkan makan."Bisa kamu bawa dia kesini? Papa mau mengucapkan terima kasih."Sekali lagi, Kayla memandang Nabil, meminta persetujuan, tapi laki-laki
Hujan turun semakin deras ketika mereka menembus malam. Petir dan kilat saling bersahutan, berlomba menunjukkan siapa yang paling kuat. "Dit, sebaiknya aku pulang aja," ujar Kayla saat mereka memasuki jalan Sumatera, kawasan tempat tinggal Radit. Gadis itu mulai diselimuti keraguan. Sepertinya dia mulai berubah pikiran. "Dari sini ke rumahmu itu nggak dekat, Kay, lagian ini udah larut malam. Aku takut ada begal atau perampok."Kayla terdiam, disingkirkannya berbagai pikiran buruk yang mendadak muncul. "Jangan cemas. Aku nggak akan apa-apain kamu. Kecuali kamu yang minta," kata Radit meyakinkan dan mencoba bercanda. Kayla tak menanggapi. Ia masih sibuk menenangkan pikirannya yang kalut. "Sudah sampai, ayo turun!"Aroma kopi dengan wanginya yang khas langsung menyeruak begitu Radit membuka pintu rumah. Aroma itu berasal dari pengharum ruangan yang tiap sepuluh menit menyemprotkan cairan. "Ayo!" Radit menggamit tangan Kayla yang masih berdiri mematung. Kayla mengikuti Radit
Nadin tak bisa menyembunyikan keterkejutannya saat siang itu Kayla dan Radit datang menemuinya ke rumah. Bola matanya bergantian menatap pasangan itu dengan penuh tanda tanya."Jadi kalian sudah bertemu?" tanyanya merasa masih belum percaya.Radit menatap lurus pada Nadin yang duduk di seberangnya. "Sudah aku bilang, aku pasti akan menemukan Kayla sekuat apa pun kamu menyembunyikannya." "Aku nggak menyembunyikannya, aku hanya nggak ingin kalian bertemu," tangkis Nadin tidak suka."Kalian ngomongin apa sih?" timpal Kayla. Dia sama sekali tidak mengerti yang tengah terjadi."Tanya aja tuh sama sahabat kesayanganmu," sahut Radit sinis.Kayla mengalihkan pandangan pada Nadin dengan ekspresi meminta jawaban.Nadin tidak bersuara. Dia tidak tahu harus mulai dari mana. Selama ini dia menyimpan rapat-rapat sebuah rahasia dari Kayla. Dan sekarang, dia harus membongkarnya."Kita bicara di dalam aja," ujar Nadin dan menarik tangan Kayla menuju kamarnya."Sebenarnya ada apa sih, Nad?" Kayla mul
Setelah Nadin pergi, Nabil merasa perlu berbicara dengan Kayla. Banyak hal yang ingin disampaikannya. Selama beberapa hari Papa di rumah, ia merasa kurang leluasa. Tadi pagi Papa mendesak Nabil untuk mengantar pulang ke rumahnya. Nabil tidak bisa menolak dan tidak perlu waswas lagi karena kondisi kesehatan Papa yang sudah membaik.Sekarang hanya tinggal mereka berdua. Dia dan Kayla. Tapi istrinya itu terlihat sangat asyik dengan gawainya. Nabil tidak ingin mengganggu dan membiarkan saja. Dia lebih memilih untuk tidur. Mata dan kepalanya sangat berat akibat berjaga semalaman.Kayla semakin tenggelam dengan gawainya. Dia asyik chatting dengan Radit, lelaki yang membuatnya lupa diri."Aku udah di rumah sekarang, Dit.""Nadin?""Dia juga sudah pulang. Aku kira akan terjadi perang besar, tapi syukurlah semua aman dan terkendali.""Kamu jangan marah sama Nadin lagi ya, Yang... Dia sudah banyak membantu kita.""Oke, Dit. I'll try...""Kayla, bisakah kamu panggil aku dengan panggilan yang le
Ada karyawan baru di kantor. Namanya Tiara. Wajahnya manis, tinggi, dan berisi pada bagian-bagian tertentu. Body goals kalau netizen bilang. Dia menggantikan posisi Kayla dulu di divisi keuangan.Yang membuat Kayla sebal, dia mulai suka menggoda Radit. Kayla jadi uring-uringan sendiri dibuatnya.Seperti hari ini saat Radit minta laporan keuangan, dia sengaja berlama-lama dan menanyakan hal-hal yang tidak penting."Pak Radit, sebentar lagi ada meeting dengan owner Ben Supermarket," sela Kayla mengingatkan Radit yang masih berbicara dengan Tiara."Iya, Kayla, saya masih ada urusan dengan Tiara," jawab Radit melirik Kayla sekilas."Tapi Pak, ini sudah hampir jam dua belas, nanti Bapak kena macet. Sekarang hari senin lho, Pak.""Iya, saya tahu," sahut Radit tanpa melihat Kayla."Setelah itu Bapak harus cek email, ada komplain dari Segitiga Swalayan, katanya barang-barang yang kita suplai hampir kadaluwarsa dan tidak layak jual."Radit masih terus berbicara dengan Tiara tanpa memedulikan
Sepanjang perjalanan pulang, Nabil hanya diam. Sedikit pun dia tidak menyinggung kejadian di mall tadi.Kayla menjadi serba salah. Entah apa yang harus dilakukannya.Sampai di rumah, Nabil tetap tak bersuara, membuat Kayla menjadi salah tingkah."Kayla, apa yang aku dengar di mall tadi benar?" Akhirnya keluar juga pertanyaan itu dari mulut Nabil."Bil, se... semua nggak seperti yang kamu pikirkan," jawab Kayla gugup. Kedua tangannya saling meremas satu sama lain."Aku hanya butuh pengakuan jujur kamu, jangan berbelit-belit," tegas Nabil.Kayla melirik takut-takut pada Nabil yang memandangnya tanpa kedip. Kayla tahu, Nabil pasti sedang menahan emosi tingkat tinggi."Cewek tadi karyawan baru di kantor, namanya Tiara. Mulutnya ember dan ceplas-ceplos. Sotoynya kebangetan plus biang gosip.""Kayla, tolong jangan mutar-mutar, aku mau kamu jujur, itu aja!" Sepertinya Nabil mulai terpancing emosi. Rahangnya mengeras."Nggak, Bil, semua yang kamu dengar nggak benar. Nggak mungkin aku ngelakui
Di hari minggu yang cerah, Radit dan Kayla menghabiskan waktu di rumah dan tidak kemana-mana karena cuaca diluar sangat panas. Mereka sedang menonton tv sambil ngemil ketika bel pintu berbunyi."Kamu aja yang buka, yang," suruh Radit pada Kayla yang berbaring manja di pangkuannya."Kamu aja, deh," Kayla menolak karena sedang malas bergerak.Kayla menggeser posisinya dari pangkuan Radit, agar suaminya itu bisa segera beranjak.Radit mengalah dan segera berdiri. Suara bel yang ditekan berulang kali dengan tidak sabar membuat Radit mempergegas langkahnya."Siang, Pak!"Seraut wajah manis berdiri di hadapan Radit begitu pintu terbuka dan langsung menyapanya."Andrea," gumam Radit menyebut nama sosok perempuan yang menyapanya itu. "Kamu tau dari mana rumah saya?" tanyanya setelah bisa mengusir rasa terkejut yang datang menguasainya."Apa sih yang saya tidak tau tentang Bapak," jawab Andrea berteka-teki.Radit langsung waspada. "Kamu ada perlu apa kesini?" tanyanya tegas."Saya mau main sa
Sudah tiga kali dalam seminggu ini Nabil mengalami mimpi basah. Dia merasa ada perubahan yang signifikan pada dirinya, terutama pada kehidupan seksualnya. Frekuensi ereksi pun meningkat. Nabil merasa gairah kelaki-lakiannya kini meluap-luap. Dan, semua itu butuh penyaluran.Nabil menyesal. Kenapa tidak dari dulu dia mencoba berobat kesana. Mungkin semuanya tidak seperti sekarang. Mungkin ini, mungkin itu. Mungkin begini, mungkin begitu. Terlalu banyak kemungkinan yang bisa terjadi.Dulu Nabil tidak mempercayai apa pun jenis pengobatan selain secara medis. Tapi kini, dengan semua yang sudah dialaminya, Nabil percaya, ada hal-hal yang tidak masuk akal bisa membantu kehidupan manusia."Kamu kenapa ganti sprei terus?" tegur papa saat untuk ke sekian kalinya Nabil memasukkan alas kasur itu ke mesin cuci."Udah kotor, Pa," Nabil memberi alasan."Tapi baru dua hari, gimana mungkin bisa kotor?" tanya papa dengan raut wajah tak mengerti."Iya, Pa, nggak tau kenapa, rasanya udah nggak nyaman."
Suara alarm yang berisik membangunkan Nabil dari tidurnya. Tapi ia memejamkan kembali matanya. Rasanya Nabil tidak ingin bangun. Lebih baik ia terpejam selamanya dari pada harus menghadapi hari-hari berat ini.Nabil bertanya pada dirinya. Apakah ia patah hati lagi? Sepertinya bukan. Karena dia sama sekali tidak mencintai Diandra. Lalu kenapa semua ini terasa sulit? Kenapa semangat hidupnya menguap begitu saja oleh kejadian kemarin?"Bil... Nabil... kamu masih tidur?" Terdengar suara papa di depan pintu diiringi dengan ketukan.Nabil menggeliat malas, meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku."Iya, Pa, bentar lagi," jawabnya kemudian.Nabil membuang rasa malas yang menghinggapinya jauh-jauh, lalu bangkit dari tempat tidur. Sebelum keluar dari kamar, dia menyempatkan diri berkaca di cermin.Nabil menyapukan pandangan pada tiap inci bagian wajahnya. Kumisnya yang tipis kini sudah memanjang. Begitu juga dengan area dagu yang ditumbuhi jenggot. Sepertinya ia harus mencukurnya sekarang. N
Seperti biasanya setiap jalan bareng Diandra, pasti selalu ada orang ketiga di antara mereka.Begitu juga hari ini. Saat mereka menghadiri pesta pernikahan salah satu teman Diandra, Andri juga ikut bersama mereka. Bagi Nabil hal itu bukanlah sebuah masalah. Yang menjadi masalah adalah saat Diandra terus-terusan membicarakan Andrea dan hubungannya bersama Radit.Diandra tampak begitu peduli dan sangat menyayangi saudara kembarnya itu. Dia tidak ingin ada orang yang menyakiti Andrea.Gimana Nabil bisa move on kalau begini? "Mungkin lebih baik kalo kamu kasih tau Andrea langsung kalo laki-laki yang namanya Radit itu sudah menikah," kata Nabil memberi saran."Saya tidak bisa, Bil. Saya tidak sanggup membayangkan betapa hancurnya hati Andrea jika mengetahui itu semua," kata Diandra menolak saran Nabil."Sesuatu yang busuk, seperti apa pun kita menyembunyikannya, suatu saat akan tercium juga," kata Nabil memberi nasehat."Tapi aku tetap tidak tega," Diandra bersikukuh dengan pendapatnya."
"Kamu darimana aja, yang? Kenapa lama? Tadi katanya cuma bentar," Radit menyambut dengan pertanyaan begitu Kayla baru saja muncul dan berdiri di pintu."Tadi aku ke kamar Diandra dulu, ngembaliin uang yang aku pinjam semalam," jawab Kayla memberi penjelasan. "Oh iya, beb, ada yang mau ketemu sama kamu.""Siapa?"Kayla menoleh ke belakang, lalu memberi isyarat pada Andrea yang masih berdiri diluar untuk masuk."Apa kabar, Pak?" sapa Andrea lalu menebarkan senyum sumringah begitu ia masuk dan bertemu Radit.Radit mendadak speechless. Rasanya tidak bisa mempercayai penglihatannya sendiri. Ia mengucek mata, dan objek yang dilihatnya masih sama. Perempuan berwujud manusia, berprilaku laksana ibli5.Radit mengalihkan pandangan pada Kayla."Yang, sini!"Kayla beranjak mendekati Radit, dan duduk di dekatnya.Radit menggenggam tangan Kayla erat-erat dan tidak melepaskannya. Kayla bertanya di dalam hati, kenapa Radit bersikap begini?"Bapak kok sakit juga? Mau kompakan ya sama saya?" canda And
Kayla tidak mengerti, apa maksud Diandra berkata seperti itu padanya. Di telinganya terdengar seperti sebuah nasehat dan juga seperti sebuah pesan yang mengandung peringatan."Iya. Itu sudah pasti. Terima kasih ya," jawab Kayla membalas kata-kata Diandra.Kayla pun segera masuk. "Dari mana aja, yang?" tanya Radit yang ternyata sudah bangun."Aku tadi beli cemilan di mini market depan," jawab Kayla sambil menunjukkan kantong belanjaannya. "Yang, kalo mau makan itu udah ada nasi. Tadi diantar perawat waktu kamu pergi."Kayla mendekati meja kecil yang ditunjuk Radit. Disana sudah tersaji nasi putih lengkap dengan lauknya beserta dua buah pisang. "Kita makan sekarang ya," ujar Kayla pada Radit."Suapin ya, yang... "Kayla mendelik, "Kamu tu ya, paling pandai ambil kesempatan," ucapnya pura-pura kesal.Radit tertawa kecil dan merasa gemas melihat ekspresi istrinya itu."Kalo kamu kayak gitu aku jadi pengen," katanya kemudian."Pengen apa?" tanya Kayla pura-pura tidak tahu."Pengen gigit
"Ap... apa?" Kayla tergagap, tidak percaya pada pendengarannya sendiri. Beribu pikiran buruk menyerbunya. "Gimana bisa?" Suara Kayla sudah bercampur air mata."Tadi selesai meeting, Pak Radit mau pulang. Tapi pas udah di parkiran, dia bilang perut dan ulu hatinya sakit. Sekarang ada di rumah sakit PMC," jelas Haris."Tapi kenapa dibawa ke PMC? Bukannya ke Eka Hospital?" protes Kayla. Karena ia tahu, rumah sakit yang bekerja sama dengan perusahaan Radit adalah Eka Hospital, bukan PMC."Iya, Kay, tadi rencananya mau bawa ke Eka Hospital, tapi karena udah panik, jadinya bawa ke rumah sakit terdekat."Ah, betapa bodohnya. Bahkan dalam keadaan seperti ini Kayla masih berpikir dibawa ke rumah sakit mana. Padahal yang penting adalah Radit bisa mendapatkan pertolongan secepat mungkin. Kayla mengutuk kebodohannya sendiri."Tunggu sebentar, aku ganti baju dulu," ujar Kayla pada Haris, lalu berlalu ke dalam rumah.***Radit memaksakan sebuah senyuman begitu melihat Kayla datang.Kayla langsung m
Sekali lagi Ryo memandang wajah Kayla. Rasanya dia tidak tega mengecewakannya. Sebenci apa pun dirinya pada Radit, tapi tidak adil jika ia juga melampiaskannya pada Kayla."Kay... ""Iya, Yo.""Hmm... apa kamu sangat mencintai Radit?""Tentu saja. Aku amat sangat mencintainya.""Sebesar apa?"Kayla mengerutkan dahi. Merasa aneh dengan pertanyaan Ryo. "Mungkin sebesar dunia dan seluruh isinya.""Wow!" Ryo bertepuk tangan. "Aku salut sama kamu, Kay."Kayla tersenyum tipis. Sesungguhnya dia sudah tidak tahan lagi. Keresahan semakin menguasainya. Ia ingin pulang secepatnya."Yo, jadi gimana? Boleh aku pulang?" ulang Kayla untuk ke sekian kali."Boleh," putus Ryo akhirnya. "Daripada nanti dia mati," sambungnya."Ih, jangan gitu dong!"Ryo tertawa melihat wajah Kayla yang berubah cemberut."Sorry, aku becanda," ujarnya kemudian.Kayla tau kalau Ryo hanya becanda. Tapi tetap saja dia trauma mendengar kata mati."Makasih ya, kamu baik banget.""Buat kamu apa sih yang nggak?"***Dalam dua pu
"Iya, aku mau. Gimana kalo kita kesana sekarang?" ajak Kayla bersemangat."Nggak bisa gitu, yang. Kita harus bikin appoinment dulu. Lagian ini udah malam."Radit menjadi heran sendiri. Ngaruh banget ya kata-kata Nadin tadi? Atau Kayla tersentuh karena melihat baby Dzaky dan naluri keibuannya langsung keluar?Entahlah.Begitu sampai di rumah, yang pertama kali dicari Radit adalah kasur. Entah kenapa belakangan ini ia merasa mudah lelah. Mungkin karena kesibukannya yang luar biasa."Makan dulu, beb, nanti ketiduran," kata Kayla memperingatkan saat melihat Radit memejamkan matanya."Nanti aja, yang. Aku capek. Lagian, aku lagi nggak nafsu makan."Kayla mendekati Radit, lalu mengusap-usap kepalanya penuh cinta."Kenapa nggak nafsu? Masakan aku nggak enak ya?"Radit kembali membuka mata begitu merasakan sentuhan lembut di kepalanya. "Enak kok, yang. Cuma sekarang aku lagi malas makan.""Kamu kurusan sekarang. Kamu harus jaga kesehatan. Jangan terlalu sibuk dan banyak pikiran.""Iya, sayan