Ada karyawan baru di kantor. Namanya Tiara. Wajahnya manis, tinggi, dan berisi pada bagian-bagian tertentu. Body goals kalau netizen bilang. Dia menggantikan posisi Kayla dulu di divisi keuangan.Yang membuat Kayla sebal, dia mulai suka menggoda Radit. Kayla jadi uring-uringan sendiri dibuatnya.Seperti hari ini saat Radit minta laporan keuangan, dia sengaja berlama-lama dan menanyakan hal-hal yang tidak penting."Pak Radit, sebentar lagi ada meeting dengan owner Ben Supermarket," sela Kayla mengingatkan Radit yang masih berbicara dengan Tiara."Iya, Kayla, saya masih ada urusan dengan Tiara," jawab Radit melirik Kayla sekilas."Tapi Pak, ini sudah hampir jam dua belas, nanti Bapak kena macet. Sekarang hari senin lho, Pak.""Iya, saya tahu," sahut Radit tanpa melihat Kayla."Setelah itu Bapak harus cek email, ada komplain dari Segitiga Swalayan, katanya barang-barang yang kita suplai hampir kadaluwarsa dan tidak layak jual."Radit masih terus berbicara dengan Tiara tanpa memedulikan
Sepanjang perjalanan pulang, Nabil hanya diam. Sedikit pun dia tidak menyinggung kejadian di mall tadi.Kayla menjadi serba salah. Entah apa yang harus dilakukannya.Sampai di rumah, Nabil tetap tak bersuara, membuat Kayla menjadi salah tingkah."Kayla, apa yang aku dengar di mall tadi benar?" Akhirnya keluar juga pertanyaan itu dari mulut Nabil."Bil, se... semua nggak seperti yang kamu pikirkan," jawab Kayla gugup. Kedua tangannya saling meremas satu sama lain."Aku hanya butuh pengakuan jujur kamu, jangan berbelit-belit," tegas Nabil.Kayla melirik takut-takut pada Nabil yang memandangnya tanpa kedip. Kayla tahu, Nabil pasti sedang menahan emosi tingkat tinggi."Cewek tadi karyawan baru di kantor, namanya Tiara. Mulutnya ember dan ceplas-ceplos. Sotoynya kebangetan plus biang gosip.""Kayla, tolong jangan mutar-mutar, aku mau kamu jujur, itu aja!" Sepertinya Nabil mulai terpancing emosi. Rahangnya mengeras."Nggak, Bil, semua yang kamu dengar nggak benar. Nggak mungkin aku ngelakui
"Kamu nggak over time?" tanya Nabil melihat Kayla yang pulang lebih awal dari biasanya.Kayla menggeleng dan tersenyum hambar. "Kepalaku agak sakit," katanya kemudian.Kayla langsung menuju kamar dan berbaring tanpa mengganti pakaian kerja.Nabil datang menyusul dan duduk di sisi tempat tidur, disamping Kayla. Dirabanya kening istrinya itu. Tidak panas. Suhu tubuhnya normal."Aku bikinkan teh hangat ya," kata Nabil.Kayla tidak menolak dan tidak mengiyakan.Beberapa menit kemudian, Nabil datang dengan segelas teh di tangannya."Kamu minum dulu, biar agak baikan."Kayla bangkit dari tidurnya dan duduk sambil menyandarkan tubuhnya di kepala tempat tidur. Setelah menyesap beberapa teguk teh, dia kembali berbaring."Makan dulu dikit," ujar Nabil yang mulai khawatir melihat Kayla yang tidak seperti biasa. Kayla memang jarang sakit. Daya tahan tubuhnya tergolong kuat. Tapi sekuat apa pun, dia tetap seorang manusia biasa."Aku nggak lapar, Bil," tolak Kayla dengan suara lemah."Sedikit aj
"Bil, Pak Radit mengantarku pulang karena kepalaku agak pusing. Aku takut bawa motor sendiri." Kayla membuka suara.Nabil tidak menjawab. Ekspresinya masih sama. Kaku dan dingin."Ayo masuk dulu, Pak!" kata Kayla saat mereka masih berdiri di luar.Radit tidak menolak. Dia melangkah masuk dan duduk di kursi tamu rumah itu. Nabil duduk di seberangnya. Radit merasakan Nabil tidak menyukainya. Dan itu terlihat jelas dari matanya."Bapak mau minum apa?" tanya Kayla berbasa-basi."Nggak usah repot-repot, Kayla.""Nggak repot kok. Kan jarang-jarang Bapak mampir di sini.""Kalau gitu, air putih aja."Kayla hendak beranjak, tapi Nabil mencegahnya."Sayang, biar aku aja, kamu temani tamu kita."Kayla menatap Nabil sekilas, tapi suaminya itu keburu berlalu.Kayla dan Radit saling diam saat mereka tinggal berdua. Radit menyapukan pandangannya pada dinding rumah. Beberapa pigura menghiasi dengan potret bahagia Kayla dan Nabil.Mata Radit tertuju pada potret seorang anak kecil dengan ekspresi lucu
Kayla memegang sebuah strip penguji kehamilan dengan tangan gemetar. Keringat dinginnya sudah bercucuran dari tadi.Saat ini dia berada di dalam toilet kantor. Meskipun waktu yang paling efektif untuk uji kehamilan adalah pada urin pertama saat bangun tidur, tapi dia tidak tahan untuk menundanya hingga besok pagi.Kayla memejamkan mata saat menyelupkan alat itu pada sebuah plastik yang berisi sampel urinnya.Dia menahan napas dan berdoa dalam hati, semoga dipstick tidak berubah warna. Semoga tidak ada hormon HCG yang terdeteksi disana.Kayla menunggu selama lima belas detik, sebelum akhirnya membuka mata. Dia membelalak kaget saat menyaksikan jumlah garis yang muncul di sana.Sementara di ruangannya, Radit tak dapat menutupi kegelisahannya. Betapa bodohnya dia selama ini. Jika Kayla sampai hamil, itu artinya mereka akan memiliki anak.Ya. Anak!Radit tidak sanggup membayangkan. Memiliki anak dari hasil hubungan terlarang. Ya, dia seorang pendosa. Dia dan Kayla sama saja, sepasang man
Radit menoleh lalu berkata, "Hebat ya, kamu sampai tahu hal sedetil itu.""Dia kan suamiku, jadi wajar kalau aku tahu."Upss! Keceplosan lagi. Sontak Kayla menutup mulut. Ini entah kebodohan ke berapa kali yang dilakukannya. Radit berbalik, memutar badannya menghadap Kayla. Sekarang mereka berhadapan, dengan bola mata saling menatap satu sama lain."Aku mau tau lebih banyak lagi tentang dia.""Siapa?""Laki-laki yang kamu sebut suami."Pandangan tajam Radit membuat Kayla membuang muka. Dia tidak tahan ditatap seperti itu. Hanya beberapa detik, kemudian mata mereka kembali beradu. Radit masih menatapnya dengan ekspresi yang sama.Kayla mengambil napas. Lalu mulai bercerita."Dia orang yang sangat baik. Lembut, penuh perhatian, romantis, mandiri, juga pintar masak. Dulu dia tidak pernah marah padaku, satu kali pun. Nggak kayak sekarang. Moodnya sangat cepat berubah. Hal-hal sepele bisa jadi masalah. Tapi itu cuma sebentar. Besoknya dia akan kembali bersikap baik. Lalu saat ada sesuatu
Radit tahu, dia sudah menyakiti Kayla. Tapi egonya terlalu tinggi untuk meminta maaf. Hatinya pun saat ini tengah terluka. Ingin rasanya dia memeluk Kayla yang menangis sesenggukan, lalu menenangkannya dan memeluk seperti biasa. Tapi sungguh sulit rasanya setelah pengakuan yang didengarnya tadi.Radit memasang kembali bajunya yang telah kusut oleh remukan tangan."Aku antar kamu pulang ke tempat orang yang kamu sayang."Kalimat Radit menusuk dalam hati Kayla. Sepanjang perjalanan pulang, Kayla terus menangis tanpa suara. Hanya air matanya yang terus meleleh."Hapus air matamu. Aku nggak mau dituduh berbuat yang bukan-bukan pada istri orang." Radit mengambil tisu di dashboard dan memberikannya pada Kayla tanpa menoleh.Radit menghentikan mobil tepat di depan sebuah mesjid. Lalu menyuruh Kayla turun."Disana ada toilet. Cuci muka, lalu pakai bedak, jangan lupa blush on dan lipstick seperti biasa."Kayla menuruti perintah Radit. Dia tidak mau menimbulkan masalah baru jika Nabil melihatn
Sejak Kayla sampai di kantor tadi pagi, sekali pun Radit tidak menegurnya. Mereka seperti orang asing yang tdak saling mengenal satu sama lain dan disatukan dalam satu tempat.Mereka sibuk sendiri-sendiri, tanpa peduli pada hati yang ingin berbagi.Saat jam makan siang datang, Radit pergi meninggalkannya tanpa berkata apa-apa.Kayla mengintip ke bawah dari kaca jendela. Darahnya mendidih saat menyaksikan Radit membukakan pintu mobil bagian depan untuk seorang perempuan.Dia adalah Tiara. Satu-satunya manusia bergender sama dengannya yang dicemburuinya di kantor.Kayla meremas-remas kertas kosong yang sedari tadi digenggamnya, hingga remuk dan tak berbentuk.Oke, kalau Radit bisa pergi dengan cewek lain, kenapa dia tidak?Kayla bergegas menuju ruangan HRD. Terdengar suara bariton Ryo yang menyuruhnya masuk begitu dia mengetuk pintu."Udah jam istirahat, masih sibuk aja," sapanya pada Ryo yang berkutat dengan tumpukan kertas-kertas.Ryo mengangkat wajah, senyumnya mengembang. Manis."Ma
-Terkadang, kita harus terluka dulu untuk bahagia-***Dea berdiri di depan cermin, lalu menatap refleksi dirinya disana. Pemilik tinggi badan seratus tujuh puluh tujuh senti itu terlihat jauh lebih anggun dengan pakaian tertutup yang membungkus tubuhnya dari ujung kaki sampai puncak kepala. Rambutnya yang panjang yang dulu selalu tergerai bebas sekarang terbungkus rapi dan tersembunyi di balik hijab yang ia kenakan. Tidak ada lagi Dea yang dulu suka menggunakan dress selutut atau pun blouse berbelahan dada rendah. Ia benar-benar sudah berubah dan bertransformasi total. Penampilannya jauh lebih tertutup dan rapi, namun tidak sedikit pun mengurangi kesan anggun yang memang sudah melekat dalam dirinya.“Lan…!!! Sudah siap belum?” Terdengar suara seorang perempuan memanggil namanya diiringi dengan ketukan di pintu.Dea menatap sekali lagi pantulan dirinya di cermin, lalu meninggalkan senyum sebelum berlalu pergi.“Wulan…!!!” panggilan itu terdengar lagi.“Iya, sebentar,” Dea menyahut, ke
-Kadang, kita mencintai seseorang sebegitu rupa sampai tidak menyisakan tempat bagi yang lain. Membuat kita lupa untuk sekadar bertanya, inikah cinta sebenarnya-*Puluhan detik lamanya Nabil berdiri di depan pintu setelah menekan bel. Namun, hingga detik ini masih belum ada tanda-tanda pintu akan terbuka. Mungkin dia sedang berada dan sibuk di belakang, pikir Nabil. Nabil memutuskan untuk menekan bel sekali lagi. Tapi, baru saja tangannya terulur untuk menyentuh bel, daun pintu terbuka, diiringi dengan seraut wajah manis yang mengembangkan senyum padanya.“Maaf, Yah, tadi bunda lagi di belakang,” ujar perempuan berkerudung itu seraya menyalami tangan Nabil dan menciunm punggung tangannya.“Tidak apa-apa, Nda,” jawab Nabil penuh pengertian. “Rasya mana, Nda?” lanjutnya kemudian.“Lagi tidur di kamar, Yah.”Nabil segera masuk ke kamarnya. Disana, tepatnya di atas sebuah tempat tidur, sedang terbaring seorang anak laki-laki dengan mata terpejam. Ya, dia sedang tidur. Hal pertama yang di
“Kayraaa!!! Ayo sarapan dulu!” seru Kayla dari ruang makan.“Iya, Bun…” Kayra menyahut lalu keluar dari kamar menuju ruang makan.“Ya ampun… rambut kamu belum disisir ya,” ujar Kayla melihat rambut Kayra yang masih berantakan, sementara tubuhnya sudah terbalut seragam sekolah. Kayla mengabaikan sejenak urusan meja makan dan melangkah tergesa ke kamar Kayra untuk mengambil sisir.“Bunda…!!! Crayon aku patah…”Baru saja Kayla akan menyisir rambut Kayra, terdengar teriakan Kiran dari ruang tengah.“Iya, sayang, sebentar ya, Bunda sisirin rambut kakak dulu.”Dengan telaten Kayla membagi rambut Kayra menjadi dua bagian sama banyak, lalu mengepangnya dengan rapi.“Bunda… gimana nih, crayon aku patah…” Kiran yang sudah tidak sabar kembali berseru memanggil Kayla.Menyeret langkah panjang, Kayla bergegas ke ruang tengah. Disana, putri keduanya itu tampak sedang merengut. Di hadapannya terbuka lebar sebuah buku mewarnai dengan sekotak crayon beraneka warna.“Mana yang patah, nak?” tanya Kayla
Hari itu sudah semakin dekat. Hari dimana Kayla akan menyerahkan hidupnya pada garis takdir. Kayla sudah ikhlas jika memang seperti itu nasib yang harus diterimanya. Dan, hari ini Kayla kembali mengunjungi pusara Radit. Ia tidak sendiri, tapi bersama Kayra, sang putri tersayang.Dulu ia sangat rajin berkunjung kesini. Mengadukan luka batinnya dan kesendirian yang membuatnya semakin tersiksa. Tapi seiring waktu, frekuensi kunjungannya juga berkurang. Bukan Kayla tidak ingat Radit lagi, tapi Kayla hanya sedang berusaha menyembuhkan lukanya secara pelan-pelan.Lama Kayla termangu di pusara Radit. Kayla merasa keputusannya untuk menikah dengan Nabil adalah sebuah bentuk pengkhianatan pada Radit. Tapi ia tidak punya pilihan lain yang lebih baik.“Maafin aku, Dit, tapi aku melakukan semua ini demi anak kita,” gumamnya di sela isak.“Bunda kenapa minta maaf sama papa? Bunda salah apa?” Kayra yang keheranan melihat Kayla berurai air mata bertanya polos. Berbagai pertanyaan bertumpuk di hatiny
Kayla masih merenungi semua yang sudah dilakukan dan dikatakannya pada Nabil. Rasanya semua seperti di luar kontrol dan berasal dari alam bawah sadarnya. Menikah dengan Nabil untuk ke dua kalinya sama sekali tidak pernah ada dalam opsi hidupnya. Bagaimana mungkin ia menikah dengan orang yang tidak ia cintai? Namun, di dalam hidup terlalu banyak pilihan-pilihan sulit, dan kita harus memilih salah satu di antaranya. Kayla mengalihkan pandangan pada Kayra yang sedang tidur. Wajahnya tenang dan begitu damai. Sungguh, Kayla tidak sanggup melukai dan menyakiti hatinya. Dia masih terlalu kecil. Sudah terlalu banyak hal-hal mengiris batin yang dialaminya dalam usia sedini itu. Kayla berjanji, ia tidak akan lagi menambah luka pada anaknya itu.Mata Kayla berpindah pada kantong plastik putih dengan label rumah sakit yang dikunjunginya tadi. Perlahan, dibukanya kantong itu dan mengamati satu demi satu butiran pil berbentuk bulat yang kini memenuhi ruang matanya.Pandangan Kayla berpindah pada
Seperti permintaan Kayla, Nabil pun menjemput Kayra ke sekolahnya. Ternyata Nabil datang lebih cepat. Dengan sabar ia pun menunggu sampai Kayra pulang. Ia duduk di bangku berwarna-warni yang tersedia disana dan memandang lepas pada kerumunan anak-anak yang menampilkan beragam ekspresi.Dari jauh Nabil memperhatikan Kayra yang sedang bermain bersama teman-temannya. Nabil rasa usulnya pada Kayla agar menyekolahkan Kayra tidak sia-sia. Buktinya, sekarang Kayra jauh berubah, malahan amat sangat jauh. Wajahnya yang biasa tersaput mendung, sekarang diselimuti awan-awan ceria. Tidak pernah lagi Nabil melihat rona kesedihan di mukanya. Memandang muka Kayra, Nabil seperti sedang menatap Radit. Mereka memang mirip. Siapa pun tidak ada yang akan membantah kalau Kayra adalah anak Radit. Ingat Radit, pikiran kembali membawanya pada hari terakhir Radit bersamanya.Saat itu mereka duduk berdua di kursi teras rumah sambil memperhatikan Kayra yang sedang bermain di pekarangan. Dari yang awalnya mere
“Kay, blush on-nya kenapa tebel banget? Udah gitu belepotan sampai ke hidung,” ujar Nadin hari itu saat berkunjung ke rumah Kayla. “Masa sih? Aku enggak pake blush on padahal,” timpal Kayla seraya memegang pipinya dengan kedua tangan.Nadin mendekatkan mukanya, lalu menyipitkan mata mengamati Kayla baik-baik. Ditempelkannya telunjuk ke pipi dan hidung Kayla. Permukaan wajahnya terasa kasar. Kayla benar, dia tidak memakai blush on, tapi ini…“Alergiku kambuh lagi, Nad, tempo hari Kayra pengin makan ikan kalengan, iseng, aku juga ikut makan,” beber Kayla.Nadin menjauhkan telunjuknya dari muka Kayla setelah mendengar penuturannya.“Tapi kayaknya parah banget, Kay,” kata Nadin sedikit meringis. “Dibawa ke dokter aja ya!”“Enggak perlu pake ke dokter kali, Nad, tinggal dikasih salep juga bakal hilang kok.”“Oh gitu ya? Ya udah.” Nadin tidak lagi membahas masalah itu.Sunyi, sepi, dan hening yang tersisa saat Nadin sudah pergi. Kayra juga tidak di rumah karena sejak tadi dibawa Nabil. Be
Sudah tiga hari Kayra menghabiskan paginya di play group dekat rumah. Seperti yang ia janjikan, Nabil memang mengantarkan sang ponakan kecil, dan, Kayla yang bertugas untuk menjemputnya.Kayra terlihat jauh lebih ceria dibanding hari-hari biasa. Dia seperti menemukan dunia baru yang selama ini seolah tersembunyi di belahan bumi bagian lain. Bertemu teman-teman seusianya dan bisa bermain bersama merupakan kebahagiaan tersendiri bagi Kayra.“Kamu lihat sendiri kan, Kayra senang banget,” ujar Nabil yang berdiri di samping Kayla sambil memperhatikan Kayra yang sedang bermain ayunan. Kebetulan hari itu hari sabtu, Nabil tidak kerja, jadi selain mengantar Kayra, ia juga bisa menemani Kayla menjemput Kayra pulang.“Iya,” timpal Kayla dan ikut tersenyum memandangi Kayra. Ya, Kayla memang sudah bisa tersenyum sekarang.“Bunda… !” Kayra yang melihat Kayla dan Nabil langsung berseru riang dan berlari mendekati kemudian menghambur ke pelukan Kayla.“Sudah selesai mainnya, nak?” tanya Kayla sembar
“Bun… Bunda… bangun, Bun!” Kayra mengguncang-guncang Kayla yang masih tertidur lelap. Karena tak henti-hentinya mendapat serangan guncangan, Kayla pun terusik. Dibukanya mata. Berat, seperti ada perekat yang membuat kelopak matanya menempel. Kayla kembali akan menutup netranya, namun suara Kayra mencegahnya untuk melakukan hal itu.“Bun, bangun, sudah siang, aku lapar… “ rengek Kayra sembari memegang perutnya.Pelan-pelan, Kayla kembali membuka mata. Dilihatnya Kayra yang juga tengah menatapnya. Ah, ternyata aku masih hidup, pikir Kayla. Kenapa aku harus melihat dunia lagi?Ia kembali mengumpulkan kekuatan dan semangat untuk menjalani hari-harinya yang berat.“Bun, aku lapar, mau makan,” rengek Kayra lagi. Semalam ia hanya makan dua suap, dan sekarang perutnya sudah meronta-ronta minta diisi. Cacing-cacingnya sudah pada demo.“Iya, sebentar ya, nak.”Kayla ingat, sup daging sisa semalam masih banyak dan sudah ia masukkan ke kulkas. Ia hanya tinggal sedikit memanaskan.Kayla berniat