Radit tahu, dia sudah menyakiti Kayla. Tapi egonya terlalu tinggi untuk meminta maaf. Hatinya pun saat ini tengah terluka. Ingin rasanya dia memeluk Kayla yang menangis sesenggukan, lalu menenangkannya dan memeluk seperti biasa. Tapi sungguh sulit rasanya setelah pengakuan yang didengarnya tadi.Radit memasang kembali bajunya yang telah kusut oleh remukan tangan."Aku antar kamu pulang ke tempat orang yang kamu sayang."Kalimat Radit menusuk dalam hati Kayla. Sepanjang perjalanan pulang, Kayla terus menangis tanpa suara. Hanya air matanya yang terus meleleh."Hapus air matamu. Aku nggak mau dituduh berbuat yang bukan-bukan pada istri orang." Radit mengambil tisu di dashboard dan memberikannya pada Kayla tanpa menoleh.Radit menghentikan mobil tepat di depan sebuah mesjid. Lalu menyuruh Kayla turun."Disana ada toilet. Cuci muka, lalu pakai bedak, jangan lupa blush on dan lipstick seperti biasa."Kayla menuruti perintah Radit. Dia tidak mau menimbulkan masalah baru jika Nabil melihatn
Sejak Kayla sampai di kantor tadi pagi, sekali pun Radit tidak menegurnya. Mereka seperti orang asing yang tdak saling mengenal satu sama lain dan disatukan dalam satu tempat.Mereka sibuk sendiri-sendiri, tanpa peduli pada hati yang ingin berbagi.Saat jam makan siang datang, Radit pergi meninggalkannya tanpa berkata apa-apa.Kayla mengintip ke bawah dari kaca jendela. Darahnya mendidih saat menyaksikan Radit membukakan pintu mobil bagian depan untuk seorang perempuan.Dia adalah Tiara. Satu-satunya manusia bergender sama dengannya yang dicemburuinya di kantor.Kayla meremas-remas kertas kosong yang sedari tadi digenggamnya, hingga remuk dan tak berbentuk.Oke, kalau Radit bisa pergi dengan cewek lain, kenapa dia tidak?Kayla bergegas menuju ruangan HRD. Terdengar suara bariton Ryo yang menyuruhnya masuk begitu dia mengetuk pintu."Udah jam istirahat, masih sibuk aja," sapanya pada Ryo yang berkutat dengan tumpukan kertas-kertas.Ryo mengangkat wajah, senyumnya mengembang. Manis."Ma
Hari sudah gelap. Radit mulai mengemasi peralatan kerjanya. Kayla sudah pulang dari tadi, meninggalkannya sendiri dalam sunyi."Pak Radit belum pulang?" Tiara muncul tiba-tiba di ruangannya. "Ini baru mau pulang.""Hmm... Bapak langsung pulang ke rumah?""Iya, kenapa?""Kayaknya Bapak lagi suntuk. Itu mukanya nggak bisa bohong." Tiara menunjuk muka Radit yang kusut."Jadi?""Jalan-jalan dulu, yuk!"Radit diam dan berpikir sejenak. Tak ada salahnya ia menerima tawaran Tiara. Lagian, buat apa dia segera pulang ke rumah. Yang menyambutnya hanya sepi. "Oke, kita ke mana?" tanya Radit kemudian."Terserah Bapak," jawab Tiara pasrah, lalu mengikuti langkah kecil Radit."Baru pulang, Pak?" sapa security kantor saat melihat mereka datang."Iya," jawab Radit singkat.Wah, enak benar ya jadi orang ganteng, bisa ganti cewek suka-suka, batin sang penjaga keamanan.Tiara duduk dengan tenang di samping Radit yang menyetir pelan. Jalan yang mereka lewati tak pernah sepi. Meskipun sudah malam, tapi
Sudah lebih dari satu minggu Kayla dan Radit saling diam. Hanya saja untuk urusan pekerjaan, komunikasi mereka sudah agak lebih baik, kalau tidak mau dibilang buruk. Tapi tetap saja semua keadaan itu tidak nyaman. Bisa dibayangin kan, selama sembilan jam dan terkadang lebih, berdua dalam satu ruangan namun tidak saling bicara dan tidak peduli satu sama lain.Kayla jadi ingat kata-kata Tiara dulu. Tentang keinginannya yang ingin tukar posisi. Kayla merasa mungkin sekarang adalah saat yang paling tepat.Kayla melirik Radit diam-diam. Laki-laki itu tampak selalu sibuk di matanya. Tenggelam bersama kertas-kertas, atau terpaku pada benda hitam berlayar 13 inchi di hadapannya."Pak Radit..." Kayla mulai terbiasa memanggil dengan sebutan itu setelah lebih dari seminggu ini.Radit mengalihkan pandangannya pada Kayla. Lalu menunggu kelanjutan kalimatnya."Saya ingin rolling dengan Tiara."Radit diam sesaat. Mencoba mencerna kata-kata Kayla. "Maksud kamu Tiara jadi sekretaris saya?""Iya, Pak
Hari ini Kayla mulai bekerja di divisi finance. Raisa dan Chicco menyambutnya dengan hangat. Seperti seseorang yang kembali berjumpa dengan sahabat lama.Awalnya Kayla merasa canggung. Tapi lama-lama ia mulai terbiasa dengan pekerjaannya yang dulu. Tidak sulit. Ini memang bidangnya."Kayla, dipanggil Pak Ryo ke ruangannya." Raisa yang baru datang dari luar memberitahu.Kayla mengangguk, lalu memastikan pakaiannya rapi dan segera keluar.Tepat di depan ruangan HRD, dia berpapasan dengan Radit. Jantungnya berdegup kencang. Sungguh, hatinya merindu. Ingin rasanya ia mendekap pemilik dada bidang itu.Radit melihatnya sepintas, lalu membuang muka. Dan segera berlalu tanpa berkata apa-apa.Rasa perih mengiris hatinya. Kenapa Radit memperlakukannya seperti musuh? Apakah kesalahannya terlalu fatal hingga tidak pantas untuk dimaafkan?Sedangkan kesalahan Radit telah ia maafkan. Meski tak mampu ia lupakan.Kayla merasa pandangannya mulai buram. Ia segera mengusap matanya sebelum air bening itu
Pukul 20.15 wib.Ryo mencegat Radit yang baru turun dari lantai dua."Aku mau bicara," ujarnya."Ada yang penting? Aku lagi buru-buru.""Iya, sangat penting. Sambil ngopi aja yuk, di pantry."Radit mengikuti Ryo ke bagian belakang kantor mereka. Ia menghempaskan tubuh di kursi plastik yang ada disana, lalu memperhatikan Ryo yang membuatkan kopi untuk mereka berdua."Jadi kamu mau bilang apa?" tanya Radit tidak sabar setelah Ryo selesai menghidangkan dua cangkir kopi hangat."Ini tentang Kayla," jawab Ryo setelah meniup kopinya lalu menyesapnya perlahan."Oh." Hanya itu respon Radit."Tadi siang kamu udah kelewatan memarahinya.""Wajar, dia udah ngelakuin kesalahan.""Tapi nggak sampai gitu juga kali. Nggak liat apa, dia sampai nangis sedih kayak tadi."Radit terdiam untuk beberapa saat. Ia merenungkan perbuatannya tadi. Keterlaluan memang. Dia telah meluapkan emosinya yang terpendam pada gadis itu. Tapi mau gimana lagi, namanya juga emosi."Jangan dibesar-besarin, itu biasa, namanya j
Kayla mematut dirinya di depan cermin, guna memastikan penampilannya sudah sempurna.Rambutnya yang hitam panjang sudah dipotong, berganti dengan rambut pendek sebahu yang membuatnya terlihat segar dan jauh lebih muda."Cantik!" bisik Nabil di telinganya sambil memeluknya erat dari belakang, lalu menopangkan dagunya di bahu Kayla. Mereka menatap pantulan diri masing-masing melalui cermin, lalu saling melempar senyum melalui media yang sama."Ayo, nanti telat, aku ada apel pagi ini," Nabil menggamit tangan Kayla agar mengikutinya.Hari ini pertama kalinya Kayla kembali bekerja setelah sakit hampir seminggu.Radit, orang pertama yang ditemukannya.Ya Tuhan, sungguh ia ingin membenci tapi satu bagian dari hatinya memberontak. Kayla melarikan pandangannya ke tembok, ke lantai atau apa saja asal jangan pada sepasang mata teduh itu."Kamu sudah sehat?"Kayla seakan tak percaya pada pendengarannya sendiri. Dia menginjak satu bagian kakinya dengan kaki yang lain, mencoba meyakinkan kalau di
Akhir-akhir ini Nabil memperhatikan ada yang aneh pada Kayla. Sikapnya tidak seperti biasa. Dia berubah menjadi seorang yang sangat pemurung. Meski Kayla mempunyai sifat pendiam dan tidak banyak bicara, tetap saja Nabil bisa merasakan perbedaannya.Nabil mendekati Kayla dan duduk di sisi tempat tidur. Wanita yang dinikahinya itu sudah terlelap. Sangat pulas. Irama nafasnya halus dan teratur. Dengan gerakan pelan, Nabil menempelkan bibirnya di kening Kayla. Lalu membelai lembut tiap helai rambutnya yang hitam dan legam.Dia menatap dalam pemilik wajah ayu itu. Tidak banyak cerita yang tercipta diantara mereka. Tanpa sadar ia mulai menembus masa lalu.Flashback...Gadis itu bernama Mikayla. Sudah beberapa waktu ini dia tinggal di rumah Nabil, setelah satu-satunya tempat dia berteduh hangus terbakar dan tak lama harus kehilangan orang tua laki-lakinya.Dia kini sebatang kara dan tidak memiliki apa pun selain pakaian yang melekat di badan.Kasihan. Itu kata pertama yang tercetus di bena
-Terkadang, kita harus terluka dulu untuk bahagia-***Dea berdiri di depan cermin, lalu menatap refleksi dirinya disana. Pemilik tinggi badan seratus tujuh puluh tujuh senti itu terlihat jauh lebih anggun dengan pakaian tertutup yang membungkus tubuhnya dari ujung kaki sampai puncak kepala. Rambutnya yang panjang yang dulu selalu tergerai bebas sekarang terbungkus rapi dan tersembunyi di balik hijab yang ia kenakan. Tidak ada lagi Dea yang dulu suka menggunakan dress selutut atau pun blouse berbelahan dada rendah. Ia benar-benar sudah berubah dan bertransformasi total. Penampilannya jauh lebih tertutup dan rapi, namun tidak sedikit pun mengurangi kesan anggun yang memang sudah melekat dalam dirinya.“Lan…!!! Sudah siap belum?” Terdengar suara seorang perempuan memanggil namanya diiringi dengan ketukan di pintu.Dea menatap sekali lagi pantulan dirinya di cermin, lalu meninggalkan senyum sebelum berlalu pergi.“Wulan…!!!” panggilan itu terdengar lagi.“Iya, sebentar,” Dea menyahut, ke
-Kadang, kita mencintai seseorang sebegitu rupa sampai tidak menyisakan tempat bagi yang lain. Membuat kita lupa untuk sekadar bertanya, inikah cinta sebenarnya-*Puluhan detik lamanya Nabil berdiri di depan pintu setelah menekan bel. Namun, hingga detik ini masih belum ada tanda-tanda pintu akan terbuka. Mungkin dia sedang berada dan sibuk di belakang, pikir Nabil. Nabil memutuskan untuk menekan bel sekali lagi. Tapi, baru saja tangannya terulur untuk menyentuh bel, daun pintu terbuka, diiringi dengan seraut wajah manis yang mengembangkan senyum padanya.“Maaf, Yah, tadi bunda lagi di belakang,” ujar perempuan berkerudung itu seraya menyalami tangan Nabil dan menciunm punggung tangannya.“Tidak apa-apa, Nda,” jawab Nabil penuh pengertian. “Rasya mana, Nda?” lanjutnya kemudian.“Lagi tidur di kamar, Yah.”Nabil segera masuk ke kamarnya. Disana, tepatnya di atas sebuah tempat tidur, sedang terbaring seorang anak laki-laki dengan mata terpejam. Ya, dia sedang tidur. Hal pertama yang di
“Kayraaa!!! Ayo sarapan dulu!” seru Kayla dari ruang makan.“Iya, Bun…” Kayra menyahut lalu keluar dari kamar menuju ruang makan.“Ya ampun… rambut kamu belum disisir ya,” ujar Kayla melihat rambut Kayra yang masih berantakan, sementara tubuhnya sudah terbalut seragam sekolah. Kayla mengabaikan sejenak urusan meja makan dan melangkah tergesa ke kamar Kayra untuk mengambil sisir.“Bunda…!!! Crayon aku patah…”Baru saja Kayla akan menyisir rambut Kayra, terdengar teriakan Kiran dari ruang tengah.“Iya, sayang, sebentar ya, Bunda sisirin rambut kakak dulu.”Dengan telaten Kayla membagi rambut Kayra menjadi dua bagian sama banyak, lalu mengepangnya dengan rapi.“Bunda… gimana nih, crayon aku patah…” Kiran yang sudah tidak sabar kembali berseru memanggil Kayla.Menyeret langkah panjang, Kayla bergegas ke ruang tengah. Disana, putri keduanya itu tampak sedang merengut. Di hadapannya terbuka lebar sebuah buku mewarnai dengan sekotak crayon beraneka warna.“Mana yang patah, nak?” tanya Kayla
Hari itu sudah semakin dekat. Hari dimana Kayla akan menyerahkan hidupnya pada garis takdir. Kayla sudah ikhlas jika memang seperti itu nasib yang harus diterimanya. Dan, hari ini Kayla kembali mengunjungi pusara Radit. Ia tidak sendiri, tapi bersama Kayra, sang putri tersayang.Dulu ia sangat rajin berkunjung kesini. Mengadukan luka batinnya dan kesendirian yang membuatnya semakin tersiksa. Tapi seiring waktu, frekuensi kunjungannya juga berkurang. Bukan Kayla tidak ingat Radit lagi, tapi Kayla hanya sedang berusaha menyembuhkan lukanya secara pelan-pelan.Lama Kayla termangu di pusara Radit. Kayla merasa keputusannya untuk menikah dengan Nabil adalah sebuah bentuk pengkhianatan pada Radit. Tapi ia tidak punya pilihan lain yang lebih baik.“Maafin aku, Dit, tapi aku melakukan semua ini demi anak kita,” gumamnya di sela isak.“Bunda kenapa minta maaf sama papa? Bunda salah apa?” Kayra yang keheranan melihat Kayla berurai air mata bertanya polos. Berbagai pertanyaan bertumpuk di hatiny
Kayla masih merenungi semua yang sudah dilakukan dan dikatakannya pada Nabil. Rasanya semua seperti di luar kontrol dan berasal dari alam bawah sadarnya. Menikah dengan Nabil untuk ke dua kalinya sama sekali tidak pernah ada dalam opsi hidupnya. Bagaimana mungkin ia menikah dengan orang yang tidak ia cintai? Namun, di dalam hidup terlalu banyak pilihan-pilihan sulit, dan kita harus memilih salah satu di antaranya. Kayla mengalihkan pandangan pada Kayra yang sedang tidur. Wajahnya tenang dan begitu damai. Sungguh, Kayla tidak sanggup melukai dan menyakiti hatinya. Dia masih terlalu kecil. Sudah terlalu banyak hal-hal mengiris batin yang dialaminya dalam usia sedini itu. Kayla berjanji, ia tidak akan lagi menambah luka pada anaknya itu.Mata Kayla berpindah pada kantong plastik putih dengan label rumah sakit yang dikunjunginya tadi. Perlahan, dibukanya kantong itu dan mengamati satu demi satu butiran pil berbentuk bulat yang kini memenuhi ruang matanya.Pandangan Kayla berpindah pada
Seperti permintaan Kayla, Nabil pun menjemput Kayra ke sekolahnya. Ternyata Nabil datang lebih cepat. Dengan sabar ia pun menunggu sampai Kayra pulang. Ia duduk di bangku berwarna-warni yang tersedia disana dan memandang lepas pada kerumunan anak-anak yang menampilkan beragam ekspresi.Dari jauh Nabil memperhatikan Kayra yang sedang bermain bersama teman-temannya. Nabil rasa usulnya pada Kayla agar menyekolahkan Kayra tidak sia-sia. Buktinya, sekarang Kayra jauh berubah, malahan amat sangat jauh. Wajahnya yang biasa tersaput mendung, sekarang diselimuti awan-awan ceria. Tidak pernah lagi Nabil melihat rona kesedihan di mukanya. Memandang muka Kayra, Nabil seperti sedang menatap Radit. Mereka memang mirip. Siapa pun tidak ada yang akan membantah kalau Kayra adalah anak Radit. Ingat Radit, pikiran kembali membawanya pada hari terakhir Radit bersamanya.Saat itu mereka duduk berdua di kursi teras rumah sambil memperhatikan Kayra yang sedang bermain di pekarangan. Dari yang awalnya mere
“Kay, blush on-nya kenapa tebel banget? Udah gitu belepotan sampai ke hidung,” ujar Nadin hari itu saat berkunjung ke rumah Kayla. “Masa sih? Aku enggak pake blush on padahal,” timpal Kayla seraya memegang pipinya dengan kedua tangan.Nadin mendekatkan mukanya, lalu menyipitkan mata mengamati Kayla baik-baik. Ditempelkannya telunjuk ke pipi dan hidung Kayla. Permukaan wajahnya terasa kasar. Kayla benar, dia tidak memakai blush on, tapi ini…“Alergiku kambuh lagi, Nad, tempo hari Kayra pengin makan ikan kalengan, iseng, aku juga ikut makan,” beber Kayla.Nadin menjauhkan telunjuknya dari muka Kayla setelah mendengar penuturannya.“Tapi kayaknya parah banget, Kay,” kata Nadin sedikit meringis. “Dibawa ke dokter aja ya!”“Enggak perlu pake ke dokter kali, Nad, tinggal dikasih salep juga bakal hilang kok.”“Oh gitu ya? Ya udah.” Nadin tidak lagi membahas masalah itu.Sunyi, sepi, dan hening yang tersisa saat Nadin sudah pergi. Kayra juga tidak di rumah karena sejak tadi dibawa Nabil. Be
Sudah tiga hari Kayra menghabiskan paginya di play group dekat rumah. Seperti yang ia janjikan, Nabil memang mengantarkan sang ponakan kecil, dan, Kayla yang bertugas untuk menjemputnya.Kayra terlihat jauh lebih ceria dibanding hari-hari biasa. Dia seperti menemukan dunia baru yang selama ini seolah tersembunyi di belahan bumi bagian lain. Bertemu teman-teman seusianya dan bisa bermain bersama merupakan kebahagiaan tersendiri bagi Kayra.“Kamu lihat sendiri kan, Kayra senang banget,” ujar Nabil yang berdiri di samping Kayla sambil memperhatikan Kayra yang sedang bermain ayunan. Kebetulan hari itu hari sabtu, Nabil tidak kerja, jadi selain mengantar Kayra, ia juga bisa menemani Kayla menjemput Kayra pulang.“Iya,” timpal Kayla dan ikut tersenyum memandangi Kayra. Ya, Kayla memang sudah bisa tersenyum sekarang.“Bunda… !” Kayra yang melihat Kayla dan Nabil langsung berseru riang dan berlari mendekati kemudian menghambur ke pelukan Kayla.“Sudah selesai mainnya, nak?” tanya Kayla sembar
“Bun… Bunda… bangun, Bun!” Kayra mengguncang-guncang Kayla yang masih tertidur lelap. Karena tak henti-hentinya mendapat serangan guncangan, Kayla pun terusik. Dibukanya mata. Berat, seperti ada perekat yang membuat kelopak matanya menempel. Kayla kembali akan menutup netranya, namun suara Kayra mencegahnya untuk melakukan hal itu.“Bun, bangun, sudah siang, aku lapar… “ rengek Kayra sembari memegang perutnya.Pelan-pelan, Kayla kembali membuka mata. Dilihatnya Kayra yang juga tengah menatapnya. Ah, ternyata aku masih hidup, pikir Kayla. Kenapa aku harus melihat dunia lagi?Ia kembali mengumpulkan kekuatan dan semangat untuk menjalani hari-harinya yang berat.“Bun, aku lapar, mau makan,” rengek Kayra lagi. Semalam ia hanya makan dua suap, dan sekarang perutnya sudah meronta-ronta minta diisi. Cacing-cacingnya sudah pada demo.“Iya, sebentar ya, nak.”Kayla ingat, sup daging sisa semalam masih banyak dan sudah ia masukkan ke kulkas. Ia hanya tinggal sedikit memanaskan.Kayla berniat