Sudah lebih dari satu minggu Kayla dan Radit saling diam. Hanya saja untuk urusan pekerjaan, komunikasi mereka sudah agak lebih baik, kalau tidak mau dibilang buruk. Tapi tetap saja semua keadaan itu tidak nyaman. Bisa dibayangin kan, selama sembilan jam dan terkadang lebih, berdua dalam satu ruangan namun tidak saling bicara dan tidak peduli satu sama lain.Kayla jadi ingat kata-kata Tiara dulu. Tentang keinginannya yang ingin tukar posisi. Kayla merasa mungkin sekarang adalah saat yang paling tepat.Kayla melirik Radit diam-diam. Laki-laki itu tampak selalu sibuk di matanya. Tenggelam bersama kertas-kertas, atau terpaku pada benda hitam berlayar 13 inchi di hadapannya."Pak Radit..." Kayla mulai terbiasa memanggil dengan sebutan itu setelah lebih dari seminggu ini.Radit mengalihkan pandangannya pada Kayla. Lalu menunggu kelanjutan kalimatnya."Saya ingin rolling dengan Tiara."Radit diam sesaat. Mencoba mencerna kata-kata Kayla. "Maksud kamu Tiara jadi sekretaris saya?""Iya, Pak
Hari ini Kayla mulai bekerja di divisi finance. Raisa dan Chicco menyambutnya dengan hangat. Seperti seseorang yang kembali berjumpa dengan sahabat lama.Awalnya Kayla merasa canggung. Tapi lama-lama ia mulai terbiasa dengan pekerjaannya yang dulu. Tidak sulit. Ini memang bidangnya."Kayla, dipanggil Pak Ryo ke ruangannya." Raisa yang baru datang dari luar memberitahu.Kayla mengangguk, lalu memastikan pakaiannya rapi dan segera keluar.Tepat di depan ruangan HRD, dia berpapasan dengan Radit. Jantungnya berdegup kencang. Sungguh, hatinya merindu. Ingin rasanya ia mendekap pemilik dada bidang itu.Radit melihatnya sepintas, lalu membuang muka. Dan segera berlalu tanpa berkata apa-apa.Rasa perih mengiris hatinya. Kenapa Radit memperlakukannya seperti musuh? Apakah kesalahannya terlalu fatal hingga tidak pantas untuk dimaafkan?Sedangkan kesalahan Radit telah ia maafkan. Meski tak mampu ia lupakan.Kayla merasa pandangannya mulai buram. Ia segera mengusap matanya sebelum air bening itu
Pukul 20.15 wib.Ryo mencegat Radit yang baru turun dari lantai dua."Aku mau bicara," ujarnya."Ada yang penting? Aku lagi buru-buru.""Iya, sangat penting. Sambil ngopi aja yuk, di pantry."Radit mengikuti Ryo ke bagian belakang kantor mereka. Ia menghempaskan tubuh di kursi plastik yang ada disana, lalu memperhatikan Ryo yang membuatkan kopi untuk mereka berdua."Jadi kamu mau bilang apa?" tanya Radit tidak sabar setelah Ryo selesai menghidangkan dua cangkir kopi hangat."Ini tentang Kayla," jawab Ryo setelah meniup kopinya lalu menyesapnya perlahan."Oh." Hanya itu respon Radit."Tadi siang kamu udah kelewatan memarahinya.""Wajar, dia udah ngelakuin kesalahan.""Tapi nggak sampai gitu juga kali. Nggak liat apa, dia sampai nangis sedih kayak tadi."Radit terdiam untuk beberapa saat. Ia merenungkan perbuatannya tadi. Keterlaluan memang. Dia telah meluapkan emosinya yang terpendam pada gadis itu. Tapi mau gimana lagi, namanya juga emosi."Jangan dibesar-besarin, itu biasa, namanya j
Kayla mematut dirinya di depan cermin, guna memastikan penampilannya sudah sempurna.Rambutnya yang hitam panjang sudah dipotong, berganti dengan rambut pendek sebahu yang membuatnya terlihat segar dan jauh lebih muda."Cantik!" bisik Nabil di telinganya sambil memeluknya erat dari belakang, lalu menopangkan dagunya di bahu Kayla. Mereka menatap pantulan diri masing-masing melalui cermin, lalu saling melempar senyum melalui media yang sama."Ayo, nanti telat, aku ada apel pagi ini," Nabil menggamit tangan Kayla agar mengikutinya.Hari ini pertama kalinya Kayla kembali bekerja setelah sakit hampir seminggu.Radit, orang pertama yang ditemukannya.Ya Tuhan, sungguh ia ingin membenci tapi satu bagian dari hatinya memberontak. Kayla melarikan pandangannya ke tembok, ke lantai atau apa saja asal jangan pada sepasang mata teduh itu."Kamu sudah sehat?"Kayla seakan tak percaya pada pendengarannya sendiri. Dia menginjak satu bagian kakinya dengan kaki yang lain, mencoba meyakinkan kalau di
Akhir-akhir ini Nabil memperhatikan ada yang aneh pada Kayla. Sikapnya tidak seperti biasa. Dia berubah menjadi seorang yang sangat pemurung. Meski Kayla mempunyai sifat pendiam dan tidak banyak bicara, tetap saja Nabil bisa merasakan perbedaannya.Nabil mendekati Kayla dan duduk di sisi tempat tidur. Wanita yang dinikahinya itu sudah terlelap. Sangat pulas. Irama nafasnya halus dan teratur. Dengan gerakan pelan, Nabil menempelkan bibirnya di kening Kayla. Lalu membelai lembut tiap helai rambutnya yang hitam dan legam.Dia menatap dalam pemilik wajah ayu itu. Tidak banyak cerita yang tercipta diantara mereka. Tanpa sadar ia mulai menembus masa lalu.Flashback...Gadis itu bernama Mikayla. Sudah beberapa waktu ini dia tinggal di rumah Nabil, setelah satu-satunya tempat dia berteduh hangus terbakar dan tak lama harus kehilangan orang tua laki-lakinya.Dia kini sebatang kara dan tidak memiliki apa pun selain pakaian yang melekat di badan.Kasihan. Itu kata pertama yang tercetus di bena
Kayla sedang membersihkan rumah saat sudut matanya menangkap sesuatu. Sebuah plastik cetik berwarna biru, khas rumah sakit, yang terjatuh di kaki meja.Kayla mengambilnya, lalu membaca tulisan yang tertera pada label. Plastik itu berisi obat-obatan yang diresepkan oleh dr. Beny, Sp.KJ.Spesialis kejiwaan? Obat apa lagi ini? Nabil pergi ke spesialis kejiwaan, itu artinya?Dia harus segera mendapatkan jawabannya, langsung dari mulut Nabil. Ia tak ingin berasumsi yang macam-macam, yang hanya akan membuat kepalanya sakit.Nabil belum pulang. Tadi pagi katanya cuma mau pergi main futsal, tapi hingga matahari naik, belum ada tanda-tanda dia akan kembali.Selang beberapa menit kemudian, Nabil datang. Kayla langsung menyongsongnya."Bil, ini obat apa?" tanyanya tidak sabar.Nabil memperhatikan pastik kecil berisi obat yang ditunjukkan Kayla padanya."Aku baru pulang, kamu nggak nawarin minum dulu?" tanyanya."Bukannya tadi kamu bawa air minum?" Kayla balik bertanya."Ya ampun, Kay, air cuma
Radit menoleh, "Kamu kelilipan ya?""Bukan, aku nggak bisa ngeliat apa pun!" pekik Kayla histeris."Jangan main-main Kayla, nggak lucu," timpal Radit yang mulai panik."Aku nggak main-main, aku serius!" seru Kayla keras sambil terus menggosok matanya.Radit menepikan mobil dan parkir di pinggir jalan. Rasa khawatir mulai menjalari hatinya."Coba cuci mata kamu dulu." Radit mengambil sebotol air mineral dari dalam ranselnya. Dia membantu Kayla membasuh muka dan fokus di bagian mata.Kayla mengerjap berkali-kali dan mengucek matanya pelan-pelan."Dit, aku bisa lihat kamu sekarang."Tanpa sadar Kayla merangkul Radit.Awalnya Radit ragu, tapi akhirnya ia membalas dan mendekap lebih erat.Hingga beberapa menit kemudian, Kayla melepaskannya."Sorry!" ucapnya begitu sadar.Radit tersenyum tipis. Lalu kembali menyetir, melanjutkan perjalanan pulang.Hening. Mereka saling diam dan lebih memilih berbicara dengan hati masing-masing. Hingga sampai di rumah Radit."Kok malah ngelamun?" tegur Radi
Semua mengalir begitu saja. Tanpa ada kata maaf atas semua yang pernah terjadi. Cinta memang membuat luka dan terkadang mengalahkan logika. Dan semua itu akan menjadi masalah bila hati tidak rela menerima."Yang... Aku mau ajak kamu jalan," ujar Radit sore itu, beberapa saat sebelum senja menjelang."Beb, sorry, bukannya nggak mau, tapi aku udah ada janji," tolak Kayla halus."Janji sama siapa?""Sama Nabil."Radit menatap Kayla lekat-lekat dengan ekspresi memohon dan meminta."Tidak bisakah aku menjadi yang pertama?"Kayla menunduk, memandang ujung sepatunya. Selalu akan ada situasi seperti ini, selama dia masih belum bisa memilih.Radit memalingkan muka, menyembunyikan rasa kecewa. Lalu menyeret langkah lelah, menjauh."Beb, tunggu!" tahan Kayla sebelum Radit semakin jauh.Radit berhenti di tempatnya. Ia mulai menghitung dalam hati. Satu, dua, tiga..."Iya, aku mau." Terdengar suara Kayla di belakangnya.Radit membalikkan badan, menatap pemilik wajah manis itu, lalu menebar senyum
Kayla langsung melepaskan diri dari rangkulan Dea begitu merasakan perutnya kembali bergejolak. Setengah berlari Kayla menuju wastafel dan muntah disana karena tidak keburu ke kamar mandi. Dea mengikuti Kayla ke belakang. Begitu mengetahui Kayla yang muntah-muntah ia pun ikut peduli. “Kamu kenapa, Kay?” tanyanya dengan raut khawatir.Bukannya menunjukkan wajah cemas, Kayla malah tersenyum. “Aku lagi isi,” katanya kemudian.Dea tertegun selama beberapa saat dan mencoba mencerna kata-kata Kayla. Apa itu artinya Kayla sedang berbadan dua?“Maksudnya, kamu lagi hamil?” tanya Dea untuk lebih meyakinkan.Kayla mengangguk dan menampakkan senyum lebar.Lagi-lagi Dea terdiam. Kenyataan ini seakan menghempaskannya. Ucapan kasar yang keluar dari mulutnya dulu kembali terngiang di telinga Dea. Dea menyesal sudah mengata-ngatai Kayla tidak akan bisa hamil dan tidak tahu rasanya kehilangan anak. Rasa cemburunya pada Kayla membuatnya tidak mampu mengontrol diri.“Selamat ya, Kay, kamu beruntung ba
Sudah beberapa hari Dea tinggal di paviliun Alan. Alan sangat baik padanya. Selain memberikannya tempat tinggal juga memberi dan melengkapi kebutuhannya. Alan juga membantu mengurus kuliah dan dokumen-doumennya yang hilang. Dea tidak tahu bagaimana caranya membalas kebaikan Alan. Kalau saja Alan tidak menolongnya malam itu mungkin ia sudah mati dengan menyedihkan atau terlunta-lunta di jalanan.Ada kanvas besar di sudut ruangan yang menarik perhatian Dea, lengkap dengan alat-alat untuk melukis. Mungkin itu punya Alan, pikir Dea. Selama ini Dea tidak berani menyentuhnya. Tapi hari ini Dea begitu terusik. Tangannya sudah gatal untuk menyapukan kuas di atas kanvas berukuran besar itu. Dea memang suka melukis terutama lukisan-lukisan yang termasuk ke dalam golongan aliran romantisme dan surealisme. Namun, sudah sejak lama Dea meninggalkan hobinya itu. Dea bergerak ke sudut ruangan, dan duduk di atas kursi yang ada disana. Dea menuangkan cat berbagai warna ke palet, mencelupkan kuas kes
Jika saja bisa meminta, Nabil ingin Keyzia seperti Dea dalam hal cinta dan kebucinannya yang luar biasa. Namun sayang, Keyzia tetaplah Keyzia yang tidak akan berubah menjadi Dea. Keyzia tetap akan menjadi sosok perempuan masa kini yang berpendirian kuat. Namun pada akhirnya ia terjebak dalam cinta yang mengalahkan telak gengsinya.Keyzia belum ingin bertemu Nabil. Ia belum sanggup memupus rasa kecewanya yang mendalam. Setelah mengetahui fakta tentang diri Nabil yang sesungguhnya, seharusnya Keyzia bisa saja meninggalkan Nabil. Tapi Keyzia tidak sanggup. Ia sudah menjilat ludahnya sendiri. Dan ia seperti mendapatkan karma atas kesombongannya dengan cinta yang terlalu berlebihan pada laki-laki itu.Setelah beberapa hari tidak menghiraukan panggilan telfon, video call, mau pun pesan dari Nabil, akhirnya Keyzia sudah tidak tahan lagi. Merindu itu berat, dan ia tak kuasa lagi menanggungnya sendiri.Keyzia harus bertemu Nabil malam ini juga. Tidak ada lagi kata tunggu atau janji tunda. Se
Perempuan itu, Dea, pelan-pelan membuka matanya saat kesadaran diri kembali menghampiri. Aromatherapy yang memenuhi ruangan menusuk kuat sampai ke hidungnya. Dea memandang nanar ke seluruh penjuru ruangan tempatnya berada. Kamar ini sangat besar dan luas. Lantainya terbuat dari parket. Sementara dindingnya tampil berbeda pada setiap sisi. Ada bagian yang berlapis panel kayu, sementara pada sisi lain berukirkan batu alam. Klasik dan simpel. Namun terkesan elegan oleh keberadaan lampu gantung kristal yang berbetuk bulat-bulat kecil dan menjuntai indah seperti bongkahan bola-bola kecil. Kamar ini bernuansa gelap tapi tidak menyeramkan. Mungkin pemilihan interior ruangan dan cat, serta furnitur di dalamnya menyimbolkan suasana hati pemiliknya yang hampa dan kesepian.Antara sadar dan tidak sadar Dea mulai mengerahkan otaknya untuk mengingat apa saja yang telah terjadi. Berat. Kepalanya masih sangat berat. Pandangannya belum terlalu jelas. Dan tubuhnya terasa lemah luar biasa. Terakhir ia
Malam itu entah apa yang menggerakkan hati seorang laki-laki, sehingga ia melewati jalan yang tidak biasa dilaluinya. Dia memang sudah biasa pulang tengah malam dari kantornya. Jiwa pekerja keras yang sudah mendarah daging di tubuhnya membuatnya hampir setiap hari menghabiskan malam di kantor operasional perusahaan yang ia miliki. Bahkan tak jarang ia juga menginap disana. Namun malam ini ia ingin pulang ke rumahnya. Tuhan seperti menuntun langkahnya ketika terbesit keinginan di hatinya untuk mengambil jalur lain menuju arah rumahnya.Laki-laki itu menyalakan radio mobil untuk membunuh sepi. Dia mencari-cari fekuensi yang pas dan nyaman diterima gendang telinganya. Namun, hanya lagu-lagu galau yang berkumandang yang membuat jiwa sepinya semakin meronta.Setelah hujan deras yang mengguyur tadi, jalanan tampak sepi. Para penghuni bumi lebih memilih bersembunyi di bawah selimut di kediaman masing-masing.Apalagi jalan yang dilaluinya tidak terlalu besar. Meskipun masih berada di pusat ko
Penolakan dan perpisahan dengan Nabil merupakan pukulan telak bagi Dea. Baru hari pertama disini tapi sudah kenyataan pahit seperti ini yang dihadapinya. Lalu bagaimana bisa Dea menjalani hari-hari selanjutnya? Dea sudah berusaha menjadi perempuan yang kuat namun cinta kembali membuatnya lemah."Ada masalah?" Tita bertanya saat melihat Dea pulang dengan mata sembab dan merah.Dea menggeleng dan berusaha menampilkan senyum tapi gagal. Bibirnya terlalu berat, bahkan untuk seulas senyum palsu sekalipun. Tapi Dea tidak ingin mengumbar pada siapa-siapa. Biarkan semua ini menjadi rahasianya. Cukup ia simpan di dalam hati karena jika pun diceritakan tetap tidak akan berpengaruh apa-apa. "Mulut bisa bohong, tapi mata tidak akan pernah bisa berbohong," vonis Tita menunjuk mata Dea yang mengecil.Dea mengusap mukanya, lalu melihat pantulan dirinya di kaca yang menempel di lemari yang ada di kamar Tita. Jejak-jejak panjang air mata masih membekas jelas disana. Rona sedih di mukanya mungkin tid
Keyzia langsung turun tanpa berkata apa-apa begitu Nabil menghentikan mobil tepat di depan rumahnya. Rasa kecewanya yang terlalu besar membuat mulutnya sulit digerakkan.Nabil juga hanya diam, tak ingin mengusik Keyzia yaang sedang menikmati perasaannya. Entah perasaan apa, mungkin marah, kecewa, atau kesal. Atau mungkin gabungan semuanya.Keyzia langsung masuk ke kamar tanpa sedikit pun menghiraukan Putri yang memandangnya penuh tanda tanya saat melihat Keyzia memasang muka murung.Putri tidak tahu masalah apa yang menimpa Keyzia, dan ia juga tidak ingin mengusiknya. Biar Keyzia sendiri yang menceritakannya nanti jika dia ingin.Keyzia mengunci pintu kamar, lalu menghempaskan badan ke pembaringan. Dadanya sesak oleh rasa yang mendesak. Rasa sedih, kesal, kecewa, serta marah membaur menjadi satu. Ekpektasinya yang berlebihan pada Nabil membuatnya menjadi sakit sendiri.Keyzia sangat jarang menangis, bahkan bisa dikatakan hampir tidak pernah. Tapi kali ini Nabil membuatnya mengeluarkan
Sepanjang perjalanan pulang ke rumahnya, Keyzia lebih memilih bermain dengan pikirannya sendiri. Mulutnya terkatup rapat, matanya kosong menatap jalanan melalui kaca mobil yang berada di sebelahnya.Sesekali Nabil melirik padanya. Dan ekspresi Keyzia tetap sama.Nabil pun memilih untuk tidak bersuara. Ia takut salah bicara. Nabil masih meraba-raba karakter dan sisi lain Keyzia yang belum diketahuinya. Semoga saja Keyzia jauh dari sifat-sifat buruk yang tidak diinginkannya.Keyzia menunggu Nabil bicara untuk memberi penjelasan. Namun tidak ada tanda-tanda kalau dia akan melakukan hal itu. Dari pada terbunuh rasa penasaran dan kesal sendiri, Keyzia pun berinisiatif untuk membuka mulut."Bil, bisa kasih penjelasan untuk yang tadi?" Nabil menggerakkan kepala, menoleh pada Keyzia yang sedang memandangnya."Namanya Dea, dia mantan istriku." Nabil menunggu respon Keyzia sebelum kembali bicara."Trus?"Muka dan suara Keyzia yang datar membuat Nabil tidak ragu utuk melanjutkan kata-katanya. T
Nabil menelan saliva. Ia mati kutu sekarang. Dea mendekapnya begitu erat, seolah tidak akan melepasnya lagi. Sementara itu, Keyzia memandangnya dengan tatapan penuh protes dan keberatan.Nabil semakin serba salah. Perasaan siapa yang harus dijaganya? Dea, wanita dari masa lalu, atau Keyzia, perempuan untuk masa depannya?Nabil membalas tatapan Keyzia dengan sorot mata meminta pengertian,Keyzia membuang muka. Tidak ingin melihat pemandangan itu. Nabil mencoba melepaskan diri dari Dea. Tapi Dea masih belum rela melepaskannya."Aku pulang aja, Bil," putus Keyzia saat melihat Nabil yang masih berada dalam dekapan Dea.Keyzia memutar tubuh lalu bergegas pergi.Melihat hal itu Nabil segera bertindak. "Dea, tolong lepasin aku dulu," pinta Nabil dan berharap Dea menjauhkan diri darinya.Begitu merasakan gerakan tubuh Nabil yang memberontak. Dea pun melepaskannya. Dea menyadari kebodohannya. Nabil memang tidak menginginkannya. Buktinya tadi, ia tidak membalas rangkulannya. Dea menatap nana