Akhirnya mereka sampai juga di E-Dimensi, perusahaan tempat Putri bekerja.Putri mengajak Keyzia turun. Entah mengapa, Putri merasa ada kebanggaan tersendiri jika bisa mengenalkan kakaknya pada teman-temannya. Mungkin karena apapun yang ada pada diri Keyzia selalu bisa dibanggakan.Putri memperhatikan penampilan Keyzia. Kakaknya itu memakai dress selutut berwarna biru bermotif bunga-bunga kecil. Kakinya yang putih dan jenjang terekspos jelas. Putri kadang berpikir, bahwa sebenarnya Keyzia sebaiknya mempertimbangkan untuk mencoba karir di dunia modeling. Keyzia memiliki semua syarat dasar untuk menjadi seorang model.Tinggi di atas rata-rata perempuan indonesia, bentuk tubuh ideal, dan yang pasti wajah cantiknya yang merupakan modal utama yang tidak dimiliki semua perempuan.Sekali lagi Putri memperhatikan Keyzia. High heels 5 cm yang dipakainya membuat Putri menjadi ngilu. Putri memang bukan pecinta high heels. Putri beranggapan bahwa high heels lebih pantas digunakan sebagai senja
Hari ini hari pertama Keyzia mulai bekerja. Sesuai kesepakatannya dengan Putri, setiap pagi Keyzia akan mengantar Putri duluan dan setelah itu ia boleh membawa mobil.Keyzia melangkah penuh percaya diri memasuki gedung Youth Magazine, nama media tempatnya bekerja. Keyzia masih belum bisa mempercayai keberuntungannya. Di usia yang masih muda, ia dipercaya menjadi managing editor yang sekaligus adalalah jenjang karir nomor dua tertinggi di tempatnya bekerja."Selamat pagi, Mbak, saya mau bertemu dengan Bapak Richard," kata Keyzia saat sudah berada di lobi dan berbicara dengan resepsionis."Ibu Keyzia ya?" tanya rersepsionis antusias seraya memperhatikan Keyzia dari puncak kepala hingga ujung kaki."Iya," jawab Keyzia seraya memamerkan senyum manisnya."Bapak Richard ada di ruangannya, Bu. Nanti Ibu naik ke lantai dua, ruangan Bapak Richard ada di deretan pertama," tutur resepsionis memberi informasi dengan ramah."Makasih ya," balas Keyzia tak kalah ramah.Sesuai dengan petunjuk dari re
"Katanya ogah sama bekas orang. Bilangnya kalo udah bekas ya bekas. Alergi sama duren, tapi tadi akrab banget kayaknya," ledek Putri pada Keyzia begitu mereka sudah berada di mobil dalam perjalanan pulang ke rumah.Keyzia yang sedang fokus menyetir langsung menoleh pada Putri yang berada di sebelahnya. "Jadi itu kakaknya Radit yang kamu bilang duren?""Iya, emang dia. Kakaknya Radit kan cuma ada satu."Mendengar penuturan Putri, air muka Keyzia langsung berubah. Keyzia kecewa mendapati kenyataan itu. Padahal tadi setelah mereka ngobrol ngalor ngidul sana sini membicarakan hampir semua topik, Keyzia merasa nyambung dengan Nabil."Tapi dia orangnya asyik lho, Put. Wawasannya luas, low profile, udah gitu anaknya manis banget," puji Keyzia sambil berusaha menutupi kekecewaannya."Iya, Key, Nabil sama Radit beda-beda tipis. Sebelas dua belas," timpal Putri menanggapi.Tidak ada yang salah dari sosok Nabil. Namun karena statusnya itu, semua penilaian positif tentang Nabil berubah seketika.
Pagi datang menjelang. Sesaat lagi gelap akan berganti terang.Pelan-pelan Radit membuka matanya. Dan yang pertama kali dilihatnya adalah istrinya tersayang yang masih terlelap di pe lu kan nya. Radit mengelus-elus pipi Kayla yang halus. Di dalam hati ia mensyukuri karunia tuhan yang luar biasa hingga saat ini mereka masih bisa bersama.Wanita yang tidur di sebelahnya dan melingkarkan tangannya ke tubuh Radit membuat Radit enggan beranjak. Radit masih ingin berlama-lama bersamanya. Wajah Kayla yang natural tanpa polesan apa pun membuatnya tidak bosan memandang walau berulang-ulang.Bahkan dalam kondisi tidur pun, Kayla mampu membangkitkan gairahnya. Tidak ingin rugi, Radit memanfaatkan kesempatan itu. Ia mendekatkan wajahnya ke muka Kayla dan menelusuri setiap inci wajah istrinya itu dengan bibirnya. Dari muka lalu berpindah ke leher dan pundak.Kayla mulai terusik ketika serangan pagi itu berpindah ke dadanya. Perlahan ia membuka mata dan tersenyum saat mendapati siapa yang dilihatny
Seperti biasa, Keyzia melangkah penuh percaya diri memasuki gedung kantornya.Ada segaris senyum tertahan di bibirnya.Kejadian tadi masih membekas jelas di ingatan Keyzia.Saat ini Keyzia masih memegang jaket berwarna navy milik Nabil.Keyzia mengembangkan jaket itu dan melihat label yang tertera di bagian leher belakang. Selera Nabil tinggi juga, puji Keyzia saat melihat nama brand yng tertera di label. Bau parfum laki-laki pun menguar dari jaket itu. Soft, tapi tetap maskulin. Tidak menusuk seperti kebanyakan laki-laki yang Keyzia temui.Keyzia tersenyum sekali lagi. Sepertinya jaket ini akan banyak membantunya.Suara Richard yang muncul di pintu membuat Keyzia segera merapatkan bibirnya.Laki-laki itu merasa heran melihat Keyzia senyum-senyum sendiri.Keyzia buru-buru mencari naskah artikel yang sudah disiapkannya kemarin. Pasti Richard datang untuk menanyakan itu padanya."Keyzia, saya tunggu di ruangan sekarang ya," ujar Richard dari depan pintu."Baik, Pak," jawab Keyzia patuh.
Setelah menemani Keyzia berbelanja, Nabil pun mengantarkan Keyzia ke tujuan inti. Bengkel mobil.Mereka tiba disana tepat di menit-menit terakhir bengkel akan tutup. Kalau saja telat beberapa detik bisa dipastikan mereka akan pulang tanpa hasil."Thanks ya, Bil." Sekali lagi Keyzia berterima kasih pada laki-laki baik itu.Nabil membalasnya dengan senyum. "Kalo kamu suka jaket itu, kamu boleh ambil."Keyzia baru sadar, waktu turun dari mobil tadi ia memakai jaket Nabil. Karena bahannya yang tipis dan adem membuatnya merasa sedang memakai cardigan."Nggak usah, Key, pake aja dulu," larang Nabil saat Keyzia akan membuka dan mengembalikan jaket miliknya."Tapi, Bil, aku-" Kata-kata Keyzia tak sempat selesai karena Nabil sudah keburu melangkah dan masuk ke mobilnya.Keyzia masih termangu di tempatnya berdiri dan baru sadar saat Nabil mengklaksonnya. Ia kemudian masuk ke mobilnya sendiri.Saat sudah berada di mobilnya, pikiran kembali membawa Keyzia ke kantornya. Ia ingat tugas yang harus d
Begitu sampai di rumah, Keyzia menemukan muka Putri yang bahagia. Tidak seperti hari-hari sebelumnya. Biasanya, gurat-gurat kelelahan akibat seharian bekerja membekas jelas di wajahnya. Namun tidak hari ini."Seneng banget kayaknya, baru habis gajian?" tanya Keyzia seraya duduk di sebelah Putri yang sedang menonton tv.Putri tidak menjawab, malah mengembangkan senyum penuh misteri yang membuat Keyzia bertambah penasaran."Kenapa sih, Put?""Guess what!""Ampun, nyerah deh." Saat ini Keyzia tidak bisa menerka apapun karena perasaannya sendiri sulit untuk ia tebak."Mau tau atau mau tau banget?""Mau tau banget.""Hmmm... tadi aku dianterin Radit pulang.""Ooo.""Kok cuma ooo sih?" tanya Putri yang heran karena respon Keyzia biasa-biasa saja."Jadi aku harus bilang wow gitu? Dianter suami orang senangnya udah kayak menang lotre. Ingat, Put, itu namanya kebahagiaan semu.""Aku tau, Key, tapi hanya itu yang bisa bikin aku bahagia. Bisa dekat-dekat dengan dia aja udah bikin bahagia setenga
Perdebatan kecil pagi ini terjadi antara Keyzia dan Putri. Putri bersikeras mengambil alih mobilnya lagi, walaupun sebenarnya mobil itu milik orang tua mereka. Namun saat Keyzia masih di Sydney, Putri berkuasa penuh atas city car itu. Sesungguhnya ini adalah bentuk pelampiasan kekesalan Putri pada Keyzia. Beberapa hari belakangan Keyzia selalu terlambat menjemput Putri, dan kemarin contohnya, Keyzia tidak muncul-muncul sampai Putri terlantar dan ujung-ujungnya ia diantar Radit.Sebagai seorang kakak akhirnya Keyzia memilih untuk mengalah. Sekalian saja ia tidak ikut dengan Putri pagi ini.Keyzia memilih-milih sepatu yang akan dipakainya hari ini, sambil membuka aplikasi taksi online. Keyzia hampir saja memesan dan menekan tombol konfirmasi ketika ia ingat seseorang.Perempuan berumur 26 tahun itu pun membuka kontak di handphonenya dan mencari nomor seseorang lalu mendialnya.Tidak menunggu lama, panggilan tersambung."Lagi dimana? Aku lagi butuh bantuan kamu nih.""Lagi di jalan,
Kayla sangat kaget melihat Radit memukuli orang yang tidak dikenalnya dan ia tidak tahu siapa dan apa masalahnya.“Dit, udah, Dit …. “ Kayla mencegah Radit yang terus memukuli Chicco tanpa ampun. Mukanya kelihatan panik.Kalau bukan istrinya yang melarang, Radit tidak akan berhenti. Namun Radit tidak melepaskan mangsanya begitu saja. “Berdiri!” bentaknya lagi pada Chicco yang sudah terkapar tidak berdaya.Dengan sisa-sisa tenaganya Chicco berusaha bangkit. Sekujur tubuhnya terasa remuk akibat serangan dari Radit. Kepalanya pusing dan pandangannya berkunang-kunang.“Aku bisa bunuh kamu sekarang kalo mau,” desis Radit tajam.Kayla bergidik mendengarnya. Tidak pernah ia melihat suaminya semarah itu. Matanya yang berkilat dan memerah akibat api amarah membuat Kayla ketakutan.“Katakan siapa dalang dibalik semua ini?” Radit kembali mencekal kerah baju Chicco sambil menatapnya dengan pandangan menusuk.Chicco menatap Radit takut-takut. Ia bagaikan sedang melihat malaikat maut yang akan m
Kayla mengusap-usap perutnya yang mulai membesar sambil tersenyum sendiri. Ia sudah membayangkan kebahagiaannya jika menjadi seorang ibu nanti. Repot sudah pasti. Namun pasti sangat menyenangkan. Rasanya ia sudah tidak sabar menantikan saat-saat itu datang. Tangannya tidak bisa menunggu ingin menggendong dan mendekap bayi mungil darah dagingnya sendiri. Buah cintanya bersama Radit. Bahkan di telinganya sudah terngiang-ngiang suara tangisan seorang bayi. Kayla sudah semakin tidak sabar jadinya. Pasti ia akan menjadi wanita paling bahagia sedunia.Membayangkan dirinya akan menjadi seorang ibu, Kayla langsung terkenang pada wanita yang melahirkannya. Tiba-tiba Kayla menjadi begitu merindukannya. Kayla ingin mengunjungi pusaranya dan mendoakannya disana.Dan begitu Radit pulang kerja, Kayla langsung mengutarakan keinginannya. “Dit, apa kamu tau letak makam ibuku?”“Aku nggak tau. Kenapa, yang?” Radit menjawab sambil membuka kaos kaki.“Rasanya pengen banget ziarah ke makam ibuku, Dit
Selesai mengantar Keyzia pulang, Nabil langsung menuju rumahnya. Ia harus bersiap-siap untuk memenuhi undangan makan malam dari orang tua Keyzia. Tadi Keyzia sudah memberitahu alamat restoran tempat mereka dinner nanti.Sampai di rumah, Nabil langsung mandi dan membersihkan diri. Tidak ada waktu untuk istirahat, karena waktunya sudah mepet. Andai saja tadi ia tidak berlama-lama di kantor Putri, mungkin sekarang ia bisa sedikit meluruskan badan.Nabil memandang wajahnya di cermin. Five o’clock shadow membuatnya terkesan macho dan membuktikan kalau dirinya adalah laki-laki sungguhan. Dua perempuan yang pernah hadir dalam hidupnya sangat menyukai itu. Entah dengan Keyzia.Nabil mengambil nafas dalam-dalam. Ada sedikit rasa kurang percaya diri. Nabil takut orang tua Keyzia akan menolaknya. Dan Nabil harus siap dengan segala kemungkinan itu. Siap diterima artinya juga harus berani ditolak.Baru saja Nabil keluar dari komplek rumahnya Keyzia sudah menelepon. “Bil, jangan sampai telat ya,”
Dea membeku melihat pemilik wajah yang kini berada di hadapannya. Kakinya mendadak goyah dan merasa tidak kuat lagi menopang tubuhnya. Tak sengaja, matanya tertuju pada tangan Nabil dan Keyzia yang saling menggenggam.Menyadari hal itu, Nabil melepaskan pelan jemarinya dari Keyzia yang menggenggamnya erat. Meskipun sudah menjadi mantan, namun Nabil ingin menjaga perasaan Dea. Karena ia tahu Dea masih sangat mencintainya.Hati Keyzia mencelos begitu Nabil melepaskan tangannya. Tapi ia mencoba mengerti.Radit berdehem memecahkan ketegangan yang tercipta seketika. “Duluan ya,” pamitnya sembari menepuk pundak Nabil.Nabil mengangguk kecil. Ia masih terpaku di tempatnya.“Pulang yuk, Bil!” ajak Keyzia menggamit tangan Nabil dan menyadarkan dari ketermanguan.Nabil beranjak dan mengikuti langkah Keyzia menuju mobil. Seperti biasa, ia membukakan pintu untuk Keyzia dan menutupkannya kembali. Dea menyaksikan semua itu sambil menahan perasaannya. Hatinya teriris menjadi serpihan-serpihan kecil
Seperti janjinya tadi pagi, setelah menjemput Keyzia, Nabil mampir di kantor Putri. Sebenarnya Nabil penasaran tentang sosok Alan, namun Nabil lebih memilih untuk menunggu Keyzia di mobil.Dalam keadaan mesin menyala, Nabil menggunakan waktunya untuk tidur sambil menunggu Keyzia menyelesaikan urusannya dengan Alan. Namun ternyata kepalanya tidak bisa diajak bekerja sama. Pikirannya mengembara kemana-mana. Nabil membayangkan pertemuannya dengan orang tua Keyzia. Pasti nanti ia akan diinterogasi dengan berbagai macam pertanyaan. Dan tentu saja ia harus menyiapkan jawabannya dengan sebaik mungkin. Nabil mulai mengira-ngira pertayaan apa saja yang mungkin akan diajukan orang tua Keyzia padanya.Nabil masih sibuk dengan pikirannya ketika ia mendengar suara ketukan di kaca mobil. Nabil membuka matanya yang terpejam, kemudian menggerakkan kepala kearah kanan. Ternyata Keyzia. Nabil segera membuka pintu mobil begitu memahami isyarat dari Keyzia.“Bil, turun dulu yuk, aku kenalin sama Alan.”
Pagi ini begitu bangun tidur, Keyzia dikejutkan dengan kehadiran orang tuanya yang ternyata sudah pulang dan menunggu di meja makan.“Mama sama papa kapan pulang?” tanya Keyzia seraya menarik kursi yang berhadapan dengan kedua orang tuanya, sedangkan Putri duduk di sebelahnya.“Tengah malam tadi,” jawab mama Keyzia.“Mama sama papa bakalan lama di rumah kan?” tanya Keyzia lagi.“Cuma sehari ini aja, Key, besok papa sama mama berangkat lagi.” Kali ini papa yang menjawab. “Pekerjaan kamu lancar kan?” sambungnya.“So far lancar, Pa. Nggak bisa ya, perginya diundur, lusa misalnya.” Sungguh, Keyzia ingin menikmati kebersamaan dengan kedua orang tuanya. Jarang-jarang mereka bisa bersama karena kesibukan masing-masing.“Nggak bisa, Key, ini juga papa nyuri-nyuri waktu karena udah kangen banget sama kalian. Nanti malam gimana kalau kita dinner di luar?” kata papa memberi saran.“Usul bagus, Pa,” timpal Putri. “Sekalian aja ajak Nabil,” sambungnya lagi.Mendengar celetukan adiknya itu, Keyzia
Setelah berbincang panjang dengan Alan, Keyzia dan Putri pun pamit pulang. Dan begitu berada di mobil, Putri mulai menginterogasi Keyzia. Tadi sewaktu di ruangan Alan, Putri lebih banyak diam dan memilih menjadi pendengar yang baik.“Jadi Pak Fadlan itu temen kamu dulu ya, Key?”“Iya. Dia tetanggaku. Apartemenku dan apartemennya dulu bersebelahan,” jelas Keyzia sambil tetap memandang lurus ke depan karena sedang fokus menyetir.“Ooo …. “ Mulut Putri membulat.“Kamu sama dia aja, Put,” celetuk Keyzia. “Udah ganteng, tajir, baik, cerdas, lulusan S3, masih jomblo pula,” sambungnya lagi.“Kenapa nggak kamu aja yang sama dia?” timpal Putri membalikkan kata-kata Keyzia.“Aku kan udah punya Nabil.”Lagi-lagi Putri mencebik. “ Kemakan omongan sendiri kan sekarang?”Keyzia terdiam. Ia kembali teringat kata-katanya dulu dan anggapannya pada Nabil. Mengenang itu semua Keyzia menjadi malu pada dirinya sendiri juga pada Putri. Keyzia menyesal sudah bersikap sombong bahkan meragukan kredibilitas Na
Kayla langsung melepaskan diri dari rangkulan Dea begitu merasakan perutnya kembali bergejolak. Setengah berlari Kayla menuju wastafel dan muntah disana karena tidak keburu ke kamar mandi. Dea mengikuti Kayla ke belakang. Begitu mengetahui Kayla yang muntah-muntah ia pun ikut peduli. “Kamu kenapa, Kay?” tanyanya dengan raut khawatir.Bukannya menunjukkan wajah cemas, Kayla malah tersenyum. “Aku lagi isi,” katanya kemudian.Dea tertegun selama beberapa saat dan mencoba mencerna kata-kata Kayla. Apa itu artinya Kayla sedang berbadan dua?“Maksudnya, kamu lagi hamil?” tanya Dea untuk lebih meyakinkan.Kayla mengangguk dan menampakkan senyum lebar.Lagi-lagi Dea terdiam. Kenyataan ini seakan menghempaskannya. Ucapan kasar yang keluar dari mulutnya dulu kembali terngiang di telinga Dea. Dea menyesal sudah mengata-ngatai Kayla tidak akan bisa hamil dan tidak tahu rasanya kehilangan anak. Rasa cemburunya pada Kayla membuatnya tidak mampu mengontrol diri.“Selamat ya, Kay, kamu beruntung ba
Sudah beberapa hari Dea tinggal di paviliun Alan. Alan sangat baik padanya. Selain memberikannya tempat tinggal juga memberi dan melengkapi kebutuhannya. Alan juga membantu mengurus kuliah dan dokumen-doumennya yang hilang. Dea tidak tahu bagaimana caranya membalas kebaikan Alan. Kalau saja Alan tidak menolongnya malam itu mungkin ia sudah mati dengan menyedihkan atau terlunta-lunta di jalanan.Ada kanvas besar di sudut ruangan yang menarik perhatian Dea, lengkap dengan alat-alat untuk melukis. Mungkin itu punya Alan, pikir Dea. Selama ini Dea tidak berani menyentuhnya. Tapi hari ini Dea begitu terusik. Tangannya sudah gatal untuk menyapukan kuas di atas kanvas berukuran besar itu. Dea memang suka melukis terutama lukisan-lukisan yang termasuk ke dalam golongan aliran romantisme dan surealisme. Namun, sudah sejak lama Dea meninggalkan hobinya itu. Dea bergerak ke sudut ruangan, dan duduk di atas kursi yang ada disana. Dea menuangkan cat berbagai warna ke palet, mencelupkan kuas kes