Hari ini hari pertama Keyzia mulai bekerja. Sesuai kesepakatannya dengan Putri, setiap pagi Keyzia akan mengantar Putri duluan dan setelah itu ia boleh membawa mobil.Keyzia melangkah penuh percaya diri memasuki gedung Youth Magazine, nama media tempatnya bekerja. Keyzia masih belum bisa mempercayai keberuntungannya. Di usia yang masih muda, ia dipercaya menjadi managing editor yang sekaligus adalalah jenjang karir nomor dua tertinggi di tempatnya bekerja."Selamat pagi, Mbak, saya mau bertemu dengan Bapak Richard," kata Keyzia saat sudah berada di lobi dan berbicara dengan resepsionis."Ibu Keyzia ya?" tanya rersepsionis antusias seraya memperhatikan Keyzia dari puncak kepala hingga ujung kaki."Iya," jawab Keyzia seraya memamerkan senyum manisnya."Bapak Richard ada di ruangannya, Bu. Nanti Ibu naik ke lantai dua, ruangan Bapak Richard ada di deretan pertama," tutur resepsionis memberi informasi dengan ramah."Makasih ya," balas Keyzia tak kalah ramah.Sesuai dengan petunjuk dari re
"Katanya ogah sama bekas orang. Bilangnya kalo udah bekas ya bekas. Alergi sama duren, tapi tadi akrab banget kayaknya," ledek Putri pada Keyzia begitu mereka sudah berada di mobil dalam perjalanan pulang ke rumah.Keyzia yang sedang fokus menyetir langsung menoleh pada Putri yang berada di sebelahnya. "Jadi itu kakaknya Radit yang kamu bilang duren?""Iya, emang dia. Kakaknya Radit kan cuma ada satu."Mendengar penuturan Putri, air muka Keyzia langsung berubah. Keyzia kecewa mendapati kenyataan itu. Padahal tadi setelah mereka ngobrol ngalor ngidul sana sini membicarakan hampir semua topik, Keyzia merasa nyambung dengan Nabil."Tapi dia orangnya asyik lho, Put. Wawasannya luas, low profile, udah gitu anaknya manis banget," puji Keyzia sambil berusaha menutupi kekecewaannya."Iya, Key, Nabil sama Radit beda-beda tipis. Sebelas dua belas," timpal Putri menanggapi.Tidak ada yang salah dari sosok Nabil. Namun karena statusnya itu, semua penilaian positif tentang Nabil berubah seketika.
Pagi datang menjelang. Sesaat lagi gelap akan berganti terang.Pelan-pelan Radit membuka matanya. Dan yang pertama kali dilihatnya adalah istrinya tersayang yang masih terlelap di pe lu kan nya. Radit mengelus-elus pipi Kayla yang halus. Di dalam hati ia mensyukuri karunia tuhan yang luar biasa hingga saat ini mereka masih bisa bersama.Wanita yang tidur di sebelahnya dan melingkarkan tangannya ke tubuh Radit membuat Radit enggan beranjak. Radit masih ingin berlama-lama bersamanya. Wajah Kayla yang natural tanpa polesan apa pun membuatnya tidak bosan memandang walau berulang-ulang.Bahkan dalam kondisi tidur pun, Kayla mampu membangkitkan gairahnya. Tidak ingin rugi, Radit memanfaatkan kesempatan itu. Ia mendekatkan wajahnya ke muka Kayla dan menelusuri setiap inci wajah istrinya itu dengan bibirnya. Dari muka lalu berpindah ke leher dan pundak.Kayla mulai terusik ketika serangan pagi itu berpindah ke dadanya. Perlahan ia membuka mata dan tersenyum saat mendapati siapa yang dilihatny
Seperti biasa, Keyzia melangkah penuh percaya diri memasuki gedung kantornya.Ada segaris senyum tertahan di bibirnya.Kejadian tadi masih membekas jelas di ingatan Keyzia.Saat ini Keyzia masih memegang jaket berwarna navy milik Nabil.Keyzia mengembangkan jaket itu dan melihat label yang tertera di bagian leher belakang. Selera Nabil tinggi juga, puji Keyzia saat melihat nama brand yng tertera di label. Bau parfum laki-laki pun menguar dari jaket itu. Soft, tapi tetap maskulin. Tidak menusuk seperti kebanyakan laki-laki yang Keyzia temui.Keyzia tersenyum sekali lagi. Sepertinya jaket ini akan banyak membantunya.Suara Richard yang muncul di pintu membuat Keyzia segera merapatkan bibirnya.Laki-laki itu merasa heran melihat Keyzia senyum-senyum sendiri.Keyzia buru-buru mencari naskah artikel yang sudah disiapkannya kemarin. Pasti Richard datang untuk menanyakan itu padanya."Keyzia, saya tunggu di ruangan sekarang ya," ujar Richard dari depan pintu."Baik, Pak," jawab Keyzia patuh.
Setelah menemani Keyzia berbelanja, Nabil pun mengantarkan Keyzia ke tujuan inti. Bengkel mobil.Mereka tiba disana tepat di menit-menit terakhir bengkel akan tutup. Kalau saja telat beberapa detik bisa dipastikan mereka akan pulang tanpa hasil."Thanks ya, Bil." Sekali lagi Keyzia berterima kasih pada laki-laki baik itu.Nabil membalasnya dengan senyum. "Kalo kamu suka jaket itu, kamu boleh ambil."Keyzia baru sadar, waktu turun dari mobil tadi ia memakai jaket Nabil. Karena bahannya yang tipis dan adem membuatnya merasa sedang memakai cardigan."Nggak usah, Key, pake aja dulu," larang Nabil saat Keyzia akan membuka dan mengembalikan jaket miliknya."Tapi, Bil, aku-" Kata-kata Keyzia tak sempat selesai karena Nabil sudah keburu melangkah dan masuk ke mobilnya.Keyzia masih termangu di tempatnya berdiri dan baru sadar saat Nabil mengklaksonnya. Ia kemudian masuk ke mobilnya sendiri.Saat sudah berada di mobilnya, pikiran kembali membawa Keyzia ke kantornya. Ia ingat tugas yang harus d
Begitu sampai di rumah, Keyzia menemukan muka Putri yang bahagia. Tidak seperti hari-hari sebelumnya. Biasanya, gurat-gurat kelelahan akibat seharian bekerja membekas jelas di wajahnya. Namun tidak hari ini."Seneng banget kayaknya, baru habis gajian?" tanya Keyzia seraya duduk di sebelah Putri yang sedang menonton tv.Putri tidak menjawab, malah mengembangkan senyum penuh misteri yang membuat Keyzia bertambah penasaran."Kenapa sih, Put?""Guess what!""Ampun, nyerah deh." Saat ini Keyzia tidak bisa menerka apapun karena perasaannya sendiri sulit untuk ia tebak."Mau tau atau mau tau banget?""Mau tau banget.""Hmmm... tadi aku dianterin Radit pulang.""Ooo.""Kok cuma ooo sih?" tanya Putri yang heran karena respon Keyzia biasa-biasa saja."Jadi aku harus bilang wow gitu? Dianter suami orang senangnya udah kayak menang lotre. Ingat, Put, itu namanya kebahagiaan semu.""Aku tau, Key, tapi hanya itu yang bisa bikin aku bahagia. Bisa dekat-dekat dengan dia aja udah bikin bahagia setenga
Perdebatan kecil pagi ini terjadi antara Keyzia dan Putri. Putri bersikeras mengambil alih mobilnya lagi, walaupun sebenarnya mobil itu milik orang tua mereka. Namun saat Keyzia masih di Sydney, Putri berkuasa penuh atas city car itu. Sesungguhnya ini adalah bentuk pelampiasan kekesalan Putri pada Keyzia. Beberapa hari belakangan Keyzia selalu terlambat menjemput Putri, dan kemarin contohnya, Keyzia tidak muncul-muncul sampai Putri terlantar dan ujung-ujungnya ia diantar Radit.Sebagai seorang kakak akhirnya Keyzia memilih untuk mengalah. Sekalian saja ia tidak ikut dengan Putri pagi ini.Keyzia memilih-milih sepatu yang akan dipakainya hari ini, sambil membuka aplikasi taksi online. Keyzia hampir saja memesan dan menekan tombol konfirmasi ketika ia ingat seseorang.Perempuan berumur 26 tahun itu pun membuka kontak di handphonenya dan mencari nomor seseorang lalu mendialnya.Tidak menunggu lama, panggilan tersambung."Lagi dimana? Aku lagi butuh bantuan kamu nih.""Lagi di jalan,
Kayla terbangun pagi ini dengan desakan yang sama dari dalam perutnya seperti tengah malam tadi. Dan kini gejolak yang bersumber dari bagian tengah tubuhnya itu bercampur dengan rasa mual luar biasa. Kayla merasa ingin muntah. Setengah berlari ia menuju kamar mandi karena takut muntahannya tumpah di tempat tidur.Tapi ternyata kamar mandi tertutup rapat karena Radit ada di dalamnya. Kayla akhirnya muntah di wastafel. Ia mengeluarkan semua isi perutnya sampai akhirnya tidak ada lagi yang bisa dikeluarkannya.Kayla mengangkat muka dan berkaca di cermin yang berada di dinding di atas wastafel, lalu menyibak rambut yang menutupi sebagian wajahnya. Mukanya pucat seperti tak berdarah. Nafasnya yang tersengal-sengal membuat dadanya ikut sesak."Udah bangun ya, yang?" Radit yang baru keluar dari kamar mandi mendekap Kayla dari belakang dan mencium tengkuknya. Radit ikut berkaca di cermin dan mendapati muka Kayla yag pasi. "Yang, masih sakit ya?" lanjutnya lagi.Kayla mengangguk pelan. "Mual b
-Terkadang, kita harus terluka dulu untuk bahagia-***Dea berdiri di depan cermin, lalu menatap refleksi dirinya disana. Pemilik tinggi badan seratus tujuh puluh tujuh senti itu terlihat jauh lebih anggun dengan pakaian tertutup yang membungkus tubuhnya dari ujung kaki sampai puncak kepala. Rambutnya yang panjang yang dulu selalu tergerai bebas sekarang terbungkus rapi dan tersembunyi di balik hijab yang ia kenakan. Tidak ada lagi Dea yang dulu suka menggunakan dress selutut atau pun blouse berbelahan dada rendah. Ia benar-benar sudah berubah dan bertransformasi total. Penampilannya jauh lebih tertutup dan rapi, namun tidak sedikit pun mengurangi kesan anggun yang memang sudah melekat dalam dirinya.“Lan…!!! Sudah siap belum?” Terdengar suara seorang perempuan memanggil namanya diiringi dengan ketukan di pintu.Dea menatap sekali lagi pantulan dirinya di cermin, lalu meninggalkan senyum sebelum berlalu pergi.“Wulan…!!!” panggilan itu terdengar lagi.“Iya, sebentar,” Dea menyahut, ke
-Kadang, kita mencintai seseorang sebegitu rupa sampai tidak menyisakan tempat bagi yang lain. Membuat kita lupa untuk sekadar bertanya, inikah cinta sebenarnya-*Puluhan detik lamanya Nabil berdiri di depan pintu setelah menekan bel. Namun, hingga detik ini masih belum ada tanda-tanda pintu akan terbuka. Mungkin dia sedang berada dan sibuk di belakang, pikir Nabil. Nabil memutuskan untuk menekan bel sekali lagi. Tapi, baru saja tangannya terulur untuk menyentuh bel, daun pintu terbuka, diiringi dengan seraut wajah manis yang mengembangkan senyum padanya.“Maaf, Yah, tadi bunda lagi di belakang,” ujar perempuan berkerudung itu seraya menyalami tangan Nabil dan menciunm punggung tangannya.“Tidak apa-apa, Nda,” jawab Nabil penuh pengertian. “Rasya mana, Nda?” lanjutnya kemudian.“Lagi tidur di kamar, Yah.”Nabil segera masuk ke kamarnya. Disana, tepatnya di atas sebuah tempat tidur, sedang terbaring seorang anak laki-laki dengan mata terpejam. Ya, dia sedang tidur. Hal pertama yang di
“Kayraaa!!! Ayo sarapan dulu!” seru Kayla dari ruang makan.“Iya, Bun…” Kayra menyahut lalu keluar dari kamar menuju ruang makan.“Ya ampun… rambut kamu belum disisir ya,” ujar Kayla melihat rambut Kayra yang masih berantakan, sementara tubuhnya sudah terbalut seragam sekolah. Kayla mengabaikan sejenak urusan meja makan dan melangkah tergesa ke kamar Kayra untuk mengambil sisir.“Bunda…!!! Crayon aku patah…”Baru saja Kayla akan menyisir rambut Kayra, terdengar teriakan Kiran dari ruang tengah.“Iya, sayang, sebentar ya, Bunda sisirin rambut kakak dulu.”Dengan telaten Kayla membagi rambut Kayra menjadi dua bagian sama banyak, lalu mengepangnya dengan rapi.“Bunda… gimana nih, crayon aku patah…” Kiran yang sudah tidak sabar kembali berseru memanggil Kayla.Menyeret langkah panjang, Kayla bergegas ke ruang tengah. Disana, putri keduanya itu tampak sedang merengut. Di hadapannya terbuka lebar sebuah buku mewarnai dengan sekotak crayon beraneka warna.“Mana yang patah, nak?” tanya Kayla
Hari itu sudah semakin dekat. Hari dimana Kayla akan menyerahkan hidupnya pada garis takdir. Kayla sudah ikhlas jika memang seperti itu nasib yang harus diterimanya. Dan, hari ini Kayla kembali mengunjungi pusara Radit. Ia tidak sendiri, tapi bersama Kayra, sang putri tersayang.Dulu ia sangat rajin berkunjung kesini. Mengadukan luka batinnya dan kesendirian yang membuatnya semakin tersiksa. Tapi seiring waktu, frekuensi kunjungannya juga berkurang. Bukan Kayla tidak ingat Radit lagi, tapi Kayla hanya sedang berusaha menyembuhkan lukanya secara pelan-pelan.Lama Kayla termangu di pusara Radit. Kayla merasa keputusannya untuk menikah dengan Nabil adalah sebuah bentuk pengkhianatan pada Radit. Tapi ia tidak punya pilihan lain yang lebih baik.“Maafin aku, Dit, tapi aku melakukan semua ini demi anak kita,” gumamnya di sela isak.“Bunda kenapa minta maaf sama papa? Bunda salah apa?” Kayra yang keheranan melihat Kayla berurai air mata bertanya polos. Berbagai pertanyaan bertumpuk di hatiny
Kayla masih merenungi semua yang sudah dilakukan dan dikatakannya pada Nabil. Rasanya semua seperti di luar kontrol dan berasal dari alam bawah sadarnya. Menikah dengan Nabil untuk ke dua kalinya sama sekali tidak pernah ada dalam opsi hidupnya. Bagaimana mungkin ia menikah dengan orang yang tidak ia cintai? Namun, di dalam hidup terlalu banyak pilihan-pilihan sulit, dan kita harus memilih salah satu di antaranya. Kayla mengalihkan pandangan pada Kayra yang sedang tidur. Wajahnya tenang dan begitu damai. Sungguh, Kayla tidak sanggup melukai dan menyakiti hatinya. Dia masih terlalu kecil. Sudah terlalu banyak hal-hal mengiris batin yang dialaminya dalam usia sedini itu. Kayla berjanji, ia tidak akan lagi menambah luka pada anaknya itu.Mata Kayla berpindah pada kantong plastik putih dengan label rumah sakit yang dikunjunginya tadi. Perlahan, dibukanya kantong itu dan mengamati satu demi satu butiran pil berbentuk bulat yang kini memenuhi ruang matanya.Pandangan Kayla berpindah pada
Seperti permintaan Kayla, Nabil pun menjemput Kayra ke sekolahnya. Ternyata Nabil datang lebih cepat. Dengan sabar ia pun menunggu sampai Kayra pulang. Ia duduk di bangku berwarna-warni yang tersedia disana dan memandang lepas pada kerumunan anak-anak yang menampilkan beragam ekspresi.Dari jauh Nabil memperhatikan Kayra yang sedang bermain bersama teman-temannya. Nabil rasa usulnya pada Kayla agar menyekolahkan Kayra tidak sia-sia. Buktinya, sekarang Kayra jauh berubah, malahan amat sangat jauh. Wajahnya yang biasa tersaput mendung, sekarang diselimuti awan-awan ceria. Tidak pernah lagi Nabil melihat rona kesedihan di mukanya. Memandang muka Kayra, Nabil seperti sedang menatap Radit. Mereka memang mirip. Siapa pun tidak ada yang akan membantah kalau Kayra adalah anak Radit. Ingat Radit, pikiran kembali membawanya pada hari terakhir Radit bersamanya.Saat itu mereka duduk berdua di kursi teras rumah sambil memperhatikan Kayra yang sedang bermain di pekarangan. Dari yang awalnya mere
“Kay, blush on-nya kenapa tebel banget? Udah gitu belepotan sampai ke hidung,” ujar Nadin hari itu saat berkunjung ke rumah Kayla. “Masa sih? Aku enggak pake blush on padahal,” timpal Kayla seraya memegang pipinya dengan kedua tangan.Nadin mendekatkan mukanya, lalu menyipitkan mata mengamati Kayla baik-baik. Ditempelkannya telunjuk ke pipi dan hidung Kayla. Permukaan wajahnya terasa kasar. Kayla benar, dia tidak memakai blush on, tapi ini…“Alergiku kambuh lagi, Nad, tempo hari Kayra pengin makan ikan kalengan, iseng, aku juga ikut makan,” beber Kayla.Nadin menjauhkan telunjuknya dari muka Kayla setelah mendengar penuturannya.“Tapi kayaknya parah banget, Kay,” kata Nadin sedikit meringis. “Dibawa ke dokter aja ya!”“Enggak perlu pake ke dokter kali, Nad, tinggal dikasih salep juga bakal hilang kok.”“Oh gitu ya? Ya udah.” Nadin tidak lagi membahas masalah itu.Sunyi, sepi, dan hening yang tersisa saat Nadin sudah pergi. Kayra juga tidak di rumah karena sejak tadi dibawa Nabil. Be
Sudah tiga hari Kayra menghabiskan paginya di play group dekat rumah. Seperti yang ia janjikan, Nabil memang mengantarkan sang ponakan kecil, dan, Kayla yang bertugas untuk menjemputnya.Kayra terlihat jauh lebih ceria dibanding hari-hari biasa. Dia seperti menemukan dunia baru yang selama ini seolah tersembunyi di belahan bumi bagian lain. Bertemu teman-teman seusianya dan bisa bermain bersama merupakan kebahagiaan tersendiri bagi Kayra.“Kamu lihat sendiri kan, Kayra senang banget,” ujar Nabil yang berdiri di samping Kayla sambil memperhatikan Kayra yang sedang bermain ayunan. Kebetulan hari itu hari sabtu, Nabil tidak kerja, jadi selain mengantar Kayra, ia juga bisa menemani Kayla menjemput Kayra pulang.“Iya,” timpal Kayla dan ikut tersenyum memandangi Kayra. Ya, Kayla memang sudah bisa tersenyum sekarang.“Bunda… !” Kayra yang melihat Kayla dan Nabil langsung berseru riang dan berlari mendekati kemudian menghambur ke pelukan Kayla.“Sudah selesai mainnya, nak?” tanya Kayla sembar
“Bun… Bunda… bangun, Bun!” Kayra mengguncang-guncang Kayla yang masih tertidur lelap. Karena tak henti-hentinya mendapat serangan guncangan, Kayla pun terusik. Dibukanya mata. Berat, seperti ada perekat yang membuat kelopak matanya menempel. Kayla kembali akan menutup netranya, namun suara Kayra mencegahnya untuk melakukan hal itu.“Bun, bangun, sudah siang, aku lapar… “ rengek Kayra sembari memegang perutnya.Pelan-pelan, Kayla kembali membuka mata. Dilihatnya Kayra yang juga tengah menatapnya. Ah, ternyata aku masih hidup, pikir Kayla. Kenapa aku harus melihat dunia lagi?Ia kembali mengumpulkan kekuatan dan semangat untuk menjalani hari-harinya yang berat.“Bun, aku lapar, mau makan,” rengek Kayra lagi. Semalam ia hanya makan dua suap, dan sekarang perutnya sudah meronta-ronta minta diisi. Cacing-cacingnya sudah pada demo.“Iya, sebentar ya, nak.”Kayla ingat, sup daging sisa semalam masih banyak dan sudah ia masukkan ke kulkas. Ia hanya tinggal sedikit memanaskan.Kayla berniat