Jebakan!Ternyata orang-orang yang mengejarnya itu belum pergi jauh. Tanpa pikir panjang Celia dengan cepat berlari, tapi dia tidak menuju tempat yang sudah disepakati bersama dua sahabatnya, karena dia khawatir jikalau kedua sahabatnya sudah berada di sana. Berlari kesana sama saja mencelakai mereka.“Berhenti!”Celia terus berlari tanpa menoleh lalu berbelok di sebuah persimpangan, dia ingat pernah melewati jalan itu bersama Nenek Iris untuk mencari sayuran dan buah liar. Di ujung jalan dia melihat sebuah pick-up truck yang akan melintas, dengan semua keberaniannya Celia nekat berdiri menghadang di depan mobil dengan merentangkan tangan. Mobil mengerem tepat waktu.“Tuan tolong, izinkan saya masuk.” Celia berkata dengan panik sambil memukul pintu mobil berulang kali. Wajahnya berulang kali menoleh ke belakang. Pintu mobil terbuka, setelah Celia masuk mobil itu segera melaju dengan cepat meninggalkan orang-orang yang mengejar Celia dengan marah.Celia bernafas lega dan mengucapkan t
Dengan hati yang masih bimbang namun penuh harapan, Celia mengangguk pelan. "Baiklah, masalah ini… aku terserah Nenek saja.” Celia tertunduk malu dengan wajah bersemu merah.Nenek Iris tersenyum bahagia dan memeluk Celia. "Terima kasih, sayang. Aku yakin ini adalah keputusan yang tepat. Aku akan memberitahu Luxian dan kita akan segera mengatur pertemuan kalian."Celia merasa sedikit lega, meski masih ada ketidakpastian di hatinya. Namun, ia bertekad untuk menjalani keputusan ini dengan penuh keyakinan dan berharap bahwa ini adalah awal dari kehidupan yang lebih baik.Nenek Iris menawarkan Celia untuk menginap, tapi karena kedua sahabatnya datang berkunjung, terpaksa dia menolak. Malam itu Celia tidur di guest house tempat Lily dan Amy menginap.Mereka bergosip sambil ditemani minuman dan makanan ringan, layaknya sebuah pesta kecil untuk saling melepas rindu.Sementara di rumah perkebunan Ashford.Kakek Adam masih sibuk memeriksa laporan keuangan di ruang kerjanya.Cahaya lampu menyina
"Luxian, senang melihatmu di sini," ucap Abigail dengan nada menggoda, tangannya menyentuh lengan Luxian dengan akrab.Luxian menoleh, matanya dingin dan tanpa ekspresi. "Abigail," jawabnya singkat, berusaha menjaga jarak. "Acara ini untuk amal, mari kita fokus pada itu."Abigail tertawa kecil, tidak tergoyahkan oleh sikap dingin Luxian. "Tentu saja, Luxian. Tapi kita juga bisa bersenang-senang, bukan?"Abigail adalah tipe wanita yang tidak mengenal menyerah dalam mendekati pria yang diincarnya. Dia tahu Luxian adalah pria yang berkuasa dan kaya, target sempurna untuk memuaskan ambisinya. Apalagi dia sangat tampan.Semua wanita di Summer Field, atau bahkan di negara X ini tidak ada yang tidak menginginkannya. Jadi, saat ada kesempatan, kenapa tidak di manfaatkan?Dengan gaun malam yang sexy, dia bergerak anggun mendekati Luxian, mencoba merayunya dengan kata-kata manis dan sentuhan ringan dengan jari-jarinya yang lentik. Luxian merasa tidak nyaman, tetapi tidak menunjukkan ketidaksena
“Kau sangat beruntung kelak memiliki seorang Nenek yang sangat perhatian dan begitu menyayangimu,” ucap Erika sambil menerapkan krim lulur di seluruh tubuh Celia. “Kakak, menurutmu apakah Tuan Jose dan Nyonya Paula akan datang?” “Ini adalah hari pernikahan putra mereka, tentu saja mereka akan datang. Kabarnya mereka sedang melakukan perjalanan keliling dunia, dan sudah hampir setahun sejak mereka pergi.” Celia tidak henti-hentinya bersyukur, selama ini dia hanya memiliki seorang ibu disisinya, tapi tiba-tiba sebentar lagi dia tidak hanya memiliki seorang suami, tapi juga ayah, ibu, nenek dan juga kakek. Dan juga seorang adik yang belum pernah di lihatnya. Luxius terlalu sibuk. Keesokan harinya, Luxian merasa tercekam oleh kebingungan dan keyakinan baru yang salah arah. Tapi tidak punya pilihan lain. Dia tidak mungkin membatalkan pernikahan yang tinggal seminggu lagi. Apa mungkin dia harus melupakan Abigail dan menganggap tidak pernah terjadi apa-apa diantara mereka? Tapi m
"Ini baru permulaan," katanya dengan nada angkuh, penuh keyakinan. "Luxian akan menjadi milikku. Semua orang akan melihat bahwa akulah yang paling pantas berada di sisinya." Dengan langkah yang mantap, Abigail menuju ke kamar tidurnya. Ia tahu bahwa hidupnya akan berubah selamanya. Gelang safir itu bukan hanya aksesori mewah, melainkan tanda bahwa ia telah berhasil memasuki dunia yang lebih tinggi. Dan di dunia itu, ia akan bersinar paling terang, dengan Luxian di sisinya, sebagai bukti nyata dari kemenangan dan ambisinya. Gelang itu benar-benar jimat keberuntungan. Menjelang hari pernikahan biasanya calon pengantin akan merasa bahagia dan tidak sabar. Namun, hati Celia penuh kecemasan. Dia memutuskan untuk pergi berziarah ke makam ayah dan ibunya. Walaupun mereka bukan orang tua kandungnya tapi mereka telah memberikan kasih sayang yang tulus dan tanpa pamrih padanya. Celia berharap menemukan kedamaian di sana, sebuah tempat di mana ia bisa merenung dan berbicara dengan sosok yan
Hari pernikahan Celia dan Luxian. Luxian duduk diam di dalam mobilnya yang terparkir di atas bukit, perbatasan Ashford dan Summer Field. Memandang desa Ashford yang terhampar di bawahnya. Cahaya matahari pagi begitu hangat dan cerah, menciptakan pemandangan yang seharusnya menenangkan, namun pikirannya bergolak dengan keraguan dan kebimbangan. Di belakang kemudi, Luxian meremas setir dengan erat. Ingatan malam itu di hotel kembali membayangi pikirannya. Abigail. Nama itu kini membawa beban moral yang berat di pundaknya. Ia telah mengetahui bahwa Abigail adalah wanita yang bersamanya malam itu. Sebuah kesalahan yang terungkap belakangan ini, dan kini ia merasa terjebak dalam dilema moral yang membingungkan. Sejak mengetahui kebenaran ini, hatinya tidak pernah tenang. Seharusnya hari ini menjadi salah satu hari paling bahagia dalam hidupnya. Pernikahannya dengan Celia, wanita yang telah mengubah hidupnya dengan kebaikan dan ketulusan hati. Namun, kewajiban moral terhadap Abigail teru
Tiba-tiba sebuah mobil sedan hitam kelas atas berhenti tepat di depan pintu gerbang. Pintu mobil terbuka, dan seorang pria memakai setelan jas mewah dengan tenang melangkah keluar.Begitu mereka melihatnya, sekelompok orang yang barusan berisik tiba-tiba terdiam dan suasana seketika menjadi sunyi.Pria itu memiliki wajah yang dingin dan tegas, mata birunya yang dalam diwarnai dengan sedikit kekejaman. Meski ekspresinya dingin, wajahnya sangat memukau seperti sosok dewa iblis tampan dalam Xianxia.Setelan kelas atas dengan sempurna membalut tubuhnya yang tinggi ramping dan proporsional. Sikapnya yang acuh tak acuh namun terlihat sangat menarik.Itu Luxian!Semua mata serentak tertuju padanya.Sambil memasang kancing jas-nya, Luxian berjalan dengan langkah yang mantap menuju altar.Celia memperhatikan Luxian saat dia melihat ke arahnya dengan tenang, dan hatinya yang tegang seketika menjadi rileks.Tatapan Luxian yang hanya sesaat membuat pikirannya menjadi kosong, yang terdengar di dun
Celia dan Luxian berdiri bersama, menghadap para tamu undangan dengan senyum bahagia di wajah mereka.Luxian masih memegangi pinggangnya dengan telapak tangannya yang terasa panas, membuat Celia merasa hangat dan gelisah.Setelah upacara sakral pernikahan, Celia menemani Luxian terus berakting seperti pasangan yang penuh kasih dan saling mencintai, menerima berkah dan ucapan selamat dari para tamu.Di jamuan makan, Celia duduk bersama keluarga barunya. Pada malam hari, Luxian mengirim mobil untuk membawanya ke vila barunya yang tidak jauh dari rumah Nenek Iris.Itu adalah vila dua lantai yang sangat mewah yang dikelilingi oleh pegunungan dan sungai.Celia pulang bersama sopir, karena Luxia diminta orang tuanya agar tinggal sebentar di rumah perkebunan untuk menjelaskan banyak hal.Mobil Celia melewati jalan hutan yang sepi selama kurang lebih dua puluh menit dan berhenti di depan sebuah villa dengan taman yang luas.Di pintu masuk taman vila berdiri seorang kepala pelayan muda berpaka
Jantung Celia berdegup semakin kencang, perasaannya tidak menentu.Mereka sampai di sudut jalan yang lebih sepi, tapi pria itu sudah tidak terlihat lagi. Celia berhenti dan menatap sekeliling dengan nafas yang tidak beraturan. "Dia... dia ada di sini tadi," ucapnya.Luxian mendekat, meletakkan tangan lembut di bahu Celia. "Celia, mungkin ini hanya perasaanmu. Kau mungkin melihat seseorang yang mirip, tapi Sergio... dia sudah tidak ada." Suaranya lembut, mencoba menenangkan.“Kau benar, itu mungkin hanya imajinasiku saja, Luxian maaf,” jawab Celia.***Celia melihat berita mengejutkan di ponselnya. Sebuah laporan menayangkan rekaman yang diambil oleh warga di jalan.Di layar, terlihat seorang wanita dengan pakaian lusuh dan rambut acak-acakan, tampak berusaha dipegang oleh beberapa petugas medis dan polisi. Wajah wanita itu tampak penuh dengan kebingungan dan ketakutan, sementara di pelukannya, dia memeluk bantal kecil. Wanita itu berteriak dan meronta, menolak dimasukkan ke dalam mob
Setelah berhari-hari menunggu dengan penuh harapan, keluarga Lannister akhirnya harus menerima kenyataan yang pahit. Pihak berwenang mengonfirmasi bahwa tidak ada korban selamat dari kecelakaan pesawat yang menewaskan banyak penumpang. Jenazah sebagian besar penumpang tidak ditemukan karena pesawat jatuh di laut lepas, membuat pencarian semakin sulit dan perlahan dihentikan. Keluarga Lannister, yang awalnya begitu berharap akan keajaiban, kini tak punya pilihan selain menyerah.Di tengah duka yang mendalam, orang tua Sergio, duduk bersama Celia di rumah mereka. Mereka tahu bahwa hidup harus terus berjalan. Dalam percakapan yang penuh dengan emosi, mereka akhirnya memutuskan untuk memberikan Celia kebebasan."Celia, sayang," ujar Mrs. Lannister dengan suara lembut. "Kami tahu ini tidak mudah, dan Sergio akan selalu ada di hati kita semua. Tapi... kamu masih muda, dan kami ingin kamu bahagia. Kamu bebas untuk menikah lagi, jika kamu menemukan seseorang yang membuatmu bahagia."Celia me
Dan kemudian, tanpa peringatan, Celia mulai menangis terisak. Tangisnya begitu dalam dan penuh dengan kesedihan yang dia tahan selama bertahun-tahun. Bahunya bergetar, nafasnya tersengal-sengal, dan dia merasa seluruh dunia runtuh di sekitarnya. Tanpa berpikir panjang, Celia meraih tubuh Luxian, memeluknya erat seolah-olah dia takut kehilangan lagi. Tangannya yang gemetar melingkari pinggang Luxian, memegang erat seolah-olah dia menemukan satu-satunya pijakan di tengah badai yang menerjang hidupnya."Aku nggak tahu harus bertanya kemana lagi tentang Abigail dan semua yang terjadi." Celia terisak di dadanya, suaranya hampir tak terdengar. "Aku nggak tahu apa yang terjadi padamu. Kau menghilang. Dan sekarang aku pikir kamu sudah pergi selamanya."Luxian, yang merasakan tubuh Celia gemetar dalam pelukannya, dengan lembut membalas pelukan itu. Tangannya yang kuat namun lembut melingkari bahu Celia, menariknya lebih dekat. Dia membelai rambut Celia dengan lembut, memberikan rasa tenang d
Luxius menceritakan apa yang terjadi dan Luxian sangat terkejut. Karena saat kejadian dan berita kecelakaan di umumkan, dia sudah berada di dalam pesawat.“Sebenarnya apa yang terjadi?” Tanya Luxius.Hari itu, Luxian sedang bersiap-siap untuk kembali pulang setelah menjalani perawatan panjang di luar negeri. Kesehatannya berangsur membaik, dan akhirnya dia merasa cukup kuat untuk kembali ke keluarganya di Summerfield. Semua barangnya sudah dikemas, dan tiket penerbangan di tangannya menunjukkan bahwa dia akan pulang pada malam hari itu. Ada perasaan lega yang perlahan mengisi dadanya, karena setelah berbulan-bulan jauh dari rumah, dia akhirnya bisa bertemu dengan orang-orang yang dia cintai. Tapi di tengah persiapannya, sebuah peristiwa kecil mengubah segalanya.Di rumah sakit tempat dia terakhir kali melakukan pemeriksaan, Luxian bertemu dengan seorang pria yang tampak sangat panik. Pria itu duduk di bangku ruang tunggu, tampak gelisah dengan ponsel di tangannya, mengusap wajahnya b
Di ruang tunggu bandara yang penuh dengan keheningan dan kesedihan, Celia hampir tenggelam dalam kelelahan. Tubuhnya terasa begitu berat setelah berjam-jam menunggu kabar yang belum pasti. Matanya yang sembab oleh air mata hampir tertutup, dan dia mulai terjebak di antara keadaan sadar dan tidak. Kepalanya yang bersandar di pundak ibunya perlahan mulai terjatuh, seolah-olah rasa kantuk dan kelelahan telah menguasai dirinya.Namun, di tengah kondisi antara tidur dan terjaga itu, matanya yang setengah terbuka tiba-tiba menangkap sesuatu yang tak terduga. Di pintu kedatangan yang berada agak jauh dari tempat dia duduk, dia melihat sosok yang sangat dikenalnya. Pria itu berjalan dengan tenang, mengenakan pakaian kasual, rambutnya yang hitam agak kusut. Di sebelahnya, ada Bryan, yang juga terlihat familiar untuk Celia.“Luxian...?” Bisik Celia pelan, hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.Matanya tiba-tiba melebar, dan kesadarannya mulai kembali. Dia mengerjapkan mata beberapa k
"Celia, semuanya sudah siap. Kita akan merayakan kepulangan Sergio dengan penuh suka cita," kata Eleanor, sambil tersenyum hangat di ruang tamu kediaman Montague. Meja makan sudah dihiasi dengan bunga-bunga segar dan hidangan terbaik, sementara semua orang bersemangat menunggu kedatangan Sergio.Di tempat lain, suasana serupa juga menyelimuti kediaman Davies. Mereka menerima kabar dari Luxian bahwa dia juga sedang dalam perjalanan pulang setelah menjalani perawatan di luar negeri selama berbulan-bulan. Keluarga Davies yang telah lama menanti kabar baik ini merasa lega. "Akhirnya, Luxian pulang. Aku tak sabar melihatnya," ujar Paula dengan mata berbinar. Di rumah itu, suasana dipenuhi harapan, dan Luxius tampak tersenyum lega mendengar kabar baik dari kakaknya. Setelah semua drama dan ketegangan, keluarga Davies merasa hari itu akan menjadi awal yang baru bagi mereka.Namun, ketika waktu mendekati siang, suasana yang penuh kebahagiaan itu berubah dalam sekejap.Tiba-tiba, televisi m
Dengan wajah yang perpaduan sempurna antara Celia dan Luxian, anak itu menjadi simbol dari hubungan masa lalu yang rumit, tapi juga penuh cinta.Sergio sangat mencintai anak itu dan menganggapnya seperti darah dagingnya sendiri.***Suatu hari, di sebuah taman kota yang tenang dan indah, Celia sedang berjalan-jalan dengan putranya. Anak kecil itu tampak riang, berlari-lari kecil di sekitar taman, mengejar burung-burung dan tertawa ceria. Celia mengawasinya dengan senyum hangat di wajahnya, menikmati momen damai bersama anaknya. Hari itu cuaca sangat cerah, dengan sinar matahari yang lembut menyinari taman, membuat suasana semakin nyaman.Sementara Celia duduk di bangku taman, tiba-tiba dia melihat sebuah keluarga yang dikenalnya sedang berjalan di sepanjang trotoar taman. Itu adalah keluarga Davies. Nyonya Paula sepertinya sedang mengajak Nenek Iris jalan-jalan menikmati suasana sore hari.Celia merasa dadanya berdegup sedikit lebih cepat. Dia tidak pernah benar-benar memutuskan kont
Beberapa hari sebelum hari pernikahannya, Celia memutuskan untuk mengunjungi Hacienda, rumah keluarga besar keluarga Davies di Ashford.Di sana, ia berharap bisa bertemu dengan Nenek Iris, Celia berpikir, jika ada orang yang bisa memberinya petunjuk tentang keberadaan Luxian atau tentang apa yang sebenarnya terjadi padanya, mungkin itu adalah Nenek Iris.Saat Celia tiba di Hacienda, suasana terasa hening dan damai. Angin sepoi-sepoi meniup lembut dedaunan pohon di halaman, dan langit sore berwarna keemasan memberikan perasaan tenang. Namun, hati Celia tidak tenang. Langkah kakinya sedikit gugup ketika dia mendekati pintu rumah tua itu.Nenek Iris menyambutnya dengan senyuman ramah seperti biasanya, tetapi senyuman itu terasa penuh arti, seolah-olah ada sesuatu yang disimpan di baliknya. "Celia, sayang, apa yang membawamu ke sini?" Tanyanya lembut, suaranya tenang dan menenangkan.Celia, yang awalnya mencoba tersenyum, kini menunjukkan keraguannya. Matanya menatap langsung ke wajah Nen
Di rumah sakit, suasana terasa tegang saat Abigail berbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit, kondisinya kritis akibat pendarahan hebat setelah pengejaran dramatis bersama Simon. Tim medis bergerak cepat, mempersiapkan operasi darurat. Dokter memberitahu bahwa kondisi Abigail dan bayinya sangat kritis. Kemungkinan besar, bayinya sudah meninggal dalam kandungan dan harus segera dikeluarkan, akibat trauma dan stres fisik yang dialaminya.Di kediaman keluarga Davies suasana menjadi sangat tegang. Mereka tampak khawatir dan frustasi dengan semua situasi yang kacau ini. Abigail telah menjadi pusat masalah bagi keluarga mereka. Awalnya mereka berpikir bahwa bayi yang dikandung Abigail adalah anak Luxian, tapi dengan berita bahwa Abigail terlibat dengan Simon, segalanya menjadi tidak jelas. Mereka tidak mau mengambil risiko dan memutuskan untuk meminta dokter melakukan tes DNA pada bayi Abigail. Dengan kekuasaan dan pengaruh yang mereka miliki, keluarga Davies berhasil memaksa pihak ruma