"Ini baru permulaan," katanya dengan nada angkuh, penuh keyakinan. "Luxian akan menjadi milikku. Semua orang akan melihat bahwa akulah yang paling pantas berada di sisinya." Dengan langkah yang mantap, Abigail menuju ke kamar tidurnya. Ia tahu bahwa hidupnya akan berubah selamanya. Gelang safir itu bukan hanya aksesori mewah, melainkan tanda bahwa ia telah berhasil memasuki dunia yang lebih tinggi. Dan di dunia itu, ia akan bersinar paling terang, dengan Luxian di sisinya, sebagai bukti nyata dari kemenangan dan ambisinya. Gelang itu benar-benar jimat keberuntungan. Menjelang hari pernikahan biasanya calon pengantin akan merasa bahagia dan tidak sabar. Namun, hati Celia penuh kecemasan. Dia memutuskan untuk pergi berziarah ke makam ayah dan ibunya. Walaupun mereka bukan orang tua kandungnya tapi mereka telah memberikan kasih sayang yang tulus dan tanpa pamrih padanya. Celia berharap menemukan kedamaian di sana, sebuah tempat di mana ia bisa merenung dan berbicara dengan sosok yan
Hari pernikahan Celia dan Luxian. Luxian duduk diam di dalam mobilnya yang terparkir di atas bukit, perbatasan Ashford dan Summer Field. Memandang desa Ashford yang terhampar di bawahnya. Cahaya matahari pagi begitu hangat dan cerah, menciptakan pemandangan yang seharusnya menenangkan, namun pikirannya bergolak dengan keraguan dan kebimbangan. Di belakang kemudi, Luxian meremas setir dengan erat. Ingatan malam itu di hotel kembali membayangi pikirannya. Abigail. Nama itu kini membawa beban moral yang berat di pundaknya. Ia telah mengetahui bahwa Abigail adalah wanita yang bersamanya malam itu. Sebuah kesalahan yang terungkap belakangan ini, dan kini ia merasa terjebak dalam dilema moral yang membingungkan. Sejak mengetahui kebenaran ini, hatinya tidak pernah tenang. Seharusnya hari ini menjadi salah satu hari paling bahagia dalam hidupnya. Pernikahannya dengan Celia, wanita yang telah mengubah hidupnya dengan kebaikan dan ketulusan hati. Namun, kewajiban moral terhadap Abigail teru
Tiba-tiba sebuah mobil sedan hitam kelas atas berhenti tepat di depan pintu gerbang. Pintu mobil terbuka, dan seorang pria memakai setelan jas mewah dengan tenang melangkah keluar.Begitu mereka melihatnya, sekelompok orang yang barusan berisik tiba-tiba terdiam dan suasana seketika menjadi sunyi.Pria itu memiliki wajah yang dingin dan tegas, mata birunya yang dalam diwarnai dengan sedikit kekejaman. Meski ekspresinya dingin, wajahnya sangat memukau seperti sosok dewa iblis tampan dalam Xianxia.Setelan kelas atas dengan sempurna membalut tubuhnya yang tinggi ramping dan proporsional. Sikapnya yang acuh tak acuh namun terlihat sangat menarik.Itu Luxian!Semua mata serentak tertuju padanya.Sambil memasang kancing jas-nya, Luxian berjalan dengan langkah yang mantap menuju altar.Celia memperhatikan Luxian saat dia melihat ke arahnya dengan tenang, dan hatinya yang tegang seketika menjadi rileks.Tatapan Luxian yang hanya sesaat membuat pikirannya menjadi kosong, yang terdengar di dun
Celia dan Luxian berdiri bersama, menghadap para tamu undangan dengan senyum bahagia di wajah mereka.Luxian masih memegangi pinggangnya dengan telapak tangannya yang terasa panas, membuat Celia merasa hangat dan gelisah.Setelah upacara sakral pernikahan, Celia menemani Luxian terus berakting seperti pasangan yang penuh kasih dan saling mencintai, menerima berkah dan ucapan selamat dari para tamu.Di jamuan makan, Celia duduk bersama keluarga barunya. Pada malam hari, Luxian mengirim mobil untuk membawanya ke vila barunya yang tidak jauh dari rumah Nenek Iris.Itu adalah vila dua lantai yang sangat mewah yang dikelilingi oleh pegunungan dan sungai.Celia pulang bersama sopir, karena Luxia diminta orang tuanya agar tinggal sebentar di rumah perkebunan untuk menjelaskan banyak hal.Mobil Celia melewati jalan hutan yang sepi selama kurang lebih dua puluh menit dan berhenti di depan sebuah villa dengan taman yang luas.Di pintu masuk taman vila berdiri seorang kepala pelayan muda berpaka
Eliza…Aku ingin pulang saja…” “Tunggu sebentar lagi…saat pestanya selesai aku akan datang untuk menjemputmu, sekarang kamu istirahat dulu, dan tunggu aku di dalam.” Eliza memapah Celia yang sudah dalam keadaan mabuk ke sebuah kamar president suit hotel Diamond di kamar 1506. Saat tiba di depan pintu, Eliza melihat pintu yang tidak terkunci, sudut bibirnya sedikit terangkat. Setelah mendorong Celia masuk ke dalam, Eliza kemudian menutup pintu, sebelum pergi dia tidak lupa memasang tanda ‘do not disturb’ pada kenop pintu bagian luar. Tidak lama kemudian Bryan datang dengan nafas terengah-engah, dia berdiri terpaku di depan pintu saat melihat tanda ‘do not disturb’ terpasang. Karena tanda tersebut, dia tidak berani mengetuk apalagi langsung masuk. Apa yang terjadi? Padahal tadi si bos menyuruhnya agar cepat kembali, hingga membuatnya berjalan setengah berlari. “Bos sepertinya sudah tidur, mengganggunya sama saja mencari mati. Lebih baik tunggu sampai besok pagi.” Pikir Bryan, dia
Sambil memijat kening yang masih sedikit pusing, Luxian berjalan menuju kamar mandi. Kemudian menelpon Bryan berkata bahwa dia akan ganti baju di kantor. Dia tidak berharap asisten nya itu masuk ke kamar dan melihat semua kekacauan yang sudah dibuatnya.Tunggu di luar!Awalnya Luxian berpikir jika gadis di tempat tidur adalah wanita panggilan yang disewa oleh temannya, jadi sebelum meninggalkan kamar dia bermaksud untuk memberinya sejumlah uang. Luxian berdiri disisi tempat tidur dengan dompet dan uang di tangannya saat matanya melihat bercak darah di sprei putih yang tertutup selimut, keningnya berkerut.Kegilaan semalam teringat lagi olehnya. Ekspresi samar gadis itu, dan juga suaranya yang seperti menahan sakit sambil sedikit terisak.Sial!Apa mungkin dia masih…Luxian semakin merasa bersalah, semalam dia terlalu terbawa suasana. Apa dia sudah menyiksa anak gadis orang sepanjang malam?Dia tidak bisa menahan diri untuk melirik gadis itu lagi, dilihat dari penampilannya yang berant
“Tidak, kami belum melihatnya. Ada apa?”“Eliza kamu sepupunya, seharusnya lebih tahu dari kami. Kenapa malah bertanya?”Dengan memasang wajah cemas Eliza berkata, “Aku hanya khawatir, karena semalam Celia tidak pulang ke rumah.” “Tidak pulang?”Eliza mengangguk dengan wajah yang terlihat sedih, “Apa Celia sudah punya pacar?” Eliza bertanya. Lalu dengan nada khawatir dia berkata, “Celia itu lugu, aku takut dia bertemu dengan pria jahat yang hanya ingin mengambil keuntungan darinya. Seperti mengajaknya melakukan sesuatu. Seorang gadis yang belum menikah menginap di hotel dengan seorang pria…”Saat berbicara, Eliza menekankan kata ‘menginap di hotel dengan seorang pria saat kamu bahkan belum menikah’ bermaksud ingin menunjukkan betapa tidak tidak bermoralnya Celia.Dan sepertinya berhasil, terbukti, semua orang yang mendengarnya segera mengerutkan kening dengan ekspresi jijik di wajah mereka. Ada pula yang menggelengkan kepala menyayangkan.Semua yang berkumpul bersamanya merupakan kar
Tuan Jack melirik Celia sekilas dengan tatapan aneh. Setelah berkata dia langsung berbalik pergi dengan Eliza bergegas mengikuti di belakangnya.Celia mengerutkan kening, dan tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya dalam hati, “Ada apa dengan kedua orang itu? Mereka bukan sepasang kekasih gelap, kan?”Saat Celia masih menatap lorong tempat kedua orang itu pergi, seseorang tiba-tiba menepuk bahunya dan membuyarkan lamunannya. Itu Amy sahabatnya. Karena Amy, Celia mengetahui semua yang Eliza lakukan barusan saat dia masih berada di perjalanan menuju kantor.“Bagus kamu datang tepat waktu, jika tidak, Eliza pasti sudah bicara lebih banyak hal buruk tentangmu.”Celia tidak langsung menjawab, dia bergegas duduk karena jika berdiri lebih lama lagi dia takut akan jatuh. Selain efek mabuk semalam belum sepenuhnya hilang, tubuhnya juga terasa lelah. Dan yang penting lagi, perutnya sangat lapar.Sambil memakan biskuit dan susu yang diberikan Amy, Celia menjawab, “Dia selalu mencari celah u