Eve pasrah dengan apa yang terjadi, sedari awal memang dia tidak berharap Aze akan merawat Daniel. Itu sudah berpindah menjadi tanggung jawab Eve begitu bayi mungil itu lahir ke dunia. Tetapi Aze sama sekali tidak memandang bayinya seakan dia sudah ‘selesai’ dengannya, itu membuat Eve sedih.
Eve yang sibuk dengan Daniel dan pekerjaannya tidak begitu memperhatikan Aze yang masih dirawat di rumah sakit setelah operasi Caesar yang terpaksa dilakukan. Mereka tidak memiliki banyak waktu untuk mengobrol. Neneknya meluangkan waktu lebih banyak di rumah sakit dibandingkan Eve.
Boks bayi yang terletak di samping Aze pun hanya didatangi oleh pengasuh yang disewa oleh Evita. Entah bayi itu menangis atau tertawa, Aze tidak terlihat tertarik untuk melihatnya. Tetapi satu hal yang membuat Eve merasa lega adalah Aze yang tampak bersemangat dan bergairah. Cahaya Aze yang bertumpu pada keceriaan masa muda dan kecantikannya sudah kembali.
Saat Eve menawarkan untuk memba
Terima kasih sudah membaca novel ini. Semoga kalian bisa menikmatinya.
Sejujurnya Eve masih takut memegang tangan Daniel yang begitu kecil apalagi memeluk tubuhnya. Tubuh itu begitu rapuh dan bisa remuk. Makanya kalau ada berita ibu membuang anak atau orang membunuh bayi, Eve lebih mudah emosi. Yang rapuh itu harus dilindungi bukan dibuang atau dicelakai. Sepasang tangan dan kaki mungil itu kadang menghentak-hentak dengan aktif jika bayi itu sudah bangun, apalagi kalau sedang kelaparan. Eve membuat cetak tangan dan kaki Daniel, dengan foto saat baru lahir dan dibingkai dengan pigura. Tangan yang mengepal itu mungkin tangan yang sama yang sering ber-tos ria dengan Eve berlapiskan kulit dan otot perut Aze. Maya memasak air untuk air mandi Daniel. Eve tidak mencampur air panas dengan air dingin untuk mandinya Daniel. Daniel mandi memakai air panas itu yang sudah diangin-anginkan sampai menjadi hangat. Bayi itu masih tidur dengan nyenyak, bisa dibilang 80% waktunya hanya untuk tidur, sisanya untuk minum susu, mengompol dan menangis.
Dexter sudah tidak sabar untuk pulang ke Singapura. Tunggu sebentar, dia salah, pulang itu ke Jakarta, berlibur baru ke Singapura. Tetapi sekarang jadi beda. Pulang harus ke Singapura, atau ke mana saja, di mana Lovie-nya berada. Awalnya pekerjaan yang diberikan Aksa, ayah Dexter, itu terdengar lebih sederhana. Tiga hari saja, targetnya sudah selesai. Dexter mengiyakan, hanya 3 hari tanpa Eve, dia akan baik-baik saja. Memang 3 hari selesai tetapi ayahnya memberikan tugas lain. Dexter ingin menolaknya, mentah-mentah kalau bisa, tetapi tidak bisa. Ayahnya bukan orang yang menerima alasan begitu saja, mengoreknya sampai kehabisan jawaban lalu ujung-ujungnya tetap saja harus dikerjakan. Sama seperti nasib perjodohannya dengan Eve. Nah, kalau sekarang dia menolak pekerjaan dari ayahnya karena makhluk yang ditolaknya dulu, ayahnya akan tertawa sambil mengejeknya. Lalu ayahnya dengan tega akan menyebarkan berita itu pada besannya, ayah Eve, Papa Erick. Jadi ayahnya
Tadinya Hasan, sopir neneknya, yang akan turun untuk menjemput Dexter karena mereka sempat kontak melalui ponsel. Tetapi Eve ingin sekali menjemputnya, ingin melihat apakah dia makin kurus atau makin gemuk, apakah rambut halus di dagunya itu dibiarkan tumbuh atau apakah dia merindukan Eve. Oh tidak, yang terakhir itu tidak benar, tidak penting!“Biar saya aja, Pak.”“Nona, tidak perlu.”“Tidak apa-apa. Tadi pasti capek seharian pergi sama Oma terus antar Tante Dori ke bandara. Istirahat aja. Tidak akan lama. Janjian ketemu di pintu keluar ya?”“Iya, Nona. Tuan bilang tunggu saja di depan pintu keluar.”“Oke, saya keluar dulu,” kata Eve membuka pintu mobil dan beranjak keluar dari mobil. Dia berjalan ke depan pintu keluar. Tidak lama lagi seharusnya.Eve menunggu di depan pintu keluar bandara, membaca papan pemberitahuan status penerbangan dan mencocokkan foto tiket itu. Sudah cocok
“Kita sudah sampai.” Suara Eve menghentikan pembicaraan Hasan dan Dexter barusan. Mereka berbicara tentang cuaca dan keadaan ekonomi di Indonesia. Hasan yang fasih berbahasa Indonesia adalah warga Singapura keturunan Melayu. Eve membuka pintu dan bersiap turun dari mobil. Ketika melihat Dexter akan mengikutinya, Eve berkata, “Nggak apa, kamu bisa tunggu di sini. Aku hanya belanja kebutuhan Niel aja sebentar.” Mungkin saja telinga Dexter menjadi tuli dengan sengaja, dia masih saja ikut turun dari mobil. Berjalan di sebelah Eve dengan santai. “Bantu kamu angkat belanjaan,” bisik Dexter di telinga Eve. Eve tersenyum seakan mengucapkan terima kasih tanpa suara. Hubungan mereka membaik hari demi hari, Eve cukup senang mereka bisa menjadi teman. Tidak enak memelihara permusuhan dengan orang yang secara resmi sudah menjadi suaminya. Eve akan mengambil kereta dorong, tetapi tangan Dexter lebih dulu menggeser tubuh Eve dengan lembut dan mendorong kereta belanj
Dexter sangat kesal melihat Eve yang sama sekali tidak memandangnya saat berbicara hal yang membuatnya tersinggung. Manusia memang mudah tersinggung dengan suatu kebenaran yang disembunyikan, siapa yang tidak mengerti itu? Semakin benar, semakin tersinggung, artinya juga semakin bersalah. Rasa bersalah itu membuat perasaannya mudah disentil, bukan pada Eve, rasa bersalah pada keluarganya dan pada dirinya sendiri karena mengulangi kesalahan kakaknya. Kesalahan sebesar itu dihadapi dengan lelucon seperti barusan. Dia cukup pintar untuk mengerti, itu hanyalah sebuah lelucon tetapi itu menyakitkan. Jadi dia berteriak hanya untuk memastikan Eve mengetahuinya. Dexter sempat kembali ke dalam mobil namun terbayang Eve akan mengangkut barang belanjaan yang mungkin saja cukup banyak, dia keluar dari mobil dan masuk ke dalam supermarket. Dia bisa melihat Hasan sedikit kebingungan dengan tingkah lakunya yang tidak jelas. Masuk mobil dengan buru-buru lalu keluar dari mobil juga t
“Tunggu, saya masih ada perlu dengan Nona Eve,” kata Dexter pada Hasan. Hasan hanya mengangguk. Tidak ada yang bisa dia lakukan untuk mereka, selain memberi mereka waktu. Hasan tidak perlu menjadi seorang jenius untuk mengerti apa yang terjadi saat suami Nona Eve masuk ke dalam mobil dengan buru-buru lalu keluar lagi dengan buru-buru juga. Emosi pria itu meledak-ledak mengganggu emosi nonanya yang terlalu tenang. Dexter memasukkan kantung kain berisi barang belanjaan itu ke dalam mobil, menaruhnya di bagian bawah kaki. Dia menutup pintu mobilnya dengan cepat lalu berlari kembali menghampiri Eve. Eve tidak menolak ketika tangan Dexter menggandeng tangannya dan menggiringnya menjauh dari mobil mereka yang terparkir tidak jauh dari sana. Pria itu tidak berjalan lambat atau pelan, dia menyamakan langkahnya dengan Eve. Dexter membawanya ke tempat duduk dengan payung besar yang terletak di sekitar pohon. Tempat itu merupakan tempat pengunjung bisa dud
“Maaf, Oma. Pulangnya terlambat,” kata Eve. Dia benar-benar merasa bersalah. Gara-gara kesalahpahamannya dengan Dexter pulangnya jadi melebihi jam yang sudah direncanakan. “Kamu terlambat 30 menit, Lin. Mau buat Oma-mu ini makin kurus?” Eve terkekeh mendengar neneknya protes. “Maaf, Oma. Eve ngambek jadi harus ditenangkan dulu,” sahut Dexter yang datang kemudian. “Bukannya kamu yang marah duluan?” sahut Eve. “Oh, sebentar lagi Oma yang marah kalau kita tidak segera makan! Kalau Oma ngambek, kalian tidak akan bisa bujuk,” canda Evita. “Kenapa Oma tidak makan duluan?” tanya Eve. Dexter menatap nenek Eve itu dengan pandangan tidak enak. Salahnya juga, kesal hanya karena alasan sepele membuat Eve jadi sedih. “Makan sama-sama lebih enak,” sahut Evita. Evita harus mengakui beberapa bulan makan bersama cucu-cucunya itu membuatnya merasa senang. Kalau Eve dan Dexter sedang tidak ada saat acara makan, Aze selalu ada di meja makan. Dan A
Evita tidak seharusnya merasa khawatir dengan apa yang akan terjadi malam ini. Dia yakin Eve bisa mengatasi semuanya. Tetapi dia melihat Maya sudah keluar dari kamar Eve lebih dari 30 menit, suasananya terlalu tenang. Ada bayi dan suasananya begitu tenang, apakah ini bagus?Harus diingat juga Eve dan Dexter lebih suka bertengkar dalam senyap di rumah dan pasti heboh di luar. Itu tidak baik.“Saya akan mengecek keadaan mereka dulu.” Maya yang merasa diajak bicara mengangguk.“Mau saya temani, Nyonya Evita?” katanya dengan hormat.“Tidak, tidak. Mereka akan baik-baik saja. Hanya saja saya sedikit khawatir.”Tidak banyak informasi yang diterima Maya saat mulai bekerja pada keluarga ini. Keluarga yang cukup disegani di negara tempatnya bekerja, bukan keluarga billionaire, tetapi keluarga yang memiliki reputasi terhormat dengan bisnis yang baik. Nama Daveno membuat Maya langsung bersedia.Maya juga bingung. Non
“Kamu sudah mendapat 4 bulan cutimu, Eve. Kapan mau mulai kerja sungguhan?” tanya Erick. Sejak kehamilan Eve menginjak 8 bulan sampai Raven berusia 3 bulan, Eve mengerjakan semuanya dari rumah, kadang datang untuk rapat-rapat atau urusan penting lainnya, mungkin hanya 2-3 kali dalam seminggu. Tetapi Erick harus mengakui semua berjalan lancar di tangan Eve, seperti biasanya, tanpa cela. “Papa harus mulai memberikan Rana tanggung jawab yang lebih besar.” Adik lelaki Eve sudah datang dari Amerika Serikat 6 bulan yang lalu dan Eve mengajarinya dengan telaten. Rana juga bukannya tidak berpengalaman karena dia juga bekerja di sebuah perusahaan rekanan Angkasa Wongso di New York sembari menyelesaikan kuliah S2-nya. Eve hanya memperkenalkan aturan dan cara kerja mereka di Asterix Grup karena Asterix lebih besar dan lebih luas. “Aku akan berikan, tetapi jabatanmu tetap sama, tidak bisa diisi orang lain. Makanya lahirkan anak lagi supaya keluarga kita akan makin besar.
Angin semilir di taman samping membuat Eve membetulkan roknya yang sedikit berkibar. Pinggiran rok itu dia selipkan di bawah pahanya yang sedang berada di atas kursi taman dari batu yang berbentuk kursi. Beberapa daun tampak berjatuhan, membuat rumputnya yang kehijauan berbercak kekuningan. Bunga-bunga di saat-saat seperti ini juga tumbuh bermekaran meskipun kebanyakan di antaranya selalu ada yang mekar tanpa mengenal waktu sepanjang tahun. Semalam hujan jadi tanah masih terlihat sedikit basah pagi ini dengan cuaca yang cukup hangat. Eve lebih suka cuaca lebih dingin dari ini karena dia juga malas kulitnya yang terlalu putih itu terasa seperti tersengat berada di bawah terik sinar matahari. Namun demi untuk menjemur Raven, dia rela membiarkan kulitnya terkena sinar matahari pukul 8 pagi yang katanya menyehatkan. Tanaman di taman ini semakin banyak dari hari ke hari. Maria terus saja menambahkan tanaman-tanaman hias dan berbagai macam bunga setiap kali d
Eve membuka kotak berpita seukuran kotak gaun di hadapannya itu saat pesta usai 30 menit yang lalu. Semua tamu sudah pulang meninggalkan tuan rumah dalam kelelahan dan kebahagiaan. Kotak berwarna perak itu adalah kado pemberian Dexter sebagai ucapan terima kasihnya sudah menemani hidupnya dalam 2 tahun ini. Itu waktu yang singkat, tetapi mengingat mereka memiliki sejarah percintaan yang cukup panjang, rasanya ini juga hadiahnya atas masuknya Eve kembali dalam relung hatinya dan kesediaan wanita itu kembali ke dalam hidupnya. Dexter sebenarnya sedang memperhatikan Eve yang memegang dan membuka kotak itu dengan perlahan seakan waktu berjalan dengan sangat lambat. Tetapi memang dia harus bersabar seperti Eve bersabar menghadapi dirinya dulu. Eve mengeluarkan kertas yang berada dalam balutan plastik yang membungkusnya, menjaga rapuhnya kertas itu. “Kamu seorang Wongso, Love.” Kertas yang mengubah nama Eve dengan tambahan nama Wongso di belakangnya sudah a
4 Maret 2020 Eve sedang duduk di meja riasnya. Lelah, itu yang dirasakannya. Senang, itu perasaannya. Seorang wanita muda berdiri di belakang Eve dan tersenyum. “Kamu cantik, Eve.” “Terima kasih. Perut ini makin berat dan aku makin sering lelah, Aze.” Kandungan Eve sudah menginjak usia 5 bulan. Aze mengangguk. Dia juga ingat betapa besar perutnya saat itu, hampir2 tahun lalu. Eve yang jarang mengeluh juga akhirnya meloloskan keluhan juga, tidak salah, menjadi wanita hamil itu tidak mudah. Seingat Aze, hanya Eve yang selalu ada bersamanya, meredakan semua keluhannya, melakukan semua keinginannya, tentu dengan syarat-syarat, Eve memang selalu licik begitu. “Pesta memang merepotkan untuk wanita hamil,”sahut Aze. “Lebih enak berkeliling mall?” tanya Eve sambil tersenyum. Aze tertawa lirih dan mengangguk. Mereka akan segera menghadiri pesta perayaan perkawinan Dexter dan Eve yang kedua. Eve keberatan sebenarnya, perutnya yang makin
Sudah sejak awal Aksa merasa bersalah menyembunyikan semua fakta tentang Rosalind dan Reveline dari wanita yang dianggap sebagai ibunya sendiri. Evita tidak memiliki hubungan darah dengan Aksa tetapi mereka sudah sangat dekat. Pelan-pelan Aksa menceritakan masalah Rosalind sampai kehadiran Reveline pada Evita setelah kematian Rosalind. Selama ini Rosalind yang melarang melibatkan Keluarga Daveno dalam hal apa pun untuk melindungi keluarga itu. Aksa sangat mengerti bagaimana sifat Evita, wanita tua yang keras namun penyayang dan cukup bijaksana menilai semua hal. Evita tidak menyalahkan siapa pun. Dia hanya menyesali jalan hidup anaknya dan wanita yang dicintainya berakhir seperti sekarang. Namun yang paling besar adalah penyesalannya terhadap Reveline yang tidak bisa menjadi seorang Daveno. Evita dan Albert datang mengunjungi Reveline setiap bulan, tidak ada seorang Daveno yang bisa disia-siakan, termasuk Reveline. Semua orang lupa memperhitungk
Dexter, anak kedua Diana, yang kala itu berumur hampir 4 tahun yang paling gembira dengan kabar itu. Dia paling suka menemani Rosalind ke mana pun sambil mengelus perut buncit bibinya itu. Selain menyukai calon anak Rosalind, Dexter juga sangat menyukai mata coklat keemasan Rosalind. “Cantik. Mata Tante Ros cantik,” kata Dexter dengan polosnya. Rosalind akan terkekeh mendengarnya. Di dalam keluarga Aksa memang tidak ada yang bermata coklat keemasan seperti Rosalind jadi wajar Dexter begitu terpikat. “Ini namanya warna amber, Ex. Nanti anak ini juga mempunyai mata seperti Tante,” sahut Rosalind geli. Warna mata Rosalind didapatnya dari sang ibu yang berasal dari Italia. Mata Erick dan mata Rosalind yang coklat pasti akan menurun pada anaknya. Rosalind sangat menyayangi Dexter sampai memberikan nama panggilan kesayangan padanya dan rajin mendengarkan ocehan bocah berumur 4 tahun itu. “Berarti anak Tante nanti pasti cantik,” celoteh Dexter lagi. “Bisa ju
Hubungan keempat manusia itu memang amatlah rumit dan sulit untuk dijelaskan. Erick yang mencintai Rosalind malah berakhir menikahi Rita. Raja yang mencintai Rita malah berakhir menikahi Rosalind. Entah bagaimana kisah mereka penuh drama yang memilukan bisa berakhir seperti itu. Namun mereka belum tahu saja kalau itu barulah sebuah permulaan dari skandal yang lebih besar lagi. Erick tidak sepenuhnya jatuh dalam pesona seorang Amrita Adira yang cantik dan lemah lembut. Meskipun sudah menikah, dia tidak pernah menyentuh Rita yang setia menunggunya berpaling kepadanya. Rita juga mengetahui siapa yang dicintai Erick tetapi dia juga tidak keberatan untuk menunggu entah sampai kapan, waktu memang tidak bertepi untuk Rita. Raja pun tidak berbeda, dia masih belum jatuh sepenuhnya dalam pesona Rosalind yang memiliki jiwa pemberontak, tetapi bedanya Raja menyetubuhi Rosalind berkali-kali meskipun wanita itu juga berkali-kali menolak. Keras kepalanya Rosalind membuat Raja berte
Darwin menolak untuk merasa cemas akan tertangkap lagi. Untung didikan ayahnya membuat dia bisa mengendalikan emosi dalam berbagai suasana hati, jadi mudah saja untuk membohongi orang tua Eve dan Dexter yang tampaknya makin solid saja. Tetapi Eve adalah salah satu orang yang bisa membaca emosi Darwin di balik wajah tenangnya. Jadi Eve akan mudah sekali menangkap kecemasannya, yang untungnya masih tidur lelap. Tekanan jiwanya pasti terlalu banyak karena rupanya Eve lolos juga dari pengawasannya untuk mencari tahu tentang skandal kelahirannya yang mengejutkan. Kesalahan Eve yang jelas adalah informasi itu dipresentasikan dalam benaknya tanpa bicara pada saksi yang mengalaminya, mereka adalah orang tua Eve dan Dexter. Darwin berusaha menghalau orang tua Eve dan Dexter masuk ke dalam ruangan. “Eve belum bisa dikunjungi. Jangan khawatir, kami akan terus pantau. Nanti semua bisa masuk kalau dia sudah sadar.” Darwin bernapas lega karena tidak ada satu pun yang menya
Eve mematikan sambungan telponnya. Masih berusaha menarik napas dan menormalkan debaran jantungnya. Berpikirlah, Eve! Jangan memiliki perasaan apa pun, Eve! Perintah-perintah itu dibuat Eve untuk dirinya sendiri. Akhir-akhir ini dia sering sekali menggunakan perasaannya saat berpikir. Dia ingat benar kata-kata pria yang dia mintai keterangan, “Reveline Andrea Wongso lahir pada tanggal 5 Maret 1990, anak dari pasangan Angkasa Wongso dan Diana Hadis Wongso. Ini out of the record, Ibu Eve. Di berkas ini tertulis kalau Erickho Daveno berhasil membuktikan Reveline sebagai anaknya jadi akte kelahiran bisa berubah. Buktinya dengan test DNA.” Sebelumnya Eve memang tidak bertanya soal akte kelahirannya yang lama, dia hanya bisa bertanya soal pergantian namanya keluarga pada akte kelahirannya lewat sidang. Pria yang diajaknya bicara barusan dulu mengatakan kalau berkas Eve tidak lengkap. Eve mengabaikan instingnya kala itu, mengabaikan kalau pria itu menutupi sesuatu. Ja