Segera setelah sampai di kantor The Daveno Market, keduanya sudah disambut oleh perwakilan kontraktor yang menangani renovasi tembok belakang. Orang itu sudah menunggu di dalam kantor Eve.
Dexter berbicara sebentar pada orang itu dan memberikan beberapa perintah. Orang yang diketahui oleh Eve bernama Khan, pria keturunan India, tersenyum dan mengangguk penuh hormat. Dari kursi kerjanya, Eve hanya sesekali memandangi mereka yang duduk di sofa ruang kerjanya. Dexter yang serius bekerja terlihat sangat menarik untuk Eve. Lalu Eve menertawai dirinya sendiri dalam hati. Dia menghapus pikirannya sendiri dan kembali bekerja.
“Aku langsung ke belakang. Kamu di sini, nanti aku kabari,” kata Dexter pada Eve. Eve mendongakkan kepalanya, dia bahkan tidak mengetahui kapan kedua orang itu bangkit dari sofa.
“Kamu mau memeriksa tembok belakang?”
“Iya.”
“Aku ikut. Aku harus lapor ke Papa,” sahut Eve. Dia menutup berk
Dexter masih ingat dengan jelas apa saja yang diucapkan Eve saat mereka makan siang bersama, sebelum menelpon ayah mertuanya.Eve melihat Dexter masuk ke ruangannya saat jam makan siang, jam 1 siang lebih sedikit. Seakan sudah mengetahui apa yang akan Eve sediakan, Dexter duduk di sofa dan menunggu Eve membuka makan siang untuk mereka berdua. Mereka duduk di sofa dan makan bersama.“Renovasinya lancar?”“Belum mulai. Tidak bisa mulai. Bahan tidak ada. Senin baru mulai.”“Besok lusa?”“Iya. Tukang tidak mau bekerja di hari Minggu.”“Sudah lapor ke Papa?”“Belum, nanti aku lapor sendiri. Lalu kita bisa membeli bahan, itu tidak akan memakan waktu lama.”Eve mengambilkan sayur pare dan menyuapkannya ke mulut Dexter yang sengaja langsung mengunci rapat mulutnya. Pria itu benci makanan pahit, makanya itu adalah satu-satunya lauk yang tidak disentuhnya. Rupanya in
Dexter mengakhiri acara makan siang bersama Eve saat ada panggilan dari pengawas proyek mall. Tidak ada masalah yang begitu penting tetapi ada yang harus ditandatangi Dexter secara langsung setelah mengecek barang yang baru dikirim. Jadi 30 menit setelah panggilan itu, Dexter sudah bersiap-siap pergi.“Aku pergi ke mall dulu,” katanya berpamitan pada Eve. Dexter dan Eve menyebut proyek Asterix Grand Mall dengan sebutan mall saja, mereka sepakat dengan nama itu agar diucapkan lebih singkat saja. Eve mengangguk sekilas.Renovasi tembok belakang selesai setelah makan siang mereka tadi. Mereka sudah selesai mengukur dan menuliskan apa saja yang perlu dibeli. Tidak ada yang bisa dikerjakan jika bahannya tidak ada, jadi Khan dan anak-anak buahnya pergi membeli bahan dahulu dan memulai renovasinya Senin pagi.Eve sudah selesai mengurus semua administrasi dan masalah finansial untuk renovasi itu setelah bahan-bahan sudah lengkap dibeli. Dan Dexter dengan teg
Eve bersiap meninggalkan kantornya saat jam menunjukkan pukul 4 lebih 23 menit. Dia terlalu lama berkutat dengan laporan mingguan yang memecahkan rekor pemasukan jenis barang baru terbanyak dalam bulan ini. Jika ada barang baru, pasti ada barang lama yang tereliminasi, bukan karena kebijakan di pasar itu melainkan itulah kebiasaan pada pemasoknya. Mungkin barang lama itu sudah tidak diproduksi lagi atau kualitasnya kalah dengan produk baru itu.Eve membereskan meja kerjanya dan menyesal sudah lupa dengan rencananya pergi ke Helix Bridge. Tapi tidak apa, yang penting tidak perlu memasak, dia bisa pulang tepat sebelum makan malam. Semoga MRT tidak terlalu ramai hari ini, meskipun di akhir pekan sepertinya itu tidak mungkin.Mungkin dia tidak bisa menikmatinya dengan santai, tetapi semenit saja suasana berbeda pasti akan membuat hatinya senang. Lampu warna-warni bisa membuat hati berwarna juga, pikir Eve sambil tersenyum.Eve segera berangkat ke stasiun MRT dan nai
Mungkin hanya perasaannya saja atau memang itulah yang terlihat di hadapannya, kilauan lampu yang bermain di Double Helix Bridge terlihat terlalu terang untuk mata Eve. Sinar lampunya malah terlihat menari dan melayang di atas bentangan air yang luas.“Jembatan ini dibangun tahun 2010. Sudah begitu lama berdiri dan aku belum pernah melewatinya, do you believe that?!”Dexter tidak pernah melihat wajah Eve begitu antusias seperti saat ini. Tidak juga saat mereka pertama kali bertemu, tidak di hari pertunangan mereka, apalagi pada hari pernikahan mereka. Ternyata memandangi jembatan ini lebih menyenangkan daripada menjalani takdir hidupnya dengan Dexter.“Double helix ini bentuk DNA kita, unik ya. Pasti membangunnya sangat rumit. Pantas saja manusia begitu sulit untuk dimengerti karena DNA kita begitu rumit seperti itu,” kata Eve sambil menunjuk atap-atap jembatan yang tengah dilewatinya.Beberapa pejalan kaki dan pengunjung yang naik
Aze melihat dua kursi kosong, satu kursi di sampingnya dan satu kursi lagi di seberang kursi kosong itu. Malam itu meja makan terasa sangat sepi, hanya ada Aze dan neneknya. Mie pangsit kesukaan Aze, dibeli di restoran yang direkomendasikan oleh Eve dulu, sudah ada di hadapannya. Kakaknya itu memiliki selera yang bagus dalam memilih makanan, meskipun tidak rewel memilih makanan untuk dirinya sendiri.Aze tidak mengetahui selera kakaknya dalam memilih pria, apakah sama bagusnya seperti seleranya pada makanan. Dan Aze tidak yakin apakah pria seperti Dexter masuk dalam kategori kesukaan Eve atau tidak. Dia tidak pernah memperhatikan.Setahunya Eve tidak pernah kesulitan mendapatkan kekasih kalau dia mau. Banyak laki-laki yang mendekati Eve dengan terang-terangan atau memandanginya dengan penuh kekaguman. Aze menganggap Eve sebagai perempuan dingin yang tidak menanggapi semua pria itu, tetap sopan dan ramah, bahkan terkesan dekat, tetapi hanya sebatas itu.Aze tidak
Eve dan Dexter sampai di rumah saat jarum jam dinding di ruang depan mendekati jam 12 malam. Waktu berlalu begitu cepat saat orang bisa menikmati suasana sekitarnya, seperti mereka tadi. Mereka seakan sepakat tanpa kata hanya dengan saling memandang untuk masuk ke kamar masing-masing dengan langkah pelan. Sepelan mungkin agar tidak membangunkan orang lain. Dexter tidak bisa menampik bahwa dia memang capek. Sudah lama sejak di Singapura, dia tidak lagi berolahraga atau jogging di pagi hari. Pikirannya terlalu lelah untuk itu, meskipun dia bingung dengan apa saja yang dipikirkannya, masalah yang dipikirkan itu tidak pernah menemui penyelesaian. Belum lagi pekerjaan yang diberikan oleh ayahnya benar-benar menghabiskan waktunya. Tetapi Dexter heran dengan kemampuan Eve yang berjalan tanpa henti dengan wajah gembira. Padahal Eve akan memasang wajah lelahnya setiap kali pulang mengantar Aze berjalan ke mall. Wanita itu memang unik, Dexter tersenyum sendiri. Membuat
Dexter bangun lebih awal, tiba-tiba saja dia terbangun seperti orang yang dikejutkan. Dengan posisi tubuh telentang, matanya langsung mengarah pada jam dinding yang menunjukkan pukul 04.35. Masih terlalu pagi, dia dan Eve sudah saling berjanji untuk pergi jogging pagi ini, jam 05.30 pagi. Hari Minggu ini mereka tidak ada kegiatan lain dan Eve akan mengajaknya ke taman kota tidak jauh dari rumah neneknya. Saat Dexter ingin menutup mata lagi, dia merasa sesuatu menindih perutnya. Tidak berat, hanya terasa aneh. Betul, itulah yang membuatnya terbangun tiba-tiba. Dia meraba perutnya, merasakan tangan yang melingkari perutnya. Matanya melihat tangan itu dan menyusurinya sampai ke pemilik tangan itu. Eve! Benar, kamarnya tidak memiliki jam dinding berbentuk kelinci seperti itu. Dan kamarnya juga tidak memiliki jendela besar yang sedang tertutup gorden. Saat gordennya dibuka, pemandangan taman belakang yang indah itu akan terlihat. Ini pasti kamar Eve.
Hari-hari berlalu dengan begitu cepat. Dua minggu dipenuhi dengan kesibukan kerja dan rengekan Aze di rumah, membuat Eve merasa ingin berjalan-jalan lagi. Aze memang tidak lagi terlihat kesal pada Dexter, lebih tenang dan menjaga jarak. Tetapi Aze tetap saja suka merengek pada Eve. Tidak peduli neneknya sering memberikan tatapan tajam pada Aze jika sedang sangat manja.Eve terus saja mengurungkan niatnya untuk jalan-jalan, karena mungkin Dexter akan ikut. Eve tidak memiliki cara mencegah pria itu ikut dengannya mengingat hubungan mereka sudah akrab seperti teman. Dua tahun sebagai teman dalam pernikahan, terdengar seperti ide yang baik. Dia tidak ingin merusaknya.Tetapi jika Dexter ikut, bisa-bisa Aze sedih lagi seperti setelah Eve menghabiskan malam dengan Dexter di Helix Bridge. Dia masih ingat Aze berwajah muram pagi itu. Meskipun sepertinya Aze sudah bersiap melepaskan Dexter, tetap saja adiknya itu memiliki rasa cemburu yang mungkin meledak. Aze harus diberi wakt
“Kamu sudah mendapat 4 bulan cutimu, Eve. Kapan mau mulai kerja sungguhan?” tanya Erick. Sejak kehamilan Eve menginjak 8 bulan sampai Raven berusia 3 bulan, Eve mengerjakan semuanya dari rumah, kadang datang untuk rapat-rapat atau urusan penting lainnya, mungkin hanya 2-3 kali dalam seminggu. Tetapi Erick harus mengakui semua berjalan lancar di tangan Eve, seperti biasanya, tanpa cela. “Papa harus mulai memberikan Rana tanggung jawab yang lebih besar.” Adik lelaki Eve sudah datang dari Amerika Serikat 6 bulan yang lalu dan Eve mengajarinya dengan telaten. Rana juga bukannya tidak berpengalaman karena dia juga bekerja di sebuah perusahaan rekanan Angkasa Wongso di New York sembari menyelesaikan kuliah S2-nya. Eve hanya memperkenalkan aturan dan cara kerja mereka di Asterix Grup karena Asterix lebih besar dan lebih luas. “Aku akan berikan, tetapi jabatanmu tetap sama, tidak bisa diisi orang lain. Makanya lahirkan anak lagi supaya keluarga kita akan makin besar.
Angin semilir di taman samping membuat Eve membetulkan roknya yang sedikit berkibar. Pinggiran rok itu dia selipkan di bawah pahanya yang sedang berada di atas kursi taman dari batu yang berbentuk kursi. Beberapa daun tampak berjatuhan, membuat rumputnya yang kehijauan berbercak kekuningan. Bunga-bunga di saat-saat seperti ini juga tumbuh bermekaran meskipun kebanyakan di antaranya selalu ada yang mekar tanpa mengenal waktu sepanjang tahun. Semalam hujan jadi tanah masih terlihat sedikit basah pagi ini dengan cuaca yang cukup hangat. Eve lebih suka cuaca lebih dingin dari ini karena dia juga malas kulitnya yang terlalu putih itu terasa seperti tersengat berada di bawah terik sinar matahari. Namun demi untuk menjemur Raven, dia rela membiarkan kulitnya terkena sinar matahari pukul 8 pagi yang katanya menyehatkan. Tanaman di taman ini semakin banyak dari hari ke hari. Maria terus saja menambahkan tanaman-tanaman hias dan berbagai macam bunga setiap kali d
Eve membuka kotak berpita seukuran kotak gaun di hadapannya itu saat pesta usai 30 menit yang lalu. Semua tamu sudah pulang meninggalkan tuan rumah dalam kelelahan dan kebahagiaan. Kotak berwarna perak itu adalah kado pemberian Dexter sebagai ucapan terima kasihnya sudah menemani hidupnya dalam 2 tahun ini. Itu waktu yang singkat, tetapi mengingat mereka memiliki sejarah percintaan yang cukup panjang, rasanya ini juga hadiahnya atas masuknya Eve kembali dalam relung hatinya dan kesediaan wanita itu kembali ke dalam hidupnya. Dexter sebenarnya sedang memperhatikan Eve yang memegang dan membuka kotak itu dengan perlahan seakan waktu berjalan dengan sangat lambat. Tetapi memang dia harus bersabar seperti Eve bersabar menghadapi dirinya dulu. Eve mengeluarkan kertas yang berada dalam balutan plastik yang membungkusnya, menjaga rapuhnya kertas itu. “Kamu seorang Wongso, Love.” Kertas yang mengubah nama Eve dengan tambahan nama Wongso di belakangnya sudah a
4 Maret 2020 Eve sedang duduk di meja riasnya. Lelah, itu yang dirasakannya. Senang, itu perasaannya. Seorang wanita muda berdiri di belakang Eve dan tersenyum. “Kamu cantik, Eve.” “Terima kasih. Perut ini makin berat dan aku makin sering lelah, Aze.” Kandungan Eve sudah menginjak usia 5 bulan. Aze mengangguk. Dia juga ingat betapa besar perutnya saat itu, hampir2 tahun lalu. Eve yang jarang mengeluh juga akhirnya meloloskan keluhan juga, tidak salah, menjadi wanita hamil itu tidak mudah. Seingat Aze, hanya Eve yang selalu ada bersamanya, meredakan semua keluhannya, melakukan semua keinginannya, tentu dengan syarat-syarat, Eve memang selalu licik begitu. “Pesta memang merepotkan untuk wanita hamil,”sahut Aze. “Lebih enak berkeliling mall?” tanya Eve sambil tersenyum. Aze tertawa lirih dan mengangguk. Mereka akan segera menghadiri pesta perayaan perkawinan Dexter dan Eve yang kedua. Eve keberatan sebenarnya, perutnya yang makin
Sudah sejak awal Aksa merasa bersalah menyembunyikan semua fakta tentang Rosalind dan Reveline dari wanita yang dianggap sebagai ibunya sendiri. Evita tidak memiliki hubungan darah dengan Aksa tetapi mereka sudah sangat dekat. Pelan-pelan Aksa menceritakan masalah Rosalind sampai kehadiran Reveline pada Evita setelah kematian Rosalind. Selama ini Rosalind yang melarang melibatkan Keluarga Daveno dalam hal apa pun untuk melindungi keluarga itu. Aksa sangat mengerti bagaimana sifat Evita, wanita tua yang keras namun penyayang dan cukup bijaksana menilai semua hal. Evita tidak menyalahkan siapa pun. Dia hanya menyesali jalan hidup anaknya dan wanita yang dicintainya berakhir seperti sekarang. Namun yang paling besar adalah penyesalannya terhadap Reveline yang tidak bisa menjadi seorang Daveno. Evita dan Albert datang mengunjungi Reveline setiap bulan, tidak ada seorang Daveno yang bisa disia-siakan, termasuk Reveline. Semua orang lupa memperhitungk
Dexter, anak kedua Diana, yang kala itu berumur hampir 4 tahun yang paling gembira dengan kabar itu. Dia paling suka menemani Rosalind ke mana pun sambil mengelus perut buncit bibinya itu. Selain menyukai calon anak Rosalind, Dexter juga sangat menyukai mata coklat keemasan Rosalind. “Cantik. Mata Tante Ros cantik,” kata Dexter dengan polosnya. Rosalind akan terkekeh mendengarnya. Di dalam keluarga Aksa memang tidak ada yang bermata coklat keemasan seperti Rosalind jadi wajar Dexter begitu terpikat. “Ini namanya warna amber, Ex. Nanti anak ini juga mempunyai mata seperti Tante,” sahut Rosalind geli. Warna mata Rosalind didapatnya dari sang ibu yang berasal dari Italia. Mata Erick dan mata Rosalind yang coklat pasti akan menurun pada anaknya. Rosalind sangat menyayangi Dexter sampai memberikan nama panggilan kesayangan padanya dan rajin mendengarkan ocehan bocah berumur 4 tahun itu. “Berarti anak Tante nanti pasti cantik,” celoteh Dexter lagi. “Bisa ju
Hubungan keempat manusia itu memang amatlah rumit dan sulit untuk dijelaskan. Erick yang mencintai Rosalind malah berakhir menikahi Rita. Raja yang mencintai Rita malah berakhir menikahi Rosalind. Entah bagaimana kisah mereka penuh drama yang memilukan bisa berakhir seperti itu. Namun mereka belum tahu saja kalau itu barulah sebuah permulaan dari skandal yang lebih besar lagi. Erick tidak sepenuhnya jatuh dalam pesona seorang Amrita Adira yang cantik dan lemah lembut. Meskipun sudah menikah, dia tidak pernah menyentuh Rita yang setia menunggunya berpaling kepadanya. Rita juga mengetahui siapa yang dicintai Erick tetapi dia juga tidak keberatan untuk menunggu entah sampai kapan, waktu memang tidak bertepi untuk Rita. Raja pun tidak berbeda, dia masih belum jatuh sepenuhnya dalam pesona Rosalind yang memiliki jiwa pemberontak, tetapi bedanya Raja menyetubuhi Rosalind berkali-kali meskipun wanita itu juga berkali-kali menolak. Keras kepalanya Rosalind membuat Raja berte
Darwin menolak untuk merasa cemas akan tertangkap lagi. Untung didikan ayahnya membuat dia bisa mengendalikan emosi dalam berbagai suasana hati, jadi mudah saja untuk membohongi orang tua Eve dan Dexter yang tampaknya makin solid saja. Tetapi Eve adalah salah satu orang yang bisa membaca emosi Darwin di balik wajah tenangnya. Jadi Eve akan mudah sekali menangkap kecemasannya, yang untungnya masih tidur lelap. Tekanan jiwanya pasti terlalu banyak karena rupanya Eve lolos juga dari pengawasannya untuk mencari tahu tentang skandal kelahirannya yang mengejutkan. Kesalahan Eve yang jelas adalah informasi itu dipresentasikan dalam benaknya tanpa bicara pada saksi yang mengalaminya, mereka adalah orang tua Eve dan Dexter. Darwin berusaha menghalau orang tua Eve dan Dexter masuk ke dalam ruangan. “Eve belum bisa dikunjungi. Jangan khawatir, kami akan terus pantau. Nanti semua bisa masuk kalau dia sudah sadar.” Darwin bernapas lega karena tidak ada satu pun yang menya
Eve mematikan sambungan telponnya. Masih berusaha menarik napas dan menormalkan debaran jantungnya. Berpikirlah, Eve! Jangan memiliki perasaan apa pun, Eve! Perintah-perintah itu dibuat Eve untuk dirinya sendiri. Akhir-akhir ini dia sering sekali menggunakan perasaannya saat berpikir. Dia ingat benar kata-kata pria yang dia mintai keterangan, “Reveline Andrea Wongso lahir pada tanggal 5 Maret 1990, anak dari pasangan Angkasa Wongso dan Diana Hadis Wongso. Ini out of the record, Ibu Eve. Di berkas ini tertulis kalau Erickho Daveno berhasil membuktikan Reveline sebagai anaknya jadi akte kelahiran bisa berubah. Buktinya dengan test DNA.” Sebelumnya Eve memang tidak bertanya soal akte kelahirannya yang lama, dia hanya bisa bertanya soal pergantian namanya keluarga pada akte kelahirannya lewat sidang. Pria yang diajaknya bicara barusan dulu mengatakan kalau berkas Eve tidak lengkap. Eve mengabaikan instingnya kala itu, mengabaikan kalau pria itu menutupi sesuatu. Ja