Dexter bangun lebih awal, tiba-tiba saja dia terbangun seperti orang yang dikejutkan. Dengan posisi tubuh telentang, matanya langsung mengarah pada jam dinding yang menunjukkan pukul 04.35. Masih terlalu pagi, dia dan Eve sudah saling berjanji untuk pergi jogging pagi ini, jam 05.30 pagi. Hari Minggu ini mereka tidak ada kegiatan lain dan Eve akan mengajaknya ke taman kota tidak jauh dari rumah neneknya.
Saat Dexter ingin menutup mata lagi, dia merasa sesuatu menindih perutnya. Tidak berat, hanya terasa aneh. Betul, itulah yang membuatnya terbangun tiba-tiba. Dia meraba perutnya, merasakan tangan yang melingkari perutnya. Matanya melihat tangan itu dan menyusurinya sampai ke pemilik tangan itu.
Eve!
Benar, kamarnya tidak memiliki jam dinding berbentuk kelinci seperti itu. Dan kamarnya juga tidak memiliki jendela besar yang sedang tertutup gorden. Saat gordennya dibuka, pemandangan taman belakang yang indah itu akan terlihat. Ini pasti kamar Eve.
Terima kasih sudah membaca novel ini. Jangan lupa meninggalkan comment, vote dan masukkan dalam rak buku kalian.
Hari-hari berlalu dengan begitu cepat. Dua minggu dipenuhi dengan kesibukan kerja dan rengekan Aze di rumah, membuat Eve merasa ingin berjalan-jalan lagi. Aze memang tidak lagi terlihat kesal pada Dexter, lebih tenang dan menjaga jarak. Tetapi Aze tetap saja suka merengek pada Eve. Tidak peduli neneknya sering memberikan tatapan tajam pada Aze jika sedang sangat manja.Eve terus saja mengurungkan niatnya untuk jalan-jalan, karena mungkin Dexter akan ikut. Eve tidak memiliki cara mencegah pria itu ikut dengannya mengingat hubungan mereka sudah akrab seperti teman. Dua tahun sebagai teman dalam pernikahan, terdengar seperti ide yang baik. Dia tidak ingin merusaknya.Tetapi jika Dexter ikut, bisa-bisa Aze sedih lagi seperti setelah Eve menghabiskan malam dengan Dexter di Helix Bridge. Dia masih ingat Aze berwajah muram pagi itu. Meskipun sepertinya Aze sudah bersiap melepaskan Dexter, tetap saja adiknya itu memiliki rasa cemburu yang mungkin meledak. Aze harus diberi wakt
Restoran Baba Kong terletak di Orchard Road, agak ke ujung jalan, agak jauh dari stasiun MRT tempat Eve turun. Suasananya masih ramai, ini sudah biasa pada jam makan malam. Meja-meja hampir terisi penuh, untung teman-teman Eve sudah tiba duluan.Eve melambaikan tangan pada sepasang pria dan wanita yang duduk berdampingan itu.“Reveline Daveno! Beib, tambah cantik aja!” seru wanita itu kegirangan.“Kamu juga, Ana!” balas Eve. Mereka berpelukan.“Aku juga mau dipeluk!” sahut pria itu.“Gabung, Ari!” seru Eve. Mereka bertiga jadi berpelukan.“Berhenti ah, berasa jadi teletubbies,” sahut Eve tertawa.“Minus antenna, beib.”“Wah, gawat, sinyalnya terhambat gara-gara antenanya ketinggalan!”Mereka tertawa. Masa-masa sekolah itu memang menyenangkan, membawa kegilaan itu kembali.“Lama amat! Bosen nungguin kamu!” protes Ana.
Suasana di restoran itu tidak kunjung sepi meski jam sudah menunjukkan jam 8 lebih. Pelanggan datang silih berganti datang menempati meja yang baru ditinggalkan pelanggan sebelumnya. Mereka berempat sekarang berjalan menuju tempat parkir mobil mereka.Eve dan Ana berjalan sejajar membiarkan kedua pria itu berjalan di belakang mereka dengan jarak dekat. Jalanan tidak terlalu ramai tetapi angin yang bertiup itu terasa enak.“Jadi gimana kalian ketemu?” tanya Dexter. Lebih baik bertanya pada Ari dan Ana daripada bertanya pada Eve. Sampai saat ini mereka tidak pernah membicarakan teman atau mantan kekasih mereka satu sama lain.“Ariana itu teman sekolahku, junior high school.”“Kita semua orang Indonesia, tapi kami masih betah tinggal dan kerja di sini. Ketemu mulai grade 7. Grade 10 Eve kembali ke Indonesia. We all sad, we’ve missed you,” kata Ana. Eve memeluknya.“Lalu grade 12, Eve kembali lagi ke sini
22 Mei 2018Evita merasa waktu berjalan sangat cepat dengan kehadiran ketiga orang yang sementara ini tinggal di rumahnya. Bukannya dia kesepian tinggal sendiri bersama para pelayan, hidupnya cukup berwarna dengan beberapa teman dan kenalan, tetapi ketiga orang itu menambah nuansa dalam hidupnya.Eve yang tenang, bahkan terlalu tenang sampai tidak menyadari ada jeratan yang disediakan untuknya. Dexter yang ragu dengan perasaannya tetapi tetap enggan lepas dari jeratan yang dibuatnya sendiri karena yang dijerat tak kunjung mengerti. Jangan lupakan Aze yang mulai tenang karena mempercayai dirinya bisa bangkit dari keterpurukan yang diciptakan tanpa berpikir. Itu bukan cinta segitiga, hanya dari dua sisi tetapi garisnya tidaklah lurus, agak berliku. Hanya saja semua masih jalan di tempat.Dua setengah bulan sudah berlalu sejak mereka tinggal di rumah Evita, hanya berbeda satu minggu, Aze datang lebih dulu. Kandungan Aze sudah mencapai 6.5 bulan, lebih tepatnya 29 m
Telpon dari Felix di malam hari membuat Dexter harus menyetir secepat yang dia bisa ke kamar sewaan Felix untuk menjemputnya. Temannya itu perlu ke rumah sakit secepatnya. Suara Felix kedengaran tidak enak di telinga Dexter, lemah dan menahan sakit. Sangat mengkhawatirkan. Felix sudah tidak sanggup untuk memesan taksi dan keluar dari kamarnya untuk menunggu taksi datang. Dia tidak cukup percaya diri ada taksi yang mau untuk masuk ke dalam kamarnya, bisa-bisa mereka curiga akan dirampok. Dexter sempat menawarkan ambulans saja, tetapi dia mengerti Felix merasa tidak nyaman. Sakit di negara yang asing baginya, dia butuh seorang teman. Saat itu, dia sadar harus membantu Felix secepatnya. Dia berpamitan pada Eve dengan singkat dan segera berangkat menjemput Felix. Sedikit kecewa karena Eve terlihat tidak peduli, hanya mengangguk dan berkata agar Dexter berhati-hati. Eve tidak bertanya siapa nama temannya, di mana temannya tinggal atau kapan dia akan pulang. Itu bu
Eve sudah membalik-balik tubuhnya puluhan kali atau bisa jadi sudah ratusan kali, dia tidak menghitung lagi. Telentang, tengkurap, miring ke kanan, miring ke kiri, kaki di atas bantal, kepala tanpa bantal, kepala berganjal bantal, menutup kepalanya dengan bantal, sepertinya dia sudah mencoba hampir semua gaya tidur. Hitung juga sekalian dengan beberapa kombinasi dari gaya-gaya tadi. Ini tidur dengan gaya terbanyak dalam hidupnya.Eve juga sudah meminum habis satu gelas coklat hangat buatan neneknya. Biasanya dia akan tertidur karena merasa hangat dan mungkin saja karena merasa kenyang. Dia sudah merasakan tubuhnya hangat dan kenyang juga tetapi tetap saja tidak bisa tidur.Apa mungkin karena Dexter tidak ada di kamar yang sama dengannya sekarang menjadi penyebab dia tidak bisa tidur? Oh, please, Eve menyadari dengan pasti dia bukan tipe perempuan yang biasa bermanja-manja atau harus ditemani. Jadi pasti bukan karena itu!Tetapi memang saat tidak melihat Dexter y
Pagi itu terasa sedikit dingin dan mencekam untuk Dexter. Eve tidak memandangnya sama sekali saat berada di meja makan. Seandainya dia bisa memandang mata itu sekali saja, mungkin dia bisa mengira-ngira apa yang terjadi.Untungnya Dexter masih bisa mendengar suara Eve yang bersenda gurau dengan neneknya. Aze tidak ikut makan pagi hari ini. Bukan tidak ikut, hanya sedikit tertunda, karena Aze ingin sarapan dengan jus alpukat. Dan untuk pertama kalinya, Eve lupa membeli alpukat tadi pagi karena alpukat terakhir dihabiskan oleh Aze tadi malam. Jadi saat sarapan dimulai, Eve harus meminta salah satu pelayan membeli alpukat di toserba dekat rumah Evita.Dexter merasa tidak nyaman, apakah mungkin semalam dia ketahuan Eve sedang memeluk dan mencium puncak kepalanya. Dia masih ingat Ana mengatakan Eve merasa tidak nyaman dengan pria yang memujanya. Kalau pun itu memang yang terjadi, Dexter bisa membela dirinya. Dexter berbeda dari semua pria itu, dia suaminya, jadi semua
“Bisakah kita membesuk Felix setelah kita pulang kerja?”Dexter mengerutkan keningnya sambil terus memperhatikan jalanan di depannya. Baru saja Eve mengetahui Felix yang sakit, dia sudah minta mengunjungi Felix. Hanya karena Felix yang sakit? Aneh, dari semalam sampai tadi pagi Eve tidak meminta mengunjungi teman Dexter yang sedang sakit. Begitu nama Felix disebutkan, senyum Eve langsung muncul kembali dan minta bertemu.“Ex, kamu dengar kan?”“Iya. Dia nggak bisa dijenguk.”“Kenapa?”‘Soalnya aku nggak mau kamu melakukan itu!’“Dia malu.”“Kita kunjungi kalau dia sudah pulang ke rumah ya?” sahut Eve santai.“Dia nggak mau dikunjungi di rumahnya.”“Felix aneh. Sepertinya dia dulu nggak begitu.”Mereka memang sudah setuju bahwa mereka akan menjadi teman dalam perkawinan ini. Tetapi apakah pantas Eve