Saat Eve bangun pagi itu, tidak ada Dexter di kamar kerjanya lagi. Semalam pria itu tertidur di atas sofa ruang kerjanya, mungkin dia terbangun dan sudah pindah semalam. Tetapi Dexter tidak memberikan pendapatnya tentang renovasi tembok belakang yang akan dibuat hari ini. Nanti saja dia akan bertanya padanya.
Dia membuka pintu membiarkan pelayan membersihkan kamarnya. Bukannya dia tidak bisa, dia sudah terlatih untuk itu, didikan neneknya, tetapi hari ini dia merasa lelah dan bangun terlambat. Belum lagi dia masih harus berangkat kerja.
Eve masih berkutat di dapur. Hari ini permintaan Aze agak ringan tetapi memasaknya akan memakan waktu lama. Untung masih ada Meli yang membantunya.
Bubur di dalam panci itu harus diaduk terus, tidak boleh berhenti. Itu rahasianya kalau mau rasanya enak, begitu kata neneknya. Eve memasaknya dengan cara begitu dan Aze menyukainya seperti itu. Kaldu ayam yang sudah dicampurkan akan membuat rasanya gurih tanpa penyedap rasa. Meskipun
Dexter sudah menyelesaikan makannya lebih dahulu lalu berpamitan. Eve memang tidak pernah bertanya ke mana Dexter akan pergi, tetapi biasanya Sabtu bukanlah hari liburnya. Jadi Eve menduga pria itu pergi bekerja seperti biasa. Entah mengapa dia terlihat buru-buru. “Soal renovasi, kamu belum beritahu aku apa-apa,” kata Eve setelah Dexter berdiri meninggalkan meja makan. “Nanti,” sahut Dexter singkat dan jelas. “Belum selesai memeriksa semua draft?” “Sudah. Aku duluan.” Dexter tidak melihat Eve memandangi punggungnya sampai menghilang dari pandangan matanya. Eve mengetahui jawabannya saat menemukan Dexter berdiri di depan rumah. Tubuhnya bersandar pada tembok bagian luar rumah. Wajahnya terlihat berkilau tertimpa sinar matahari yang sudah mengintip dari balik awan. Matanya berkilau menangkap bayangan Eve di pintu masuk rumah. “Kamu menunggu aku?” tanya Eve dengan heran. Dexter berjalan di belakang Eve dan segera menyusul di sampi
Segera setelah sampai di kantor The Daveno Market, keduanya sudah disambut oleh perwakilan kontraktor yang menangani renovasi tembok belakang. Orang itu sudah menunggu di dalam kantor Eve.Dexter berbicara sebentar pada orang itu dan memberikan beberapa perintah. Orang yang diketahui oleh Eve bernama Khan, pria keturunan India, tersenyum dan mengangguk penuh hormat. Dari kursi kerjanya, Eve hanya sesekali memandangi mereka yang duduk di sofa ruang kerjanya. Dexter yang serius bekerja terlihat sangat menarik untuk Eve. Lalu Eve menertawai dirinya sendiri dalam hati. Dia menghapus pikirannya sendiri dan kembali bekerja.“Aku langsung ke belakang. Kamu di sini, nanti aku kabari,” kata Dexter pada Eve. Eve mendongakkan kepalanya, dia bahkan tidak mengetahui kapan kedua orang itu bangkit dari sofa.“Kamu mau memeriksa tembok belakang?”“Iya.”“Aku ikut. Aku harus lapor ke Papa,” sahut Eve. Dia menutup berk
Dexter masih ingat dengan jelas apa saja yang diucapkan Eve saat mereka makan siang bersama, sebelum menelpon ayah mertuanya.Eve melihat Dexter masuk ke ruangannya saat jam makan siang, jam 1 siang lebih sedikit. Seakan sudah mengetahui apa yang akan Eve sediakan, Dexter duduk di sofa dan menunggu Eve membuka makan siang untuk mereka berdua. Mereka duduk di sofa dan makan bersama.“Renovasinya lancar?”“Belum mulai. Tidak bisa mulai. Bahan tidak ada. Senin baru mulai.”“Besok lusa?”“Iya. Tukang tidak mau bekerja di hari Minggu.”“Sudah lapor ke Papa?”“Belum, nanti aku lapor sendiri. Lalu kita bisa membeli bahan, itu tidak akan memakan waktu lama.”Eve mengambilkan sayur pare dan menyuapkannya ke mulut Dexter yang sengaja langsung mengunci rapat mulutnya. Pria itu benci makanan pahit, makanya itu adalah satu-satunya lauk yang tidak disentuhnya. Rupanya in
Dexter mengakhiri acara makan siang bersama Eve saat ada panggilan dari pengawas proyek mall. Tidak ada masalah yang begitu penting tetapi ada yang harus ditandatangi Dexter secara langsung setelah mengecek barang yang baru dikirim. Jadi 30 menit setelah panggilan itu, Dexter sudah bersiap-siap pergi.“Aku pergi ke mall dulu,” katanya berpamitan pada Eve. Dexter dan Eve menyebut proyek Asterix Grand Mall dengan sebutan mall saja, mereka sepakat dengan nama itu agar diucapkan lebih singkat saja. Eve mengangguk sekilas.Renovasi tembok belakang selesai setelah makan siang mereka tadi. Mereka sudah selesai mengukur dan menuliskan apa saja yang perlu dibeli. Tidak ada yang bisa dikerjakan jika bahannya tidak ada, jadi Khan dan anak-anak buahnya pergi membeli bahan dahulu dan memulai renovasinya Senin pagi.Eve sudah selesai mengurus semua administrasi dan masalah finansial untuk renovasi itu setelah bahan-bahan sudah lengkap dibeli. Dan Dexter dengan teg
Eve bersiap meninggalkan kantornya saat jam menunjukkan pukul 4 lebih 23 menit. Dia terlalu lama berkutat dengan laporan mingguan yang memecahkan rekor pemasukan jenis barang baru terbanyak dalam bulan ini. Jika ada barang baru, pasti ada barang lama yang tereliminasi, bukan karena kebijakan di pasar itu melainkan itulah kebiasaan pada pemasoknya. Mungkin barang lama itu sudah tidak diproduksi lagi atau kualitasnya kalah dengan produk baru itu.Eve membereskan meja kerjanya dan menyesal sudah lupa dengan rencananya pergi ke Helix Bridge. Tapi tidak apa, yang penting tidak perlu memasak, dia bisa pulang tepat sebelum makan malam. Semoga MRT tidak terlalu ramai hari ini, meskipun di akhir pekan sepertinya itu tidak mungkin.Mungkin dia tidak bisa menikmatinya dengan santai, tetapi semenit saja suasana berbeda pasti akan membuat hatinya senang. Lampu warna-warni bisa membuat hati berwarna juga, pikir Eve sambil tersenyum.Eve segera berangkat ke stasiun MRT dan nai
Mungkin hanya perasaannya saja atau memang itulah yang terlihat di hadapannya, kilauan lampu yang bermain di Double Helix Bridge terlihat terlalu terang untuk mata Eve. Sinar lampunya malah terlihat menari dan melayang di atas bentangan air yang luas.“Jembatan ini dibangun tahun 2010. Sudah begitu lama berdiri dan aku belum pernah melewatinya, do you believe that?!”Dexter tidak pernah melihat wajah Eve begitu antusias seperti saat ini. Tidak juga saat mereka pertama kali bertemu, tidak di hari pertunangan mereka, apalagi pada hari pernikahan mereka. Ternyata memandangi jembatan ini lebih menyenangkan daripada menjalani takdir hidupnya dengan Dexter.“Double helix ini bentuk DNA kita, unik ya. Pasti membangunnya sangat rumit. Pantas saja manusia begitu sulit untuk dimengerti karena DNA kita begitu rumit seperti itu,” kata Eve sambil menunjuk atap-atap jembatan yang tengah dilewatinya.Beberapa pejalan kaki dan pengunjung yang naik
Aze melihat dua kursi kosong, satu kursi di sampingnya dan satu kursi lagi di seberang kursi kosong itu. Malam itu meja makan terasa sangat sepi, hanya ada Aze dan neneknya. Mie pangsit kesukaan Aze, dibeli di restoran yang direkomendasikan oleh Eve dulu, sudah ada di hadapannya. Kakaknya itu memiliki selera yang bagus dalam memilih makanan, meskipun tidak rewel memilih makanan untuk dirinya sendiri.Aze tidak mengetahui selera kakaknya dalam memilih pria, apakah sama bagusnya seperti seleranya pada makanan. Dan Aze tidak yakin apakah pria seperti Dexter masuk dalam kategori kesukaan Eve atau tidak. Dia tidak pernah memperhatikan.Setahunya Eve tidak pernah kesulitan mendapatkan kekasih kalau dia mau. Banyak laki-laki yang mendekati Eve dengan terang-terangan atau memandanginya dengan penuh kekaguman. Aze menganggap Eve sebagai perempuan dingin yang tidak menanggapi semua pria itu, tetap sopan dan ramah, bahkan terkesan dekat, tetapi hanya sebatas itu.Aze tidak
Eve dan Dexter sampai di rumah saat jarum jam dinding di ruang depan mendekati jam 12 malam. Waktu berlalu begitu cepat saat orang bisa menikmati suasana sekitarnya, seperti mereka tadi. Mereka seakan sepakat tanpa kata hanya dengan saling memandang untuk masuk ke kamar masing-masing dengan langkah pelan. Sepelan mungkin agar tidak membangunkan orang lain. Dexter tidak bisa menampik bahwa dia memang capek. Sudah lama sejak di Singapura, dia tidak lagi berolahraga atau jogging di pagi hari. Pikirannya terlalu lelah untuk itu, meskipun dia bingung dengan apa saja yang dipikirkannya, masalah yang dipikirkan itu tidak pernah menemui penyelesaian. Belum lagi pekerjaan yang diberikan oleh ayahnya benar-benar menghabiskan waktunya. Tetapi Dexter heran dengan kemampuan Eve yang berjalan tanpa henti dengan wajah gembira. Padahal Eve akan memasang wajah lelahnya setiap kali pulang mengantar Aze berjalan ke mall. Wanita itu memang unik, Dexter tersenyum sendiri. Membuat