Berada di antara dua orang yang sedang perang dingin membuat Eve merasa jengah juga. Tetapi apa boleh buat, ini salah satu kewajibannya juga. Dan ini ternyata membuatnya makin lelah.
“Aku tidak akan menyetir kalau dia masih duduk di sini,” kata Dexter. Ucapan itu sepertinya ditujukan pada Eve karena Dexter enggan berbicara dengan Aze. Tangannya menggenggam setir dengan erat, menahan emosi.
Eve sebenarnya terkejut dengan sikap pria itu hari ini. Duduk tegak di kursi pengemudi dan mengajukan protes tentang siapa yang duduk di sampingnya. Sangat tidak biasa.
“Aku pusing kalau duduk di belakang,” sahut Aze. Ini juga ditujukan pada Eve. Ya ampun, mereka tidak saling berbicara!
“Kamu beneran nggak mau pindah?” tanya Eve.
“Nggak,” sahut Aze tegas.
“Oke, aku yang setir ya.”
“Kamu capek, Eve,” sahut Dexter seakan mengetahui kalimat Eve barusan ditujukan untuknya.
&l
Dexter melihat ponselnya lagi. Dia sudah memarkir mobilnya di tempat parkir bagian samping rumah sakit. Tidak banyak mobil yang diparkir di sana sekarang, makin malam rumah sakit makin sepi.Dia menekan tombol telpon, lalu membatalkannya sebelum tersambung. Berpikir lagi dan lagi.Dia sudah pasti angkat tangan membantu Eve menghadapi Aze, meskipun tadi tampaknya berhasil dan Eve melemparkan senyuman atau kata-kata bernada geli di hadapannya. Tetapi itu pasti akan sulit dilakukannya lagi.Satu-satunya cara membantu Eve meringankan kelelahannya adalah melalui pekerjaan. Jarinya menekan tombol telpon lagi, dia sudah punya alasan.“Malam, Pa.”“Oh, malam, Dex.”“Sibuk, Pa?”“Oh, no, no. Ada masalah apa?”“Tidak ada, Pa. Cuma mau minta tolong.”“Apa itu?”“Ehm… soal tembok belakang di market, apa Papa bisa kirim draft ke Dex?”
Tidak terasa Dexter sudah berada di dalam mobil yang terparkir rapi di parkiran rumah sakit hampir selama 1 jam. Dia sibuk memeriksa draft bangunan pasar milik Daveno, terutama tembok belakangnya, yang dikirim oleh ayah mertuanya tadi. Dia juga memeriksa data-data perbaikannya, bahan dan apa saja yang dilakukan, Daveno memang selalu cerewet dengan apa yang mereka bayar. Dalam kasus ini, itu amat membantu Dexter untuk mengecek di mana masalahnya.Dia baru sadar malam makin larut saat Eve menelpon dan memberitahukan bahwa mereka sudah menunggu di dekat pintu keluar. Terdengar Aze mengomel karena harus berjalan sekitar 20 meter dari bagian depan lobi, tempat mereka turun.“Terima kasih sudah menunggu.” Dexter hanya mengangguk.Eve membuka pintu penumpang belakang dan membantu Aze masuk ke dalam mobil. Dia menaruh tiga tas kertas berlogo brand terkenal yang bisa ditebak berisi barang belanjaan. Lalu ikut masuk ke dalam mobil duduk di sebelah Aze.
Saat Eve bangun pagi itu, tidak ada Dexter di kamar kerjanya lagi. Semalam pria itu tertidur di atas sofa ruang kerjanya, mungkin dia terbangun dan sudah pindah semalam. Tetapi Dexter tidak memberikan pendapatnya tentang renovasi tembok belakang yang akan dibuat hari ini. Nanti saja dia akan bertanya padanya.Dia membuka pintu membiarkan pelayan membersihkan kamarnya. Bukannya dia tidak bisa, dia sudah terlatih untuk itu, didikan neneknya, tetapi hari ini dia merasa lelah dan bangun terlambat. Belum lagi dia masih harus berangkat kerja.Eve masih berkutat di dapur. Hari ini permintaan Aze agak ringan tetapi memasaknya akan memakan waktu lama. Untung masih ada Meli yang membantunya.Bubur di dalam panci itu harus diaduk terus, tidak boleh berhenti. Itu rahasianya kalau mau rasanya enak, begitu kata neneknya. Eve memasaknya dengan cara begitu dan Aze menyukainya seperti itu. Kaldu ayam yang sudah dicampurkan akan membuat rasanya gurih tanpa penyedap rasa. Meskipun
Dexter sudah menyelesaikan makannya lebih dahulu lalu berpamitan. Eve memang tidak pernah bertanya ke mana Dexter akan pergi, tetapi biasanya Sabtu bukanlah hari liburnya. Jadi Eve menduga pria itu pergi bekerja seperti biasa. Entah mengapa dia terlihat buru-buru. “Soal renovasi, kamu belum beritahu aku apa-apa,” kata Eve setelah Dexter berdiri meninggalkan meja makan. “Nanti,” sahut Dexter singkat dan jelas. “Belum selesai memeriksa semua draft?” “Sudah. Aku duluan.” Dexter tidak melihat Eve memandangi punggungnya sampai menghilang dari pandangan matanya. Eve mengetahui jawabannya saat menemukan Dexter berdiri di depan rumah. Tubuhnya bersandar pada tembok bagian luar rumah. Wajahnya terlihat berkilau tertimpa sinar matahari yang sudah mengintip dari balik awan. Matanya berkilau menangkap bayangan Eve di pintu masuk rumah. “Kamu menunggu aku?” tanya Eve dengan heran. Dexter berjalan di belakang Eve dan segera menyusul di sampi
Segera setelah sampai di kantor The Daveno Market, keduanya sudah disambut oleh perwakilan kontraktor yang menangani renovasi tembok belakang. Orang itu sudah menunggu di dalam kantor Eve.Dexter berbicara sebentar pada orang itu dan memberikan beberapa perintah. Orang yang diketahui oleh Eve bernama Khan, pria keturunan India, tersenyum dan mengangguk penuh hormat. Dari kursi kerjanya, Eve hanya sesekali memandangi mereka yang duduk di sofa ruang kerjanya. Dexter yang serius bekerja terlihat sangat menarik untuk Eve. Lalu Eve menertawai dirinya sendiri dalam hati. Dia menghapus pikirannya sendiri dan kembali bekerja.“Aku langsung ke belakang. Kamu di sini, nanti aku kabari,” kata Dexter pada Eve. Eve mendongakkan kepalanya, dia bahkan tidak mengetahui kapan kedua orang itu bangkit dari sofa.“Kamu mau memeriksa tembok belakang?”“Iya.”“Aku ikut. Aku harus lapor ke Papa,” sahut Eve. Dia menutup berk
Dexter masih ingat dengan jelas apa saja yang diucapkan Eve saat mereka makan siang bersama, sebelum menelpon ayah mertuanya.Eve melihat Dexter masuk ke ruangannya saat jam makan siang, jam 1 siang lebih sedikit. Seakan sudah mengetahui apa yang akan Eve sediakan, Dexter duduk di sofa dan menunggu Eve membuka makan siang untuk mereka berdua. Mereka duduk di sofa dan makan bersama.“Renovasinya lancar?”“Belum mulai. Tidak bisa mulai. Bahan tidak ada. Senin baru mulai.”“Besok lusa?”“Iya. Tukang tidak mau bekerja di hari Minggu.”“Sudah lapor ke Papa?”“Belum, nanti aku lapor sendiri. Lalu kita bisa membeli bahan, itu tidak akan memakan waktu lama.”Eve mengambilkan sayur pare dan menyuapkannya ke mulut Dexter yang sengaja langsung mengunci rapat mulutnya. Pria itu benci makanan pahit, makanya itu adalah satu-satunya lauk yang tidak disentuhnya. Rupanya in
Dexter mengakhiri acara makan siang bersama Eve saat ada panggilan dari pengawas proyek mall. Tidak ada masalah yang begitu penting tetapi ada yang harus ditandatangi Dexter secara langsung setelah mengecek barang yang baru dikirim. Jadi 30 menit setelah panggilan itu, Dexter sudah bersiap-siap pergi.“Aku pergi ke mall dulu,” katanya berpamitan pada Eve. Dexter dan Eve menyebut proyek Asterix Grand Mall dengan sebutan mall saja, mereka sepakat dengan nama itu agar diucapkan lebih singkat saja. Eve mengangguk sekilas.Renovasi tembok belakang selesai setelah makan siang mereka tadi. Mereka sudah selesai mengukur dan menuliskan apa saja yang perlu dibeli. Tidak ada yang bisa dikerjakan jika bahannya tidak ada, jadi Khan dan anak-anak buahnya pergi membeli bahan dahulu dan memulai renovasinya Senin pagi.Eve sudah selesai mengurus semua administrasi dan masalah finansial untuk renovasi itu setelah bahan-bahan sudah lengkap dibeli. Dan Dexter dengan teg
Eve bersiap meninggalkan kantornya saat jam menunjukkan pukul 4 lebih 23 menit. Dia terlalu lama berkutat dengan laporan mingguan yang memecahkan rekor pemasukan jenis barang baru terbanyak dalam bulan ini. Jika ada barang baru, pasti ada barang lama yang tereliminasi, bukan karena kebijakan di pasar itu melainkan itulah kebiasaan pada pemasoknya. Mungkin barang lama itu sudah tidak diproduksi lagi atau kualitasnya kalah dengan produk baru itu.Eve membereskan meja kerjanya dan menyesal sudah lupa dengan rencananya pergi ke Helix Bridge. Tapi tidak apa, yang penting tidak perlu memasak, dia bisa pulang tepat sebelum makan malam. Semoga MRT tidak terlalu ramai hari ini, meskipun di akhir pekan sepertinya itu tidak mungkin.Mungkin dia tidak bisa menikmatinya dengan santai, tetapi semenit saja suasana berbeda pasti akan membuat hatinya senang. Lampu warna-warni bisa membuat hati berwarna juga, pikir Eve sambil tersenyum.Eve segera berangkat ke stasiun MRT dan nai