26 Maret 2019
“Aku sudah menemukan orang yang kamu rindukan, Barnie.”
“Di Indonesia?”
“Dia berangkat ke Australia, sebulan sebelum kamu menikah, kabarnya diterima kerja di sana. Aku dengar dia pulang kembali ke sini dan kebetulan kontrak kerjanya di Ausie habis. Toko kain punya ibunya itu sudah hampir tenggelam, bangkrut. Aku rasa dia mau menyelamatkan toko itu. Lumayan besar tokonya.”
Felix duduk di kursi yang berada di seberang meja kerja Dexter. Jam kerja mereka baru saja selesai. Felix sudah mengemasi barang-barangnya dan akan segera pulang. Ibunya minta ditemani karena sudah lama berpisah dengan Felix.
“Sudah berapa lama dia di Indonesia?”
“Sekitar 1 atau 2 bulan ini.”
Dexter mengangguk. Sudah hampir seminggu sejak mereka kembali dari Kalimantan, Felix diberi tugas tambahan untuk mencari Barnie. Felix juga tidak menolak meskipun itu bukan termasuk bagian tugasnya.
Buat Felix, ini urusan pribadinya juga, bukan hanya
Terima kasih sudah membaca novel ini. Semoga kalian suka. Ada kalanya kalau Eve itu memang licik seperti ular. Hug and kiss, Josie.
Eve masuk lagi ke dalam ruang gym pribadi di mana ada Dexter di sana. Ruang gym itu ada di lantai bawah rumah keluarganya, dekat dengan bioskop mini, perpustakaan dan fasilitas lainnya. Ayah Eve sudah berhenti sejak 1 jam yang lalu tapi Dexter masih saja belum menunjukkan tanda-tanda ingin berhenti membuat otot-ototnya bekerja keras dan jantungnya berdenyut lebih kencang sampai keringatnya menetes dari kulitnya yang kemerahan. “Sudah hampir jam 11, Ex.” Eve menggendong Daniel yang sudah menguap dua kali sejak Eve berdiri dalam ruangan itu. “Daniel sudah mengantuk,” sahut Dexter. Kaki-kakinya tetap saja bergerak di atas treadmill. “Iya, tetapi dia nggak mau tidur di atas tempat tidurnya. Sepertinya dia menunggu kamu.” Sejak Sabtu malam, Dexter memang berolahraga di dalam ruangan itu sampai hampir jam 11 malam. Pria itu akan mandi di kamar mandi kamar mereka dan menidurkan Daniel sebelum dia sendiri tidur sambil memeluk Eve. Daniel juga cukup pi
Barnie sepertinya harus siap dengan segala kemungkinan. Dia sedang duduk berhadapan dengan Dexter yang sejak tadi tidak mengalihkan pandangan mata sama sekali darinya. Sulit juga tidak memperdulikan mata lain yang duduk di kursi di belakang Dexter, mata itu memandang Barnie dengan tatapan murka. Toko Halim Textile berdiri di atas tanah milik keluarga ayah Barnie, jadi bagian bawah menjadi toko, bagian atas menjadi rumah mereka. Gudangnya ada di bagian belakang tokonya berdekatan dengan kantor administrasi. Mereka bertiga ada di ruang administrasi yang cukup luas, mungkin saja Barnie bisa berlarian di dalam ruangan itu kalau kedua pria itu mencoba memukulnya. “Apa kabar, Dex? Felix?” tanya Barnie membuka pembicaraan. Dia mencoba tersenyum, malah senyuman kaku yang muncul. “Baik, kamu?” sahut Dexter. Felix malas menjawab, dia datang hanya karena disuruh Eve. Eve tidak pernah menelpon, sekalinya menelpon Felix hanya untuk memintanya ikut Dexter menemui Barnie. E
“Carikan aku psikiater, Win!” “Panggil aku seperti dulu. Bukan pakai panggilan yang sama seperti semua orang panggil aku.” Darwin mengeratkan pelukannya pada Eve. Eve sedang duduk di karpet apartemen Darwin lalu Darwin dengan santai melilitkan lengannya pada pinggang Eve dan meletakkan dagunya di bahu Eve. “Carikan aku psikiater, Adam,” sahut Eve terkekeh geli. Pasangan Eve adalah Adam, itu seperti Adam dan Hawa. Nama itu sebenarnya lelucon mereka berdua saat awal-awal bertemu di sekolah dulu. Darwin selalu suka pada gadis kecil bermata coklat yang tampak selalu tenang. Mungkin karena dia sendiri selalu meletup-letup tidak tenang meskipun lebih memilih kabur daripada konfrontasi langsung. Adam and Eve sounds so right! “Buat apa, Snowy?” Eve membalasnya dengan tawa ringan. Dia juga geli dengan hembusan napas Darwin di lehernya. Snowy itu julukan Darwin untuk Eve yang terlihat tenang seperti salju yang turun dari langit untuk membuat sekelilingn
5 April 2019 Dexter berjanji pada dirinya sendiri tidak akan menjadi sebodoh kakaknya, Darren. Dia tidak akan terjebak seperti Darren, menikahi seorang wanita karena sudah hamil dan mengakhiri pernikahannya dengan sejuta drama menyedihkan. Wanita itu mati, anaknya tidak memiliki seorang ibu. Dexter menyadari dirinya memiliki pesona yang bisa menarik wanita mendekat. Entah di mana letak pesona itu, tidaklah penting, namun dia selalu bisa menebak seorang wanita menyukainya, kecuali istrinya sendiri. Menebaknya lebih sulit daripada mendapat nilai A di pelajaran kimia yang dibencinya. Di saat wanita itu tampaknya sangat peduli padanya, melakukan hal-hal kecil untuknya, menyiapkan sarapannya, memasangkan kancing, sabuk atau dasinya, Dexter tertipu. Wanita itu sebenarnya menginginkan sesuatu darinya, membuat Dexter selalu melakukan keinginannya tanpa paksaan. Entah mengapa. Di saat wanita tampaknya tidak peduli padanya, melarikan diri darinya, mengusirnya s
26 April 2019 Butuh waktu hampir 3 minggu untuk Dexter berpikir sampai dia memutuskan untuk memikirkan dan melakukan saran dari Darwin. Masalahnya dia tidak bisa bercerita pada Eve atau siapa pun jadi proses berpikirnya menjadi makin lambat saja. Tetapi 3 minggu itu diisinya dengan check kesehatan reproduksinya, dia merasa ada sesuatu yang salah dengan Eve yang tidak kunjung hamil. Hasilnya dia cukup mampu membuat Eve hamil berkali-kali, itu istilah yang dipakai Darwin untuknya. Dexter sangat mengenal Eve yang suka sekali memiliki rencana di dalam otaknya tanpa memberitahunya. Bagaimana jika salah satu rencana itu adalah tidak memiliki anak dengan Dexter? Meskipun rencana Eve kadang menyakiti Dexter tetapi tujuannya pasti membuat Dexter dan Daniel bertahan di sisinya juga. Jadi kalau dia mengetahui Eve memang memiliki rencana, dia tidak yakin apakah dia bisa marah soal itu. Dexter menyusun semua bukti di dalam otaknya, dia hampir mengambil satu kesimp
Erick tidak pernah melihat Eve yang seperti saat ini. Eve yang biasanya selalu memperlihatkan wajah tanpa ekspresi itu sudah diganti wajah Eve yang geram. Matanya menyipit namun sorot mata berkilat keemasan tetap tajam menusuk hati Erick. Napasnya yang dalam itu seperti tertahan sehingga membuat wajahnya memerah. “Jelaskan soal ini, Pa!” desis Eve pada ayahnya. Tangannya memegang beberapa lembar kertas yang tampaknya dijempret menjadi satu. Dia menaruh kertas itu di depan Erick yang tampaknya tidak bergeming dari kursi. Erick masih saja bersandar pada kursinya. Erick mengambil kertas itu dengan malas. Tubuhnya maju sedikit dan dia hanya menggapai kertas itu dengan tangan panjangnya. Entah apa yang tertulis di kertas itu yang membuat Eve begitu marah. Matanya masih tetap memandang Eve dengan tenang sementara Eve juga memandangnya dengan sengit. “Dapat dari mana?” sahut Erick dingin. Kepalanya menunduk dan memandang sekilas pada kertas yang sudah ada di pangkua
Dexter tidak pulang ke Rumah Besar D malam itu dan dia hanya menghubungi Eve supaya istrinya tidak khawatir. Dengan alasan pulang terlambat dari tempat pertemuannya, Dexter lebih memilih menginap di rumahnya sendiri yang posisinya lebih dekat dari tempat pertemuan itu. Eve, seperti yang diduganya, tidak keberatan, hanya meminta video call sebelum Daniel tidur. Seharian ini sebenarnya Dexter hanya ke kantor sebentar untuk memanggil Ilham. Berdiam sebentar di kantornya untuk menyelesaikan beberapa berkas. Lalu dia pergi ke kantor managemen apartemennya untuk mengurus semua rekaman CCTV yang dibutuhkannya dibantu Felix. Siangnya Dexter sudah tidak bisa menahan dirinya untuk menemui Aze yang diketahuinya sedang berada di Malaysia. Dia memesan tiket ke Malaysia pulang pergi di hari yang sama dan meminta Aze menemuinya di salah satu café yang berada di bandara. Dexter cukup cerdik memakai nomer telpon lain untuk menghubungi Aze, dia merasa Aze tidak akan mengangkat
Dexter sampai di rumahnya sendiri sekitar jam 11 malam. Sebenarnya dia membawa kunci rumah sendiri tetapi Bik Irah tetap saja bangun dan menyambutnya. Melihat wajah tuannya yang terlihat lelah, dia hanya menawari makan lalu dibalas dengan gelengan kepala dan perintah supaya Bik Irah kembali tidur saja. Dexter masuk ke dalam kamarnya, kamar yang ingin ditempatinya bersama Eve. Pemandangan taman itu tampak indah di malam hari meskipun warna bunganya menjadi sedikit lebih buram, kelihatannya besok dia harus meminta Pak Komar memasang lebih banyak lampu. Dexter membiarkan tirainya terbuka seperti terakhir saat dia mengadu gairahnya dengan Eve. Saat ingin tidur, Dexter tiba-tiba ingin berendam dulu di bathtub untuk melemaskan otot-ototnya. Mungkin saja hatinya juga akan lemas setelah tadi mendengar Aze berbicara. Karena itu juga dia tidak bisa pulang ke pangkuan Eve. Dia perlu menenangkan dirinya sendiri, karena Eve akan dengan mudahnya menangkap perubahan dalam suasana h