5 Maret 2019
Erick dan Rita datang ke Singapura hari itu untuk memberikan kejutan ulang tahun pada putri sulungnya, Eve, sekaligus untuk melihat persiapan pembukaan mall. Erick yakin kalau Eve sendiri pasti tidak ingat karena anak itu memang tidak pernah ingat hari ulang tahunnya sendiri. Eve itu sangat baik mengingat ulang tahun orang lain, terutama keluarga dan temannya, tetapi tidak untuk dirinya sendiri.
Tidak banyak yang mengetahui kalau Eve tidak ingin mengingat hari ulang tahunnya. Jadi saat masih sekolah dan kuliah, Eve yang cukup populer pasti mendapat banyak ucapan selamat dan kado, tetapi Eve tidak merasakan apa-apa. Dia cukup berterima kasih dan senang dengan perhatian teman-temannya tetapi jika dia bisa memilih, lebih baik orang melupakan hari ulang tahunnya saja.
Hatinya terasa perih setiap kali berusaha mengingat masa kecilnya, tidak banyak yang bisa diingatnya tetapi cukup membuat hatinya berdenyut seperti dilubangi dengan tombak. Jadi melupak
Terima kasih sudah membaca novel ini. Semoga kalian suka. Aku rasa Eve merasa sedih setiap kali merayakan ulang tahunnya. Dia akan menyukainya suatu saat nanti. Hug and kiss, Josie.
22 Maret 2019. Bandara Soekarno-Hatta benar-benar sibuk di hari Jumat ini, akhir pekan sepertinya makin sibuk dibandingkan pada hari biasa. Orang lalu lalang tidak terhitung jumlahnya dengan pengumuman penerbangan bersahut-sahutan. Felix dan Dexter baru turun dari pesawat waktu jam menunjukkan pukul 19.15. Mereka hanya menyeret koper masing-masing tanpa perlu menunggu bagasi menuju ke pintu keluar. “Apa mobil yang jemput kamu sudah sampai?” “Sepertinya belum.” Dexter kembali mengintip ponselnya, tidak ada pemberitahuan soal kedatangan sopir yang menjemputnya. “Perlu aku tunggu sampai mobil jemputanmu datang? Masih ada file di tasku juga.” “Kamu juga dijemput. Asal kamu tahu ya, aku juga nggak suka, tapi Eve bisa menghilangkan jatahku kalau kamu pulang sendiri.” Felix terkekeh geli. “Iya, iya, aku tunggu. Jadi kenapa kita nggak pakai jet Asterix?” tanya Felix. Mereka berangkat ke Sulawesi dan Kalimantan dengan jet milik Asterix Group.
26 Maret 2019 “Aku sudah menemukan orang yang kamu rindukan, Barnie.” “Di Indonesia?” “Dia berangkat ke Australia, sebulan sebelum kamu menikah, kabarnya diterima kerja di sana. Aku dengar dia pulang kembali ke sini dan kebetulan kontrak kerjanya di Ausie habis. Toko kain punya ibunya itu sudah hampir tenggelam, bangkrut. Aku rasa dia mau menyelamatkan toko itu. Lumayan besar tokonya.” Felix duduk di kursi yang berada di seberang meja kerja Dexter. Jam kerja mereka baru saja selesai. Felix sudah mengemasi barang-barangnya dan akan segera pulang. Ibunya minta ditemani karena sudah lama berpisah dengan Felix. “Sudah berapa lama dia di Indonesia?” “Sekitar 1 atau 2 bulan ini.” Dexter mengangguk. Sudah hampir seminggu sejak mereka kembali dari Kalimantan, Felix diberi tugas tambahan untuk mencari Barnie. Felix juga tidak menolak meskipun itu bukan termasuk bagian tugasnya. Buat Felix, ini urusan pribadinya juga, bukan hanya
Eve masuk lagi ke dalam ruang gym pribadi di mana ada Dexter di sana. Ruang gym itu ada di lantai bawah rumah keluarganya, dekat dengan bioskop mini, perpustakaan dan fasilitas lainnya. Ayah Eve sudah berhenti sejak 1 jam yang lalu tapi Dexter masih saja belum menunjukkan tanda-tanda ingin berhenti membuat otot-ototnya bekerja keras dan jantungnya berdenyut lebih kencang sampai keringatnya menetes dari kulitnya yang kemerahan. “Sudah hampir jam 11, Ex.” Eve menggendong Daniel yang sudah menguap dua kali sejak Eve berdiri dalam ruangan itu. “Daniel sudah mengantuk,” sahut Dexter. Kaki-kakinya tetap saja bergerak di atas treadmill. “Iya, tetapi dia nggak mau tidur di atas tempat tidurnya. Sepertinya dia menunggu kamu.” Sejak Sabtu malam, Dexter memang berolahraga di dalam ruangan itu sampai hampir jam 11 malam. Pria itu akan mandi di kamar mandi kamar mereka dan menidurkan Daniel sebelum dia sendiri tidur sambil memeluk Eve. Daniel juga cukup pi
Barnie sepertinya harus siap dengan segala kemungkinan. Dia sedang duduk berhadapan dengan Dexter yang sejak tadi tidak mengalihkan pandangan mata sama sekali darinya. Sulit juga tidak memperdulikan mata lain yang duduk di kursi di belakang Dexter, mata itu memandang Barnie dengan tatapan murka. Toko Halim Textile berdiri di atas tanah milik keluarga ayah Barnie, jadi bagian bawah menjadi toko, bagian atas menjadi rumah mereka. Gudangnya ada di bagian belakang tokonya berdekatan dengan kantor administrasi. Mereka bertiga ada di ruang administrasi yang cukup luas, mungkin saja Barnie bisa berlarian di dalam ruangan itu kalau kedua pria itu mencoba memukulnya. “Apa kabar, Dex? Felix?” tanya Barnie membuka pembicaraan. Dia mencoba tersenyum, malah senyuman kaku yang muncul. “Baik, kamu?” sahut Dexter. Felix malas menjawab, dia datang hanya karena disuruh Eve. Eve tidak pernah menelpon, sekalinya menelpon Felix hanya untuk memintanya ikut Dexter menemui Barnie. E
“Carikan aku psikiater, Win!” “Panggil aku seperti dulu. Bukan pakai panggilan yang sama seperti semua orang panggil aku.” Darwin mengeratkan pelukannya pada Eve. Eve sedang duduk di karpet apartemen Darwin lalu Darwin dengan santai melilitkan lengannya pada pinggang Eve dan meletakkan dagunya di bahu Eve. “Carikan aku psikiater, Adam,” sahut Eve terkekeh geli. Pasangan Eve adalah Adam, itu seperti Adam dan Hawa. Nama itu sebenarnya lelucon mereka berdua saat awal-awal bertemu di sekolah dulu. Darwin selalu suka pada gadis kecil bermata coklat yang tampak selalu tenang. Mungkin karena dia sendiri selalu meletup-letup tidak tenang meskipun lebih memilih kabur daripada konfrontasi langsung. Adam and Eve sounds so right! “Buat apa, Snowy?” Eve membalasnya dengan tawa ringan. Dia juga geli dengan hembusan napas Darwin di lehernya. Snowy itu julukan Darwin untuk Eve yang terlihat tenang seperti salju yang turun dari langit untuk membuat sekelilingn
5 April 2019 Dexter berjanji pada dirinya sendiri tidak akan menjadi sebodoh kakaknya, Darren. Dia tidak akan terjebak seperti Darren, menikahi seorang wanita karena sudah hamil dan mengakhiri pernikahannya dengan sejuta drama menyedihkan. Wanita itu mati, anaknya tidak memiliki seorang ibu. Dexter menyadari dirinya memiliki pesona yang bisa menarik wanita mendekat. Entah di mana letak pesona itu, tidaklah penting, namun dia selalu bisa menebak seorang wanita menyukainya, kecuali istrinya sendiri. Menebaknya lebih sulit daripada mendapat nilai A di pelajaran kimia yang dibencinya. Di saat wanita itu tampaknya sangat peduli padanya, melakukan hal-hal kecil untuknya, menyiapkan sarapannya, memasangkan kancing, sabuk atau dasinya, Dexter tertipu. Wanita itu sebenarnya menginginkan sesuatu darinya, membuat Dexter selalu melakukan keinginannya tanpa paksaan. Entah mengapa. Di saat wanita tampaknya tidak peduli padanya, melarikan diri darinya, mengusirnya s
26 April 2019 Butuh waktu hampir 3 minggu untuk Dexter berpikir sampai dia memutuskan untuk memikirkan dan melakukan saran dari Darwin. Masalahnya dia tidak bisa bercerita pada Eve atau siapa pun jadi proses berpikirnya menjadi makin lambat saja. Tetapi 3 minggu itu diisinya dengan check kesehatan reproduksinya, dia merasa ada sesuatu yang salah dengan Eve yang tidak kunjung hamil. Hasilnya dia cukup mampu membuat Eve hamil berkali-kali, itu istilah yang dipakai Darwin untuknya. Dexter sangat mengenal Eve yang suka sekali memiliki rencana di dalam otaknya tanpa memberitahunya. Bagaimana jika salah satu rencana itu adalah tidak memiliki anak dengan Dexter? Meskipun rencana Eve kadang menyakiti Dexter tetapi tujuannya pasti membuat Dexter dan Daniel bertahan di sisinya juga. Jadi kalau dia mengetahui Eve memang memiliki rencana, dia tidak yakin apakah dia bisa marah soal itu. Dexter menyusun semua bukti di dalam otaknya, dia hampir mengambil satu kesimp
Erick tidak pernah melihat Eve yang seperti saat ini. Eve yang biasanya selalu memperlihatkan wajah tanpa ekspresi itu sudah diganti wajah Eve yang geram. Matanya menyipit namun sorot mata berkilat keemasan tetap tajam menusuk hati Erick. Napasnya yang dalam itu seperti tertahan sehingga membuat wajahnya memerah. “Jelaskan soal ini, Pa!” desis Eve pada ayahnya. Tangannya memegang beberapa lembar kertas yang tampaknya dijempret menjadi satu. Dia menaruh kertas itu di depan Erick yang tampaknya tidak bergeming dari kursi. Erick masih saja bersandar pada kursinya. Erick mengambil kertas itu dengan malas. Tubuhnya maju sedikit dan dia hanya menggapai kertas itu dengan tangan panjangnya. Entah apa yang tertulis di kertas itu yang membuat Eve begitu marah. Matanya masih tetap memandang Eve dengan tenang sementara Eve juga memandangnya dengan sengit. “Dapat dari mana?” sahut Erick dingin. Kepalanya menunduk dan memandang sekilas pada kertas yang sudah ada di pangkua
“Kamu sudah mendapat 4 bulan cutimu, Eve. Kapan mau mulai kerja sungguhan?” tanya Erick. Sejak kehamilan Eve menginjak 8 bulan sampai Raven berusia 3 bulan, Eve mengerjakan semuanya dari rumah, kadang datang untuk rapat-rapat atau urusan penting lainnya, mungkin hanya 2-3 kali dalam seminggu. Tetapi Erick harus mengakui semua berjalan lancar di tangan Eve, seperti biasanya, tanpa cela. “Papa harus mulai memberikan Rana tanggung jawab yang lebih besar.” Adik lelaki Eve sudah datang dari Amerika Serikat 6 bulan yang lalu dan Eve mengajarinya dengan telaten. Rana juga bukannya tidak berpengalaman karena dia juga bekerja di sebuah perusahaan rekanan Angkasa Wongso di New York sembari menyelesaikan kuliah S2-nya. Eve hanya memperkenalkan aturan dan cara kerja mereka di Asterix Grup karena Asterix lebih besar dan lebih luas. “Aku akan berikan, tetapi jabatanmu tetap sama, tidak bisa diisi orang lain. Makanya lahirkan anak lagi supaya keluarga kita akan makin besar.
Angin semilir di taman samping membuat Eve membetulkan roknya yang sedikit berkibar. Pinggiran rok itu dia selipkan di bawah pahanya yang sedang berada di atas kursi taman dari batu yang berbentuk kursi. Beberapa daun tampak berjatuhan, membuat rumputnya yang kehijauan berbercak kekuningan. Bunga-bunga di saat-saat seperti ini juga tumbuh bermekaran meskipun kebanyakan di antaranya selalu ada yang mekar tanpa mengenal waktu sepanjang tahun. Semalam hujan jadi tanah masih terlihat sedikit basah pagi ini dengan cuaca yang cukup hangat. Eve lebih suka cuaca lebih dingin dari ini karena dia juga malas kulitnya yang terlalu putih itu terasa seperti tersengat berada di bawah terik sinar matahari. Namun demi untuk menjemur Raven, dia rela membiarkan kulitnya terkena sinar matahari pukul 8 pagi yang katanya menyehatkan. Tanaman di taman ini semakin banyak dari hari ke hari. Maria terus saja menambahkan tanaman-tanaman hias dan berbagai macam bunga setiap kali d
Eve membuka kotak berpita seukuran kotak gaun di hadapannya itu saat pesta usai 30 menit yang lalu. Semua tamu sudah pulang meninggalkan tuan rumah dalam kelelahan dan kebahagiaan. Kotak berwarna perak itu adalah kado pemberian Dexter sebagai ucapan terima kasihnya sudah menemani hidupnya dalam 2 tahun ini. Itu waktu yang singkat, tetapi mengingat mereka memiliki sejarah percintaan yang cukup panjang, rasanya ini juga hadiahnya atas masuknya Eve kembali dalam relung hatinya dan kesediaan wanita itu kembali ke dalam hidupnya. Dexter sebenarnya sedang memperhatikan Eve yang memegang dan membuka kotak itu dengan perlahan seakan waktu berjalan dengan sangat lambat. Tetapi memang dia harus bersabar seperti Eve bersabar menghadapi dirinya dulu. Eve mengeluarkan kertas yang berada dalam balutan plastik yang membungkusnya, menjaga rapuhnya kertas itu. “Kamu seorang Wongso, Love.” Kertas yang mengubah nama Eve dengan tambahan nama Wongso di belakangnya sudah a
4 Maret 2020 Eve sedang duduk di meja riasnya. Lelah, itu yang dirasakannya. Senang, itu perasaannya. Seorang wanita muda berdiri di belakang Eve dan tersenyum. “Kamu cantik, Eve.” “Terima kasih. Perut ini makin berat dan aku makin sering lelah, Aze.” Kandungan Eve sudah menginjak usia 5 bulan. Aze mengangguk. Dia juga ingat betapa besar perutnya saat itu, hampir2 tahun lalu. Eve yang jarang mengeluh juga akhirnya meloloskan keluhan juga, tidak salah, menjadi wanita hamil itu tidak mudah. Seingat Aze, hanya Eve yang selalu ada bersamanya, meredakan semua keluhannya, melakukan semua keinginannya, tentu dengan syarat-syarat, Eve memang selalu licik begitu. “Pesta memang merepotkan untuk wanita hamil,”sahut Aze. “Lebih enak berkeliling mall?” tanya Eve sambil tersenyum. Aze tertawa lirih dan mengangguk. Mereka akan segera menghadiri pesta perayaan perkawinan Dexter dan Eve yang kedua. Eve keberatan sebenarnya, perutnya yang makin
Sudah sejak awal Aksa merasa bersalah menyembunyikan semua fakta tentang Rosalind dan Reveline dari wanita yang dianggap sebagai ibunya sendiri. Evita tidak memiliki hubungan darah dengan Aksa tetapi mereka sudah sangat dekat. Pelan-pelan Aksa menceritakan masalah Rosalind sampai kehadiran Reveline pada Evita setelah kematian Rosalind. Selama ini Rosalind yang melarang melibatkan Keluarga Daveno dalam hal apa pun untuk melindungi keluarga itu. Aksa sangat mengerti bagaimana sifat Evita, wanita tua yang keras namun penyayang dan cukup bijaksana menilai semua hal. Evita tidak menyalahkan siapa pun. Dia hanya menyesali jalan hidup anaknya dan wanita yang dicintainya berakhir seperti sekarang. Namun yang paling besar adalah penyesalannya terhadap Reveline yang tidak bisa menjadi seorang Daveno. Evita dan Albert datang mengunjungi Reveline setiap bulan, tidak ada seorang Daveno yang bisa disia-siakan, termasuk Reveline. Semua orang lupa memperhitungk
Dexter, anak kedua Diana, yang kala itu berumur hampir 4 tahun yang paling gembira dengan kabar itu. Dia paling suka menemani Rosalind ke mana pun sambil mengelus perut buncit bibinya itu. Selain menyukai calon anak Rosalind, Dexter juga sangat menyukai mata coklat keemasan Rosalind. “Cantik. Mata Tante Ros cantik,” kata Dexter dengan polosnya. Rosalind akan terkekeh mendengarnya. Di dalam keluarga Aksa memang tidak ada yang bermata coklat keemasan seperti Rosalind jadi wajar Dexter begitu terpikat. “Ini namanya warna amber, Ex. Nanti anak ini juga mempunyai mata seperti Tante,” sahut Rosalind geli. Warna mata Rosalind didapatnya dari sang ibu yang berasal dari Italia. Mata Erick dan mata Rosalind yang coklat pasti akan menurun pada anaknya. Rosalind sangat menyayangi Dexter sampai memberikan nama panggilan kesayangan padanya dan rajin mendengarkan ocehan bocah berumur 4 tahun itu. “Berarti anak Tante nanti pasti cantik,” celoteh Dexter lagi. “Bisa ju
Hubungan keempat manusia itu memang amatlah rumit dan sulit untuk dijelaskan. Erick yang mencintai Rosalind malah berakhir menikahi Rita. Raja yang mencintai Rita malah berakhir menikahi Rosalind. Entah bagaimana kisah mereka penuh drama yang memilukan bisa berakhir seperti itu. Namun mereka belum tahu saja kalau itu barulah sebuah permulaan dari skandal yang lebih besar lagi. Erick tidak sepenuhnya jatuh dalam pesona seorang Amrita Adira yang cantik dan lemah lembut. Meskipun sudah menikah, dia tidak pernah menyentuh Rita yang setia menunggunya berpaling kepadanya. Rita juga mengetahui siapa yang dicintai Erick tetapi dia juga tidak keberatan untuk menunggu entah sampai kapan, waktu memang tidak bertepi untuk Rita. Raja pun tidak berbeda, dia masih belum jatuh sepenuhnya dalam pesona Rosalind yang memiliki jiwa pemberontak, tetapi bedanya Raja menyetubuhi Rosalind berkali-kali meskipun wanita itu juga berkali-kali menolak. Keras kepalanya Rosalind membuat Raja berte
Darwin menolak untuk merasa cemas akan tertangkap lagi. Untung didikan ayahnya membuat dia bisa mengendalikan emosi dalam berbagai suasana hati, jadi mudah saja untuk membohongi orang tua Eve dan Dexter yang tampaknya makin solid saja. Tetapi Eve adalah salah satu orang yang bisa membaca emosi Darwin di balik wajah tenangnya. Jadi Eve akan mudah sekali menangkap kecemasannya, yang untungnya masih tidur lelap. Tekanan jiwanya pasti terlalu banyak karena rupanya Eve lolos juga dari pengawasannya untuk mencari tahu tentang skandal kelahirannya yang mengejutkan. Kesalahan Eve yang jelas adalah informasi itu dipresentasikan dalam benaknya tanpa bicara pada saksi yang mengalaminya, mereka adalah orang tua Eve dan Dexter. Darwin berusaha menghalau orang tua Eve dan Dexter masuk ke dalam ruangan. “Eve belum bisa dikunjungi. Jangan khawatir, kami akan terus pantau. Nanti semua bisa masuk kalau dia sudah sadar.” Darwin bernapas lega karena tidak ada satu pun yang menya
Eve mematikan sambungan telponnya. Masih berusaha menarik napas dan menormalkan debaran jantungnya. Berpikirlah, Eve! Jangan memiliki perasaan apa pun, Eve! Perintah-perintah itu dibuat Eve untuk dirinya sendiri. Akhir-akhir ini dia sering sekali menggunakan perasaannya saat berpikir. Dia ingat benar kata-kata pria yang dia mintai keterangan, “Reveline Andrea Wongso lahir pada tanggal 5 Maret 1990, anak dari pasangan Angkasa Wongso dan Diana Hadis Wongso. Ini out of the record, Ibu Eve. Di berkas ini tertulis kalau Erickho Daveno berhasil membuktikan Reveline sebagai anaknya jadi akte kelahiran bisa berubah. Buktinya dengan test DNA.” Sebelumnya Eve memang tidak bertanya soal akte kelahirannya yang lama, dia hanya bisa bertanya soal pergantian namanya keluarga pada akte kelahirannya lewat sidang. Pria yang diajaknya bicara barusan dulu mengatakan kalau berkas Eve tidak lengkap. Eve mengabaikan instingnya kala itu, mengabaikan kalau pria itu menutupi sesuatu. Ja